Ibrani 3:18: Akibat Ketidaktaatan terhadap Janji Allah

Ibrani 3:18: Akibat Ketidaktaatan terhadap Janji Allah

Pendahuluan

Ibrani 3:18 berbunyi:

"Dan kepada siapakah Ia bersumpah bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam perhentian-Nya? Bukankah kepada mereka yang tidak taat?" (Ibrani 3:18, TB)

Ayat ini merupakan bagian dari peringatan dalam kitab Ibrani tentang bahaya ketidakpercayaan dan ketidaktaatan terhadap janji Allah. Dalam pasal ini, penulis Ibrani menggunakan bangsa Israel di padang gurun sebagai contoh bagaimana ketidaktaatan menghalangi seseorang dari menerima perhentian yang dijanjikan oleh Allah.

Artikel ini akan membahas makna Ibrani 3:18 berdasarkan perspektif teolog Reformed seperti John Calvin, R.C. Sproul, Martyn Lloyd-Jones, dan Matthew Henry. Kita akan menggali bagaimana ayat ini relevan bagi orang percaya saat ini dan bagaimana kita bisa menghindari kesalahan yang sama.

I. Konteks Ibrani 3:18

Surat Ibrani ditulis kepada orang-orang Kristen Yahudi yang mengalami tekanan besar untuk meninggalkan iman mereka kepada Kristus dan kembali kepada Yudaisme.

Dalam pasal 3, penulis Ibrani:

  • Membandingkan Musa dengan Kristus (ayat 1-6) untuk menunjukkan bahwa Kristus lebih besar dari Musa.
  • Memperingatkan tentang ketidakpercayaan (ayat 7-19) dengan mengutip Mazmur 95, yang berbicara tentang pemberontakan Israel di padang gurun.

Ibrani 3:18 merupakan bagian dari peringatan ini, di mana penulis menunjukkan bagaimana Israel gagal masuk ke Tanah Perjanjian karena ketidaktaatan mereka. Ini adalah peringatan serius bagi orang percaya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dalam hubungan mereka dengan Kristus.

II. Eksposisi Ibrani 3:18

1. "Dan kepada siapakah Ia bersumpah..."

a. Allah Bersumpah dalam Murka-Nya

Ungkapan "Ia bersumpah" mengacu pada sumpah ilahi yang menunjukkan ketetapan kehendak Allah yang tidak dapat diubah.

Mazmur 95:11 mengungkapkan murka Tuhan terhadap Israel:

"Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka tak akan masuk ke tempat perhentian-Ku!"

John Calvin menekankan bahwa sumpah Allah ini menunjukkan bahwa ketidaktaatan dan ketidakpercayaan tidak hanya mendukakan Allah, tetapi juga memicu keadilan-Nya yang kudus.

"Jika Allah telah menyatakan kehendak-Nya dengan jelas dan kita tetap menolak untuk taat, maka kita menempatkan diri kita di bawah murka-Nya."

Ini menunjukkan bahwa ketidakpercayaan bukan hanya masalah intelektual, tetapi adalah sikap hati yang memberontak terhadap Allah.

b. Keseriusan Murka Allah dalam Perjanjian Lama dan Baru

Sumpah Allah untuk menolak Israel dari Tanah Perjanjian bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi juga memiliki makna teologis yang lebih luas.

Dalam Roma 1:18, Paulus menulis:

"Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman."

Ini menunjukkan bahwa Allah tetap konsisten dalam keadilan-Nya—baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Dia tidak akan membiarkan ketidakpercayaan tanpa konsekuensi.

2. "...bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam perhentian-Nya?"

a. Makna "Perhentian" dalam Kitab Ibrani

Dalam konteks Perjanjian Lama, "perhentian" mengacu pada Tanah Perjanjian, Kanaan, sebagai tempat istirahat setelah perjalanan panjang di padang gurun.

