Arti Allah adalah Roh

Pendahuluan
Ketika Yesus berkata dalam Yohanes 4:24, "Allah adalah Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran," pernyataan ini bukan hanya sebuah deklarasi singkat, melainkan mengandung bobot teologis yang sangat dalam. Ayat ini menjadi dasar bagi banyak diskusi dalam teologi Kristen, khususnya dalam tradisi Reformed.
Apa makna bahwa Allah adalah Roh? Bagaimana konsep ini memengaruhi cara kita memahami keberadaan Allah dan relasi kita dengan-Nya? Artikel ini akan menggali makna pernyataan tersebut dalam terang teologi Reformed, dengan merujuk pada beberapa pemikir utama seperti John Calvin, Louis Berkhof, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul.
1. Allah adalah Roh: Penjelasan Dasar
Frasa “Allah adalah Roh” (Yunani: Theos pneuma estin) mengandung pernyataan ontologis yang mendalam. Artinya, ini menjelaskan hakikat atau esensi Allah — bahwa Ia bukan bersifat materi, bukan jasmani, dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini, Allah berbeda secara esensial dari ciptaan-Nya.
Menurut Louis Berkhof, dalam bukunya Systematic Theology, “pengakuan bahwa Allah adalah Roh menyiratkan bahwa Ia tidak memiliki bentuk material atau tubuh.” Ini berarti Allah tidak terdiri dari unsur-unsur fisik yang dapat diukur atau dilihat, namun keberadaan-Nya sepenuhnya bersifat spiritual.
2. Perspektif John Calvin: Roh yang Mahakuasa
John Calvin, tokoh Reformator besar dari Jenewa, sangat menekankan ketidakberwujudan Allah. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menuliskan bahwa manusia cenderung menciptakan gambaran Allah berdasarkan bentuk manusia, suatu bentuk penyembahan berhala yang terselubung. Namun, karena Allah adalah Roh, maka Ia tidak dapat direduksi ke dalam bentuk visual atau representasi fisik apa pun.
Bagi Calvin, penyataan bahwa Allah adalah Roh juga terkait erat dengan transendensi dan kekudusan-Nya. Allah yang roh adalah Allah yang tak terjangkau oleh indra manusia, namun bisa dikenal melalui pewahyuan, baik umum (alam) maupun khusus (Firman).
3. Herman Bavinck: Roh sebagai Esensi Ilahi
Herman Bavinck, seorang teolog Reformed dari Belanda, menjelaskan dalam karya monumentalnya Reformed Dogmatics, bahwa keberadaan Allah sebagai Roh mencerminkan bahwa Allah itu hidup, pribadi, dan aktif. Ini membedakan-Nya dari kekuatan impersonal atau dewa-dewa pagan.
Bavinck menyebut bahwa “Allah sebagai Roh adalah dasar dari aktivitas-Nya, dari pengetahuan, kehendak, dan kuasa.” Dengan kata lain, ke-Roh-an Allah menunjukkan bahwa Ia bukan entitas statis, melainkan pribadi hidup yang berinteraksi dengan ciptaan-Nya secara dinamis.
Ia juga menekankan bahwa karena Allah adalah Roh, maka relasi antara Allah dan manusia adalah relasi spiritual, bukan semata-mata ritualistik atau jasmaniah.
4. R.C. Sproul: Allah yang Tak Terbatas
R.C. Sproul, dalam banyak pengajarannya, termasuk melalui Ligonier Ministries, menekankan bahwa ke-Roh-an Allah menjadikan-Nya tidak terbatas secara fisik maupun lokal. Ini berarti Allah hadir di mana-mana (omnipresent) dan tidak bisa dibatasi dalam bangunan atau ruang tertentu.
Sproul menjelaskan bahwa ketika Yesus berkata "Allah adalah Roh", Ia sedang menentang pemikiran populer bahwa penyembahan Allah terikat pada lokasi fisik tertentu, seperti di gunung atau di Yerusalem. Yesus ingin menekankan bahwa penyembahan yang sejati adalah dalam roh dan kebenaran, yang berarti penyembahan yang berasal dari hati dan sesuai dengan firman Allah.
