Janji Allah dan Hukum Taurat: Galatia 3:15-18

Janji Allah dan Hukum Taurat: Galatia 3:15-18

Pendahuluan

Surat Paulus kepada jemaat di Galatia merupakan salah satu surat terpenting dalam Perjanjian Baru yang menegaskan keselamatan oleh iman dan bukan oleh perbuatan hukum Taurat. Dalam Galatia 3:15-18, Paulus menjelaskan bahwa perjanjian Allah dengan Abraham tidak dibatalkan oleh hukum Taurat yang diberikan kepada Musa 430 tahun kemudian. Ia menekankan bahwa janji Allah kepada Abraham digenapi dalam Kristus dan diterima melalui iman, bukan oleh perbuatan manusia.

"Saudara-saudara, aku akan memberi contoh dari kehidupan sehari-hari: Kalau perjanjian telah disahkan, walaupun hanya kontrak antarmanusia, tidak ada orang yang dapat membatalkan atau menambahkan apa pun dalam perjanjian itu." (Galatia 3:15, AYT)

Bagian ini sangat penting dalam teologi Reformed karena berkaitan dengan doktrin perjanjian (covenant theology), hubungan antara hukum dan anugerah, serta bagaimana janji keselamatan Allah digenapi dalam Kristus. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna Galatia 3:15-18 dalam terang pemikiran teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.

1. Konteks Galatia 3:15-18

Surat Galatia ditulis untuk menanggapi pengaruh kelompok Yudaisme yang mengajarkan bahwa orang percaya harus menaati hukum Taurat untuk diselamatkan. Paulus dengan tegas menolak pandangan ini dan menegaskan bahwa keselamatan hanya melalui iman kepada Kristus.

Dalam pasal 3, Paulus mengontraskan janji Allah kepada Abraham dengan hukum Taurat. Ia ingin menunjukkan bahwa:

  1. Janji kepada Abraham diberikan lebih dulu sebelum hukum Taurat.
  2. Hukum Taurat tidak dapat membatalkan janji tersebut.
  3. Keselamatan didasarkan pada janji Allah, bukan pada usaha manusia.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa Paulus sedang membela doktrin sola fide (hanya oleh iman) dan menolak gagasan bahwa hukum Taurat adalah jalan keselamatan.

"Anugerah Allah dalam perjanjian-Nya dengan Abraham adalah dasar dari seluruh rencana keselamatan. Hukum Taurat tidak dimaksudkan untuk menggantikannya, tetapi untuk menunjukkan kebutuhan manusia akan anugerah itu." – Herman Bavinck

2. Perjanjian Allah dengan Abraham Tidak Dapat Dibatalkan (Galatia 3:15-16)

1. Perjanjian yang Kekal

Paulus menggunakan ilustrasi dari kehidupan sehari-hari dalam Galatia 3:15:

"Kalau perjanjian telah disahkan, walaupun hanya kontrak antarmanusia, tidak ada orang yang dapat membatalkan atau menambahkan apa pun dalam perjanjian itu."

Dalam hukum manusia, sebuah perjanjian yang telah disahkan bersifat mengikat dan tidak bisa diubah secara sepihak. Demikian pula, janji Allah kepada Abraham tidak dapat dibatalkan oleh hukum Taurat.

John Calvin dalam Commentary on Galatians menjelaskan bahwa Paulus menggunakan analogi ini untuk menunjukkan bahwa janji Allah jauh lebih kuat daripada perjanjian manusia:

"Jika perjanjian manusia saja tidak dapat dibatalkan, betapa lebih kuat lagi perjanjian yang Allah buat dengan umat-Nya." – John Calvin

2. Janji Diberikan kepada "Keturunan" yang adalah Kristus

Paulus melanjutkan dalam Galatia 3:16:

"Sekarang, tentang perjanjian yang disampaikan Allah kepada Abraham dan kepada keturunannya. Allah tidak berkata, ‘kepada keturunan-keturunannya,’ yang menunjuk kepada banyak keturunan. ‘Dan kepada keturunanmu,’ berarti menunjuk kepada satu orang, yaitu Kristus."

Di sini, Paulus menafsirkan janji Allah dalam Kejadian 12:7 secara Kristosentris, menegaskan bahwa keturunan yang dijanjikan kepada Abraham bukan hanya bangsa Israel secara umum, tetapi secara khusus merujuk pada Kristus.

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa janji ini adalah dasar bagi keselamatan oleh iman:

"Kristus adalah penggenapan dari janji perjanjian Allah dengan Abraham. Dalam Dia, semua bangsa diberkati, bukan karena perbuatan manusia, tetapi karena kasih karunia Allah." – Louis Berkhof

Janji Allah kepada Abraham bukan tentang hukum Taurat, tetapi tentang anugerah yang akan digenapi dalam Kristus.

