Galatia 4:6-7: Roh Kudus, Adopsi, dan Warisan Kekal dalam Kristus

Pendahuluan
Surat Galatia ditulis oleh Rasul Paulus untuk menegaskan doktrin keselamatan oleh anugerah melalui iman di dalam Kristus, menentang ajaran palsu yang mengajarkan bahwa keselamatan harus disertai dengan ketaatan kepada Hukum Taurat. Dalam Galatia 4:6-7, Paulus dengan jelas menyatakan bahwa orang percaya bukan lagi budak, tetapi anak-anak Allah yang menerima Roh Kudus dan menjadi ahli waris dalam Kristus.
Ayat-ayat ini memiliki makna teologis yang dalam, terutama dalam doktrin adopsi (adoption), pekerjaan Roh Kudus, dan status orang percaya sebagai ahli waris Kerajaan Allah. Dalam artikel ini, kita akan mengeksposisi Galatia 4:6-7 berdasarkan pandangan teologi Reformed, dengan merujuk pada pemikiran para teolog besar seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.
Eksposisi Galatia 4:6-7
1. Roh Kudus sebagai Bukti Anak Allah (Galatia 4:6a)
"Karena kamu adalah anak-anak-Nya, Allah telah mengutus Roh Anak-Nya ke dalam hati kita..." (Galatia 4:6a, AYT)
Di sini, Paulus menekankan bahwa identitas kita sebagai anak-anak Allah bukanlah hasil usaha manusia, tetapi merupakan pemberian dari Allah sendiri. Roh Kudus diberikan kepada kita sebagai tanda bahwa kita adalah anak-anak Allah.
John Calvin: Roh Kudus sebagai Jaminan Adopsi
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa Roh Kudus adalah bukti utama bahwa kita telah diadopsi sebagai anak-anak Allah. Calvin melihat pemberian Roh Kudus sebagai metode ilahi untuk memastikan bahwa orang percaya tidak lagi hidup di bawah hukum sebagai budak, tetapi dalam kebebasan sebagai anak-anak Allah.
Menurut Calvin, kehadiran Roh Kudus dalam hati orang percaya merupakan bukti konkret bahwa kita benar-benar telah ditebus. Ini sesuai dengan Roma 8:16, yang mengatakan bahwa "Roh itu bersaksi bersama roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah."
Louis Berkhof: Roh Kudus dan Hubungan dengan Anak Allah
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa pekerjaan Roh Kudus dalam hati orang percaya menghasilkan hubungan yang intim dengan Allah. Roh Kudus tidak hanya membawa keselamatan, tetapi juga mengajarkan, membimbing, dan menguatkan orang percaya untuk hidup sebagai anak-anak Allah.
Berkhof juga menghubungkan bagian ini dengan Efesus 1:13-14, di mana Roh Kudus disebut sebagai "meterai" dan "jaminan" dari warisan kita di dalam Kristus. Ini berarti bahwa keselamatan yang diberikan Allah tidak bisa ditarik kembali, karena Roh Kudus sendiri adalah jaminannya.
2. Memanggil "Abba, Bapa": Hubungan Intim dengan Allah (Galatia 4:6b)
"...yang memanggil, ‘Abba, Bapa.’” (Galatia 4:6b, AYT)
Ungkapan "Abba, Bapa" adalah istilah dalam bahasa Aram yang berarti panggilan kasih seorang anak kepada ayahnya. Ini menunjukkan bahwa hubungan kita dengan Allah bukan hubungan yang jauh atau formal, tetapi hubungan yang dekat dan penuh kasih.
Herman Bavinck: Doktrin Adopsi dalam Hubungan dengan Allah
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa adopsi (pengangkatan menjadi anak Allah) adalah salah satu aspek paling luar biasa dari keselamatan. Tidak hanya kita dibebaskan dari dosa dan hukuman, tetapi kita juga diberikan hak sebagai anak-anak Allah.
