Ketidakpercayaan Marta: Yohanes 11:39

Ketidakpercayaan Marta: Yohanes 11:39
"Yesus berkata, 'Singkirkan batu itu!' Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya, 'Tuhan, sekarang pasti akan ada bau busuk karena dia sudah meninggal selama empat hari.'" (Yohanes 11:39, AYT)

Pendahuluan:

Dalam kisah kebangkitan Lazarus di Yohanes 11, kita menemukan salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan oleh Yesus. Namun, sebelum kebangkitan itu terjadi, kita melihat respons Marta yang menunjukkan adanya ketidakpercayaan terhadap kuasa Yesus.

Dalam Yohanes 11:39, Yesus meminta agar batu penutup makam Lazarus disingkirkan, tetapi Marta meragukan perintah tersebut dengan alasan bahwa tubuh Lazarus sudah berbau karena telah mati selama empat hari. Reaksi Marta ini menunjukkan bagaimana iman seseorang bisa diuji dalam situasi yang tampaknya mustahil.

Dari perspektif teologi Reformed, ketidakpercayaan Marta mencerminkan keterbatasan manusia dalam memahami rencana Allah dan bagaimana anugerah-Nya bekerja dalam kehidupan kita. Artikel ini akan menggali makna mendalam dari Yohanes 11:39 dan bagaimana kita bisa belajar dari respons Marta untuk bertumbuh dalam iman.

A. Eksposisi Yohanes 11:39

1. Perintah Yesus: "Singkirkan Batu Itu!"

Perintah Yesus untuk menyingkirkan batu adalah langkah awal dalam demonstrasi kuasa-Nya. Hal ini bukan hanya tindakan fisik tetapi juga memiliki makna rohani:

  • Tuhan sering kali meminta kita untuk mengambil langkah iman sebelum kita melihat mujizat-Nya.
  • Batu yang menutupi makam melambangkan hambatan rohani yang menghalangi iman kita.

John Calvin dalam Commentary on John menulis:"Yesus bisa saja membangkitkan Lazarus tanpa menyingkirkan batu itu, tetapi Dia ingin menunjukkan bahwa manusia harus taat pada firman-Nya sebelum melihat kemuliaan-Nya."

Prinsip ini mengajarkan kita bahwa iman memerlukan tindakan. Tuhan tidak hanya ingin kita percaya secara teori, tetapi juga dalam tindakan nyata yang menunjukkan ketergantungan kita kepada-Nya.

2. Keraguan Marta: "Sekarang Pasti Ada Bau Busuk"

Marta meragukan perintah Yesus dengan alasan bahwa tubuh Lazarus pasti sudah membusuk setelah empat hari di dalam kubur.

Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari respons ini:

a. Ketidakpercayaan yang Bersumber dari Logika Manusia

Marta tahu bahwa Yesus memiliki kuasa, tetapi dia masih terpaku pada kenyataan fisik yang dia lihat.

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menulis:"Ketika iman dibatasi oleh logika manusia, kita gagal untuk memahami bahwa Tuhan melampaui batasan alam."

Hal ini mengingatkan kita bahwa iman yang sejati tidak hanya bergantung pada apa yang kita lihat, tetapi pada siapa yang kita percaya.

b. Marta Percaya, tetapi Imannya Masih Lemah

Sebelumnya, dalam Yohanes 11:27, Marta telah mengakui bahwa Yesus adalah Mesias dan percaya kepada-Nya. Namun, ketika dihadapkan pada situasi nyata, imannya goyah.

Charles Hodge dalam Systematic Theology menekankan:"Iman sejati diuji bukan dalam saat yang nyaman, tetapi ketika segala sesuatu tampak mustahil."

Hal ini menunjukkan bahwa iman seseorang bisa ada secara intelektual tetapi belum sepenuhnya matang dalam kepercayaannya kepada kuasa Tuhan.

c. Marta Lupa Akan Janji Yesus

Di Yohanes 11:25-26, Yesus sudah menyatakan bahwa Ia adalah kebangkitan dan hidup. Namun, Marta tampaknya lupa akan janji ini ketika melihat situasi yang tampaknya mustahil.

Jonathan Edwards dalam Religious Affections menulis:"Kelemahan iman bukan berarti tidak ada iman, tetapi itu menunjukkan kebutuhan kita untuk lebih dalam memahami anugerah Tuhan."

B. Iman yang Diuji dalam Ketidakpercayaan

1. Perbedaan Iman Marta dan Maria

Baik Marta maupun Maria sama-sama kehilangan Lazarus, tetapi respons mereka terhadap Yesus berbeda.

