Yohanes 11:32-38: Kasih Kristus dan Iman Para Pahlawan dalam Sejarah Iman
Pendahuluan:
Yohanes 11:32-38 adalah bagian dari kisah kebangkitan Lazarus, salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan Yesus selama pelayanan-Nya di dunia. Dalam bagian ini, kita melihat betapa dalamnya kasih Yesus bagi umat-Nya, bagaimana Dia turut merasakan penderitaan manusia, serta bagaimana iman memainkan peran penting dalam pengalaman hidup para tokoh Alkitab yang disebut sebagai pahlawan iman (faith worthies).
Artikel ini akan mengupas ayat-ayat tersebut dari perspektif teologi Reformed, dengan menyoroti bagaimana Yesus menunjukkan belas kasih-Nya, serta bagaimana iman para tokoh dalam Alkitab menjadi contoh bagi kita untuk hidup dalam keyakinan kepada Tuhan.
A. Eksposisi Yohanes 11:32-38
1. Maria Berseru kepada Yesus (Yohanes 11:32)
Maria, saudari Lazarus, tersungkur di kaki Yesus dan berkata, "Tuhan, seandainya Engkau ada di sini waktu itu, saudaraku tidak akan mati." Kata-katanya mencerminkan kekecewaan sekaligus iman.
John Calvin dalam Commentary on John menjelaskan:"Maria percaya akan kuasa Kristus, tetapi imannya belum sepenuhnya matang. Dia masih membatasi kuasa Tuhan dalam ruang dan waktu."
Hal ini sering terjadi dalam kehidupan kita. Kita percaya bahwa Tuhan dapat melakukan mukjizat, tetapi kita sering kali membatasi pekerjaan-Nya dengan keraguan kita.
2. Yesus Merasakan Kesedihan Manusia (Yohanes 11:33-34)
Ketika melihat Maria dan orang-orang Yahudi menangis, Yesus "menggeram dalam roh dan sangat terganggu." Kata "menggeram" dalam bahasa Yunani (embrimaomai) menunjukkan kemarahan atau kepedihan hati yang mendalam.
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menulis:"Yesus tidak hanya menunjukkan empati; Dia juga merasakan dampak dosa di dunia ini. Kematian Lazarus adalah bukti nyata akibat dosa yang menghancurkan ciptaan Allah."
Hal ini mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak jauh dari penderitaan kita. Dia turut merasakan kesedihan kita dan peduli kepada kita lebih dari yang kita sadari.
3. Yesus Menangis (Yohanes 11:35)
Yohanes 11:35 adalah ayat terpendek dalam Alkitab: "Yesus pun menangis." Meskipun pendek, ayat ini memiliki makna yang sangat mendalam.
Charles Hodge, seorang teolog Reformed, menjelaskan:"Yesus menangis bukan karena Dia tidak tahu bahwa Lazarus akan dibangkitkan, tetapi karena Dia benar-benar mengasihi dan berbelas kasihan terhadap penderitaan manusia."
Ini adalah salah satu bukti paling kuat tentang kemanusiaan Yesus. Meskipun Dia adalah Tuhan, Dia juga sepenuhnya manusia yang mengalami emosi dengan cara yang sejati.
4. Keraguan dan Iman yang Tertantang (Yohanes 11:36-38)
Beberapa orang yang menyaksikan tangisan Yesus berkata, "Tidak bisakah Dia yang telah membuka mata orang buta ini juga membuat Lazarus tidak mati?"
Di sini, kita melihat dua respons terhadap mukjizat Yesus:
- Mereka yang melihat kasih-Nya (Yohanes 11:36)
- Mereka yang mempertanyakan kuasa-Nya (Yohanes 11:37)
Hal ini mencerminkan bagaimana manusia sering kali meragukan kuasa Tuhan, meskipun telah melihat banyak bukti kasih dan mukjizat-Nya.
B. Pahlawan Iman dan Eksploitasi Mereka
Ayat-ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya iman dalam menghadapi kematian dan penderitaan. Kita dapat melihat bagaimana para pahlawan iman dalam sejarah Alkitab menunjukkan keteguhan mereka dalam menghadapi tantangan besar.
1. Abraham: Iman yang Melampaui Akal (Kejadian 22:1-14)
Abraham adalah contoh utama dari seorang yang percaya kepada Tuhan bahkan ketika diperintahkan untuk mengorbankan anaknya, Ishak.
John Calvin menulis:"Iman sejati adalah ketika seseorang tetap percaya kepada Tuhan meskipun semua harapan manusia tampak lenyap."
