2 Timotius 1:4: Air Mata, Kerinduan, dan Sukacita Rohani

Pendahuluan
Surat 2 Timotius merupakan surat pastoral terakhir yang ditulis oleh Rasul Paulus menjelang akhir hidupnya. Ayat 4 dari pasal pertama berbunyi:
“Dan yang aku ingat akan air matamu dan ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah sukacitaku.” — 2 Timotius 1:4 (TB)
Ayat ini, walau singkat, mengandung kedalaman emosional dan teologis yang luar biasa. Ini bukan hanya pernyataan kasih pribadi dari seorang rasul tua kepada anak rohaninya, tetapi juga menjadi cerminan relasi injili, kerinduan akan persekutuan dalam Kristus, dan gambaran sukacita rohani yang sejati.
Dalam artikel ini, kita akan membedah ayat ini secara eksegetikal berdasarkan pendekatan teologi Reformed dan pendapat para tokoh seperti John Calvin, Charles Hodge, dan Martyn Lloyd-Jones. Kami juga akan menampilkan makna pastoral dan aplikatif bagi gereja masa kini.
Latar Belakang Surat 2 Timotius
Sebelum masuk ke eksposisi ayat, penting untuk memahami konteks penulisan surat ini:
-
Paulus berada dalam penjara di Roma, menanti eksekusi.
-
Surat ini penuh nada pribadi dan perpisahan.
-
Timotius adalah anak rohani Paulus, yang ditugaskan memimpin jemaat di Efesus.
Ayat ini mencerminkan kerinduan yang mendalam dalam konteks perpisahan dan penderitaan. Dalam terang teologi Reformed, penderitaan dan kasih karunia berjalan beriringan di bawah providensi Allah.
1. "Aku ingat akan air matamu": Emosi yang Diakui dalam Teologi Reformed
Dalam budaya modern, air mata sering kali dilihat sebagai tanda kelemahan. Namun, dalam kekristenan sejati, air mata memiliki tempat yang mulia.
a. Air Mata Sebagai Ekspresi Kasih Rohani
John Calvin dalam komentarnya terhadap surat ini menyebut bahwa “air mata Timotius” menunjukkan betapa eratnya kasih rohani antara Paulus dan Timotius. Calvin menulis:
“Timotius bukan hanya menangis karena kesedihan manusiawi, melainkan karena kesatuan rohani dengan rasulnya.”
Dalam teologi Reformed, kasih sejati berakar pada kasih karunia Allah. Air mata Timotius adalah buah dari hati yang telah diperbarui oleh Roh Kudus.
b. Air Mata sebagai Reaksi atas Penderitaan Injil
Charles Hodge melihat air mata ini sebagai bentuk dukungan emosional terhadap penderitaan Paulus. Ia mencatat bahwa pelayanan injil sering kali disertai penderitaan fisik dan batin. Timotius menangis bukan karena takut, tetapi karena beban pelayanan.
“Penderitaan dalam pelayanan bukanlah tanda kegagalan, tetapi justru bukti kesetiaan.”
Dengan demikian, air mata menjadi saksi dari perjuangan injil yang sejati, sesuatu yang dihargai dalam kerangka iman Reformed yang memandang kehidupan Kristen sebagai salib harian.
2. "Aku ingin melihat engkau kembali": Kerinduan dalam Persekutuan Kudus
Dalam kalimat ini, Paulus mengungkapkan kerinduan yang dalam untuk bertemu kembali dengan Timotius. Namun, ini bukan sekadar rindu manusiawi biasa.
a. Persekutuan Orang Kudus
Dalam Westminster Confession of Faith, terdapat pengakuan tentang "communion of saints" atau persekutuan orang kudus. Ini bukan hanya relasi sosial, tetapi ikatan rohani yang dibentuk oleh Roh Kudus.
Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa sukacita terbesar dalam kekristenan bukanlah dari hal-hal duniawi, tetapi dari persekutuan dengan sesama yang berada dalam Kristus. Kerinduan Paulus mencerminkan hasrat akan persekutuan ini.
b. Gambaran Kasih Kristus dalam Relasi Rohani
Kerinduan Paulus bukan egosentris, tetapi Kristosentris. Ia ingin melihat Timotius bukan hanya untuk kelegaan pribadi, tetapi untuk penguatan iman bersama. Dalam terang teologi Reformed, relasi yang dipimpin oleh Roh selalu bertujuan kepada Kristus.
