Ibrani 2:4: Tanda dan Mujizat sebagai Konfirmasi Injil

Pendahuluan
Dalam Ibrani 2:4, penulis kitab Ibrani menekankan bagaimana keselamatan yang besar dalam Kristus dikonfirmasi melalui tanda-tanda, mujizat, dan berbagai karunia Roh Kudus. Ayat ini menjadi penting dalam diskusi tentang otoritas Injil, peran mujizat dalam gereja mula-mula, serta bagaimana kita memahami pekerjaan Roh Kudus dalam konteks gereja saat ini.
Ayat ini berbunyi:
"Allah juga memberikan kesaksian bersama mereka melalui tanda-tanda, keajaiban-keajaiban, berbagai mukjizat, dan karunia-karunia Roh Kudus yang dibagikan sesuai dengan kehendak-Nya." (Ibrani 2:4, AYT)
Dalam artikel ini, kita akan meneliti makna Ibrani 2:4 dalam konteksnya, membahasnya dalam perspektif beberapa pakar teologi Reformed seperti John Calvin, John Owen, R.C. Sproul, dan Martyn Lloyd-Jones, serta melihat aplikasinya dalam kehidupan Kristen saat ini.
1. Konteks Ibrani 2:4 dalam Surat Ibrani
Surat Ibrani ditujukan kepada orang-orang Kristen berlatar belakang Yahudi yang mengalami tekanan untuk kembali ke hukum Taurat dan sistem keimaman Perjanjian Lama. Penulis Ibrani menegaskan bahwa Kristus adalah wahyu terakhir dan tertinggi dari Allah, yang jauh melampaui hukum Taurat dan ajaran para nabi.
Ibrani 2:4 berada dalam bagian peringatan pertama dalam kitab ini (Ibrani 2:1-4), di mana penulis memperingatkan jemaat untuk tidak mengabaikan keselamatan yang diberikan melalui Kristus. Sebagai peneguhan terhadap pesan Injil, Allah memberikan tanda-tanda, mujizat, dan karunia Roh Kudus untuk menunjukkan bahwa keselamatan ini benar-benar berasal dari-Nya.
2. Eksposisi Ibrani 2:4
a) "Allah juga memberikan kesaksian bersama mereka..."
Bagian ini menegaskan bahwa keselamatan dalam Kristus bukan hanya sekadar pesan manusia, tetapi dikonfirmasi oleh Allah sendiri.
Menurut John Owen, frasa ini menunjukkan bahwa Allah secara aktif menyatakan kebenaran Injil melalui cara-cara supernatural. Kesaksian Allah ini menegaskan bahwa berita yang disampaikan oleh para rasul bukan berasal dari pemikiran mereka sendiri, tetapi dari Allah yang berbicara melalui mereka.
R.C. Sproul menambahkan bahwa dalam konteks teologi Reformed, kita memahami bahwa firman Tuhan memiliki otoritas tertinggi, dan tanda-tanda yang menyertainya bukanlah tujuan utama, tetapi alat untuk meneguhkan otoritas Injil.
b) "...melalui tanda-tanda, keajaiban-keajaiban, berbagai mukjizat..."
Tiga kata ini merujuk pada berbagai bentuk manifestasi supernatural yang menyertai pelayanan Yesus dan para rasul.
Menurut John Calvin, tanda dan mujizat dalam Perjanjian Baru memiliki tujuan spesifik, yaitu untuk mengkonfirmasi otoritas Kristus dan rasul-rasul-Nya. Calvin menekankan bahwa tanda-tanda ini bukan sekadar pertunjukan kuasa, tetapi memiliki tujuan teologis yang jelas, yaitu menunjukkan bahwa Allah sedang berbicara kepada umat-Nya melalui Yesus Kristus.
Martyn Lloyd-Jones dalam bukunya The Sovereign Spirit membahas bagaimana mujizat dalam Perjanjian Baru tidak terjadi secara acak, tetapi selalu berfungsi untuk meneguhkan berita Injil. Ia juga menegaskan bahwa tidak semua zaman memiliki frekuensi mujizat yang sama; zaman para rasul memiliki intensitas mujizat yang lebih tinggi karena perannya dalam mendirikan dasar gereja.
c) "...dan karunia-karunia Roh Kudus yang dibagikan sesuai dengan kehendak-Nya."
Bagian ini menunjukkan bahwa pekerjaan Roh Kudus dalam memberikan karunia bersifat selektif dan berdasarkan kehendak Allah, bukan keinginan manusia.
Menurut John Owen, pembagian karunia oleh Roh Kudus menunjukkan bahwa keselamatan dalam Kristus bukan hanya doktrin yang mati, tetapi memiliki realitas hidup yang nyata dalam gereja. Karunia-karunia ini diberikan bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk pembangunan tubuh Kristus.
