Bukanlah Kehendak-Ku, Melainkan Kehendak-Mu: Lukas 22:42

Bukanlah Kehendak-Ku, Melainkan Kehendak-Mu: Lukas 22:42

Pendahuluan: Doa di Taman Getsemani dan Puncak Ketaatan Kristus

Lukas 22:42 mencatat salah satu momen paling mendalam dan menggugah dalam kehidupan Yesus: doa-Nya di Taman Getsemani. Ayat ini sering menjadi titik sorotan dalam pembahasan mengenai kehendak Allah, penderitaan Kristus, dan ketaatan sempurna. Dalam tradisi teologi Reformed, ayat ini tidak hanya memperlihatkan penderitaan fisik Yesus menjelang penyaliban, tetapi juga pertarungan batin yang terdalam saat Ia sepenuhnya tunduk kepada kehendak Bapa.

1. Konteks Historis dan Naratif

a. Lokasi: Taman Getsemani

Taman Getsemani terletak di kaki Bukit Zaitun. Dalam narasi Injil Lukas, Yesus telah memimpin Perjamuan Kudus (Luk. 22:19–20), menubuatkan pengkhianatan Yudas, dan kini bersiap menghadapi penderitaan salib.

b. Cawan sebagai Simbol Murka Allah

Ungkapan “ambillah cawan ini dari-Ku” adalah simbol metaforis yang sering digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menggambarkan murka Allah (lihat Yesaya 51:17; Yeremia 25:15). Dalam teologi Reformed, “cawan” ini mewakili murka Allah atas dosa manusia, yang akan ditanggung oleh Kristus sebagai pengganti umat pilihan.

2. Eksposisi Frasa demi Frasa dalam Perspektif Reformed

a. “Bapa...”

Yesus memulai doa-Nya dengan menyebut “Bapa”, menunjukkan keintiman dan kedekatan relasional-Nya dengan Allah. Teologi Reformed menekankan bahwa ini adalah permohonan dari Sang Anak kepada Sang Bapa dalam kesatuan hakikat, namun dengan peran yang berbeda dalam Tritunggal.

John Calvin menulis dalam Commentaries on the Gospels:

“Kristus tidak berdoa karena ragu atau bingung, tetapi dengan rela menempatkan diri-Nya di bawah kehendak Bapa, bahkan dalam penderitaan.”

b. “...jika Engkau mau...”

Bagian ini menunjukkan pengakuan Yesus terhadap otoritas kehendak Allah. Dalam teologi Reformed, ini mencerminkan kedaulatan Allah atas segala sesuatu, termasuk penderitaan Kristus (Efesus 1:11).

R.C. Sproul menyatakan:

“Tidak ada rencana cadangan. Ini adalah rencana dari awal. Salib bukanlah kecelakaan; itu adalah rencana kekal Allah untuk penebusan.”

c. “...ambillah cawan ini dari-Ku.”

Permohonan ini menunjukkan realitas penderitaan yang akan dihadapi Kristus. Ini bukan ekspresi kelemahan, tetapi kejujuran akan rasa takut akan murka Allah.
Menurut Jonathan Edwards dalam khotbah Christ’s Agony, penderitaan Kristus di Getsemani jauh lebih besar daripada penderitaan fisik — ini adalah penderitaan rohani karena melihat secara langsung murka Allah.

Edwards menulis:

“Ia melihat dari dekat tungku murka itu, yang akan Ia masuki; Ia berdiri dan menyaksikan nyala apinya yang berkobar dan panasnya yang menyala.”

d. “Namun bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang jadi.”

Ini adalah inti dari doa tersebut – penyerahan total pada kehendak Allah. Dalam teologi Reformed, ini mencerminkan ketaatan aktif Kristus, yaitu kehidupan ketaatan-Nya kepada hukum Allah yang diperhitungkan bagi kita yang percaya (lihat Roma 5:19).