5. Konsekuensi Theologis: Implikasi Kepercayaan Allah adalah Roh
a. Allah Tidak Terbatas
Sebagai Roh, Allah tidak terbatas oleh ruang, waktu, atau materi. Ia tidak hadir secara jasmani, tetapi secara rohani Ia hadir di mana-mana. Ini menjadi dasar bagi doktrin kemahahadiran Allah (omnipresence).
b. Penyembahan Harus Bersifat Rohani
Karena Allah adalah Roh, maka penyembahan kepada-Nya pun tidak bisa hanya ritualistik atau lahiriah, tapi harus melibatkan hati, pikiran, dan jiwa yang diarahkan kepada Allah. Seperti disampaikan oleh Yesus, penyembahan harus dalam “roh dan kebenaran.”
c. Allah Tidak Bisa Digambarkan
Dalam hukum kedua Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:4), umat Allah dilarang membuat patung atau gambar rupa Allah. Ini masuk akal karena Allah adalah Roh — Ia tidak bisa direpresentasikan oleh apa pun dalam dunia material.
d. Allah Bersifat Pribadi
Meskipun Allah adalah Roh dan tidak terlihat, Ia tetap memiliki kepribadian. Ia berkehendak, berbicara, mengasihi, dan bahkan marah. Ini menekankan bahwa keberadaan Allah bukan kekuatan kosmis yang impersonal, tapi pribadi yang dapat dikenal dan menjalin hubungan dengan manusia.
6. Korelasi dengan Trinitas
Allah sebagai Roh juga tidak bisa dilepaskan dari pengajaran tentang Trinitas. Dalam teologi Reformed, Allah adalah satu esensi dalam tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Pernyataan bahwa “Allah adalah Roh” menyiratkan bahwa keesaan esensial Allah bersifat spiritual dan tidak dibagi-bagi secara fisik.
Namun, ini tidak berarti bahwa hanya Roh Kudus yang “roh.” Bapa dan Anak juga adalah Roh, karena mereka berbagi esensi ilahi yang sama. Dengan demikian, seluruh keberadaan Allah dalam Trinitas adalah keberadaan spiritual yang sempurna.
7. Perbandingan dengan Ajaran Non-Reformed
Beberapa kelompok teologi, terutama yang memiliki kecenderungan antropomorfis atau mistik, cenderung menggambarkan Allah dalam bentuk fisik atau menyeret Allah ke dalam ruang dan waktu secara harfiah. Ini bertentangan dengan ajaran Reformed yang menekankan transendensi dan ke-Roh-an Allah.
Sebagai contoh, beberapa aliran menyebut Allah memiliki tubuh jasmani seperti manusia (seperti dalam ajaran Mormon). Teologi Reformed dengan tegas menolak hal ini, karena bertentangan dengan ajaran Alkitab dan sifat esensial Allah.
8. Pengaruh terhadap Etika dan Ibadah
Keyakinan bahwa Allah adalah Roh memengaruhi cara orang Reformed memandang kehidupan Kristen secara keseluruhan. Etika Kristen bukan sekadar kepatuhan lahiriah, melainkan perubahan hati yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Begitu pula ibadah bukan sekadar rutinitas, tapi interaksi spiritual yang dalam dengan Allah yang hidup.
Dalam pengakuan iman Westminster (Westminster Confession of Faith), ditegaskan bahwa Allah adalah “tanpa tubuh, bagian, atau hasrat.” Artinya, Allah bukan makhluk materi dan tidak bergantung pada hal-hal fisik. Ini mendasari banyak prinsip ibadah Reformed yang bersih dari elemen-elemen sensasional atau teatrikal, dan lebih menekankan pemberitaan firman dan sakramen yang benar.
9. Allah adalah Roh dan Inkarnasi Kristus
Pertanyaan yang sering muncul adalah: Jika Allah adalah Roh, bagaimana dengan Yesus Kristus yang menjadi manusia? Dalam teologi Reformed, ini dijawab melalui doktrin inkarnasi — bahwa Anak Allah, yang secara esensial adalah Roh dan satu dengan Bapa, mengambil rupa manusia tanpa kehilangan keilahiannya.
Dalam Filipi 2:6-7 dikatakan bahwa Kristus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya, dan mengambil rupa seorang hamba. Artinya, Yesus adalah pengecualian ilahi: Allah yang roh menjadi daging tanpa mengubah sifat ke-Roh-an-Nya yang esensial.
10. Kesimpulan: Menyembah dalam Roh dan Kebenaran
Konsep bahwa “Allah adalah Roh” bukan hanya pernyataan teologis, melainkan fondasi dari seluruh relasi manusia dengan Allah. Dalam tradisi Reformed, ini menjadi dasar dari ibadah, pengajaran, penginjilan, dan kehidupan spiritual sehari-hari.
Sebagaimana dikatakan oleh Louis Berkhof, “Penyataan bahwa Allah adalah Roh adalah pengakuan bahwa Allah itu tidak kelihatan, tidak terbatas, dan sempurna.” Karena itu, respons satu-satunya yang layak adalah penyembahan yang sejati, yang bersumber dari hati yang diperbarui oleh Roh Kudus, dan dibimbing oleh kebenaran Firman Tuhan.