Kekuatan Mendengarkan dalam Penginjilan

Kekuatan Mendengarkan dalam Penginjilan

(Listening Might Be the Best Evangelism Tool You’re Not Using)

Pendahuluan: Sebuah Paradoks dalam Penginjilan

Dalam dunia penginjilan, kita sering diajar untuk berbicara: menyampaikan Injil, menjawab pertanyaan apologetika, atau mengajak orang bertobat. Namun, sebuah aspek yang sering terlupakan justru memiliki dampak mendalam—mendengarkan. Di tengah kebisingan dunia modern, orang-orang sangat merindukan didengarkan. Teologi Reformed, dengan penekanannya pada kasih karunia, pemahaman total depravity (kerusakan total manusia), dan kasih Allah yang sabar, menyediakan fondasi kuat bagi kita untuk menjadikan mendengarkan sebagai bagian integral dari penginjilan.

Seperti yang dikatakan oleh Francis Schaeffer, teolog Reformed dan apologet terkenal:
"Jika saya memiliki satu jam untuk berbicara dengan seseorang tentang Injil, saya akan menghabiskan 55 menit mendengarkan mereka, dan 5 menit berbicara."

Artikel ini akan menjelaskan mengapa mendengarkan adalah alat penginjilan yang sangat kuat namun sering terabaikan, dan bagaimana praktik ini sesuai dengan prinsip-prinsip teologi Reformed serta relevan dalam konteks masa kini.

1. Mendengarkan: Mengikuti Teladan Allah Sendiri

Teologi Reformed menggambarkan Allah sebagai pribadi yang tidak hanya berbicara, tetapi juga mendengar. Dalam Mazmur 34:15 dikatakan:

“Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong.”

Allah kita adalah Allah yang mendengar doa, ratapan, dan keluhan umat-Nya. Dalam perjanjian lama dan baru, kita melihat bagaimana Allah berinteraksi dengan umat-Nya bukan hanya sebagai pemberi perintah, tetapi sebagai Bapa yang mengenal isi hati mereka.

Tim Keller menulis:
“Allah memahami kita sepenuhnya karena Ia mendengarkan kita dengan penuh kasih. Itulah sebabnya kita bisa mendekati-Nya dengan keberanian.”

Jika kita ingin menjadi saksi Kristus, kita dipanggil untuk mencerminkan karakter Allah. Mendengarkan dengan penuh kasih dan hormat adalah cara untuk menunjukkan Injil secara nyata, bahkan sebelum kata-kata keluar dari mulut kita.

2. Konteks Modern: Dunia yang Sibuk, Tapi Tidak Didengar

Kita hidup di zaman yang penuh interupsi, notifikasi, dan monolog sosial media. Namun, semakin banyak orang merasa tidak benar-benar didengar.

Dalam survei tentang kesehatan mental, banyak responden menyebutkan bahwa meskipun mereka memiliki teman atau keluarga, mereka merasa sendirian dan tidak dipahami. Dalam konteks ini, kehadiran seseorang yang benar-benar mendengarkan menjadi tindakan kasih yang radikal.

David Augsburger, seorang penulis Kristen, menyatakan:
“Didengarkan dengan sungguh-sungguh hampir tidak bisa dibedakan dengan dicintai.”

Dari kacamata penginjilan, ini adalah jendela peluang. Orang yang merasa didengarkan akan lebih terbuka terhadap Injil, karena mereka merasakan nilai dan kasih yang nyata dari orang Kristen.

3. Teologi Reformed: Mendengarkan dan Total Depravity

Salah satu pilar utama teologi Reformed adalah total depravity—gagasan bahwa manusia telah jatuh dalam dosa secara menyeluruh, termasuk akal budi dan kehendaknya.

John Calvin menulis dalam Institutes:
“Hati manusia adalah bengkok dan penuh tipu daya. Bahkan dalam hal-hal terbaik pun, dosa merusak.”

Jika ini benar, maka kita tidak bisa mengharapkan orang yang belum percaya untuk langsung memahami Injil secara sempurna sejak awal. Mereka mungkin memiliki latar belakang, trauma, atau kebingungan yang membentuk pandangan mereka tentang Allah.

Tugas kita adalah mendengarkan, agar kita bisa memahami bagaimana Injil bisa menjawab pertanyaan hati mereka yang terdalam. Tanpa mendengarkan, kita akan bicara dalam asumsi, bukan kasih.

4. Praktik Yesus: Sang Pendengar yang Sempurna

Yesus adalah penginjil yang sempurna. Ia memiliki semua pengetahuan dan otoritas, namun sering kali kita melihat Dia bertanya lebih dulu sebelum menyampaikan kebenaran.

Contoh:

  • Kepada perempuan Samaria, Yesus mendengar kisahnya dan berbicara sesuai kebutuhan hatinya (Yohanes 4).

  • Kepada Bartimeus yang buta, Yesus bertanya: “Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” (Markus 10:51).

  • Kepada orang banyak, Ia mendengarkan dan bersabar dengan keluh kesah mereka sebelum mengajar.

J.I. Packer berkata:
“Yesus tidak hanya memberi jawaban yang benar; Ia memberi jawaban yang tepat kepada orang yang tepat karena Ia mendengar mereka terlebih dahulu.”

