Tujuan Pernikahan Menurut Alkitab: Transformasi, Bukan Kenyamanan

Tujuan Pernikahan Menurut Allah: Transformasi, Bukan Kenyamanan

Pendahuluan:

(Pandangan Teologi Reformed tentang Pernikahan sebagai Alat Transformasi Rohani Berdasarkan Alkitab)

Banyak orang memasuki pernikahan dengan harapan bahwa itu akan membawa kebahagiaan, kenyamanan, dan pemenuhan pribadi. Budaya modern sering menggambarkan pernikahan sebagai jalan menuju kebahagiaan tanpa konflik, di mana pasangan harus selalu membuat satu sama lain merasa nyaman dan puas.

Namun, perspektif Alkitabiah tentang pernikahan sangat berbeda dari pandangan dunia ini. Dalam teologi Reformed, pernikahan bukan hanya untuk kenyamanan atau kebahagiaan duniawi, tetapi terutama untuk transformasi rohani—untuk membentuk kita semakin menyerupai Kristus.

Para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, R.C. Sproul, John Piper, dan Timothy Keller menekankan bahwa pernikahan adalah alat dalam tangan Allah untuk menguduskan kita, membentuk karakter kita, dan mengajarkan kita tentang kasih dan anugerah yang sejati.

Dalam artikel ini, kita akan membahas:

  1. Apa Tujuan Pernikahan dalam Alkitab?
  2. Mengapa Allah Menggunakan Pernikahan untuk Transformasi?
  3. Bagaimana Pernikahan Membentuk Karakter Kristen?
  4. Tantangan dalam Pernikahan yang Digunakan Allah untuk Menguduskan Kita
  5. Bagaimana Menjalani Pernikahan dengan Fokus pada Transformasi, Bukan Kenyamanan?

1. Apa Tujuan Pernikahan dalam Alkitab?

a. Pernikahan Adalah Rancangan Allah untuk Kemuliaan-Nya

Pernikahan bukanlah institusi buatan manusia, tetapi ditetapkan oleh Allah sejak awal penciptaan.

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kejadian 2:24, AYT)

John Calvin menegaskan bahwa pernikahan adalah sarana yang Allah gunakan untuk menyatakan kasih dan keintiman-Nya dengan umat-Nya.

b. Pernikahan Melambangkan Hubungan Kristus dan Jemaat

Paulus menjelaskan bahwa pernikahan adalah gambaran dari hubungan antara Kristus dan gereja:

“Hai suami, kasihilah istrimu, sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan menyerahkan diri-Nya baginya.” (Efesus 5:25, AYT)

Timothy Keller dalam The Meaning of Marriage menegaskan bahwa pernikahan adalah tempat di mana kita belajar mengasihi seperti Kristus—bukan hanya dengan perasaan, tetapi dengan pengorbanan dan kesetiaan.

c. Pernikahan Adalah Alat untuk Pengudusan

Allah menggunakan pernikahan untuk mengikis egoisme kita, mengajarkan kesabaran, dan membentuk kita menjadi lebih serupa dengan Kristus.

“Sebab inilah kehendak Allah: pengudusanmu.” (1 Tesalonika 4:3, AYT)

John Piper menekankan bahwa tujuan utama pernikahan bukan kebahagiaan sesaat, tetapi kesucian yang bertahan selamanya.

2. Mengapa Allah Menggunakan Pernikahan untuk Transformasi?

a. Pernikahan Mengungkapkan Dosa yang Tersembunyi

Ketika seseorang masih lajang, banyak dosa dan kelemahan yang tidak tampak. Namun, dalam pernikahan, kelemahan-kelemahan ini akan terungkap dengan jelas.

R.C. Sproul menegaskan bahwa pernikahan adalah alat yang Allah pakai untuk mengungkapkan sifat egois, kesabaran yang terbatas, dan keinginan diri kita sendiri, agar kita dapat bertumbuh dalam kasih karunia.

“Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati.” (Amsal 21:2, AYT)

b. Pernikahan Mengajarkan Kasih yang Berkomitmen, Bukan Emosi Sesaat

Dunia mengajarkan bahwa kasih adalah perasaan yang datang dan pergi. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa kasih sejati adalah keputusan untuk tetap setia, bahkan ketika emosi tidak mendukung.

