Habakuk 3:16: Ketakutan dan Iman di Tengah Penghakiman
Pendahuluan
Kitab Habakuk merupakan salah satu kitab dalam Perjanjian Lama yang secara unik merekam dialog antara nabi Habakuk dan Allah. Dalam pasal 3, khususnya ayat 16, kita melihat bagaimana Habakuk mengalami ketakutan yang luar biasa setelah menerima pewahyuan tentang penghakiman yang akan datang. Meskipun demikian, ayat ini juga menunjukkan respons iman seorang nabi yang tetap mempercayai Allah di tengah ketakutan yang besar.
Dalam artikel ini, kita akan mengkaji Habakuk 3:16 berdasarkan perspektif beberapa ahli teologi Reformed dan bagaimana ayat ini relevan bagi kehidupan Kristen masa kini.
Eksposisi Habakuk 3:16
Terjemahan Habakuk 3:16
“Aku mendengar dan gemetar dalam hatiku, bibirku bergetar mendengar bunyi itu; tulang-tulangku hancur, dan aku gemetar di tempat aku berdiri. Namun, dengan tenang aku menanti hari kesusahan yang akan datang menimpa bangsa yang menyerang kami.”
Ayat ini menunjukkan respons Habakuk setelah menerima wahyu Allah tentang penghukuman yang akan datang atas Yehuda dan bangsa-bangsa lainnya, khususnya Babel. Ada dua aspek utama dalam ayat ini: pertama, ketakutan Habakuk yang luar biasa, dan kedua, sikapnya yang tetap menunggu dengan iman.
1. Ketakutan yang Kudus di Hadapan Allah
John Calvin dalam komentarnya mengenai Habakuk menekankan bahwa ketakutan yang dialami oleh nabi bukanlah ketakutan yang berdosa, tetapi ketakutan yang lahir dari kesadaran akan kekudusan dan keadilan Allah. Calvin menulis, “Ketika manusia dihadapkan pada kemuliaan Allah yang tak terbatas, maka kelemahan mereka akan menjadi nyata, dan mereka akan gemetar bukan karena kurangnya iman, tetapi karena pengenalan akan kedahsyatan Allah.”
R.C. Sproul dalam bukunya The Holiness of God juga berbicara tentang ketakutan yang timbul ketika manusia berdosa dihadapkan dengan kekudusan Allah. Ia menekankan bahwa respons gemetar Habakuk serupa dengan pengalaman Yesaya dalam Yesaya 6:5 ketika ia melihat Allah di bait-Nya. Ketakutan ini bukanlah tanda kurangnya iman, tetapi justru tanda pengenalan yang lebih dalam akan Allah yang berdaulat.
Jonathan Edwards dalam khotbahnya yang terkenal, Sinners in the Hands of an Angry God, juga menyoroti bahwa ketika manusia benar-benar memahami murka dan penghakiman Allah, mereka akan mengalami ketakutan yang besar. Namun, Edwards menekankan bahwa ketakutan ini harus membawa seseorang kepada pertobatan dan kepercayaan kepada anugerah Allah.
2. Sikap Iman di Tengah Penghakiman
Meskipun Habakuk merasa gentar, ia tidak dikuasai oleh keputusasaan. Bagian kedua dari ayat ini menunjukkan sikapnya yang tetap menanti dengan tenang hari kesusahan. Kata “menanti” dalam teks Ibrani mengandung makna menunggu dengan penuh harap.
Dr. Martyn Lloyd-Jones dalam komentarnya mengenai Habakuk menekankan bahwa di tengah ancaman penghukuman, orang percaya harus tetap berpegang pada janji Allah. Ia menulis, “Kekristenan bukanlah agama yang menghindari realitas penderitaan, tetapi iman yang menghadapinya dengan pengharapan.”
Tim Keller dalam bukunya Walking with God through Pain and Suffering juga menyoroti bagaimana iman yang sejati diuji dalam saat-saat krisis. Menurut Keller, iman sejati bukanlah iman yang hanya bergantung pada keadaan baik, tetapi iman yang tetap bertahan bahkan di tengah kesulitan.
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa doktrin providensi Allah harus menjadi penghiburan bagi orang percaya. Segala sesuatu yang terjadi berada dalam kendali Allah, dan karena itu, meskipun kita tidak memahami jalan-Nya, kita dapat mempercayai-Nya sepenuhnya.
Relevansi bagi Kehidupan Kristen
1. Ketakutan Seorang Kristen Adalah Ketakutan yang Kudus
Ketakutan bukanlah sesuatu yang selalu negatif dalam kehidupan Kristen. Seperti yang dijelaskan oleh para teolog Reformed, ada ketakutan yang berasal dari kesadaran akan kekudusan Allah. Gereja modern sering kali mengabaikan aspek ini dan hanya berfokus pada kasih Allah tanpa menyadari keadilan dan kekudusan-Nya.
2. Iman yang Bertahan di Tengah Kesulitan
Seperti yang dialami Habakuk, kita juga sering menghadapi masa-masa sulit di mana kita tidak memahami rencana Allah. Namun, iman yang sejati adalah iman yang tetap menanti dengan tenang, percaya bahwa Allah sedang bekerja di balik segala sesuatu.
John Piper dalam khotbahnya tentang penderitaan menekankan bahwa “Kita tidak dipanggil untuk memahami semua jalan Allah, tetapi kita dipanggil untuk percaya kepada-Nya.” Habakuk menunjukkan contoh yang luar biasa tentang bagaimana seorang percaya harus menghadapi ketidakpastian dengan iman yang teguh.
3. Pengharapan di Tengah Penghakiman
Meskipun Allah menghukum dosa, penghakiman-Nya bukanlah akhir dari cerita. Bagi orang percaya, selalu ada pengharapan dalam janji-janji Allah. Yesus Kristus adalah penggenapan akhir dari pengharapan ini. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.”
Sinclair Ferguson dalam bukunya Desiring God menekankan bahwa seluruh Alkitab berbicara tentang kesetiaan Allah terhadap umat-Nya. Bahkan ketika mereka menghadapi penghakiman, Allah tetap memiliki rencana penebusan bagi mereka.
Kesimpulan
Habakuk 3:16 adalah ayat yang sangat relevan bagi setiap orang percaya yang sedang menghadapi ketakutan dan ketidakpastian. Perspektif teologi Reformed menunjukkan bahwa ketakutan ini bukanlah tanda kurangnya iman, tetapi justru tanda bahwa seseorang memiliki pengenalan yang benar akan kekudusan dan keadilan Allah.
Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Habakuk, iman sejati tidak berhenti pada ketakutan. Iman sejati adalah iman yang tetap menanti dengan tenang, percaya bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu, termasuk penghakiman dan penderitaan. Gereja masa kini perlu kembali kepada pemahaman yang benar tentang sifat Allah dan bagaimana kita harus merespons-Nya dalam iman.
Seperti yang dikatakan oleh Dr. R.C. Sproul, “Kita tidak boleh takut kepada dunia, tetapi kita harus takut kepada Allah yang berdaulat atas dunia.” Habakuk memahami hal ini, dan inilah yang membuatnya tetap bertahan dalam iman, bahkan di tengah badai penghakiman yang mendekat.