Kamis Putih: Perjamuan Terakhir dan Perintah Baru – Lukas 22:19-20

Kamis Putih: Perjamuan Terakhir dan Perintah Baru – Lukas 22:19-20

Pendahuluan

Kamis Putih (Maundy Thursday) adalah momen penting dalam kalender liturgi Kristen, yang memperingati Perjamuan Terakhir antara Yesus dan para murid sebelum penyaliban-Nya. Pada malam ini, Yesus tidak hanya membasuh kaki para murid sebagai lambang kerendahan hati dan pelayanan, tetapi juga menginstitusikan Perjamuan Kudus, dan memberi mereka perintah baru untuk saling mengasihi.

Pusat refleksi Kamis Putih dalam Injil Lukas dapat ditemukan dalam Lukas 22:19-20, yang menyatakan:

Lukas 22:19-20 (AYT):
“Kemudian, Yesus mengambil roti dan mengucap syukur, Dia memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada mereka sambil berkata, 'Roti ini adalah tubuh-Ku yang diberikan kepadamu; lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku.'
Demikian juga, setelah makan, Yesus mengambil cawan anggur dan berkata, 'Cawan yang dituangkan bagimu ini adalah perjanjian baru dalam darah-Ku.'

Ayat ini menjadi dasar teologis penting bagi pengajaran sakramen Ekaristi (Perjamuan Kudus) dalam tradisi Reformed. Artikel ini akan membahas eksposisi ayat tersebut, menjelajahi latar belakang teologis, makna sakramental, serta implikasi etis berdasarkan pandangan teolog-teolog Reformed.

1. Konteks Perikop dan Liturgi Kamis Putih

Lukas 22 mencatat saat-saat menjelang penderitaan Yesus. Dalam ayat 14-23, Yesus mengadakan makan malam Paskah bersama murid-murid-Nya. Namun, Ia mengubah makna dari makan malam Paskah tradisional Yahudi menjadi lambang dari pengorbanan diri-Nya sebagai Anak Domba Allah.

Latar Belakang Paskah Yahudi

Paskah Yahudi memperingati keluaran bangsa Israel dari Mesir (Keluaran 12). Dalam konteks itu, darah anak domba pada ambang pintu menyelamatkan keluarga Israel dari malaikat maut. Yesus kini menyatakan bahwa Diri-Nya adalah Anak Domba Paskah yang sesungguhnya (1 Korintus 5:7).

2. “Roti ini adalah tubuh-Ku…” – Simbolisme atau Kehadiran Nyata?

Perdebatan mengenai makna kata-kata Yesus telah berlangsung sejak gereja mula-mula. Dalam teologi Reformed, perkataan ini dipahami sebagai simbolisme sakramental yang kuat, bukan transubstansiasi secara literal seperti yang diajarkan dalam Katolik Roma.

John Calvin: Kehadiran Kristus secara rohani

Calvin menolak konsep transubstansiasi, namun juga tidak melihat Perjamuan Kudus hanya sebagai simbol kosong. Dalam Institutes of the Christian Religion, ia menulis:

“Yesus benar-benar memberi kita tubuh dan darah-Nya, namun bukan secara jasmani, melainkan secara rohani melalui iman.”

Calvin melihat bahwa roti dan anggur adalah sarana anugerah yang memperkuat iman melalui partisipasi rohani dalam tubuh dan darah Kristus.

3. “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku” – Sakramen sebagai Memori yang Hidup

Perintah untuk melakukan Perjamuan Kudus sebagai “peringatan” bukan sekadar mengingat sejarah, tetapi menghadirkan kembali realitas Injil dalam kehidupan jemaat.

R.C. Sproul: Mengingat sebagai tindakan iman

Sproul menjelaskan bahwa dalam bahasa Alkitab, “mengingat” (anamnesis) bukan sekadar mengingat secara mental, tetapi suatu tindakan ibadah, yaitu menghadirkan karya penebusan Kristus dalam hati dan komunitas umat.

“Ketika kita mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus, kita bukan hanya melihat ke masa lalu, tetapi juga merasakan kehadiran Kristus saat ini dan menantikan kedatangan-Nya kembali.”

4. “Cawan... adalah perjanjian baru dalam darah-Ku” – Teologi Perjanjian

Frasa “perjanjian baru dalam darah-Ku” menggemakan nubuat Yeremia 31:31-34 tentang perjanjian baru yang ditulis dalam hati umat. Yesus menyatakan bahwa melalui kematian-Nya, perjanjian ini digenapi.

