Nahum 1:2: Pembalasan Allah dalam Terang Kekudusan-Nya

Nahum 1:2: Pembalasan Allah dalam Terang Kekudusan-Nya

Pendahuluan

Kitab Nahum jarang menjadi bahan khotbah populer di gereja modern. Namun di balik nadanya yang keras dan penuh murka, tersimpan kebenaran mendalam tentang karakter Allah yang adil dan kudus. Salah satu ayat yang paling menonjol dalam kitab ini adalah Nahum 1:2:

"TUHAN adalah Allah yang cemburu dan penuh pembalasan; TUHAN itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. TUHAN itu pembalas terhadap para lawan-Nya dan pendendam terhadap musuh-musuh-Nya." — Nahum 1:2 (TB)

Ayat ini menegaskan kebenaran penting bahwa Allah bukan hanya kasih, tetapi juga adil dan kudus. Dalam kerangka teologi Reformed, pembalasan Allah bukanlah emosi tak terkendali, tetapi ekspresi dari karakter-Nya yang sempurna.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna Nahum 1:2 berdasarkan eksposisi eksegetikal, pandangan para teolog Reformed, serta implikasinya bagi kehidupan iman dan pelayanan gereja masa kini.

I. Konteks Historis dan Teologis Kitab Nahum

Kitab Nahum ditulis sebagai nubuat terhadap kota Niniwe, ibu kota kekaisaran Asyur, yang dikenal karena kekejaman, penindasan, dan penyembahan berhala.

Asyur sebelumnya telah menghancurkan kerajaan Israel Utara (722 SM) dan menjadi simbol kekuatan jahat di dunia kuno. Nahum menulis sebagai penghiburan bagi umat Allah bahwa keadilan akan ditegakkan, dan musuh Allah tidak akan luput dari hukuman.

Dalam kerangka Reformed, penghakiman Allah terhadap bangsa-bangsa mencerminkan tindakan moral dari Tuhan yang berdaulat atas sejarah.

II. Eksposisi Nahum 1:2: Allah yang Membalas dan Cemburu

Mari kita kupas bagian demi bagian dari ayat ini.

A. “TUHAN adalah Allah yang cemburu”

Kecemburuan Allah (El Qanna’) dalam Perjanjian Lama bukanlah iri hati manusiawi, tetapi kecemburuan suci yang menunjukkan komitmen Allah terhadap kemuliaan-Nya dan umat-Nya.

Menurut John Calvin, dalam Commentary on Nahum, ia menyatakan:

“Kecemburuan Allah bukanlah kemarahan yang membabi buta, tetapi keinginan-Nya yang kudus untuk menjaga kemurnian penyembahan dan kesetiaan umat-Nya kepada-Nya.”

Dalam konteks Reformed, kecemburuan Allah adalah hasil dari kasih-Nya yang eksklusif terhadap umat-Nya. Ia tidak akan membiarkan umat-Nya dicemari oleh penyembahan berhala atau kejahatan.

B. “Penuh pembalasan... pembalas dan penuh kehangatan amarah”

Frasa ini memperlihatkan intensitas murka Allah, bukan sebagai ledakan emosi, tetapi respon ilahi terhadap kejahatan dan ketidakadilan.

Menurut Jonathan Edwards dalam khotbah terkenalnya Sinners in the Hands of an Angry God, pembalasan Allah adalah bagian dari:

“...kecenderungan kekudusan-Nya yang membenci dosa. Murka-Nya adalah ekspresi dari keadilan-Nya yang tidak bisa dikompromikan.”

Dalam teologi Reformed, Allah tidak bisa membiarkan dosa tanpa hukuman, karena bertentangan dengan natur-Nya yang suci dan adil. Pembalasan ilahi adalah bagian integral dari doktrin atribut Allah.

C. “Pendendam terhadap musuh-musuh-Nya”

Frasa ini menunjukkan bahwa Allah secara aktif membalas kejahatan, bukan sebagai pembalasan pribadi, tetapi sebagai hak prerogatif Allah yang berdaulat atas seluruh ciptaan.

Menurut R.C. Sproul, pembalasan Allah adalah ekspresi dari “holy justice” (keadilan kudus):

“Jika Allah tidak membalas kejahatan, Ia bukan Allah yang benar dan bukan hakim yang adil.”

Oleh karena itu, pembalasan bukan bertentangan dengan kasih Allah, tetapi justru menyempurnakan kasih-Nya, karena Ia tidak membiarkan kejahatan terus berlangsung.

III. Perspektif Teologi Reformed: Vengeance of God

A. Murka Allah dan Kasih Allah Tidak Bertentangan

Teologi Reformed menolak dikotomi palsu antara kasih dan murka Allah. Dalam pandangan Reformed, keduanya adalah ekspresi dari karakter Allah yang tak terbagi.

