Kemuliaan Kekal Kristus: Yohanes 17:5

Kemuliaan Kekal Kristus: Yohanes 17:5

Pendahuluan: Doa Agung Sang Imam Besar

Yohanes 17 merupakan bagian terakhir dari pengajaran Yesus kepada murid-murid-Nya sebelum Ia disalib. Bagian ini sering disebut sebagai Doa Imam Besar karena di dalamnya Yesus bertindak sebagai pengantara antara Allah Bapa dan umat pilihan-Nya. Ayat 5 dari pasal ini menyatakan:

"Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada." (Yohanes 17:5, TB)

Ayat ini sangat penting dalam memahami doktrin tentang pra-eksistensi Kristus, kemuliaan ilahi-Nya, dan hubungan kekal antara Allah Bapa dan Anak. Dalam tradisi teologi Reformed, ayat ini menegaskan beberapa kebenaran mendalam, seperti keilahian Kristus, kesatuan Trinitas, serta rencana keselamatan yang ditetapkan sebelum dunia dijadikan.

Artikel ini akan mengupas ayat Yohanes 17:5 secara eksposisional dan sistematis dalam terang pemikiran para teolog Reformed, dengan pendekatan yang mendalam namun tetap aplikatif bagi pembaca masa kini.

I. Konteks Teologis Yohanes 17

Yohanes 17 adalah klimaks dari seluruh pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes. Bagian ini memperlihatkan relasi yang unik dan dalam antara Yesus dan Bapa, serta kasih-Nya terhadap murid-murid-Nya.

A. Doa Sebagai Cermin Hati Yesus

Dalam ayat-ayat sebelumnya (Yoh. 17:1–4), Yesus menyatakan bahwa Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa dan sekarang Ia memohon agar dikembalikan pada kemuliaan yang telah Ia miliki sebelum dunia dijadikan.

John Calvin dalam Commentary on John menulis:

“Dengan doa ini, Kristus tidak hanya memperlihatkan kerinduan pribadi-Nya akan kemuliaan surgawi, tetapi juga memperkenalkan umat-Nya kepada rencana keselamatan yang sudah ada sejak kekekalan.”

II. Eksposisi Yohanes 17:5: Frasa demi Frasa

A. "Oleh sebab itu, ya Bapa"

Yesus berbicara kepada Allah sebagai "Bapa", menunjukkan hubungan yang intim dan kekal. Ini memperlihatkan doktrin Trinitas, bahwa Allah Bapa dan Allah Anak memiliki hubungan kekal yang bersifat kasih dan kehendak bersama.

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menyatakan:

“Relasi antara Bapa dan Anak bersifat kekal dan personal, yang membentuk dasar dari seluruh pekerjaan penebusan.”

B. "Permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri"

Permohonan ini bukanlah permintaan egois, melainkan bagian dari penggenapan rencana Allah. Kata permuliakan di sini berasal dari bahasa Yunani “doxazo” yang berarti memberikan atau mengembalikan kemuliaan.

Yesus memohon agar kemuliaan ilahi-Nya yang untuk sementara dikaburkan selama pelayanan inkarnasi-Nya, dipulihkan sepenuhnya dalam kehadiran Bapa.

R.C. Sproul menjelaskan:

“Yesus tidak kehilangan keilahian-Nya selama di dunia, namun Ia menanggalkan hak dan kemuliaan surgawi-Nya untuk sementara demi menjalankan misi penebusan.”

C. "Dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu"

Frasa ini menegaskan bahwa kemuliaan itu adalah milik Kristus bahkan sebelum inkarnasi. Ini adalah salah satu ayat terkuat yang menunjukkan pra-eksistensi Kristus.

Herman Bavinck menulis dalam Reformed Dogmatics:

“Kristus adalah Firman yang telah ada bersama Allah sejak kekekalan. Ia memiliki kemuliaan ilahi karena Ia adalah Allah sejati dari Allah sejati.”

D. "Sebelum dunia ada"

Frasa ini menunjukkan bahwa kemuliaan Kristus bukanlah sesuatu yang diciptakan atau diberikan di dalam waktu, tetapi telah ada sebelum segala sesuatu diciptakan. Ini selaras dengan Yohanes 1:1–3 dan Kolose 1:15–17.

Jonathan Edwards menyebut bagian ini sebagai “bukti mutlak bahwa Kristus adalah bagian dari Pribadi Allah yang kekal, karena hanya Allah yang memiliki keberadaan sebelum ciptaan.”

III. Implikasi Teologis dalam Tradisi Reformed

A. Doktrin Keilahian Kristus

Ayat ini menjadi salah satu bukti eksplisit bahwa Kristus adalah Allah yang kekal. Ia bukan hanya nabi atau guru, tetapi Pribadi Ilahi dalam Trinitas.

