1 Yohanes 3:17: Kasih Sejati dalam Tindakan

1 Yohanes 3:17: Kasih Sejati dalam Tindakan

Pendahuluan

1 Yohanes 3:17 berbunyi:

“Namun, apabila orang memiliki harta duniawi, dan melihat saudaranya sedang membutuhkan, tetapi menutup hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana mungkin kasih Allah ada di dalam hatinya?” (AYT)

Ayat ini merupakan bagian dari pengajaran Rasul Yohanes tentang kasih yang sejati. Ia menekankan bahwa kasih kepada sesama bukan sekadar kata-kata, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini berhubungan erat dengan iman yang sejati, buah keselamatan, dan pemeliharaan Allah bagi umat-Nya.

Dalam artikel ini, kita akan membahas eksposisi ayat ini berdasarkan Alkitab, bagaimana para teolog Reformed memahami makna kasih dalam tindakan, serta implikasi praktisnya bagi kehidupan Kristen.

1. Konteks 1 Yohanes 3:17

a. Latar Belakang Surat 1 Yohanes

Surat 1 Yohanes ditulis untuk:

  1. Meneguhkan iman orang percaya dalam kebenaran Injil.
  2. Menangkal ajaran sesat, terutama Gnostisisme, yang menyangkal kemanusiaan Yesus dan memisahkan iman dari perbuatan kasih.
  3. Menunjukkan bahwa kasih adalah bukti kelahiran baru (1 Yohanes 3:10-18).

Pasal 3 secara khusus menyoroti perbedaan antara anak-anak Allah dan anak-anak Iblis. Yohanes menegaskan bahwa kasih adalah tanda utama dari kehidupan baru dalam Kristus.

2. Eksposisi 1 Yohanes 3:17

a. “Namun, apabila orang memiliki harta duniawi”

Frasa "harta duniawi" dalam bahasa Yunani adalah bios (βίος), yang merujuk pada keperluan hidup sehari-hari seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

John Calvin dalam Commentary on 1 John menulis:

“Harta duniawi bukanlah sesuatu yang jahat pada dirinya sendiri, tetapi harus digunakan untuk memuliakan Allah dan menolong sesama.”

Dalam perspektif Reformed, segala sesuatu yang kita miliki berasal dari Allah dan harus digunakan sesuai dengan kehendak-Nya.

b. “Dan melihat saudaranya sedang membutuhkan”

Yohanes berbicara tentang seseorang yang melihat dengan jelas bahwa saudaranya kekurangan kebutuhan dasar.

Charles Hodge dalam Systematic Theology menjelaskan:

“Kasih Kristen tidak hanya peduli pada kebutuhan rohani, tetapi juga kebutuhan fisik sesama.”

Artinya, iman yang sejati tidak bisa dipisahkan dari kepedulian terhadap kebutuhan orang lain (Yakobus 2:15-16).

c. “Tetapi menutup hatinya terhadap saudaranya itu”

Frasa “menutup hatinya” menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap penderitaan sesama.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa kekerasan hati terhadap sesama adalah bukti bahwa seseorang belum mengalami transformasi oleh kasih Allah.

Yesus sendiri menegaskan dalam Matius 25:45:

“Sesungguhnya, segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk-Ku.”

Ini menunjukkan bahwa mengabaikan sesama berarti mengabaikan Kristus sendiri.

d. “Bagaimana mungkin kasih Allah ada di dalam hatinya?”

Yohanes menegaskan bahwa kasih Allah tidak mungkin tinggal dalam hati seseorang yang tidak peduli terhadap sesamanya.

R.C. Sproul dalam Knowing God menjelaskan:

“Kasih Allah yang sejati selalu menghasilkan kasih kepada sesama. Jika seseorang tidak memiliki belas kasihan, itu menunjukkan bahwa ia belum benar-benar mengalami kasih Allah.”

Ini berarti bahwa perbuatan kasih adalah bukti nyata dari iman yang sejati.