5. Mengapa Kita Sulit Mendengarkan?

Banyak dari kita tumbuh dalam tradisi gereja yang mendorong kefasihan berbicara, tetapi kurang menekankan keterampilan mendengarkan. Beberapa hambatan umum:

a) Keinginan untuk segera membalas

Seringkali saat mendengarkan, kita sudah memikirkan balasan yang tepat, alih-alih benar-benar memahami isi hati orang.

b) Rasa takut akan kontroversi

Mendengarkan berarti membuka diri terhadap sudut pandang yang mungkin menyakitkan atau menantang. Namun ini justru pintu menuju kasih sejati.

c) Kurangnya latihan

Mendengarkan adalah disiplin rohani. Sama seperti berdoa atau membaca Alkitab, itu harus dilatih dan dipupuk dengan kerendahan hati.

Bonhoeffer dalam Life Together menulis:
“Pelayanan pertama kepada sesama adalah mendengarkan mereka. Sama seperti kasih Allah kepada kita dimulai dari mendengarkan kita, demikian pula kasih kita kepada sesama.”

6. Mendengarkan Adalah Bagian dari Kesaksian Kristiani

Ketika kita mendengarkan, kita sedang menyampaikan pesan:

  • “Kamu penting.”

  • “Aku tidak datang untuk menghakimi, tapi memahami.”

  • “Aku ingin mengenalmu, bukan hanya meyakinkanmu.”

Kesaksian Kristen bukan hanya tentang doktrin yang benar, tetapi juga sikap hati yang benar. Injil bukan hanya kebenaran untuk dipercayai, tapi kasih untuk dialami.

John Stott menyebut penginjilan sebagai:
“Gabungan dari kebenaran dan kasih: berkata jujur dengan sikap yang penuh kasih.”

7. Mendengarkan Membangun Jembatan Bagi Injil

Kita tidak selalu bisa langsung menjelaskan keseluruhan Injil. Tetapi melalui mendengarkan, kita membangun relasi dan kredibilitas yang memungkinkan Injil ditanam dengan baik.

Ilustrasi:

Seorang ateis mungkin menolak ide Allah karena pernah kehilangan orang yang dikasihi. Tanpa mendengarkan ceritanya, kita mungkin hanya menjawab secara teologis, tapi tidak menyentuh hatinya. Mendengarkan memungkinkan kita menghubungkan salib Kristus dengan rasa sakit mereka.

Michael Horton, teolog Reformed kontemporer, menekankan bahwa:
“Konteks menentukan bagaimana kita menyampaikan Injil. Tapi Injil tetap sama.”

Mendengarkan memberikan kita konteks untuk menyampaikan Injil dengan cara yang relevan dan penuh kasih.

8. Strategi Praktis: Bagaimana Melatih Mendengarkan dalam Penginjilan

a) Tanyakan pertanyaan terbuka

Daripada langsung menjelaskan iman, tanyakan:

  • “Bagaimana pandanganmu tentang kehidupan dan makna?”

  • “Apa yang paling membuatmu kuatir saat ini?”

  • “Pernahkah kamu merasa Tuhan itu jauh atau tidak nyata?”

b) Tahan diri untuk tidak langsung membalas

Latih diri untuk diam dan menyimak dengan empati, bukan tergesa-gesa menjawab.

c) Gunakan kalimat pengakuan

Kalimat seperti:

  • “Aku bisa mengerti kenapa kamu merasa seperti itu.”

  • “Itu pengalaman yang berat.”

  • “Terima kasih sudah jujur, aku menghargai itu.”
    membuka pintu bagi hubungan lebih dalam.

9. Buah dari Pendengaran yang Setia

Mendengarkan bukanlah senjata pasif. Itu adalah senjata aktif dalam peperangan rohani. Dalam pengalaman banyak pekerja Injil, orang yang merasa dihargai dan dimengerti lebih mudah percaya pada Allah yang juga memahami mereka.

Charles Spurgeon pernah berkata:
“Hati yang keras sering kali bisa dilunakkan bukan oleh argumen, tetapi oleh belas kasihan.”

Belas kasihan itu dimulai dari telinga yang terbuka.

10. Keseimbangan: Mendengarkan Tidak Berarti Tidak Menyampaikan Injil

Penting dicatat bahwa mendengarkan bukan tujuan akhir. Injil tetap harus disampaikan. Namun, pendengaran yang tulus membuat Injil diterima sebagai kabar baik, bukan ceramah kosong.

R.C. Sproul menegaskan:
“Penginjilan harus berakar dalam kebenaran, tetapi disampaikan dalam kasih. Dan kasih sejati mendengar lebih dulu.”

Kesimpulan: Telinga yang Dipakai Tuhan

Mungkin kamu bukan pengkhotbah ulung. Mungkin kamu tidak bisa menjelaskan doktrin Reformed secara sistematis. Tapi jika kamu bisa mendengarkan dengan kasih, kamu sudah memegang alat penginjilan yang sangat kuat.

Ingatlah:

  • Mendengarkan adalah tindakan kasih.

  • Mendengarkan adalah bagian dari penyembahan.

  • Mendengarkan adalah pintu masuk bagi Injil.

Next Post Previous Post