Bavinck melihat bahwa panggilan "Abba, Bapa" menunjukkan bahwa orang percaya memiliki hak istimewa untuk datang kepada Allah tanpa rasa takut, karena kita telah diadopsi ke dalam keluarga-Nya. Ini sejalan dengan Roma 8:15, di mana dikatakan bahwa kita tidak menerima roh perbudakan lagi, tetapi roh yang menjadikan kita anak Allah.
R.C. Sproul: Hubungan Intim dengan Allah
R.C. Sproul menekankan bahwa hak untuk memanggil Allah sebagai "Bapa" adalah hak istimewa yang hanya dimiliki oleh mereka yang ada dalam Kristus. Dunia ini sering kali menganggap Allah sebagai Tuhan yang jauh atau sekadar pencipta, tetapi orang percaya mengenal Allah sebagai Bapa yang penuh kasih.
Sproul mengingatkan bahwa pengenalan akan Allah sebagai Bapa bukanlah sesuatu yang bisa diperoleh dengan usaha manusia, tetapi merupakan hasil dari anugerah Allah yang bekerja melalui Roh Kudus.
3. Dari Budak Menjadi Anak (Galatia 4:7a)
"Jadi, kamu bukan lagi budak, tetapi anak." (Galatia 4:7a, AYT)
Paulus menegaskan bahwa status kita telah berubah secara total: dari budak menjadi anak. Ini berarti bahwa kita tidak lagi hidup di bawah kutuk hukum Taurat, tetapi dalam kebebasan sebagai anak-anak Allah.
John Calvin: Kebebasan dalam Kristus
John Calvin menjelaskan bahwa budak dalam konteks ini adalah mereka yang berada di bawah hukum Taurat dan berusaha mendapatkan keselamatan melalui perbuatan mereka sendiri. Namun, Kristus telah membebaskan kita dari perbudakan hukum dan membawa kita ke dalam hubungan anak dengan Bapa.
Calvin juga menyoroti bahwa kehidupan dalam Kristus bukanlah kehidupan di bawah ketakutan, tetapi kehidupan dalam kebebasan yang penuh sukacita. Ini berarti bahwa kita tidak lagi diperbudak oleh hukum, tetapi dipimpin oleh kasih karunia Allah.
Louis Berkhof: Konsep Perbudakan dalam Teologi Paulus
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa dalam teologi Paulus, perbudakan di bawah hukum Taurat bukan hanya tentang ritual Yahudi, tetapi juga tentang keadaan manusia di luar Kristus. Tanpa Kristus, manusia terikat pada dosa dan tidak memiliki kuasa untuk membebaskan dirinya sendiri.
Namun, dengan menerima Kristus, status kita diubah dari budak menjadi anak, yang berarti kita memiliki kebebasan sejati di dalam Tuhan.
4. Menjadi Ahli Waris dalam Kristus (Ayat 7b)
"Jika kamu adalah anak, Allah menjadikan kamu ahli waris melalui Kristus." (Galatia 4:7b, AYT)
Puncak dari ayat ini adalah janji warisan kekal bagi setiap orang percaya. Sebagai anak-anak Allah, kita tidak hanya diselamatkan dari dosa, tetapi juga menerima janji-janji Allah yang kekal.
Herman Bavinck: Ahli Waris dalam Janji Allah
Herman Bavinck menjelaskan bahwa dalam budaya Yahudi dan Romawi, anak yang diadopsi memiliki hak warisan yang penuh, sama seperti anak kandung. Ini berarti bahwa setiap orang percaya yang telah diadopsi oleh Allah memiliki bagian dalam janji-janji keselamatan yang kekal.
Bavinck menyoroti bahwa warisan yang dijanjikan bukan hanya tentang hidup kekal, tetapi juga tentang hubungan yang intim dengan Allah dan kemuliaan bersama Kristus di dalam kerajaan-Nya (Roma 8:17).
R.C. Sproul: Warisan dalam Kristus
R.C. Sproul menjelaskan bahwa warisan yang dijanjikan kepada kita dalam Kristus bukanlah sesuatu yang bersifat materi, tetapi sesuatu yang jauh lebih besar: kehidupan kekal dalam persekutuan dengan Allah.
