Doktrin Hukum dan Anugerah yang Diuraikan (The Doctrine of Law and Grace Unfolded)

Pendahuluan: Ketegangan antara Hukum dan Anugerah
Salah satu doktrin paling penting dan sekaligus paling sering disalahpahami dalam kehidupan Kristen adalah hubungan antara hukum Allah (law) dan anugerah Allah (grace). Banyak orang melihat keduanya sebagai dua hal yang bertentangan, seolah-olah Perjanjian Lama adalah tentang hukum, dan Perjanjian Baru adalah tentang kasih karunia. Namun, dalam terang teologi Reformed, hukum dan anugerah bukanlah dua jalan keselamatan yang berbeda, melainkan dua aspek dari satu rencana penebusan yang utuh dalam Kristus.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk menguraikan doktrin hukum dan anugerah secara ekspositoris dan sistematis berdasarkan ayat-ayat Alkitab, serta menampilkan pandangan dari para teolog Reformed seperti John Calvin, R.C. Sproul, Louis Berkhof, Thomas Watson, dan Sinclair Ferguson.
I. Pengertian Hukum dan Anugerah Menurut Alkitab
A. Hukum Allah: Penyataan Kekudusan dan Standar Moral-Nya
Dalam Perjanjian Lama, hukum Taurat diberikan kepada Israel sebagai penyataan kehendak Allah. Dalam Keluaran 20 dan Ulangan 5, Sepuluh Perintah Allah menjadi inti dari hukum moral. Hukum ini menyatakan:
-
Karakter Allah yang kudus (Imamat 19:2)
-
Standar kebenaran (Mazmur 19:8)
-
Dosa manusia (R0ma 3:20)
John Calvin dalam Institutes menyebut hukum sebagai “cermin yang memperlihatkan kecemaran kita dan menunjukkan kebutuhan kita akan Kristus.”
B. Anugerah Allah: Pemberian Keselamatan bagi yang Tidak Layak
Anugerah (grace) adalah kasih Allah yang diberikan kepada manusia berdosa yang tidak layak menerimanya. Dalam Perjanjian Baru, anugerah paling nyata terlihat dalam pengorbanan Kristus di kayu salib (Ef. 2:8–9; Tit. 2:11).
R.C. Sproul menjelaskan bahwa anugerah adalah sola gratia—satu dari lima prinsip utama Reformasi yang menyatakan bahwa keselamatan hanya terjadi oleh anugerah Allah, bukan hasil usaha manusia.
II. Fungsi Hukum Menurut Teologi Reformed
Dalam kerangka Reformed, hukum memiliki tiga fungsi utama (dikenal sebagai usus triplex legis):
1. Fungsi Sipil (Pedagogis)
Hukum menahan kejahatan dalam masyarakat. Meski tidak menyelamatkan, hukum menjadi sarana untuk menjaga ketertiban umum.
2. Fungsi Cermin (Penghukum)
Hukum menunjukkan dosa dan ketidakmampuan manusia untuk mencapai standar Allah. Inilah yang dijelaskan dalam Roma 3:20:
“Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.”
3. Fungsi Pedoman Hidup Baru (Normatif)
Bagi orang percaya, hukum adalah penuntun hidup kudus. Seperti dikatakan oleh Thomas Watson, “Hukum Taurat yang dulu menakutkan kita, kini menjadi sahabat yang menunjukkan jalan kekudusan.”
III. Hukum dan Anugerah dalam Eksposisi Roma dan Galatia
A. Roma 6:14 – “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.”
Ayat ini sering disalahartikan sebagai pembatalan hukum. Namun John Murray menafsirkan bahwa maksud Paulus bukanlah bahwa hukum tidak berguna, melainkan bahwa kita tidak lagi hidup di bawah sistem upah-hukuman. Sebaliknya, kita hidup di bawah kasih karunia yang menyelamatkan dan memampukan.
B. Galatia 3:24 – “Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman.”
Dalam konteks ini, hukum berfungsi sebagai “penuntun” (paidagogos), yaitu seorang pendidik yang membawa anak kepada guru sejati. Kristus adalah guru dan Juruselamat itu. Maka hukum tidak ditolak, melainkan digenapi dalam Kristus.
Martin Luther, meskipun bukan tokoh Reformed, memberikan kontribusi penting dalam memahami ayat ini, dan teolog Reformed seperti Philip Ryken dan Michael Horton meneruskan garis pemikiran ini dengan menegaskan bahwa hukum mengantar manusia kepada Injil.
