2 Korintus 11:21–22: Kesetaraan dalam Daging

Pendahuluan
Surat Paulus kepada jemaat di Korintus, khususnya pasal 11, adalah salah satu bagian paling sarkastik, ironis, sekaligus teologis dalam seluruh Perjanjian Baru. Dalam 2 Korintus 11:21-22, Paulus melawan para “rasul palsu” yang mencoba menjatuhkan otoritas kerasulannya. Paulus menyinggung konsep identitas dan “kesetaraan dalam daging”, yaitu kesamaan dalam hal keturunan dan latar belakang jasmani (etnis, budaya, sejarah) sebagai respon terhadap kebanggaan etnis yang mereka bangun.
Teks Alkitabiah (2 Korintus 11:21-22 - TB)
“Dengan sangat malu aku harus mengakui, bahwa dalam hal semacam itu kami terlalu lemah. Tetapi jika orang-orang lain berani membanggakan sesuatu, maka akupun—aku berkata dalam kebodohan—berani juga!
Apakah mereka orang Ibrani? Aku juga! Apakah mereka orang Israel? Aku juga! Apakah mereka keturunan Abraham? Aku juga!”
I. Latar Belakang Historis dan Konteks Surat
Jemaat di Korintus menghadapi pengaruh dari apa yang disebut Paulus sebagai “rasul-rasul palsu” (2 Kor. 11:13), yang datang dengan kredensial luar biasa. Mereka membanggakan identitas etnis Yahudi mereka, kemampuan berbicara, pengalaman rohani, dan kedekatan mereka dengan hukum Musa. Dalam konteks itu, Paulus merasa terpaksa “bermegah” dalam hal yang sama—meskipun ia menyebutnya sebagai kebodohan (karena tidak sesuai dengan semangat Injil).
Charles Hodge, teolog Reformed dari Princeton, menjelaskan bahwa bagian ini adalah contoh penggunaan ironi oleh Paulus untuk menyingkap ketidakabsahan klaim para lawannya, dan untuk menunjukkan bahwa semua prestasi “dalam daging” tidak dapat menjadi dasar klaim rohani atau kerasulan sejati.
II. Eksegesis Ayat demi Ayat
2 Korintus 11:21 – Sarkasme yang Menyentuh Hati
“Dengan sangat malu aku harus mengakui, bahwa dalam hal semacam itu kami terlalu lemah.”
Kalimat ini adalah ironi tajam. Paulus menyebut dirinya “terlalu lemah” karena tidak membanggakan hal-hal duniawi seperti para rasul palsu. Namun, ini bukan kelemahan sejati, melainkan kekuatan Injil—karena dalam kelemahanlah kuasa Kristus nyata (2 Kor. 12:9).
John Calvin menulis:
“Paulus mencemooh cara lawan-lawannya yang membanggakan hal lahiriah, menunjukkan bahwa ia bisa melakukan hal yang sama, bahkan melebihi mereka, namun memilih untuk tidak melakukannya karena bukan itulah dasar dari panggilan kerasulan.”
2 Korintus 11:22 – Tiga Identitas Jasmani
“Apakah mereka orang Ibrani? Aku juga! Apakah mereka orang Israel? Aku juga! Apakah mereka keturunan Abraham? Aku juga!”
Frasa ini menunjukkan tiga identitas jasmani yang digunakan lawan-lawannya untuk menyombongkan diri:
-
Orang Ibrani – menunjuk pada identitas linguistik dan budaya Yahudi yang kuat, serta kemampuan berbahasa Ibrani atau Aram.
-
Orang Israel – menunjuk pada keanggotaan dalam bangsa pilihan Allah secara historis dan religius.
-
Keturunan Abraham – menunjuk pada hubungan darah dan janji perjanjian.
R.C. Sproul menekankan bahwa Paulus tidak meremehkan nilai sejarah atau teologis dari identitas Yahudi, tetapi menolak bahwa identitas tersebut dapat menjadi pengganti panggilan rohani sejati. Paulus memiliki semua identitas itu, namun tetap memandangnya sebagai “sampah” dibandingkan pengenalan akan Kristus (bdk. Filipi 3:5-8).