3. Perspektif Teologi Reformed tentang Kasih dalam Tindakan

a. John Calvin: Kasih adalah Bukti Iman yang Hidup

Calvin menekankan bahwa iman yang sejati selalu menghasilkan kasih kepada sesama. Dalam Institutes of the Christian Religion, ia menulis:

“Kita tidak bisa berkata bahwa kita mengasihi Allah jika kita tidak mengasihi saudara kita.”

Calvin juga mengingatkan bahwa kasih bukan hanya perasaan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata.

b. Charles Hodge: Kasih sebagai Tanda Regenerasi

Hodge menjelaskan bahwa orang yang benar-benar lahir baru akan mencerminkan kasih Allah dalam perbuatannya.

“Tidak mungkin seseorang yang telah diubah oleh kasih karunia tetap hidup dalam ketidakpedulian terhadap sesama.”

Dengan kata lain, kasih adalah tanda bahwa seseorang benar-benar telah lahir dari Allah (1 Yohanes 4:7).

c. R.C. Sproul: Kasih dan Tanggung Jawab Sosial Kristen

Sproul menyoroti bahwa kasih dalam tindakan adalah bagian dari tanggung jawab sosial Kristen.

Dalam The Holiness of God, ia menulis:

“Gereja tidak boleh hanya berbicara tentang kasih, tetapi harus mewujudkannya dalam pelayanan kepada orang miskin dan mereka yang membutuhkan.”

Ini berarti bahwa kasih bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab komunitas gereja.

4. Implikasi Praktis bagi Orang Percaya

a. Menguji Diri: Apakah Saya Hidup dalam Kasih?

Paulus berkata dalam 2 Korintus 13:5:

“Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak dalam iman.”

Tanyakan pada diri sendiri:

  • Apakah saya peduli terhadap kebutuhan sesama?
  • Apakah saya bersedia berbagi dengan orang yang kekurangan?

b. Menggunakan Harta dengan Bijak untuk Kemuliaan Allah

Harta duniawi adalah alat yang Tuhan percayakan kepada kita. Kita dipanggil untuk menggunakannya bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk menolong orang lain.

1 Timotius 6:17-18 berkata:

“Perintahkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini supaya mereka berbuat baik, menjadi kaya dalam perbuatan baik, suka memberi, dan membagi dengan orang lain.”

c. Membangun Budaya Kasih dalam Gereja

Gereja harus menjadi tempat di mana kasih Allah dinyatakan dalam tindakan nyata.

Yakobus 2:15-16 mengingatkan kita:

“Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata kepadanya: ‘Selamat jalan, kenakanlah pakaian yang hangat dan makanlah sampai kenyang!’ tetapi kamu tidak memberikan kepadanya apa yang diperlukan bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?”

Gereja harus aktif dalam pelayanan sosial dan pemberdayaan ekonomi bagi jemaat yang membutuhkan.

5. Tantangan dalam Mewujudkan Kasih dalam Tindakan

a. Godaan untuk Hidup Egois

Dunia mengajarkan kita untuk hidup bagi diri sendiri, tetapi Yesus mengajarkan kita untuk hidup bagi orang lain (Filipi 2:3-4).

b. Rasa Takut Kehilangan

Beberapa orang takut memberi karena merasa akan kekurangan. Namun, Yesus berjanji dalam Lukas 6:38:

“Berilah dan kamu akan diberi.”

Memberi bukan berarti kehilangan, tetapi mempercayakan hidup kita kepada pemeliharaan Allah.

c. Kesulitan dalam Mencintai Orang yang Sulit

Kasih Kristen tidak hanya untuk mereka yang menyenangkan kita, tetapi juga untuk mereka yang sulit dikasihi (Matius 5:44).

Kesimpulan

1 Yohanes 3:17 menegaskan bahwa kasih sejati bukan hanya kata-kata, tetapi tindakan nyata yang membantu sesama.

Para teolog Reformed seperti Calvin, Hodge, dan Sproul menekankan bahwa kasih adalah bukti iman sejati.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk:

  1. Menguji hati kita – Apakah kita hidup dalam kasih atau ketidakpedulian?
  2. Menggunakan harta dengan bijak – Untuk membantu mereka yang membutuhkan.
  3. Menjadikan gereja sebagai tempat kasih nyata – Dengan pelayanan sosial yang berdampak.
Next Post Previous Post