IV. Perjanjian Lama dan Baru: Kesatuan Hukum dan Anugerah
Teologi Reformed menolak pemisahan tajam antara Allah Perjanjian Lama dan Allah Perjanjian Baru. Allah yang memberikan hukum di Sinai adalah Allah yang penuh kasih karunia.
A. Kesatuan dalam Perjanjian Anugerah (Covenant of Grace)
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menekankan bahwa sejak Kejadian 3:15, Allah sudah memperkenalkan Injil dalam bentuk “proto-evangelium”. Janji keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular adalah dasar dari seluruh anugerah yang diuraikan sepanjang Alkitab.
B. Hukum dalam Konteks Anugerah
Mazmur 119 adalah contoh bagaimana hukum tidak dilihat sebagai beban, tetapi sebagai kesukaan. Pemazmur menyebut hukum Allah sebagai “pelita bagi kaki” (Mzm. 119:105). Dalam terang anugerah, orang percaya memandang hukum bukan dengan ketakutan legalistik, melainkan sebagai jalan kehidupan.
V. Hukum dalam Kehidupan Orang Percaya
A. Ketaatan Bukan Sebagai Syarat Keselamatan, Tapi Buahnya
Efesus 2:8–10 memberi keseimbangan antara anugerah dan perbuatan:
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman... Itu bukan hasil usahamu... Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik...”
Sinclair Ferguson menulis bahwa hidup dalam kebenaran adalah implikasi logis dan spiritual dari dibenarkan oleh anugerah.
B. Hukum sebagai Ekspresi Kasih kepada Allah dan Sesama
Yesus menyimpulkan seluruh hukum dalam dua perintah utama (Mat. 22:37–40): mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Kasih inilah yang memampukan kita menaati hukum Allah bukan karena kewajiban, tetapi karena relasi.
VI. Anugerah yang Mengubah Hati
A. Regenerasi oleh Roh Kudus
Yeremia 31:33 dan Yehezkiel 36:26–27 menunjukkan bahwa Allah akan memberikan hati yang baru dan menaruh hukum-Nya di dalam hati umat-Nya. Inilah karya anugerah Allah dalam regenerasi, yang dalam istilah Reformed disebut sebagai effectual calling.
B. Ketaatan yang Digerakkan oleh Anugerah
John Owen mengatakan bahwa anugerah Allah bukan hanya pengampunan, tetapi juga kekuatan untuk taat. Roh Kudus memampukan orang percaya untuk berkata “tidak” kepada dosa dan “ya” kepada kebenaran (Titus 2:11–12).
VII. Kesalahan Pandangan tentang Hukum dan Anugerah
A. Antinomianisme (Tanpa Hukum)
Ini adalah pandangan yang mengatakan bahwa hukum tidak berlaku bagi orang percaya. Namun Paulus sangat jelas melawan pandangan ini dalam Roma 6:1:
“Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?”
Jawabannya: “Sekali-kali tidak!”
B. Legalisme (Keselamatan oleh Hukum)
Sebaliknya, legalisme berusaha memperoleh keselamatan melalui perbuatan. Ini juga ditolak keras oleh Injil. Keselamatan adalah oleh iman, bukan perbuatan hukum (Gal. 2:16).
VIII. Hukum dan Anugerah dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam hidup sehari-hari, keseimbangan antara hukum dan anugerah menolong orang percaya:
-
Dalam penginjilan: Kita memberitakan bahwa dosa adalah pelanggaran hukum Allah, tetapi juga menunjukkan kasih karunia Allah yang tersedia dalam Kristus.
-
Dalam disiplin rohani: Kita tidak taat supaya diselamatkan, tetapi karena kita telah diselamatkan.
-
Dalam komunitas gereja: Hukum Allah menjadi dasar untuk hidup bersama yang kudus dan tertib.
Kesimpulan: Hukum dan Anugerah Bersatu dalam Kristus
Doktrin hukum dan anugerah tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi dalam rencana penebusan Allah. Hukum menunjukkan dosa dan kebutuhan akan keselamatan. Anugerah menyediakan keselamatan dalam Kristus, dan memampukan umat Allah untuk hidup sesuai dengan hukum-Nya.
John Calvin berkata:
“Kristus tidak datang untuk menghancurkan hukum, tetapi untuk menggenapinya. Ia menggenapinya bagi kita, dan mengerjakan ketaatan dalam diri kita.”