5 Mitos tentang Keperempuanan

Pendahuluan
Dalam dunia yang terus berubah, konsep tentang keperempuanan (womanhood) sering kali menjadi perdebatan. Ada banyak mitos dan pandangan yang beredar tentang peran dan identitas perempuan, baik dalam budaya sekuler maupun dalam gereja. Beberapa orang melihat perempuan sebagai pihak yang tertindas dan harus diperjuangkan kebebasannya, sementara yang lain menganggap bahwa perempuan harus tunduk secara mutlak tanpa memiliki peran yang berarti.
Namun, sebagai orang Kristen, kita harus kembali kepada firman Tuhan untuk memahami rancangan Allah bagi perempuan. Teologi Reformed menegaskan bahwa perempuan memiliki martabat, nilai, dan tujuan yang ditetapkan oleh Allah sejak penciptaan. Untuk itu, penting bagi kita untuk membedakan antara mitos dan kebenaran Alkitabiah tentang keperempuanan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lima mitos umum tentang keperempuanan dan bagaimana teologi Reformed memberikan perspektif yang alkitabiah dan seimbang.
Mitos #1: Perempuan Lebih Rendah daripada Laki-laki dalam Nilai dan Martabat
Salah satu kesalahpahaman yang sering muncul adalah anggapan bahwa perempuan lebih rendah daripada laki-laki dalam nilai dan martabat di hadapan Allah.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Teologi Reformed dengan jelas mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (imago Dei), yang berarti keduanya memiliki nilai dan martabat yang sama di hadapan-Nya.
Dalam Kejadian 1:27 dikatakan:
"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka."
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hakikat yang mulia sebagai ciptaan Allah. Tidak ada perbedaan dalam nilai intrinsik mereka, meskipun Allah memberikan mereka peran yang berbeda.
Dalam Galatia 3:28, Rasul Paulus juga menekankan bahwa dalam Kristus, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam keselamatan:
"Tidak ada orang Yahudi atau Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus."
Kesimpulan
Perempuan tidak lebih rendah daripada laki-laki dalam nilai dan martabat. Keduanya diciptakan oleh Allah dengan tujuan yang sama mulianya dan memiliki akses yang sama kepada keselamatan dalam Kristus.
Mitos #2: Perempuan Tidak Boleh Berperan dalam Pelayanan Gereja
Beberapa orang beranggapan bahwa perempuan tidak memiliki peran dalam pelayanan gereja dan hanya boleh diam dalam konteks gerejawi.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Alkitab memang memberikan batasan tertentu tentang peran kepemimpinan perempuan dalam gereja, tetapi ini tidak berarti bahwa perempuan tidak memiliki peran dalam pelayanan.
Paulus menulis dalam 1 Timotius 2:12:
"Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar atau memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri."
Ayat ini sering disalahpahami sebagai larangan total bagi perempuan untuk terlibat dalam pelayanan. Namun, dalam konteks teologi Reformed, ayat ini lebih merujuk pada larangan perempuan untuk menjadi penatua atau gembala sidang, yang bertanggung jawab atas otoritas pengajaran dalam gereja.
Di sisi lain, Alkitab memberikan banyak contoh perempuan yang melayani dengan setia:
- Debora menjadi hakim dan pemimpin Israel (Hakim-hakim 4:4-5).
- Priskila membantu Paulus dalam pelayanan dan mengajar Apolos tentang doktrin yang benar (Kisah Para Rasul 18:26).
- Febe adalah seorang diaken dalam gereja di Kenkrea (Roma 16:1).
John Piper dalam bukunya Recovering Biblical Manhood and Womanhood menekankan bahwa perempuan dapat memiliki peran besar dalam gereja, termasuk mengajar perempuan lain, mengasuh anak-anak dalam iman, dan melayani dalam berbagai bidang pelayanan lainnya.
Kesimpulan
Meskipun Alkitab membatasi peran kepemimpinan pastoral bagi laki-laki, perempuan memiliki banyak kesempatan untuk melayani dalam gereja sesuai dengan karunia yang diberikan Allah.