Namun, dalam Perjanjian Baru, konsep ini memiliki makna rohani yang lebih dalam, yaitu:

  1. Istirahat di dalam Kristus (Matius 11:28-30) → Yesus menawarkan istirahat sejati bagi jiwa kita.
  2. Istirahat di Surga (Ibrani 4:9-11) → Perhentian akhir bagi orang percaya adalah dalam hadirat Allah selamanya.

R.C. Sproul menjelaskan bahwa perhentian ini adalah keselamatan dan hubungan damai dengan Allah. Ia berkata:

"Mereka yang menolak Firman Allah tidak akan mengalami perhentian sejati, baik di dunia ini maupun dalam kekekalan."

Ketika orang Israel gagal masuk ke Kanaan, itu bukan hanya kehilangan tanah secara fisik, tetapi juga kehilangan kesempatan untuk mengalami pemeliharaan Allah dalam kepenuhan-Nya.

3. "Bukankah kepada mereka yang tidak taat?"

a. Hubungan antara Ketidakpercayaan dan Ketidaktaatan

Dalam teks Yunani, kata "tidak taat" (apeitheo - ἀπειθέω) juga bisa diterjemahkan sebagai "tidak percaya". Ini menunjukkan bahwa ketidakpercayaan selalu menghasilkan ketidaktaatan.

  • Ibrani 3:19 menyatakan: "Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka."
  • Yakobus 2:26 mengatakan: "Iman tanpa perbuatan adalah mati."

Dengan kata lain, iman sejati akan selalu menghasilkan ketaatan, sedangkan ketidakpercayaan akan menghasilkan pemberontakan terhadap Allah.

b. Contoh Ketidaktaatan Israel

Contoh utama dari ketidaktaatan Israel terjadi dalam Bilangan 14, ketika mereka menolak masuk ke Tanah Perjanjian karena takut kepada bangsa-bangsa di sana.

Musa berkata dalam Bilangan 14:22-23:

"Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda yang Kubuat di Mesir dan di padang gurun, tetapi telah mencobai Aku ini sepuluh kali dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, pastilah mereka tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka."

Mereka telah melihat mukjizat Tuhan, tetapi tetap tidak percaya dan akhirnya dihukum dengan harus mengembara di padang gurun selama 40 tahun.

Matthew Henry menekankan bahwa ketidaktaatan ini menunjukkan bahwa mereka lebih percaya kepada ketakutan mereka daripada kepada janji Allah.

"Ketidakpercayaan membuat seseorang mengandalkan dirinya sendiri, bukan kepada Tuhan. Itulah akar dari ketidaktaatan."

III. Aplikasi Teologis dari Ibrani 3:18

1. Iman Sejati Akan Diuji

Ketika kita menghadapi kesulitan, apakah kita tetap percaya kepada Tuhan atau kita memilih untuk tidak taat?

  • Yakobus 1:3 berkata: "Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan."
  • Ibrani 11:6 menegaskan: "Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah."

2. Jangan Tertipu oleh Rasa Aman Palsu

Banyak orang yang berpikir bahwa mereka aman dalam iman mereka, tetapi sebenarnya mereka telah mengeraskan hati mereka seperti orang Israel di padang gurun.

  • Matius 7:21 mengingatkan kita: "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."

3. Jangan Menunda Ketaatan

Kesempatan untuk bertobat dan menaati Tuhan tidak akan selalu ada. Oleh karena itu, kita harus taat kepada Tuhan sekarang, bukan nanti.

  • Ibrani 3:15: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu."

Kesimpulan

Ibrani 3:18 adalah peringatan serius bahwa ketidaktaatan dan ketidakpercayaan akan menghalangi seseorang dari perhentian Allah.

Pelajaran utama dari ayat ini adalah:

  1. Ketidakpercayaan selalu menghasilkan ketidaktaatan.
  2. Tanpa iman, seseorang tidak dapat masuk ke dalam perhentian Allah.
  3. Jangan menunda-nunda ketaatan kepada Tuhan.

Kiranya kita tetap berpegang teguh pada iman dan tidak jatuh ke dalam kesalahan Israel di padang gurun.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post