III. Equality in the Flesh: Apa yang Dimaksud?
Tema “Equality in the Flesh” di sini bukan sekadar kesamaan biologis, tetapi pemahaman bahwa tidak ada keunggulan rohani sejati yang bersumber dari atribut lahiriah seperti suku, bahasa, atau keturunan. Paulus menyatakan bahwa ia setara dengan mereka dalam segala hal yang mereka banggakan dalam daging, dan bahkan lebih dalam hal pelayanan Kristus (ay. 23 dan seterusnya).
Dalam teologi Reformed, hal ini selaras dengan prinsip sola gratia dan sola fide—bahwa keselamatan dan otoritas rohani adalah anugerah semata, bukan hasil usaha manusia atau keturunan.
Michael Horton menambahkan:
“Identitas rohani dalam Kristus adalah satu-satunya dasar untuk klaim keunggulan rohani. Identitas etnis, budaya, atau historis tidak memiliki nilai abadi tanpa kelahiran baru dan iman kepada Injil.”
IV. Ajaran Teologis yang Dapat Diambil
1. Kesetaraan di Hadapan Allah
Semua manusia memiliki kesetaraan dalam daging—tidak seorang pun lebih tinggi dari yang lain di hadapan Allah berdasarkan ras, keturunan, atau budaya. Teologi Reformed menolak semua bentuk superioritas manusia berdasarkan hal-hal eksternal.
Galatia 3:28 menjadi dasar kuat:
“Dalam Kristus tidak ada orang Yahudi atau Yunani... sebab kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”
2. Kekosongan Kebanggaan Daging
Paulus membuktikan bahwa segala bentuk kebanggaan dalam “daging”—yaitu hal-hal lahiriah—adalah sia-sia dalam hal rohani. Hal ini sejalan dengan prinsip Calvinis bahwa hanya anugerah Allah yang menentukan siapa yang dipanggil dan diselamatkan.
3. Validitas Pelayanan Berdasarkan Panggilan, Bukan Identitas
Teologi Reformed mengajarkan bahwa validitas seorang pelayan Tuhan ditentukan oleh panggilan Tuhan, bukan prestasi atau keturunannya. Paulus menolak legitimasi “rasul-rasul palsu” yang mengandalkan keturunan Yahudi mereka untuk mengklaim otoritas.
V. Aplikasi Praktis
1. Hati-Hati dengan Budaya "Meritokrasi Rohani"
Di dunia modern, banyak orang menilai pemimpin rohani dari gelar, keturunan, atau latar belakang gereja. Namun, prinsip dari 2 Korintus 11:21-22 mengajarkan bahwa kesetaraan dalam daging tidak menjadi dasar superioritas rohani. Kita harus mengevaluasi pemimpin dari karakter, doktrin, dan panggilannya, bukan dari CV-nya.
2. Jangan Menaruh Kepercayaan pada Identitas Lahiriah
Sebagaimana Paulus tidak menyandarkan identitas rohaninya pada keturunan Abraham, begitu pula kita tidak boleh menyandarkan iman kita pada latar belakang keluarga Kristen, denominasi, atau tradisi semata.
3. Bersyukur atas Kesetaraan di Dalam Kristus
Dalam Kristus, semua orang percaya—baik dari latar belakang mana pun—setara sebagai anak-anak Allah. Ini adalah kebenaran yang menumbuhkan kerendahan hati dan kesatuan dalam tubuh Kristus.
Kesimpulan
2 Korintus 11:21-22 adalah seruan Paulus yang tajam dan bernas melawan kebanggaan rohani yang berdasarkan hal-hal lahiriah. Ia menyatakan kesetaraan dalam daging, bukan untuk menyombongkan diri, tetapi untuk menunjukkan bahwa keunggulan rohani tidak berasal dari manusia, melainkan dari Allah.
Teologi Reformed mendukung penuh prinsip ini: bahwa semua keunggulan rohani berasal dari anugerah pilihan Allah, bukan usaha atau keturunan manusia. Paulus tidak membanggakan keturunan atau budayanya, meskipun ia memilikinya secara penuh, karena ia tahu bahwa Kristus adalah segalanya.