Nahum 1:4-5: Kuasa Allah atas Alam dan Bangsa-Bangsa

Nahum 1:4-5: Kuasa Allah atas Alam dan Bangsa-Bangsa

Pendahuluan

Di tengah dunia yang dipenuhi kekacauan dan ketidakadilan, umat Tuhan sering kali bertanya: "Di manakah kuasa Allah?" Kitab Nahum, khususnya Nahum 1:4-5, menjawab pertanyaan ini dengan tegas. Bagian ini adalah deklarasi menakjubkan mengenai omnipotensi Allah—kuasa-Nya yang tidak terbatas atas alam semesta dan bangsa-bangsa. Artikel ini akan membahas eksposisi Nahum 1:4-5 dalam terang teologi Reformed, menjelaskan bagaimana ayat ini menegaskan sifat Allah yang Mahakuasa dan aplikasinya dalam kehidupan umat percaya.

Teks Nahum 1:4-5 (TB)

"Ia menghardik laut, dan mengeringkannya, Ia membuat semua sungai kering; Basan dan Karmel menjadi layu, dan bunga Libanon menjadi layu. Gunung-gunung gemetar terhadap Dia, dan bukit-bukit pun hancur; bumi terangkat di hadapan-Nya, dunia dan semua yang diam di dalamnya."

Latar Belakang Kitab Nahum

Kitab Nahum adalah nubuatan mengenai kehancuran Niniwe, ibu kota kerajaan Asyur. Asyur dikenal sebagai bangsa yang brutal dan telah menindas umat Allah (band. 2 Raja-raja 17). Nahum, namanya berarti "penghiburan", diutus untuk menyampaikan dua hal: penghukuman atas musuh Allah dan penghiburan bagi umat-Nya.

Menurut John Calvin, "Meskipun Allah tampak diam dalam menghadapi kejahatan, tetapi dalam waktu-Nya, Ia bangkit sebagai Hakim yang Mahakuasa untuk menghakimi para penindas umat-Nya." Dalam konteks inilah Nahum 1:4-5 menjadi penting: ayat ini adalah deklarasi kuasa Allah yang tak tertandingi sebagai jaminan bahwa penghukuman atas Niniwe adalah pasti.

Eksposisi Nahum 1:4-5

1. “Ia menghardik laut, dan mengeringkannya…”

Frasa ini menunjuk pada kuasa Allah atas elemen terbesar di bumi—laut. Dalam konteks Alkitab, laut sering melambangkan kekacauan dan kekuatan jahat (bdk. Mazmur 89:9-10). Ketika Allah “menghardik laut,” Ia menyatakan dominasi mutlak atas kekuatan-kekuatan yang tampak tak terkendali.

Menurut teolog Reformed Stephen J. Lawson:

"Tindakan Allah terhadap laut adalah simbol kuasa ilahi atas kekacauan. Ini bukan sekadar peristiwa alamiah, melainkan deklarasi bahwa tidak ada elemen ciptaan yang berada di luar kedaulatan-Nya."

Lawson juga mengaitkannya dengan peristiwa Laut Teberau (Keluaran 14:21) dan Yesus yang menenangkan badai (Markus 4:39), menegaskan kesinambungan karakter Allah di seluruh Kitab Suci.

2. “…Ia membuat semua sungai kering…”

Frasa ini menunjuk kepada pengaruh kuasa Allah atas sumber kehidupan dan pertumbuhan ekonomi bangsa-bangsa. Sungai-sungai seperti Efrat dan Nil adalah tulang punggung ekonomi dan pertahanan bangsa-bangsa Timur Tengah.

Matthew Henry dalam komentarinya menyatakan:

“Jika Allah menghendaki, Ia bisa mencabut sumber daya vital dari bangsa manapun, betapa pun kuatnya mereka. Ia berdaulat atas kemakmuran maupun kehancuran ekonomi.”

Dalam konteks Asyur yang mengandalkan Sungai Tigris untuk kekuatan militernya, ini adalah ancaman langsung terhadap fondasi kekuasaan mereka.

3. “Basan dan Karmel menjadi layu, dan bunga Libanon menjadi layu.”

Basan, Karmel, dan Libanon dikenal karena kesuburan dan keindahan alamnya. Namun di sini, gambaran yang ditampilkan adalah kehancuran total terhadap keindahan tersebut.

Menurut Herman Bavinck, “Jika Allah yang Mahakuasa menghendaki, keindahan dan kemegahan alam dapat sirna dalam sekejap. Kuasa Allah bukan hanya terlihat dalam penciptaan, tetapi juga dalam pemeliharaan dan penghukuman.”

Bavinck melihat ini sebagai peringatan bagi mereka yang mengandalkan keindahan duniawi dan kekayaan alam sebagai tempat perlindungan.

4. “Gunung-gunung gemetar terhadap Dia, dan bukit-bukit pun hancur…”

Gunung dan bukit dalam Alkitab sering melambangkan stabilitas dan kekuatan. Tetapi di sini, mereka pun tunduk dan runtuh di hadapan Allah.