  • Marta lebih rasional dan fokus pada keadaan fisik.
  • Maria lebih emosional dan tunduk di kaki Yesus.

Perbedaan ini mengajarkan bahwa setiap orang memiliki tingkat iman yang berbeda, tetapi Yesus tetap sabar membimbing mereka.

2. Kontras Antara Iman dan Ketidakpercayaan

Ketidakpercayaan Marta menunjukkan kontras antara iman sejati dan iman yang lemah.

Ciri-Ciri Iman yang LemahCiri-Ciri Iman yang Kuat
Berdasarkan logika manusiaBerdasarkan firman Tuhan
Fokus pada masalahFokus pada kuasa Tuhan
Takut akan keadaanBersandar pada janji Tuhan

Teologi Reformed menekankan bahwa iman adalah anugerah Tuhan (Efesus 2:8-9), dan iman yang lemah bisa dikuatkan melalui pengalaman akan kesetiaan Tuhan.

C. Makna Teologis Yohanes 11:39: Ketidakpercayaan Marta dan Kuasa Kristus atas Kematian

1. Ketidakpercayaan Marta: Gambaran Kelemahan Iman

a. Kontras antara Pengakuan Iman dan Keraguan Praktis

Marta sebelumnya telah menyatakan bahwa ia percaya Yesus adalah Mesias dan bahwa Ia memiliki kuasa untuk membangkitkan orang mati (Yohanes 11:27). Namun, ketika Yesus hendak bertindak, ia ragu karena fokusnya masih pada kenyataan jasmani bahwa tubuh Lazarus telah membusuk.

John Calvin dalam Commentary on John menyoroti bahwa ketidakpercayaan Marta adalah contoh bagaimana iman sering kali goyah ketika dihadapkan dengan kenyataan yang tampaknya bertentangan dengan janji Allah. Calvin menulis:"Kita sering kali mengaku percaya kepada Allah, tetapi ketika tiba waktunya untuk benar-benar mempercayakan segala sesuatu kepada-Nya, kita mendapati hati kita masih terikat pada ketidakpercayaan."

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa iman Kristen bukan sekadar menerima kebenaran secara intelektual, tetapi juga mempercayai Allah dalam tindakan nyata. Marta mewakili banyak orang percaya yang memahami doktrin, tetapi masih berjuang untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Ketidakpercayaan sebagai Cerminan Sifat Manusia yang Lemah

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa ketidakpercayaan Marta adalah contoh klasik dari bagaimana manusia cenderung melihat keterbatasan fisik daripada percaya pada kuasa Allah yang melampaui alam. Dalam kondisi alami, manusia cenderung mengandalkan akal dan pengalamannya, yang sering kali membatasi pemahaman mereka tentang pekerjaan Allah.

R.C. Sproul dalam Knowing Scripture menegaskan bahwa kita sering kali mengalami konflik antara iman dan logika duniawi. Marta melihat realitas jasmani—bahwa tubuh Lazarus sudah membusuk—dan ini membuatnya sulit untuk mempercayai bahwa Yesus dapat melakukan mukjizat.

2. Yesus sebagai Tuhan atas Kehidupan dan Kematian

a. Kuasa Yesus yang Tidak Terbatas oleh Waktu

Marta berpikir dalam kerangka waktu manusia. Baginya, jika Yesus datang lebih awal, Lazarus bisa disembuhkan (Yohanes 11:21). Namun, Yesus menunjukkan bahwa kuasa-Nya tidak dibatasi oleh waktu.

John Calvin menekankan bahwa tindakan Yesus membangkitkan Lazarus setelah empat hari adalah bukti nyata bahwa Ia memiliki otoritas mutlak atas kehidupan dan kematian. Dalam dunia Yahudi, diyakini bahwa roh seseorang masih berada di sekitar tubuhnya selama tiga hari setelah kematian, tetapi setelah empat hari, kematian dianggap sudah pasti dan tidak dapat diubah. Dengan membangkitkan Lazarus dalam kondisi ini, Yesus menunjukkan bahwa kuasa-Nya benar-benar ilahi.

Herman Bavinck menambahkan bahwa mukjizat ini bukan sekadar kebangkitan Lazarus, tetapi juga sebuah tanda eskatologis bahwa Yesus adalah kebangkitan dan hidup (Yohanes 11:25). Ini menunjuk pada kebangkitan akhir yang akan terjadi bagi semua orang percaya.

b. Kontras antara Ketakutan Marta dan Otoritas Yesus

Marta takut akan bau busuk dan kerusakan tubuh Lazarus, tetapi Yesus menunjukkan bahwa kuasa-Nya jauh lebih besar dari itu. Louis Berkhof menekankan bahwa mukjizat ini mengajarkan bahwa Kristus bukan hanya Tuhan atas kehidupan, tetapi juga atas kematian itu sendiri.

