Kasih Allah yang Kekal dan Setia: Yeremia 31:3
Pendahuluan:
Kitab Yeremia adalah kitab yang penuh dengan peringatan dan teguran bagi bangsa Israel yang telah jatuh dalam dosa. Namun, di tengah-tengah nubuat tentang penghukuman, kita juga menemukan janji-janji penghiburan yang menunjukkan kasih setia Allah yang tidak pernah berubah. Salah satu ayat yang paling indah dalam kitab ini adalah Yeremia 31:3, yang berbunyi:
“TUHAN menampakkan diri kepada jemaat-Nya dari jauh, dengan berkata, ‘Aku telah mengasihimu dengan kasih yang kekal. Karena itu, Aku telah menarikmu dengan kasih setia.’” (Yeremia 31:3, AYT)
Ayat ini menegaskan kasih Allah yang kekal kepada umat-Nya, sebuah kasih yang tidak didasarkan pada perbuatan manusia, tetapi pada sifat dan karakter Allah sendiri. Dalam eksposisi ini, kita akan mendalami makna ayat ini dengan merujuk pada beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, Matthew Henry, Herman Bavinck, Geerhardus Vos, dan R.C. Sproul.
1. Konteks Historis dan Theologis
Yeremia 31 adalah bagian dari apa yang sering disebut sebagai "Kitab Penghiburan" dalam nubuat Yeremia (Yeremia 30-33). Bab ini berisi janji pemulihan bagi bangsa Israel setelah masa pembuangan.
Secara historis, ayat ini ditujukan kepada Israel yang telah mengalami penghukuman akibat ketidaksetiaan mereka kepada Tuhan. Mereka telah dibuang ke Babel sebagai akibat dari dosa-dosa mereka. Namun, dalam kasih-Nya yang abadi, Allah berjanji untuk memulihkan mereka dan membawa mereka kembali kepada-Nya.
Dari sudut pandang teologi Reformed, ayat ini tidak hanya berbicara tentang pemulihan Israel secara historis tetapi juga menunjuk kepada rencana keselamatan Allah dalam Kristus. Kasih Allah yang kekal ini adalah dasar dari doktrin pemilihan, di mana Allah dalam kasih-Nya yang berdaulat telah memilih umat-Nya sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4-5).
2. Eksposisi Yeremia 31:3
a. "Aku telah mengasihimu dengan kasih yang kekal"
1) Kasih yang Bersifat Abadi
John Calvin dalam komentarnya terhadap ayat ini menekankan bahwa kasih Allah kepada umat-Nya adalah kasih yang tidak dapat berubah, karena itu tidak bergantung pada manusia tetapi pada kehendak Allah sendiri. Calvin menulis:
“Allah mengasihi kita bukan karena kita layak dikasihi, tetapi karena Ia memilih untuk mengasihi kita sejak kekekalan.”
Kasih Allah yang kekal ini mencerminkan doktrin anugerah yang tidak dapat ditolak (irresistible grace) dalam teologi Reformed. Kasih-Nya tidak bergantung pada respons manusia, tetapi berasal dari keputusan-Nya yang berdaulat untuk mengasihi dan menyelamatkan umat-Nya.
2) Kasih dalam Pemilihan dan Keselamatan
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa kasih Allah yang kekal ini terkait erat dengan doktrin pemilihan, di mana Allah telah memilih umat-Nya sebelum dunia dijadikan.
Kasih ini tidak berubah oleh kondisi manusia, tetapi tetap sama dari kekekalan hingga kekekalan. Paulus menggemakan prinsip ini dalam Roma 8:38-39, di mana ia menegaskan bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah dalam Kristus Yesus.
3) Kasih Allah Berbeda dengan Kasih Manusia
Matthew Henry dalam komentarnya menekankan bahwa kasih Allah jauh berbeda dari kasih manusia. Kasih manusia sering bersifat sementara dan bersyarat, tetapi kasih Allah kekal dan tidak tergantung pada kesetiaan manusia. Henry menulis:
“Kasih Allah mendahului kita, menopang kita, dan akan terus menyertai kita sampai akhir.”