“Paulus tidak mencari hiburan pribadi, tetapi mengharapkan penghiburan rohani melalui perjumpaan injili.” — John Stott
3. "Supaya penuhlah sukacitaku": Sumber Sukacita dalam Pelayanan dan Persekutuan
Bagian terakhir dari ayat ini berbicara tentang sukacita. Menariknya, Paulus tidak berkata, “supaya aku sedikit senang” tetapi “penuhlah sukacitaku.” Ini menunjukkan bahwa sukacita Kristen adalah sesuatu yang mendalam dan penuh, bukan parsial.
a. Sukacita Sebagai Karunia Roh Kudus
Dalam Galatia 5:22, sukacita disebut sebagai buah Roh. Dalam kerangka Reformed, ini bukan hasil dari usaha manusia, tetapi hasil pekerjaan Roh Kudus dalam hati orang percaya.
Paulus tahu bahwa perjumpaan dengan Timotius akan memperbaharui sukacita rohaninya, bukan karena nostalgia, tetapi karena kasih karunia yang bekerja dalam komunitas orang percaya.
b. Sukacita Dalam Konteks Penganiayaan
Paulus menulis ayat ini dari penjara. Ini menunjukkan bahwa sukacita Kristen tidak tergantung pada keadaan luar. Ini paralel dengan ajaran para reformator seperti Calvin dan Luther yang menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dipisahkan dari salib Kristus.
Aplikasi Pastoral dan Teologis
1. Menghargai Emosi dalam Pelayanan
Gereja masa kini sering kali meremehkan aspek emosional dalam pelayanan. Ayat ini mengajarkan bahwa emosi yang terarah oleh kasih karunia bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan.
2. Membangun Persekutuan Sejati
Hubungan antara Paulus dan Timotius menjadi model relasi dalam gereja: saling menopang, mendoakan, dan merindukan persekutuan. Ini harus menjadi teladan bagi para pemimpin gereja saat ini.
3. Sukacita yang Tak Bergantung Keadaan
Ketika gereja menghadapi penderitaan, ayat ini mengingatkan bahwa sukacita tetap mungkin jika hati kita terarah kepada Kristus dan tubuh-Nya. Sukacita bukan hasil dunia, tetapi hasil perjumpaan dengan kasih Allah dalam komunitas kudus.
Pandangan Beberapa Pakar Reformed Lainnya
a. Richard Baxter
Dalam tulisannya, Baxter sering menekankan pentingnya relasi pastoral yang sehat dan mendalam. Ia akan melihat ayat ini sebagai contoh bagaimana relasi antara gembala dan jemaat atau mentor dan murid harus berakar dalam kasih yang berasal dari Kristus.
b. Herman Bavinck
Sebagai teolog sistematik Reformed, Bavinck akan memandang relasi Paulus-Timotius sebagai contoh konkrit dari "union with Christ" yang terwujud dalam komunitas. Air mata dan sukacita adalah bagian dari dimensi eksistensial iman Kristen.
c. Sinclair Ferguson
Ferguson dalam banyak pengajarannya menunjukkan bahwa pelayanan Kristen bukanlah tugas mekanis, tetapi relasi yang penuh kasih. Ia akan menekankan bahwa ayat ini mencerminkan kedalaman relasi injili yang dibangun di atas kebenaran dan kasih karunia.
Penutup: Panggilan Gereja Masa Kini
2 Timotius 1:4 adalah undangan bagi gereja untuk kembali kepada relasi-relasi yang kudus, tulus, dan injili. Dalam dunia yang serba cepat dan individualistik, ayat ini menjadi panggilan untuk memperlambat langkah dan merasakan kembali sukacita dari relasi yang dibentuk oleh Kristus.
Sebagaimana Paulus merindukan Timotius bukan karena manfaat pribadi, tetapi demi sukacita rohani bersama, demikianlah kita dipanggil untuk membangun komunitas Kristen yang saling menguatkan dalam kasih dan kebenaran.