Stephen Charnock, dalam The Existence and Attributes of God, menyatakan:

“Kasih Allah yang sejati tak bisa dilepaskan dari keadilan-Nya. Bila Allah mengasihi kebenaran, Ia juga harus membenci dan menghukum kejahatan.”

Allah tidak seperti manusia yang berubah-ubah. Ia murka bukan karena kehilangan kendali, melainkan karena kemurnian-Nya menuntut keadilan.

B. Vengeance sebagai Manifestasi Providensi Allah

Reformed theology melihat segala sesuatu, termasuk penghakiman, sebagai bagian dari providensi Allah. Louis Berkhof menjelaskan bahwa:

“Pembalasan Allah atas bangsa-bangsa adalah bagian dari rencana kekal-Nya untuk menyatakan kemuliaan-Nya dalam penghakiman maupun keselamatan.”

Artinya, murka Allah terhadap Niniwe bukanlah tindakan spontan, tetapi bagian dari dekrit kekal Allah (eternal decree).

IV. Aplikasi Praktis dari Nahum 1:2

A. Penghiburan bagi Orang Benar

Meskipun ayat ini terdengar menakutkan, bagi umat Allah, ini adalah penghiburan. Allah yang kudus tidak akan membiarkan kejahatan menang untuk selamanya.

“Orang benar tidak pernah dilupakan oleh Allah yang membalas segala ketidakadilan.” — John Owen

Nahum 1:2 memberikan harapan bahwa penderitaan karena ketidakadilan tidak sia-sia. Allah akan bertindak pada waktu-Nya.

B. Peringatan bagi Orang Fasik

Bagi mereka yang hidup dalam pemberontakan terhadap Allah, ayat ini adalah peringatan serius. Pembalasan Allah tidak bisa dihindari.

Menurut Thomas Watson, salah satu puritan besar:

“Murka Allah bisa lambat, tetapi pasti datang. Kesabaran-Nya bukan persetujuan terhadap dosa, tetapi kesempatan untuk bertobat.”

C. Panggilan untuk Menghargai Kekudusan Allah

Nahum 1:2 memanggil gereja untuk tidak menyederhanakan gambar Allah menjadi hanya kasih tanpa kekudusan. Dalam khotbah dan pengajaran, gereja perlu menyampaikan gambaran Allah yang utuh—kasih yang penuh belas kasih dan kekudusan yang membenci dosa.

V. Yesus Kristus dan Pembalasan Allah

Dalam Perjanjian Baru, pembalasan Allah tetap menjadi tema sentral. Namun, kini murka itu ditanggung oleh Kristus di atas salib.

A. Salib: Tempat Pembalasan Allah Dipenuhi

Yesus Kristus menanggung murka Allah demi orang-orang pilihan. Ini adalah puncak pembalasan dan kasih Allah secara bersamaan.

“Di salib, kasih dan murka Allah bertemu. Allah membalas dosa, tetapi menyalurkan murka itu kepada Anak-Nya.” — R.C. Sproul

B. Hari Penghakiman: Realisasi Penuh Pembalasan

Dalam Wahyu 19:11-16, Kristus digambarkan datang sebagai Hakim dan Pembalas. Ini menunjukkan bahwa pembalasan Allah belum selesai, dan akan mencapai klimaksnya dalam penghakiman akhir.

VI. Pandangan Para Teolog Reformed Tambahan

1. Augustinus (pra-Reformasi)

Augustinus berbicara tentang ordo amoris—tatanan kasih yang benar. Ketika kasih terhadap Allah ditukar dengan kasih kepada dunia, pembalasan Allah menjadi konsekuensi moral yang tak terhindarkan.

2. Abraham Kuyper

Sebagai teolog Reformed dan negarawan, Kuyper menekankan bahwa keadilan Allah berlaku di semua area kehidupan, termasuk sosial-politik. Allah membalas bukan hanya kejahatan pribadi, tetapi juga sistemik.

3. John Piper

Piper mengajarkan bahwa murka Allah justru menyoroti betapa berharganya kasih karunia-Nya. Jika kita tidak memahami murka Allah, kita tidak akan menghargai pengorbanan Kristus.

Kesimpulan

Nahum 1:2 adalah deklarasi agung bahwa Allah tidak netral terhadap kejahatan. Ia adalah Allah yang cemburu, pembalas, dan adil. Dalam terang teologi Reformed, ayat ini menegaskan kesempurnaan atribut Allah—kekudusan, keadilan, dan kasih—yang bekerja bersama dalam sejarah.

Bagi orang percaya, ini adalah penghiburan bahwa kejahatan tidak akan bertahan selamanya. Bagi yang belum bertobat, ini adalah peringatan untuk segera mencari perlindungan di dalam Kristus, satu-satunya tempat di mana murka Allah telah ditanggung sepenuhnya.

Next Post Previous Post