5 Mitos tentang Reformasi

5 Mitos tentang Reformasi

Pendahuluan:

Reformasi Protestan adalah salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah gereja Kristen. Dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Martin Luther, John Calvin, dan Ulrich Zwingli, Reformasi membawa perubahan besar dalam teologi, ibadah, dan kehidupan umat percaya. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak kesalahpahaman dan mitos tentang Reformasi yang berkembang di kalangan orang Kristen maupun non-Kristen.

Dalam teologi Reformed, kita memahami bahwa Reformasi bukan hanya sebuah gerakan sejarah, tetapi merupakan karya Allah untuk mengembalikan gereja kepada otoritas firman Tuhan dan Injil yang murni. Para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, R.C. Sproul, John Piper, dan Wayne Grudem menegaskan bahwa Reformasi adalah peristiwa yang sangat relevan bagi iman Kristen hingga saat ini.

Dalam artikel ini, kita akan membahas 5 mitos tentang Reformasi dan bagaimana kebenaran Alkitab serta perspektif Reformed menjawabnya.

Mitos #1: Reformasi Menciptakan Gereja Baru

Fakta: Reformasi Mengembalikan Gereja kepada Akar Alkitabiah

Salah satu mitos terbesar tentang Reformasi adalah bahwa Reformasi menciptakan gereja baru yang terpisah dari gereja yang sudah ada sebelumnya. Namun, tujuan utama Reformasi bukanlah membentuk gereja baru, melainkan mengembalikan gereja kepada ajaran yang benar sesuai firman Tuhan.

“Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yohanes 8:32, AYT)

Martin Luther tidak bermaksud meninggalkan gereja, tetapi ingin membangun kembali iman yang sejati berdasarkan Alkitab.

Pandangan Teologi Reformed

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menjelaskan bahwa Reformasi adalah usaha untuk memurnikan gereja dari penyimpangan yang telah terjadi selama berabad-abad.

Contoh Sejarah:

  • 95 Tesis Martin Luther (1517) bukanlah deklarasi untuk mendirikan gereja baru, tetapi panggilan untuk mengoreksi ajaran dan praktik yang telah melenceng dari Alkitab.
  • John Calvin di Jenewa berusaha membangun gereja yang berakar pada firman Tuhan, bukan menciptakan gereja baru.

Mitos #2: Reformasi Adalah Pemberontakan terhadap Otoritas Gereja

Fakta: Reformasi Mengembalikan Otoritas kepada Firman Tuhan, Bukan Menolak Otoritas

Banyak orang menganggap bahwa Reformasi adalah tindakan pemberontakan terhadap otoritas gereja. Namun, Reformasi sebenarnya bukan menolak otoritas secara keseluruhan, melainkan mengembalikan otoritas kepada firman Tuhan sebagai satu-satunya standar kebenaran.

“Seluruh Kitab Suci diilhamkan oleh Allah dan berguna untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Timotius 3:16, AYT)

Gereja Katolik Roma saat itu menempatkan otoritas tradisi dan kepausan di atas Alkitab, sedangkan Reformator menegaskan prinsip Sola Scriptura (hanya Alkitab sebagai otoritas tertinggi).

Pandangan Teologi Reformed

R.C. Sproul menegaskan bahwa otoritas gereja tetap penting, tetapi tidak boleh melebihi otoritas Alkitab.

Contoh Sejarah:

  • Martin Luther berkata dalam Sidang Worms (1521):

    "Hati nuraniku tertawan oleh firman Tuhan. Saya tidak dapat dan tidak akan menarik kembali apa yang saya katakan, karena bertindak melawan hati nurani tidaklah aman maupun benar."

  • Prinsip "Reformata, Semper Reformanda" berarti bahwa gereja harus terus diperbarui berdasarkan firman Tuhan.

Mitos #3: Reformasi Adalah Gerakan yang Memecah Belah Kekristenan

Fakta: Reformasi Menghasilkan Kesatuan yang Berpusat pada Injil

Banyak orang mengklaim bahwa Reformasi menyebabkan perpecahan dalam Kekristenan. Namun, perpecahan yang terjadi bukanlah akibat dari Reformasi, tetapi dari penyimpangan doktrin yang telah berlangsung berabad-abad sebelumnya. Reformasi justru mengembalikan kesatuan gereja kepada dasar yang sejati, yaitu Injil yang murni.

“Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan.” (Efesus 4:5, AYT)

Kesatuan sejati tidak terletak pada struktur gereja, tetapi pada kesetiaan terhadap Injil Kristus.

Pandangan Teologi Reformed

John Piper menegaskan bahwa kesatuan Kristen harus didasarkan pada kebenaran firman Tuhan, bukan pada kompromi dengan ajaran yang salah.

Contoh Sejarah:

  • Kontra-Reformasi yang dilakukan oleh Gereja Katolik adalah respons terhadap Reformasi, tetapi bukan Reformasi yang menyebabkan perpecahan, melainkan penolakan terhadap kebenaran Alkitab yang menimbulkan konflik.

Mitos #4: Reformasi Mengajarkan Bahwa Perbuatan Baik Tidak Penting

Fakta: Reformasi Menekankan Keselamatan oleh Iman, tetapi Perbuatan Baik adalah Buahnya

Beberapa orang berpikir bahwa ajaran Sola Fide (hanya oleh iman) berarti bahwa perbuatan baik tidak diperlukan dalam kehidupan Kristen. Namun, Reformasi tidak pernah mengajarkan bahwa perbuatan baik tidak penting, melainkan bahwa keselamatan tidak diperoleh melalui perbuatan baik, tetapi perbuatan baik adalah bukti dari iman yang sejati.

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.” (Efesus 2:8, AYT)

Namun, ayat selanjutnya berkata:

“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik.” (Efesus 2:10, AYT)

Pandangan Teologi Reformed

Jonathan Edwards menegaskan bahwa iman sejati akan menghasilkan buah dalam kehidupan orang percaya, tetapi bukan buah yang menyelamatkan kita.

Contoh Sejarah:

  • Martin Luther menulis "Iman yang Sejati Tidak Pernah Sendiri", yang berarti bahwa iman sejati akan selalu disertai dengan perbuatan baik.

Mitos #5: Reformasi Sudah Berakhir dan Tidak Lagi Relevan Hari Ini

Fakta: Gereja Selalu Perlu Diperbarui oleh Firman Tuhan

Banyak orang berpikir bahwa Reformasi adalah peristiwa sejarah yang hanya relevan di abad ke-16. Namun, prinsip "Ecclesia Reformata, Semper Reformanda" berarti bahwa gereja harus terus diperbarui oleh firman Tuhan hingga hari ini.

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu.” (Roma 12:2, AYT)

Reformasi tetap relevan karena gereja masih menghadapi tantangan teologi, kesesatan, dan penyimpangan doktrin di zaman modern.

Pandangan Teologi Reformed

Wayne Grudem menegaskan bahwa prinsip-prinsip Reformasi tetap menjadi dasar bagi gereja yang setia kepada firman Tuhan.

Contoh Modern:

  • Penyimpangan teologi kemakmuran di banyak gereja saat ini menunjukkan bahwa kita masih membutuhkan semangat Reformasi untuk kembali kepada Injil yang sejati.

Kesimpulan: Mengapa Reformasi Masih Penting bagi Kita?

Dari 5 mitos tentang Reformasi, kita belajar bahwa:

  1. Reformasi tidak menciptakan gereja baru, tetapi mengembalikan gereja kepada Alkitab.
  2. Reformasi bukan pemberontakan, tetapi ketaatan kepada firman Tuhan.
  3. Reformasi tidak memecah gereja, tetapi mengembalikan kesatuan dalam Injil.
  4. Reformasi tidak menolak perbuatan baik, tetapi menempatkannya sebagai buah iman.
  5. Reformasi masih relevan karena gereja harus terus diperbarui oleh firman Tuhan.

Sebagaimana John Calvin berkata:

“Kita tidak boleh menjauh dari firman Tuhan, karena di dalamnya terdapat seluruh kebenaran yang kita butuhkan untuk kehidupan dan keselamatan.”

Marilah kita tetap setia kepada prinsip Reformasi dan terus kembali kepada firman Tuhan sebagai satu-satunya kebenaran!

Next Post Previous Post