Herman Bavinck: Kristus sebagai Penggenapan Perjanjian

Bavinck menyatakan bahwa dalam Perjamuan Kudus, gereja berpartisipasi dalam perjanjian anugerah. Cawan bukan sekadar minuman, tetapi lambang darah Kristus yang memeteraikan relasi baru antara Allah dan manusia.

“Perjanjian baru bukan hanya pengulangan dari perjanjian lama, tetapi pemenuhannya yang lebih dalam dan rohani melalui darah Kristus.”

5. Makna Perjamuan Kudus dalam Tradisi Reformed

Dalam pengakuan iman Reformed seperti Heidelberg Catechism dan Westminster Confession of Faith, Perjamuan Kudus memiliki tiga aspek utama:

  • Memorial: mengingat kematian Kristus

  • Partisipatif: persekutuan rohani dengan Kristus

  • Eskatologis: menantikan perjamuan Anak Domba di akhir zaman

Katekismus Heidelberg (Pertanyaan 75-77)

Mengajarkan bahwa melalui Perjamuan Kudus, kita:

“…diteguhkan dalam iman bahwa pengampunan dosa dan hidup kekal adalah milik kita karena pengorbanan Kristus di kayu salib.”

6. Perintah Baru: Kasih sebagai Identitas Umat Allah

Meski tidak disebut langsung dalam Lukas 22:19-20, Injil Yohanes mencatat bahwa pada malam yang sama, Yesus memberi perintah baru kepada para murid-Nya:

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi…” (Yohanes 13:34)

Perjamuan Kudus dan perintah kasih tidak dapat dipisahkan. Makan bersama melambangkan kesatuan tubuh Kristus yang hanya bisa dipelihara melalui kasih dan kerendahan hati.

7. Makna Kamis Putih dalam Kehidupan Jemaat

a. Sebagai Momen Refleksi Diri

Kamis Putih mengundang gereja untuk memeriksa diri (1 Korintus 11:28), bukan hanya dalam hubungannya dengan Allah, tetapi juga dengan sesama.

b. Sebagai Pusat Penginjilan

Perjamuan Kudus mengumumkan Injil: bahwa Kristus mati dan akan datang kembali. Gereja Reformed percaya bahwa setiap sakramen memperlihatkan Injil secara nyata, memperkuat iman, dan mengajak pertobatan.

8. Kristus sebagai Imam, Korban, dan Tuan Perjamuan

Perjamuan Terakhir memperlihatkan tiga peran Kristus secara bersamaan:

  • Imam: yang mempersembahkan pengorbanan

  • Korban: yang dikorbankan demi penebusan

  • Tuan Perjamuan: yang mengundang dan menyambut umat-Nya ke meja persekutuan

Jonathan Edwards: Perjamuan sebagai Undangan Kekal

Edwards menyebut Perjamuan Kudus sebagai “jamuan ilahi” di mana orang percaya menikmati kemurahan Kristus dan dipersiapkan untuk kemuliaan.

9. Aplikasi Praktis bagi Jemaat Reformed Hari Ini

a. Penghayatan Sakramen

Perjamuan Kudus bukan rutinitas, tetapi momen ilahi yang menuntut kesungguhan iman dan hidup kudus.

b. Pengampunan dan Kasih

Jemaat dipanggil untuk hidup dalam rekonsiliasi dan kasih. Perjamuan Kudus menjadi sia-sia jika diikuti dengan hati yang penuh kebencian.

c. Misi dan Pengharapan

Setiap kali mengambil bagian dalam roti dan anggur, kita menyatakan: “Tuhan akan datang kembali.” Ini menjadi kekuatan bagi pelayanan dan penginjilan.

10. Kesimpulan Teologis

Lukas 22:19-20 mengajarkan kita bahwa:

  • Perjamuan Kudus adalah pusat ibadah Kristen yang menyatukan memori, kehadiran rohani, dan pengharapan eskatologis.

  • Melalui roti dan anggur, kita dipersatukan dengan Kristus dan satu sama lain dalam perjanjian baru yang dimeteraikan dengan darah-Nya.

  • Kamis Putih adalah panggilan untuk hidup dalam kasih, kerendahan hati, dan kesiapan menghadapi salib demi kemuliaan Tuhan.

Kesimpulan Akhir

Kamis Putih bukan sekadar peringatan liturgis, tetapi undangan untuk mengalami kasih Allah dalam pengorbanan Kristus. Perjamuan Kudus memperkuat iman, mengikat persaudaraan, dan mengingatkan kita akan janji penggenapan keselamatan.

“Roti ini adalah tubuh-Ku yang diberikan kepadamu; lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku…”
“…Cawan ini adalah perjanjian baru dalam darah-Ku.” (Lukas 22:19-20)

Next Post Previous Post