Dalam Kredo Athanasius, dinyatakan bahwa Anak adalah “Allah dari Allah, terang dari terang, Allah sejati dari Allah sejati, diperanakkan bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa.”

B. Inkarnasi dan Pengosongan Diri (Kenosis)

Yohanes 17:5 menunjuk pada pengosongan diri Kristus sebagaimana dikemukakan dalam Filipi 2:6–8. Ia “tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”, tetapi merendahkan diri dan mengambil rupa hamba.

Teologi Reformed menolak gagasan bahwa Kristus kehilangan keilahian-Nya, tetapi menekankan bahwa Ia menanggalkan hak dan kemuliaan-Nya untuk sementara waktu.

C. Pra-Eksistensi dan Rencana Kekal Allah

Doa Yesus ini menyiratkan bahwa rencana keselamatan sudah dirancang sejak kekekalan. Teologi Perjanjian dalam tradisi Reformed mengajarkan bahwa dalam Perjanjian Penebusan (Covenant of Redemption), Allah Bapa dan Anak telah sepakat menyelamatkan umat pilihan.

John Owen menulis:

“Di dalam kekekalan, Anak setuju untuk menjadi Juru Selamat, dan Bapa setuju untuk mengutus dan memuliakan Dia atas dasar ketaatan-Nya.”

IV. Kemuliaan Kristus dan Kehidupan Orang Percaya

A. Tujuan Hidup: Memuliakan Kristus

Jika Kristus mencari kemuliaan yang kekal dari Bapa, maka hidup kita juga harus diarahkan untuk memuliakan Kristus. Dalam Catechism Westminster, pertanyaan pertama adalah: “Apakah tujuan utama manusia?” Jawabannya: “Memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya.”

Yohanes 17:5 mengingatkan kita bahwa kemuliaan adalah pusat eksistensi ilahi, dan sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mencerminkan kemuliaan itu.

B. Jaminan Pengharapan dalam Kemuliaan Kristus

Doa Yesus untuk menerima kembali kemuliaan-Nya menunjukkan bahwa kemenangan salib akan diikuti oleh kemuliaan surgawi. Ini memberikan harapan pasti bagi orang percaya, bahwa mereka juga akan dimuliakan bersama Kristus (Rm. 8:30).

Anthony Hoekema menegaskan bahwa orang percaya akan menikmati glorifikasi karena mereka bersatu dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

C. Jembatan antara Inkarnasi dan Eksaltasi

Yohanes 17:5 adalah penghubung antara penderitaan Kristus di dunia dan kemuliaan-Nya yang kekal. Ini menegaskan bahwa salib bukanlah kegagalan, melainkan jalan menuju eksaltasi.

Geerhardus Vos menyebut bagian ini sebagai “transisi antara dua keadaan Kristus: perendahan dan pemuliaan.”

V. Aplikasi Praktis Bagi Gereja Masa Kini

A. Menyembah Kristus yang Mulia

Pengakuan akan keilahian dan kemuliaan Kristus seharusnya mendorong gereja untuk menyembah-Nya dengan hormat dan kagum. Ibadah bukan hanya rutinitas, melainkan perjumpaan dengan Kristus yang dimuliakan.

B. Memegang Teguh Doktrin Kristus

Di zaman ketika banyak gereja mulai merelatifkan keilahian Yesus, Yohanes 17:5 menjadi benteng yang kokoh. Gereja Reformed harus terus mengajarkan Kristologi yang alkitabiah dan historis.

C. Menantikan Pemulihan Kemuliaan

Yesus telah kembali kepada kemuliaan-Nya, dan suatu saat Ia akan datang kembali dalam kemuliaan yang sama (Mat. 25:31). Ini menjadi motivasi bagi orang percaya untuk hidup dalam kekudusan dan pengharapan.

Kesimpulan: Kemuliaan yang Kekal dan Tak Berubah

Yohanes 17:5 bukan hanya sebuah doa pribadi, tetapi sebuah deklarasi teologis yang dalam. Ia mengungkapkan:

  • Keilahian Kristus yang kekal,

  • Relasi kasih antara Bapa dan Anak,

  • Rencana keselamatan yang telah ditetapkan sejak kekekalan,

  • Harapan pasti bagi umat pilihan.

B.B. Warfield menyimpulkan:

“Kristus yang berdoa ini bukan hanya manusia Yesus dari Nazaret, tetapi Allah Anak yang kekal, yang berbicara kepada Bapa-Nya dalam kesatuan kasih dan misi yang telah ditetapkan sebelum dunia dijadikan.”

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kesadaran bahwa Sang Juru Selamat kita adalah Pribadi yang telah dimuliakan dalam kekekalan dan akan datang kembali dengan kemuliaan itu untuk membawa umat-Nya ke rumah Bapa.

Next Post Previous Post