Mitos #3: Menjadi Ibu Rumah Tangga Berarti Perempuan Tidak Berguna dalam Masyarakat
Di era modern, banyak yang beranggapan bahwa perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga dianggap tidak produktif atau kurang bernilai dalam masyarakat.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Teologi Reformed menegaskan bahwa panggilan seorang perempuan, apakah sebagai ibu rumah tangga atau sebagai pekerja profesional, adalah sama-sama berharga jika dilakukan untuk kemuliaan Allah.
Amsal 31:27-28 menggambarkan perempuan yang bekerja keras dalam rumah tangganya:
"Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia; pula suaminya memuji dia."
Jonathan Edwards, seorang teolog Reformed terkemuka, memiliki seorang istri bernama Sarah Edwards yang memainkan peran penting dalam mendidik anak-anak mereka dan mendukung pelayanan suaminya. Peran ini sangat bernilai dalam rencana Allah untuk keluarga dan gereja.
Kesimpulan
Menjadi ibu rumah tangga bukanlah peran yang lebih rendah. Ini adalah panggilan mulia yang memiliki dampak besar dalam membangun generasi yang takut akan Tuhan.
Mitos #4: Perempuan Harus Menjalani Hidup Tanpa Ketergantungan pada Laki-laki
Gerakan feminisme modern sering kali menekankan bahwa perempuan harus hidup sepenuhnya mandiri dan tidak membutuhkan peran laki-laki dalam hidup mereka.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Dalam rancangan Allah, laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi, bukan untuk bersaing atau hidup tanpa keterhubungan satu sama lain.
Kejadian 2:18 berkata:
"Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Ini tidak berarti bahwa perempuan hanya berfungsi sebagai "pembantu" laki-laki dalam arti yang merendahkan, tetapi bahwa mereka memiliki peran saling melengkapi dalam kehidupan keluarga dan gereja.
R.C. Sproul menegaskan bahwa pernikahan adalah refleksi dari hubungan Kristus dan gereja, di mana kasih, kepemimpinan yang penuh kasih, dan ketundukan yang saling menghormati memainkan peran utama.
Kesimpulan
Perempuan dan laki-laki diciptakan untuk hidup dalam hubungan yang saling melengkapi. Kemerdekaan sejati bukan berarti hidup sendiri, tetapi hidup dalam persekutuan yang sesuai dengan rancangan Allah.
Mitos #5: Perempuan Tidak Perlu Bertumbuh dalam Teologi dan Pemahaman Alkitab
Beberapa orang berpikir bahwa studi teologi dan doktrin hanya untuk laki-laki, sedangkan perempuan hanya perlu berfokus pada aspek praktis kehidupan Kristen.
Kebenaran Menurut Teologi Reformed
Alkitab memerintahkan semua orang percaya, termasuk perempuan, untuk bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan.
Kolose 3:16 berkata:
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain."
John Calvin sangat mendorong pendidikan teologi bagi semua orang percaya, termasuk perempuan. Ia menekankan bahwa setiap orang Kristen harus memahami firman Tuhan secara mendalam agar dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Kesimpulan
Perempuan dipanggil untuk bertumbuh dalam teologi dan pemahaman Alkitab, sehingga mereka dapat hidup dalam kebenaran dan membagikannya kepada generasi selanjutnya.
Kesimpulan Akhir: Perempuan dalam Rancangan Allah
✅ Perempuan memiliki martabat yang sama dengan laki-laki sebagai gambar Allah.
✅ Perempuan memiliki peran penting dalam gereja meskipun ada batasan dalam kepemimpinan pastoral.
✅ Menjadi ibu rumah tangga adalah panggilan mulia yang berdampak besar.
✅ Perempuan dan laki-laki diciptakan untuk saling melengkapi, bukan bersaing.
✅ Perempuan dipanggil untuk bertumbuh dalam teologi dan pemahaman Alkitab.
Dengan memahami kebenaran ini, kita dapat menjalani kehidupan sesuai dengan rancangan Allah dan menolak mitos yang tidak sesuai dengan firman-Nya.