R.C. Sproul menegaskan bahwa dalam teologi Reformed, karunia Roh Kudus harus selalu dikaitkan dengan kedaulatan Allah. Roh Kudus bekerja sesuai dengan kehendak-Nya, bukan atas dasar permintaan manusia. Oleh karena itu, tidak semua orang menerima karunia yang sama, dan kita tidak boleh menuntut karunia tertentu seolah-olah itu adalah hak kita.
3. Teologi Reformed tentang Tanda, Mujizat, dan Karunia Roh Kudus
a) Mujizat dalam Gereja Mula-Mula
Dalam teologi Reformed, mujizat sering dipahami sebagai fenomena yang lebih banyak terjadi pada masa awal gereja untuk meneguhkan pewahyuan baru yang diberikan oleh Kristus dan para rasul.
John Calvin menyatakan bahwa tanda dan mujizat memiliki peran utama dalam meneguhkan Injil, tetapi setelah kanon Kitab Suci lengkap, otoritas firman Tuhan menjadi landasan utama bagi gereja.
John Owen juga menegaskan bahwa dalam sejarah keselamatan, Allah memberikan mujizat secara khusus di saat-saat transisi besar dalam pewahyuan-Nya, seperti zaman Musa, para nabi, dan para rasul.
b) Cessationism vs. Continuationism
Dalam teologi Reformed, terdapat dua pandangan utama tentang karunia Roh Kudus:
- Cessationism – Pandangan ini menyatakan bahwa tanda-tanda dan mujizat yang bersifat luar biasa telah berhenti setelah zaman rasul.
- Continuationism – Pandangan ini percaya bahwa karunia-karunia tersebut masih terus diberikan oleh Roh Kudus dalam gereja masa kini.
R.C. Sproul cenderung mengambil posisi soft cessationism, yaitu bahwa mujizat dan karunia spektakuler tidak lagi menjadi norma dalam kehidupan gereja, tetapi Allah masih dapat bekerja secara supernatural sesuai dengan kehendak-Nya.
Martyn Lloyd-Jones, di sisi lain, memiliki pandangan yang lebih terbuka terhadap keberlanjutan karunia-karunia Roh Kudus dalam gereja modern. Namun, ia menegaskan bahwa semua pengalaman harus diuji dengan firman Tuhan.
4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen
a) Mempercayai Otoritas Injil
Ibrani 2:4 mengajarkan bahwa keselamatan dalam Kristus bukan sekadar teori atau filosofi manusia, tetapi dikonfirmasi oleh Allah sendiri. Kita dipanggil untuk percaya bahwa Injil adalah satu-satunya jalan keselamatan yang telah Allah teguhkan melalui tanda-tanda dan pekerjaan Roh Kudus.
b) Tidak Mengejar Mujizat sebagai Tujuan Utama
Banyak orang Kristen hari ini lebih tertarik pada tanda dan mujizat daripada pada berita keselamatan dalam Kristus. Namun, berdasarkan teologi Reformed, kita memahami bahwa mujizat bukanlah tujuan akhir, melainkan alat yang digunakan Allah untuk menunjuk kepada Kristus.
John Calvin menegaskan bahwa iman sejati harus didasarkan pada firman Tuhan, bukan pada pengalaman supranatural semata. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar tidak terjerumus dalam pencarian tanda-tanda tanpa pertumbuhan dalam kebenaran Injil.
c) Memahami Peran Karunia Roh Kudus
Karunia-karunia Roh Kudus diberikan untuk membangun gereja, bukan untuk kepentingan pribadi. Oleh karena itu, kita harus menggunakan karunia yang Tuhan berikan dengan rendah hati dan sesuai dengan kehendak-Nya.
John Owen menekankan bahwa setiap orang percaya memiliki panggilan untuk melayani tubuh Kristus dengan karunia yang telah diberikan Roh Kudus, baik dalam bentuk pengajaran, pelayanan, maupun berbagai talenta lainnya.
Kesimpulan
Ibrani 2:4 menegaskan bahwa keselamatan dalam Kristus telah diteguhkan oleh Allah melalui tanda-tanda, mujizat, dan karunia Roh Kudus. Berdasarkan pandangan teologi Reformed dari John Calvin, John Owen, R.C. Sproul, dan Martyn Lloyd-Jones, kita dapat memahami bahwa peran mujizat dalam gereja mula-mula adalah untuk meneguhkan pewahyuan Allah.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk berpegang pada otoritas Injil, tidak mengejar tanda-tanda sebagai tujuan utama, dan menggunakan karunia Roh Kudus untuk membangun tubuh Kristus.