R.C. Sproul menggarisbawahi bahwa reaksi Marta mencerminkan bagaimana manusia sering kali lebih takut akan konsekuensi jasmani daripada percaya kepada kedaulatan Allah. Ini menjadi peringatan bagi orang percaya agar tidak membatasi pekerjaan Allah hanya berdasarkan apa yang tampak secara lahiriah.

3. Kesabaran Yesus dalam Menghadapi Ketidakpercayaan

a. Yesus Tidak Menolak Marta karena Ketidakpercayaannya

Yesus tidak menghardik Marta secara keras karena ketidakpercayaannya, tetapi dengan sabar menuntunnya kepada iman yang lebih dalam.

John Calvin menekankan bahwa Yesus memahami kelemahan iman manusia dan dengan kasih membimbing mereka yang ragu untuk melihat kemuliaan Allah. Ini menunjukkan bagaimana anugerah Allah bekerja dalam membentuk iman umat-Nya.

Herman Bavinck menambahkan bahwa tindakan Yesus dalam kasus ini mencerminkan prinsip kasih karunia dalam keselamatan. Tuhan tidak menunggu sampai manusia memiliki iman yang sempurna, tetapi justru bekerja dalam kelemahan mereka untuk menunjukkan kemuliaan-Nya.

b. Pelajaran bagi Orang Percaya: Pertumbuhan Iman melalui Ujian

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menyoroti bahwa ujian iman seperti yang dialami Marta adalah cara Allah memperdalam kepercayaan umat-Nya kepada-Nya. Iman bukan hanya tentang percaya pada kebenaran doktrinal, tetapi juga mempercayakan seluruh hidup kepada Allah, bahkan dalam situasi yang tampaknya mustahil.

R.C. Sproul menekankan bahwa ketidakpercayaan Marta bukanlah akhir dari perjalanannya dengan Tuhan, tetapi bagian dari proses pertumbuhan rohani. Ini menjadi pelajaran bahwa iman sering kali diuji sebelum mengalami terobosan rohani yang besar.

4. Implikasi Teologis bagi Orang Percaya Masa Kini

a. Panggilan untuk Percaya pada Kuasa Allah

Yohanes 11:39 mengajarkan bahwa orang percaya harus mempercayai Allah bahkan ketika situasi tampak tidak mungkin. Tuhan tidak dibatasi oleh hukum alam atau logika manusia.

John Calvin mengingatkan bahwa kita sering kali membatasi pekerjaan Allah dengan pemikiran kita sendiri. Kita perlu belajar dari kesalahan Marta dan percaya sepenuhnya pada kuasa-Nya.

b. Kesabaran Tuhan terhadap Kelemahan Iman Kita

Seperti yang dialami Marta, orang percaya sering kali mengalami momen ketidakpercayaan. Namun, Tuhan dengan sabar membimbing kita untuk semakin bertumbuh dalam iman.

Herman Bavinck menegaskan bahwa Tuhan tidak meninggalkan umat-Nya dalam keraguan, tetapi terus bekerja untuk membangun iman mereka.

c. Mukjizat sebagai Tanda dari Kebangkitan yang Akan Datang

Mukjizat kebangkitan Lazarus bukan hanya menunjukkan kuasa Yesus pada saat itu, tetapi juga menegaskan janji kebangkitan akhir bagi semua orang percaya.

Louis Berkhof menyatakan bahwa mukjizat ini adalah gambaran dari kebangkitan tubuh yang akan terjadi ketika Kristus datang kembali. Ini menjadi pengharapan bagi semua orang percaya bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi awal dari kehidupan yang kekal bersama Tuhan.

Kesimpulan

Yohanes 11:39 menunjukkan ketidakpercayaan Marta yang bersumber dari keterbatasan manusia dalam memahami kuasa Tuhan.

Namun, dari perspektif teologi Reformed, kita belajar bahwa:

  1. Ketidakpercayaan adalah bagian dari perjalanan iman—tetapi Tuhan tetap sabar membimbing kita.
  2. Iman harus melebihi logika manusia—karena Tuhan tidak terikat oleh hukum alam.
  3. Janji Tuhan harus selalu diingat—karena Dia setia untuk menggenapinya.
  4. Tindakan iman diperlukan sebelum melihat mujizat—karena Tuhan ingin kita taat lebih dulu.

Sebagai orang percaya, kita harus belajar dari kesalahan Marta dan bertumbuh dalam iman agar kita tidak lagi meragukan kuasa Tuhan dalam hidup kita.

Next Post Previous Post