3. Pandangan Para Teolog Reformed

a. John Calvin

Calvin melihat ayat ini sebagai bukti bahwa Yesus adalah benar-benar Allah dan benar-benar manusia (vera homo). Menurutnya:

“Dengan menundukkan diri kepada Bapa, Kristus menetapkan pola ketaatan dan kerendahan hati bagi semua orang percaya.”

b. Herman Bavinck

Dalam Reformed Dogmatics, Bavinck menegaskan bahwa Getsemani bukan sekadar kehendak takdir, melainkan penundukan Kristus yang sadar sepenuhnya pada kehendak Allah. Ini mencerminkan harmoni sempurna dalam Trinitas.

c. Louis Berkhof

Dalam Systematic Theology, Berkhof menekankan bahwa Getsemani adalah awal dari penderitaan besar (passio magna), yang berujung pada kematian Kristus sebagai korban pendamaian (propitiation). Doa-Nya menunjukkan peran imam besar yang mempersembahkan diri-Nya sendiri.

d. Martyn Lloyd-Jones

Ia menyatakan:

“Pertempuran di Getsemani adalah tempat di mana kemenangan salib benar-benar dimulai. Kemenangan itu dimeteraikan dalam doa, dalam kesendirian, dalam penyerahan.”

4. Implikasi Teologis dari Lukas 22:42

a. Kristus sebagai Adam Kedua

Dalam 1 Korintus 15:45, Paulus menyebut Kristus sebagai “Adam yang terakhir.” Adam di taman Eden memilih kehendaknya sendiri, tetapi Kristus di Getsemani berkata, “kehendak-Mu yang jadi.” Ini adalah kontras yang menunjukkan ketaatan sempurna yang mengatasi ketidaktaatan manusia pertama.

b. Ketaatan Kristus adalah Kebenaran Kita

Teologi Reformed menekankan bahwa kita tidak hanya diselamatkan oleh kematian Kristus, tetapi juga oleh kehidupan-Nya yang benar. Ketaatan Kristus kepada kehendak Bapa diperhitungkan sebagai kebenaran kita (2 Korintus 5:21).

c. Doa sebagai Penundukan Diri

Yesus mengajarkan bahwa doa bukan untuk mengubah kehendak Allah, melainkan untuk menyelaraskan hati kita kepada kehendak-Nya. Ini adalah dasar pendekatan Reformed terhadap doa: sebagai sarana anugerah, bukan sekadar permintaan.

5. Aplikasi Pribadi dan Gerejawi

a. Keteladanan dalam Menghadapi Penderitaan

Yesus jujur tentang penderitaan yang akan dihadapi-Nya, namun membawa semuanya dalam doa. Kita pun dipanggil untuk terbuka di hadapan Allah, sambil tetap tunduk pada kehendak-Nya.

b. Penghiburan dalam Kedaulatan Allah

Doa Yesus menunjukkan bahwa dalam penderitaan pun, kita bisa mempercayai kehendak Allah yang berdaulat. Doa: “Jika Engkau mau... tetapi jadilah kehendak-Mu,” menjadi teladan iman di tengah pergumulan.

c. Bagi Pelayan Tuhan

Pelayan Tuhan sering menghadapi tekanan dan penderitaan dalam pelayanan. Ayat ini menguatkan bahwa kemenangan sejati bukan terjadi di atas mimbar atau dalam keberhasilan pelayanan, tetapi dalam penyerahan total kepada Allah, seperti Kristus di Getsemani.

Kesimpulan

Lukas 22:42 bukan hanya catatan historis tentang penderitaan Yesus. Dalam terang teologi Reformed, ini adalah pusat dari teologi salib, kehendak Allah, dan ketaatan yang menyelamatkan. Kristus dalam kemanusiaan-Nya menunjukkan ketaatan yang mutlak kepada Bapa demi keselamatan umat-Nya.

Ketika Yesus berkata, “Namun bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang jadi,” Ia menunjukkan kasih yang sempurna, ketaatan yang sempurna, dan penggenapan rencana Allah yang kekal.

Next Post Previous Post