Seperti Maria yang percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan Lazarus, Abraham juga percaya bahwa Tuhan dapat membangkitkan Ishak jika perlu.
2. Musa: Pemimpin yang Mengandalkan Tuhan (Ibrani 11:24-29)
Musa meninggalkan kemewahan Mesir untuk memimpin umat Allah keluar dari perbudakan. Dia menghadapi banyak tantangan, tetapi tetap setia kepada panggilan Tuhan.
R.C. Sproul mengatakan:"Pemimpin yang sejati bukanlah mereka yang mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi mereka yang bergantung sepenuhnya pada kehendak Tuhan."
Dalam kisah Lazarus, kita melihat bahwa Yesus tidak segera bertindak sesuai harapan manusia, tetapi sesuai dengan waktu dan rencana Allah yang lebih besar.
3. Daniel: Iman di Tengah Tekanan (Daniel 6:10-23)
Daniel tetap setia kepada Tuhan meskipun tahu bahwa doanya akan membuatnya dilempar ke gua singa.
Charles Hodge menulis:"Iman yang sejati adalah keyakinan yang tidak tergoyahkan bahkan di bawah ancaman maut."
Seperti Maria yang menangis di hadapan Yesus, Daniel juga bisa saja menyerah pada ketakutan. Namun, dia memilih untuk tetap berdoa dan percaya kepada Tuhan.
C. Makna Teologi Yohanes 11:32-38: Kasih Kristus dan Iman Para Pahlawan dalam Sejarah Iman
1. Kasih Kristus dalam Konteks Yohanes 11:32-38
a. Kasih yang Berdaulat dan Berbelas Kasih
Dalam Yohanes 11:35, dicatat bahwa "Yesus pun menangis." Ini adalah ayat terpendek dalam Alkitab, tetapi mengandung makna yang dalam. John Calvin dalam Commentary on John menjelaskan bahwa tangisan Yesus bukan hanya karena kedukaan manusiawi, tetapi juga sebagai ungkapan belas kasihan-Nya terhadap penderitaan akibat dosa dan kematian. Calvin menekankan bahwa belas kasih Kristus bukanlah emosi pasif, melainkan bagian dari kasih-Nya yang berdaulat untuk menebus umat-Nya.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyoroti bahwa kasih Kristus dalam peristiwa ini merupakan gambaran dari kasih Allah yang tetap dalam kedaulatan-Nya. Kristus tidak hanya peduli, tetapi juga memiliki kuasa untuk mengubah situasi ini dengan membangkitkan Lazarus. Ini menunjukkan bahwa kasih Allah tidak terpisah dari kehendak-Nya yang berdaulat.
b. Kasih yang Menang atas Maut
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menyatakan bahwa kasih Yesus tidak hanya bersifat empatik tetapi juga memiliki kuasa untuk mengalahkan kematian. Tangisan Yesus bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebuah respons yang dalam terhadap akibat dosa. Berkhof mengaitkan ini dengan konsep keselamatan di mana Kristus, sebagai Kepala umat pilihan, mengalahkan kematian dengan kuasa kebangkitan-Nya.
R.C. Sproul menambahkan dalam The Holiness of God bahwa air mata Yesus juga mencerminkan kebencian-Nya terhadap dosa dan akibatnya, yaitu kematian. Ia menunjukkan bahwa Yesus, dalam belas kasih-Nya, memahami penderitaan manusia, tetapi sebagai Allah yang kudus, Ia tidak kompromi terhadap realitas dosa.
2. Iman Para Pahlawan dalam Sejarah Iman
a. Maria dan Tantangan Iman
Dalam Yohanes 11:32, Maria berkata kepada Yesus, “Tuhan, seandainya Engkau ada di sini waktu itu, saudaraku tidak akan mati.” Pernyataan ini mencerminkan iman yang percaya kepada kuasa Yesus tetapi tetap terbatas dalam pemahamannya.
John Calvin menafsirkan bahwa kata-kata Maria menunjukkan kepercayaan yang belum sepenuhnya memahami rencana Allah. Ia percaya pada kuasa Yesus untuk menyembuhkan, tetapi belum memahami bahwa Kristus memiliki kuasa atas kematian itu sendiri. Ini menjadi cerminan dari banyak pahlawan iman dalam sejarah yang sering kali percaya kepada Allah, tetapi masih bergumul dalam memahami jalan-Nya.
Jonathan Edwards dalam khotbahnya tentang iman dan providensi Allah menjelaskan bahwa iman yang sejati bukanlah hanya percaya kepada kuasa Allah dalam situasi yang kita pahami, tetapi juga percaya kepada-Nya ketika segala sesuatu tampak mustahil.
b. Perbandingan dengan Pahlawan Iman dalam Ibrani 11
Ibrani 11 mencatat daftar tokoh iman seperti Abraham, Musa, dan Daud, yang hidup dalam ketidakpastian tetapi tetap percaya kepada janji Allah.
