Kejahatan, Penderitaan, dan Rencana Allah

Pendahuluan: Pertanyaan Abadi tentang Kejahatan dan Penderitaan
Mengapa dunia ini penuh dengan kejahatan, penderitaan, dan ketidakadilan, jika Allah itu Mahakuasa dan penuh kasih?
Ini adalah pertanyaan yang telah menggugah dan mengguncang hati manusia selama ribuan tahun. Dalam filsafat dan teologi, pertanyaan ini disebut sebagai masalah kejahatan (problem of evil), dan dianggap sebagai salah satu tantangan utama terhadap keberadaan dan karakter Allah.
Banyak orang Kristen—termasuk mereka yang percaya pada kedaulatan Allah—bergumul dengan hal ini. Namun, teologi Reformed menawarkan kerangka yang mendalam dan kokoh untuk memahami bagaimana kejahatan dan penderitaan tetap berada dalam lingkup rencana ilahi Allah, tanpa meniadakan kebaikan, keadilan, dan kasih-Nya.
Artikel ini akan mengupas jawaban atas pertanyaan tersebut berdasarkan pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, R.C. Sproul, dan Tim Keller, dengan landasan kuat pada Alkitab.
1. Allah Itu Berdaulat atas Segala Sesuatu
Doktrin yang menjadi pilar utama dalam teologi Reformed adalah kedaulatan Allah. Ini berarti bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di luar pengetahuan dan kehendak Allah—termasuk kejahatan dan penderitaan.
Efesus 1:11 (TB)
“Di dalam Dia kami mendapat bagian yang dijanjikan, karena kami dipilih sebelumnya sesuai dengan rencana Allah yang mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendak-Nya.”
John Calvin dalam Institutes menegaskan:
“Tidak ada peristiwa sekecil apa pun yang terjadi secara acak. Semua tunduk pada kehendak rahasia Allah.”
Tentu ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah Allah menciptakan kejahatan? Tidak. Tapi kejahatan tidak pernah lepas dari kendali dan rencana-Nya.
2. Allah Tidak Menciptakan Kejahatan, Tapi Mengizinkannya untuk Tujuan Kekal
Teologi Reformed membedakan antara kehendak preskriptif (apa yang Allah perintahkan) dan kehendak dekretif (apa yang Allah tetapkan terjadi). Meskipun Allah tidak menyukai dosa, Ia mengizinkan kehadirannya dalam sejarah untuk tujuan-Nya yang lebih besar.
Herman Bavinck menjelaskan:
“Allah bukan pencipta dosa, tapi dalam hikmat-Nya, Ia menetapkan bahwa dosa akan diizinkan demi maksud yang baik.”
Kejadian 50:20
“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan...”
Kata-kata Yusuf kepada saudara-saudaranya ini menegaskan bahwa bahkan perbuatan jahat bisa menjadi bagian dari rencana penebusan Allah.
3. Penderitaan Ada, Tapi Tidak Sia-Sia
Dalam Alkitab, penderitaan bukan bukti bahwa Allah tidak peduli, melainkan alat Allah untuk memurnikan, membentuk, dan menyelamatkan umat-Nya.
Roma 8:28
“Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia...”
R.C. Sproul menulis:
“Dalam ekonomi Allah, tidak ada penderitaan yang sia-sia. Setiap tetes air mata memiliki tempat dalam rencana-Nya.”
4. Salib Kristus: Kejahatan Tertinggi, Rencana Terbesar
Tidak ada kejahatan yang lebih besar daripada penyaliban Yesus Kristus, Anak Allah yang tidak berdosa. Namun, justru dari peristiwa itu, Allah membawa keselamatan bagi dunia.
Kisah Para Rasul 2:23
“Dia yang diserahkan menurut maksud dan rencana Allah, kamu salibkan dan bunuh oleh tangan orang-orang fasik.”
Di salib, keadilan dan kasih Allah bertemu. Ini adalah bukti tertinggi bahwa Allah dapat memakai kejahatan untuk membawa kebaikan yang kekal.