3. Hukum Taurat Tidak Membatalkan Janji Allah (Galatia 3:17-18)

1. Hukum Taurat Datang 430 Tahun Kemudian

Paulus menyatakan dalam Galatia 3:17:

"Maksudku, Hukum Taurat yang muncul 430 tahun sesudahnya tidak dapat membatalkan perjanjian yang telah disahkan oleh Allah. Jadi, perjanjian itu tidak bisa ditiadakan."

Paulus mengacu pada rentang waktu antara janji yang diberikan kepada Abraham dan pemberian hukum Taurat kepada Musa. Jika hukum Taurat datang setelah janji Allah, bagaimana mungkin hukum itu menjadi syarat keselamatan?

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa hukum Taurat diberikan bukan untuk menggantikan janji Allah, tetapi untuk menunjukkan dosa manusia dan kebutuhan mereka akan Kristus.

"Hukum Taurat tidak diberikan sebagai sarana keselamatan, tetapi sebagai cermin yang menunjukkan betapa manusia membutuhkan anugerah Allah dalam Kristus." – R.C. Sproul

Hukum Taurat memiliki peran penting dalam menuntun manusia kepada Kristus, tetapi tidak pernah dimaksudkan sebagai jalan keselamatan.

2. Keselamatan Berdasarkan Janji, Bukan Hukum (Galatia 3:18)

Paulus menutup bagian ini dengan pernyataan tegas:

"Apabila warisan didasarkan pada Hukum Taurat, maka warisan itu tidak lagi didasarkan pada perjanjian. Akan tetapi, Allah menganugerahkannya kepada Abraham melalui sebuah perjanjian."

Di sini, Paulus menegaskan bahwa jika keselamatan bergantung pada hukum Taurat, maka janji Allah kepada Abraham tidak lagi berlaku. Namun, karena Allah memberikan janji itu berdasarkan anugerah, maka keselamatan hanya bisa diterima melalui iman.

Herman Bavinck menjelaskan bahwa ada perbedaan fundamental antara janji dan hukum:

"Hukum menuntut ketaatan untuk mendapatkan upah, tetapi janji memberikan anugerah sebagai pemberian cuma-cuma. Injil adalah perjanjian anugerah, bukan perjanjian perbuatan." – Herman Bavinck

Ini berarti bahwa keselamatan bukan hasil usaha manusia, tetapi semata-mata karena anugerah Allah.

4. Implikasi Teologis dalam Kehidupan Orang Percaya

1. Keselamatan Hanya Melalui Iman, Bukan Perbuatan

Paulus ingin menegaskan bahwa hukum Taurat tidak pernah dimaksudkan sebagai sarana keselamatan. John Calvin menulis:

"Hukum tidak diberikan untuk menyelamatkan, tetapi untuk membawa manusia kepada Kristus, yang adalah satu-satunya jalan keselamatan."

Ini berarti bahwa setiap upaya manusia untuk mendapatkan keselamatan melalui hukum atau perbuatan baik adalah sia-sia.

2. Perjanjian Allah adalah Jaminan Keselamatan

Karena janji keselamatan tidak bergantung pada manusia, tetapi pada Allah, maka orang percaya memiliki kepastian keselamatan. R.C. Sproul menekankan bahwa janji Allah tidak akan gagal:

"Jika keselamatan tergantung pada manusia, maka kita semua akan binasa. Tetapi karena keselamatan tergantung pada janji Allah, kita bisa yakin bahwa itu akan digenapi dalam Kristus."

3. Hukum Taurat Sebagai Pedoman, Bukan Syarat Keselamatan

Walaupun hukum Taurat tidak menyelamatkan, itu tetap penting sebagai pedoman hidup bagi orang percaya. Louis Berkhof menjelaskan bahwa hukum Taurat berfungsi sebagai standar kekudusan bagi umat Allah:

"Hukum Taurat bukanlah jalan keselamatan, tetapi tetap menjadi pedoman bagi kehidupan yang berkenan kepada Allah."

Kesimpulan

Galatia 3:15-18 mengajarkan bahwa:

  1. Keselamatan adalah berdasarkan janji Allah kepada Abraham, bukan hukum Taurat.
  2. Kristus adalah penggenapan janji itu, dan keselamatan diterima melalui iman kepada-Nya.
  3. Hukum Taurat tidak membatalkan janji Allah, tetapi menunjukkan kebutuhan manusia akan anugerah.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk berpegang teguh pada anugerah Allah dan hidup dalam iman kepada Kristus, yang adalah penggenapan dari semua janji Allah.

Next Post Previous Post