Jonathan Edwards menegaskan bahwa pernikahan adalah tempat di mana kita belajar tentang kasih Allah yang tidak bersyarat—bukan berdasarkan apa yang kita terima, tetapi berdasarkan siapa kita di dalam Kristus.

c. Pernikahan Membentuk Kerendahan Hati dan Ketergantungan pada Tuhan

Tidak ada pernikahan yang sempurna. Namun, justru dalam kelemahan ini, kita belajar bersandar kepada Tuhan.

“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” (2 Korintus 12:9, AYT)

John Piper menegaskan bahwa Allah menggunakan tantangan dalam pernikahan untuk membawa kita kepada doa, ketergantungan, dan hubungan yang lebih dalam dengan-Nya.

3. Bagaimana Pernikahan Membentuk Karakter Kristen?

a. Mengajarkan Kesabaran dan Pengampunan

Setiap pasangan pasti akan mengalami konflik. Namun, dalam konflik inilah kita belajar untuk sabar dan mengampuni seperti Kristus.

“Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain.” (Kolose 3:13, AYT)

Wayne Grudem menegaskan bahwa kesabaran dan pengampunan dalam pernikahan bukan hanya tentang pasangan kita, tetapi juga tentang pertumbuhan rohani kita sendiri.

b. Membentuk Kerendahan Hati

Egoisme adalah musuh utama dalam pernikahan. Namun, Kristus memanggil kita untuk hidup dalam kerendahan hati.

“Janganlah melakukan sesuatu dengan kepentingan egois atau kesombongan, tetapi dengan rendah hati anggaplah orang lain lebih penting daripada dirimu sendiri.” (Filipi 2:3, AYT)

Timothy Keller menegaskan bahwa pernikahan adalah tempat terbaik untuk belajar melayani, bukan untuk dilayani.

4. Tantangan dalam Pernikahan yang Digunakan Allah untuk Menguduskan Kita

  1. Perbedaan kepribadian dan kebiasaan – Mengajarkan kesabaran.
  2. Konflik dan kesalahpahaman – Mengajarkan komunikasi yang penuh kasih.
  3. Keuangan dan tekanan hidup – Mengajarkan ketergantungan kepada Tuhan.
  4. Godaan dari dunia – Mengajarkan kesetiaan dan komitmen kepada pasangan.

John Piper menegaskan bahwa setiap tantangan dalam pernikahan adalah kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih karunia dan karakter Kristus.

5. Bagaimana Menjalani Pernikahan dengan Fokus pada Transformasi, Bukan Kenyamanan?

  1. Berdoa bersama dan untuk satu sama lain setiap hari.
  2. Belajar mengampuni tanpa syarat, seperti Kristus telah mengampuni kita.
  3. Mengutamakan kasih yang berkomitmen, bukan hanya perasaan sesaat.
  4. Melihat konflik sebagai sarana pertumbuhan, bukan sebagai ancaman.
  5. Terus bertumbuh dalam firman Tuhan dan mencari bimbingan rohani dari gereja.

“Jadikanlah dirimu teladan dalam perbuatan baik.” (Titus 2:7, AYT)

Timothy Keller dalam The Meaning of Marriage menegaskan bahwa pernikahan bukan tentang menemukan pasangan yang sempurna, tetapi menjadi pribadi yang semakin menyerupai Kristus dalam hubungan itu.

Kesimpulan: Pernikahan adalah Alat Transformasi dalam Rencana Allah

  1. Tujuan utama pernikahan adalah transformasi rohani, bukan hanya kenyamanan.
  2. Allah menggunakan pernikahan untuk menguduskan kita dan membentuk karakter kita.
  3. Konflik dalam pernikahan bukan sesuatu yang harus dihindari, tetapi alat untuk bertumbuh dalam kasih dan pengampunan.
  4. Ketika kita menjalani pernikahan dengan perspektif ini, kita akan mengalami berkat rohani yang lebih besar.

Sebagaimana John Calvin berkata:

“Pernikahan adalah sekolah kasih karunia, tempat di mana kita belajar untuk hidup bukan bagi diri sendiri, tetapi bagi Tuhan dan pasangan kita.”

Mari jalani pernikahan kita dengan fokus pada transformasi rohani, bukan sekadar kenyamanan duniawi!

Next Post Previous Post