Louis Berkhof menyebut salib sebagai:
“Demonstrasi tertinggi dari hikmat Allah dalam menggunakan kejahatan untuk tujuan keselamatan.”
5. Allah Menggunakan Penderitaan untuk Memurnikan Umat-Nya
Penderitaan bukan hanya realitas, tetapi juga alat anugerah. Melalui penderitaan, Allah:
-
Membentuk karakter (Roma 5:3-5)
-
Membawa kita pada pertobatan (Mazmur 119:67)
-
Menjadikan kita serupa Kristus (2 Korintus 4:17)
John Calvin mengatakan:
“Penderitaan adalah sekolah tempat Allah melatih umat pilihan-Nya.”
6. Allah Tidak Menjawab Semua “Mengapa”, Tapi Memberikan Pribadi-Nya
Kita tidak akan selalu tahu mengapa hal buruk terjadi. Tapi kita tahu kepada siapa kita bisa percaya.
Ayub 38-42
Allah tidak memberikan penjelasan filosofis kepada Ayub. Sebaliknya, Ia menunjukkan keagungan dan kedaulatan-Nya, dan Ayub akhirnya berseru:
“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu...” (Ayub 42:2)
Tim Keller menyatakan:
“Allah tidak selalu menjawab pertanyaan kita dengan kata-kata, tetapi dengan salib dan kehadiran-Nya.”
7. Pengharapan Eskatologis: Akan Ada Akhir dari Kejahatan
Iman Kristen tidak hanya menatap masa kini, tetapi juga ke depan. Alkitab menjanjikan bahwa suatu hari, kejahatan akan dihapuskan, dan penderitaan akan berakhir.
Wahyu 21:4
“Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka...”
Teologi Reformed menekankan harapan kekal ini sebagai bagian tak terpisahkan dari Injil. Kita menanti dunia baru, di mana keadilan Allah ditegakkan secara sempurna.
Herman Bavinck:
“Penderitaan dunia ini adalah rasa sakit kelahiran dari ciptaan baru yang akan datang.”
8. Kedaulatan Allah Tidak Menghapus Tanggung Jawab Manusia
Salah satu pertanyaan umum adalah: Jika Allah menetapkan segala sesuatu, apakah manusia tetap bertanggung jawab atas kejahatannya?
Jawaban Reformed: Ya.
Kisah Para Rasul 4:27-28
Orang-orang yang menyalibkan Yesus melakukan apa yang Allah tetapkan, tetapi mereka tetap bertanggung jawab secara moral.
Michael Horton menyebut ini sebagai “misteri keharmonisan antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia.”
9. Bagaimana Kita Merespons Penderitaan dalam Hidup Nyata?
a. Menangis dengan yang Menangis
Kita tidak dipanggil untuk memberi jawaban logis kepada orang yang menderita, melainkan hadir dan mengasihi.
b. Membawa Penderitaan kepada Tuhan dalam Doa
Mazmur penuh dengan keluhan, tangisan, dan seruan kepada Allah. Kita diundang untuk membawa seluruh luka kita kepada-Nya.
c. Percaya kepada Allah, Bukan pada Pemahaman Sendiri
Amsal 3:5
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”
10. Kesimpulan: Allah Itu Baik, Bahkan Ketika Dunia Tidak
Dunia ini rusak karena dosa, tetapi Allah tidak pernah gagal memegang kendali. Kejahatan dan penderitaan adalah realitas sementara dalam narasi penebusan Allah yang kekal.
Di tengah kejahatan:
-
Allah tetap berdaulat.
-
Kristus tetap Raja.
-
Roh Kudus tetap menghibur.
-
Injil tetap berlaku.
Kita bisa berkata bersama Yusuf:
“Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan.”
Tindakan Lanjut
-
Renungkan: Roma 8, Kejadian 50, Ayub 38-42.
-
Berdoa: Minta penghiburan dan iman untuk percaya kepada Allah dalam penderitaan.
-
Bagikan: Kebenaran ini kepada mereka yang sedang bergumul, bukan dengan dogma, tapi dengan kasih.
-
Percaya: Bahwa semua luka hari ini akan ditebus dalam kekekalan oleh kasih dan kuasa Allah.