Herman Bavinck melihat respons Maria sebagai contoh dari iman yang bertumbuh. Seperti Abraham yang tidak tahu bagaimana janji keturunan akan digenapi, Maria dan Marta juga belum sepenuhnya memahami bagaimana Yesus akan bertindak. Namun, iman mereka diuji dan dikuatkan melalui pengalaman ini.
R.C. Sproul dalam Knowing Scripture mengingatkan bahwa banyak pahlawan iman dalam Alkitab mengalami momen keraguan atau keterbatasan pemahaman, tetapi Allah tetap setia dalam rencana-Nya. Maria dan Marta, meskipun berduka, tetap datang kepada Yesus, menunjukkan bahwa iman mereka meskipun lemah, tetap bersandar kepada Kristus.
3. Yesus dan Pergumulan Rohani dalam Yohanes 11:33, 38
Dua kali dalam perikop ini, Yohanes mencatat bahwa Yesus "menggeram dalam roh-Nya" (Yohanes 11:33, 38). Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan mengandung arti kemarahan atau kegelisahan yang mendalam.
John Calvin menjelaskan bahwa kemarahan Yesus bukan ditujukan kepada orang-orang yang berduka, tetapi terhadap akibat dosa yang telah merusak dunia. Kristus datang untuk mengalahkan maut, dan momen ini adalah pengingat akan misi-Nya.
Louis Berkhof melihat bahwa ini menunjukkan aspek kemanusiaan dan keilahian Kristus secara bersamaan. Ia bukan hanya Allah yang jauh di atas penderitaan manusia, tetapi juga Allah yang turut merasakan kesedihan umat-Nya. Ini sesuai dengan konsep munus triplex (tiga jabatan Kristus: Nabi, Imam, dan Raja), di mana sebagai Imam, Ia turut merasakan penderitaan kita.
R.C. Sproul menegaskan bahwa Yesus menggeram karena melihat ketidakpercayaan dan kebingungan manusia terhadap rencana Allah. Ini mengingatkan kita bahwa iman harus bertumbuh, bukan hanya dalam kepercayaan akan mujizat, tetapi juga dalam memahami kedaulatan Allah.
4. Implikasi Teologis untuk Iman Kita
a. Kristus sebagai Sumber Penghiburan Sejati
Kisah ini mengajarkan bahwa penghiburan sejati tidak hanya datang dari jawaban langsung atas doa, tetapi dari kehadiran Kristus sendiri. Teolog Reformed seperti Calvin dan Edwards menekankan bahwa kasih dan kedaulatan Allah adalah sumber penghiburan sejati bagi orang percaya.
b. Pergumulan Iman Adalah Bagian dari Pertumbuhan Rohani
Maria dan Marta tidak langsung memahami bagaimana Allah bekerja, tetapi mereka tetap datang kepada Yesus. Ini menjadi pengingat bagi kita bahwa iman yang sejati adalah iman yang bertumbuh dalam pengenalan akan Allah.
c. Kuasa Kristus Mengalahkan Maut
Perikop ini adalah pendahuluan bagi kebangkitan Lazarus, yang merupakan gambaran dari kuasa kebangkitan Kristus sendiri. Ini meneguhkan bahwa kasih Kristus bukan hanya sentimental, tetapi juga efektif dalam membawa kehidupan kekal bagi umat-Nya.
Kesimpulan
Yohanes 11:32-38 menunjukkan kasih Kristus yang sejati, bukan hanya sebagai empati manusiawi, tetapi sebagai kasih ilahi yang berdaulat dan penuh kuasa. Melalui tangisan-Nya, kita melihat bahwa Allah peduli terhadap penderitaan manusia, tetapi juga memiliki kuasa untuk menebus dan mengubah situasi.
Dari perspektif Reformed, tokoh seperti Calvin, Bavinck, Berkhof, dan Sproul menekankan bahwa kasih Allah tidak bertentangan dengan kedaulatan-Nya, tetapi justru berjalan seiring. Kita belajar bahwa iman, meskipun kadang lemah, akan bertumbuh dalam rencana Allah yang lebih besar. Seperti pahlawan iman dalam Ibrani 11, kita dipanggil untuk percaya bukan hanya dalam keadaan yang kita mengerti, tetapi juga dalam ketidakpastian, dengan keyakinan bahwa Kristus adalah sumber hidup dan pengharapan kita.