Teolog Reformed kontemporer R.C. Sproul menjelaskan:

"Allah tidak hanya Mahakuasa atas ciptaan yang tampak lemah seperti air dan tumbuhan, tetapi juga atas yang paling kokoh dan tak tergoyahkan. Gunung-gunung gemetar karena kehadiran Allah yang kudus. Tak ada yang bisa menahan-Nya."

5. “Bumi terangkat di hadapan-Nya, dunia dan semua yang diam di dalamnya.”

Ini adalah klimaks dari deskripsi kuasa Allah. Segala sesuatu di bumi—manusia, hewan, struktur sosial dan politik—tidak dapat berdiri di hadapan-Nya.

Jonathan Edwards, dalam khotbah terkenalnya "Sinners in the Hands of an Angry God," menulis:

“Seluruh bumi berada di tangan Allah seperti butiran debu. Ia dapat mengangkat atau menurunkan bangsa-bangsa sesuai kehendak-Nya. Omnipotensi-Nya tidak hanya mutlak, tetapi juga aktif dalam sejarah manusia.”

Aplikasi Teologis dalam Kerangka Reformed

1. Allah Berdaulat atas Segala Ciptaan

Kuasa Allah bukanlah potensi pasif, melainkan kuasa aktif yang mengatur dan menopang segala sesuatu. Seperti yang ditegaskan dalam Westminster Confession of Faith 2.2:

“Allah adalah sumber segala kuasa, pengetahuan, dan keberadaan, berdaulat atas ciptaan-Nya menurut kehendak-Nya yang sempurna.”

2. Penghakiman Ilahi adalah Pasti

Nahum 1:4-5 menegaskan bahwa kuasa Allah bukan netral, melainkan diarahkan untuk menggenapi keadilan-Nya. Asyur tidak akan lepas dari penghakiman-Nya.

John Owen menyebut ini sebagai operative omnipotence, yakni kuasa Allah yang bekerja untuk menggenapi tujuan-Nya, khususnya dalam penghakiman atas dosa.

3. Penghiburan bagi Umat Allah

Kuasa Allah bukan hanya untuk menghancurkan musuh, tetapi juga untuk melindungi umat-Nya. Dalam ayat 7, Nahum menyatakan: “TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya.”

Charles Spurgeon berkata:

“Jika kuasa Allah bisa menggoncangkan bumi, maka pasti cukup kuat untuk menopang umat-Nya dalam penderitaan.”

Kuasa Allah dan Kristus dalam Perjanjian Baru

Yesus adalah manifestasi sempurna dari kuasa Allah. Dalam Markus 4:39, ketika murid-murid ketakutan terhadap badai, Yesus hanya berkata, “Diam! Tenanglah!” dan badai pun berhenti. Ini adalah penggenapan langsung dari Nahum 1:4.

Paulus dalam Kolose 1:16-17 menegaskan bahwa:

“Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia... segala sesuatu ada di dalam Dia.”

Kedaulatan Kristus sebagai Allah yang Mahakuasa mengokohkan iman umat bahwa penghakiman maupun keselamatan adalah bagian dari rencana ilahi yang tidak dapat digagalkan.

Aplikasi Praktis bagi Orang Percaya

  1. Percaya kepada kedaulatan Allah di tengah kekacauan. Dunia mungkin tampak kacau, tetapi Allah tetap memegang kendali.

  2. Berhenti mengandalkan kekuatan duniawi. Seperti Asyur yang mengandalkan sungai dan militer, kita pun mudah mengandalkan hal-hal fana. Tetapi semua itu bisa layu dalam sekejap oleh kehendak Allah.

  3. Bersandar pada kuasa Allah dalam penderitaan. Jika Allah berkuasa menghardik laut dan meruntuhkan gunung, Ia juga sanggup menopang hidup kita yang rapuh.

  4. Menghidupi hidup yang takut akan Tuhan. Kuasa Allah yang dahsyat seharusnya membangkitkan kekaguman dan rasa hormat yang mendalam.

Penutup: Allah yang Mahakuasa dan Dapat Diandalkan

Nahum 1:4-5 adalah deklarasi puitis dan dahsyat tentang kuasa Allah atas alam semesta. Dalam teologi Reformed, ini bukan sekadar puisi apokaliptik, melainkan pengajaran yang menyatakan bahwa Allah benar-benar memegang kendali atas segala sesuatu—baik dalam penghukuman maupun dalam pemeliharaan.

Seperti dikatakan oleh B.B. Warfield:

“Omnipotensi Allah bukanlah sekadar atribut, tetapi fondasi iman kita. Tanpa itu, pengharapan kita runtuh.”

Di tengah dunia yang bergoncang, mari kita berdiri teguh dalam keyakinan bahwa Allah yang sama yang mengeringkan sungai dan mengguncang gunung, juga sanggup menopang umat-Nya sampai akhir.

Next Post Previous Post