Urgensi Reformasi Gereja: The Necessity of Reforming the Church

Urgensi Reformasi Gereja: The Necessity of Reforming the Church

Pendahuluan

Sejak abad ke-16, teriakan “Ecclesia reformata, semper reformanda secundum verbum Dei” — “Gereja yang telah direformasi harus senantiasa mereformasi dirinya menurut firman Allah” — menjadi semboyan dalam dunia Reformed. Kalimat ini tidak hanya berbicara tentang peristiwa sejarah Reformasi Protestan, tetapi juga tentang prinsip hidup gereja sepanjang zaman: gereja harus terus-menerus diperbarui dan diselaraskan dengan kebenaran firman Tuhan.

Salah satu dokumen klasik dari gerakan Reformasi yang sangat berpengaruh adalah “The Necessity of Reforming the Church” yang ditulis oleh John Calvin pada tahun 1543. Melalui tulisan ini, Calvin menyampaikan argumentasi mendasar mengapa gereja pada masanya memerlukan reformasi, dan mengapa reformasi itu bukan hanya sah secara teologis, tetapi mutlak diperlukan.

Artikel ini akan menggali isi dan semangat tulisan tersebut, meninjau kembali alasan-alasan teologis di balik reformasi gereja, serta memperkenalkan pendapat beberapa tokoh Reformed lain seperti Martin Luther, B.B. Warfield, J.I. Packer, dan Tim Keller tentang pentingnya reformasi gereja dari masa ke masa.

1. Konteks Historis: Ketika Gereja Menyimpang dari Injil

Pada masa pra-Reformasi, gereja (terutama Gereja Katolik Roma) telah jatuh dalam banyak praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Di antaranya:

  • Penjualan indulgensi (surat pengampunan dosa)

  • Penyembahan terhadap relik, orang kudus, dan Maria secara berlebihan

  • Misa dalam bahasa Latin yang tidak dipahami umat

  • Dosa-dosa rohani dan moral dalam kepemimpinan gereja

  • Pengabaian otoritas Kitab Suci

John Calvin menyebut penyimpangan ini sebagai:

“Penyesatan besar terhadap ibadah yang sejati, doktrin yang murni, dan struktur kepemimpinan gereja yang alkitabiah.”

2. Empat Pilar Reformasi Menurut John Calvin

Dalam The Necessity of Reforming the Church, Calvin menekankan empat bidang utama yang harus direformasi:

a. Ibadah (Worship)

Calvin menegaskan bahwa bentuk ibadah gereja harus kembali kepada prinsip-prinsip yang ditemukan dalam Kitab Suci, bukan berdasarkan tradisi manusia atau penyembahan berhala yang terselubung.

“Segala bentuk ibadah yang tidak ditetapkan Allah dalam firman-Nya adalah kekejian.”

b. Doktrin (Doctrine)

Pengajaran gereja harus kembali kepada Alkitab, bukan berdasar pada dogma tradisional semata. Penekanan utama adalah pada:

  • Justifikasi oleh iman (sola fide)

  • Otoritas Kitab Suci (sola scriptura)

  • Kristus sebagai satu-satunya perantara (solus Christus)

c. Sakramen (Sacraments)

Calvin memperbaiki pengajaran sakramen yang telah diselewengkan. Ia menolak pemahaman transubstansiasi dalam Ekaristi, dan menekankan bahwa sakramen adalah tanda dan meterai anugerah, bukan sarana otomatis keselamatan.

d. Kepemimpinan Gereja (Church Government)

Ia menekankan pentingnya struktur gereja yang alkitabiah — termasuk jabatan penatua (elder) dan pengajaran kolektif, bukan otoritas paus yang tidak terbatas.

3. Pandangan Reformator Lain: Martin Luther dan B.B. Warfield

Martin Luther

Sebagai tokoh awal Reformasi, Luther memulai dengan 95 Tesis (1517) yang menyerang penyalahgunaan indulgensi. Dalam pandangannya, reformasi bukan sekadar pembaruan moral, tetapi:

“Sebuah panggilan untuk kembali kepada Injil yang sejati — keselamatan hanya oleh anugerah Allah, bukan hasil usaha manusia.”

Luther menekankan pentingnya memberdayakan jemaat untuk memahami Firman Tuhan secara langsung, sehingga ia mendorong penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Jerman.

B.B. Warfield

Warfield (abad ke-19) melihat Reformasi sebagai:

“Gerakan untuk meletakkan kembali fondasi gereja pada wahyu yang tertulis — Alkitab.”

Ia menekankan bahwa ketepatan doktrin bukanlah keangkuhan, tetapi bentuk kasih kepada Allah dan umat-Nya.