Ini berarti bahwa tidak ada dosa atau kegagalan yang dapat membatalkan kasih Allah kepada umat-Nya yang telah Ia pilih sejak kekekalan.
b. "Aku telah menarikmu dengan kasih setia"
1) Kasih Setia yang Menarik Umat-Nya
Frasa "Aku telah menarikmu" menunjukkan bahwa Allah secara aktif membawa umat-Nya kembali kepada-Nya. Ini mencerminkan doktrin anugerah yang efektif, di mana kasih Allah tidak hanya ditawarkan, tetapi juga secara aktif menarik orang-orang pilihan-Nya kepada keselamatan.
R.C. Sproul dalam Chosen by God menekankan bahwa kasih Allah bukan hanya suatu "kemungkinan" tetapi sebuah "kepastian." Allah tidak hanya menunggu manusia datang kepada-Nya, tetapi Ia sendiri yang menarik mereka kepada-Nya dengan kuasa kasih-Nya.
Ini sesuai dengan Yohanes 6:44, di mana Yesus berkata:
“Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jika Bapa yang mengutus Aku tidak menarik dia.”
Ini adalah kasih yang bekerja secara aktif dalam hati manusia, mengubahkan mereka dari orang berdosa yang memberontak menjadi anak-anak Allah yang setia.
2) Kasih Setia (Hesed) Allah
Dalam bahasa Ibrani, kata "kasih setia" di sini adalah hesed, yang sering digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menggambarkan kasih Allah yang teguh, berkomitmen, dan tidak berubah terhadap umat perjanjian-Nya.
Geerhardus Vos dalam Biblical Theology menjelaskan bahwa hesed adalah kasih yang berakar dalam kesetiaan perjanjian Allah kepada umat-Nya. Kasih ini bukan hanya perasaan, tetapi komitmen yang teguh untuk menepati janji-Nya dalam keselamatan.
Allah menarik umat-Nya bukan karena mereka layak, tetapi karena kesetiaan-Nya sendiri dalam perjanjian anugerah-Nya.
3. Aplikasi Teologis dalam Kehidupan Orang Percaya
a. Kepastian Keselamatan
Karena kasih Allah adalah kasih yang kekal, kita sebagai umat-Nya memiliki kepastian keselamatan. Kasih Allah tidak berubah berdasarkan perbuatan kita, tetapi tetap sama dari kekekalan hingga kekekalan.
Efesus 2:8-9 menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan hasil usaha manusia. Oleh karena itu, kita dapat hidup dalam keyakinan bahwa Allah yang telah memulai pekerjaan baik dalam kita akan menyelesaikannya (Filipi 1:6).
b. Allah yang Inisiatif dalam Penyelamatan
Sering kali manusia berpikir bahwa mereka datang kepada Allah atas inisiatif mereka sendiri. Namun, Yeremia 31:3 mengajarkan bahwa Allah-lah yang menarik kita kepada-Nya terlebih dahulu.
Ini berarti bahwa pertobatan sejati terjadi karena pekerjaan Roh Kudus yang menarik kita dengan kasih Allah yang efektif.
c. Hidup dalam Kasih Setia Allah
Karena kita telah dikasihi dengan kasih yang kekal, kita dipanggil untuk menjalani hidup yang setia kepada Tuhan. Kasih Allah bukan alasan untuk hidup sembarangan, tetapi panggilan untuk menanggapi kasih itu dengan ketaatan dan kesetiaan.
Paulus dalam Roma 12:1-2 menasihati agar kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup bagi Allah, sebagai respons terhadap kasih karunia-Nya.
Kesimpulan
Yeremia 31:3 adalah ayat yang penuh dengan penghiburan dan pengharapan. Kasih Allah kepada umat-Nya adalah kasih yang kekal, tidak bergantung pada manusia, tetapi berdasarkan karakter Allah sendiri.
Dari sudut pandang teologi Reformed, ayat ini meneguhkan doktrin pemilihan, kasih karunia yang tidak dapat ditolak, dan kesetiaan Allah dalam perjanjian-Nya.
Sebagai orang percaya, kita dapat hidup dalam keyakinan bahwa Allah yang telah mengasihi kita sejak kekekalan akan terus menopang kita hingga kita bertemu dengan-Nya dalam kemuliaan.