Menurut Sproul, ini juga menunjukkan kepastian keselamatan, karena seorang ahli waris tidak bisa kehilangan hak warisnya kecuali jika hukumannya telah dibatalkan. Oleh karena itu, status kita sebagai ahli waris adalah jaminan yang kekal dalam anugerah Allah.
Makna Teologis Galatia 4:6-7: Roh Kudus, Adopsi, dan Warisan Kekal dalam Kristus bagi Orang Percaya
Dalam Galatia 4:6-7, Rasul Paulus menjelaskan konsep adopsi rohani yang diterima orang percaya dalam Kristus. Melalui Roh Kudus, orang percaya tidak lagi menjadi budak dosa, tetapi diangkat menjadi anak-anak Allah dan ahli waris Kerajaan-Nya. Ayat ini memiliki makna teologis yang mendalam dan telah dikaji oleh berbagai pakar teologi.
1. Roh Kudus sebagai Bukti Status Anak Allah
Paulus menulis, “Karena kamu adalah anak-anak-Nya, Allah telah mengutus Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang memanggil, ‘Abba, Bapa.’”
John Stott dalam The Message of Galatians menjelaskan bahwa kehadiran Roh Kudus dalam hati orang percaya adalah bukti dan jaminan bahwa mereka benar-benar menjadi anak-anak Allah. Roh Kudus memberi kepastian akan hubungan yang baru dengan Allah, di mana orang percaya tidak lagi hidup dalam ketakutan, tetapi dalam kasih dan keintiman dengan Bapa.
Wayne Grudem dalam Systematic Theology menambahkan bahwa pekerjaan Roh Kudus dalam hati orang percaya memungkinkan mereka mengalami hubungan yang mendalam dengan Allah. Panggilan “Abba, Bapa” menunjukkan kedekatan dan kasih yang sejati, yang tidak dapat dihasilkan oleh usaha manusia sendiri.
2. Adopsi sebagai Anak Allah
Paulus menegaskan bahwa orang percaya tidak lagi menjadi budak, tetapi anak-anak Allah (Galatia 4:7).
J.I. Packer dalam Knowing God menyatakan bahwa konsep adopsi dalam Alkitab lebih dari sekadar status hukum. Adopsi dalam Kristus berarti bahwa orang percaya diangkat ke dalam keluarga Allah, menikmati hak-hak penuh sebagai anak, termasuk warisan kekal. Ini merupakan kasih karunia terbesar yang diberikan Allah kepada umat-Nya.
Tim Keller dalam Galatians for You menekankan bahwa menjadi anak Allah bukan hanya sekadar identitas baru, tetapi juga pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak Allah dapat mendekati Bapa dengan penuh keyakinan, bukan sebagai hamba yang takut, tetapi sebagai anak yang dikasihi.
3. Warisan Kekal dalam Kristus
Paulus menyatakan bahwa sebagai anak-anak Allah, orang percaya juga menjadi ahli waris bersama Kristus.
John MacArthur dalam komentarnya terhadap Galatia menyoroti bahwa warisan yang dimaksud bukan hanya berkat materi, tetapi terutama kehidupan kekal dan persekutuan dengan Allah. Status sebagai ahli waris berarti bahwa orang percaya memiliki jaminan keselamatan dan kepastian bahwa mereka akan menerima segala janji Allah dalam Kristus.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa warisan dalam Kristus mencakup seluruh kepenuhan keselamatan, termasuk pengampunan dosa, pembenaran, pengudusan, dan kemuliaan kekal. Ini menunjukkan bahwa orang percaya tidak hanya ditebus, tetapi juga dimuliakan bersama Kristus (Roma 8:17).
Kesimpulan
Galatia 4:6-7 menegaskan identitas sejati orang percaya sebagai anak-anak Allah, yang telah menerima Roh Kudus dan dijadikan ahli waris dalam Kristus. Ayat ini mengingatkan kita bahwa keselamatan bukan hanya tentang pengampunan dosa, tetapi juga tentang relasi yang baru dengan Allah sebagai Bapa yang penuh kasih.