4. Mengapa Gereja Modern Masih Membutuhkan Reformasi

Banyak orang berpikir bahwa reformasi adalah masalah sejarah — sudah selesai. Namun realitanya, gereja sepanjang zaman senantiasa berisiko menyimpang dari Injil. Teolog J.I. Packer menyatakan:

“Bahaya terbesar gereja bukanlah serangan dari luar, melainkan penyimpangan dari dalam.”

Contoh penyimpangan modern yang memerlukan reformasi:

  • Ibadah yang lebih menghibur daripada berpusat pada Kristus

  • Injil kemakmuran (prosperity gospel)

  • Relativisme moral dalam pengajaran

  • Kepemimpinan gereja yang lebih mirip manajemen korporat daripada pelayanan Kristus

5. Prinsip “Semper Reformanda” dan Relevansinya Hari Ini

Makna “Semper Reformanda”

Ungkapan Latin ini berarti:

“Gereja yang telah direformasi harus terus-menerus mereformasi dirinya menurut Firman Allah.”

Bagi Calvin dan para reformator, reformasi bukan peristiwa sekali jadi, tetapi proses terus-menerus untuk kembali kepada kebenaran yang murni.

Tim Keller: Reformasi dalam Konteks Modern

Tim Keller menekankan bahwa reformasi bukan berarti mengubah Injil, tetapi menerjemahkan Injil ke dalam konteks yang bisa dipahami dan dihidupi oleh generasi baru tanpa kehilangan inti kebenaran.

Ia menulis:

“Kita harus menjaga agar Injil tetap murni, tetapi dikomunikasikan secara relevan di tengah budaya yang berubah.”

6. Tanda-Tanda Gereja yang Perlu Direformasi

Apakah gereja kita membutuhkan reformasi? Berikut tanda-tandanya menurut prinsip Reformed:

  • Kebenaran Firman Allah dikaburkan atau diabaikan

  • Yesus Kristus tidak lagi menjadi pusat ibadah

  • Hidup rohani jemaat stagnan atau lebih tertarik pada hiburan

  • Kepemimpinan tidak transparan dan tidak tunduk pada otoritas Firman

  • Sakramen kehilangan maknanya dan menjadi formalitas belaka

7. Bagaimana Gereja Mereformasi Dirinya?

Reformasi sejati tidak dilakukan dengan cara duniawi, tetapi melalui:

a. Pertobatan Kolektif

Gereja harus terlebih dahulu mengakui penyimpangan dan bertobat. Seperti surat Tuhan Yesus kepada gereja-gereja dalam Wahyu, Dia memanggil gereja untuk:

“Ingatlah dari mana kamu telah jatuh, dan bertobatlah” (Why. 2:5)

b. Kembali kepada Alkitab

Firman Allah harus kembali menjadi pusat kehidupan dan pelayanan gereja. Ini termasuk:

  • Kotbah ekspositori yang berakar pada teks Kitab Suci

  • Pelajaran doktrin dan pengakuan iman yang sehat

  • Pemberitaan Injil yang jelas, bukan kabur atau disesuaikan dengan selera dunia

c. Kepemimpinan yang Berintegritas dan Alkitabiah

Reformasi tidak mungkin tanpa pemimpin-pemimpin rohani yang:

  • Setia pada doktrin yang benar

  • Berkarakter Kristus

  • Bersedia dikoreksi dan menegur dalam kasih

8. Apa Peran Jemaat Dalam Proses Reformasi Gereja?

Jemaat bukan sekadar penerima pasif, tetapi agen reformasi yang aktif melalui:

  • Doa bagi pemimpin dan gereja

  • Kesetiaan kepada Alkitab

  • Keterlibatan aktif dalam pelayanan dan persekutuan

  • Menghidupi iman secara nyata dalam dunia

9. Buah dari Gereja yang Direformasi

Gereja yang hidup dalam semangat reformasi akan menampilkan:

  • Ibadah yang khusyuk dan benar

  • Pemberitaan Injil yang berpusat pada salib

  • Komunitas yang saling mengasihi dan meneguhkan

  • Kehidupan yang membawa pengaruh bagi dunia

Reformasi bukan tentang nostalgia masa lalu, tetapi tentang kemurnian dan kesetiaan kepada Kristus di masa kini dan masa depan.

Kesimpulan: Selalu Kembali ke Firman dan Kristus

The Necessity of Reforming the Church bukan hanya dokumen abad ke-16, tapi suara kenabian yang terus bergema dalam setiap generasi gereja. Ketika gereja mulai menyimpang dari Kristus dan Firman-Nya, saat itu pula kita memerlukan reformasi.

Reformasi bukan semangat pemberontakan, melainkan semangat pertobatan. Semangat untuk kembali kepada Injil sejati dan menyucikan gereja bagi kemuliaan Tuhan semata.

Sebagaimana John Calvin menutup tulisannya:

“Jika kita benar dalam mengajarkan Firman Allah, maka reformasi bukan hanya perlu — reformasi adalah kehendak Allah.”

Next Post Previous Post