Yohanes 19:16 – Kristus Diserahkan: Kedaulatan Allah dalam Penyaliban Yesus

Pendahuluan
Penyaliban Yesus adalah pusat sejarah penebusan. Setiap detail dalam narasi penyaliban bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari rencana Allah yang kekal. Dalam Injil Yohanes 19:16, kita membaca satu pernyataan singkat namun sangat mendalam secara teologis:
“Akhirnya, Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan.”
(Yohanes 19:16, AYT)
Kalimat ini mencerminkan klimaks dari proses pengadilan yang tidak adil, sekaligus penggenapan rencana keselamatan Allah bagi umat-Nya. Penyerahan ini adalah puncak dari konflik antara terang dan gelap, antara kerajaan Allah dan sistem dunia. Namun, dalam teologi Reformed, kita diajar untuk melihat bahwa di balik keputusan manusia yang jahat, ada kedaulatan ilahi yang sedang menggenapi keselamatan kekal.
Artikel ini akan menguraikan Yohanes 19:16 secara ekspositori dan teologis, dengan dukungan dari teolog Reformed seperti John Calvin, R.C. Sproul, Louis Berkhof, Herman Bavinck, dan Sinclair Ferguson.
1. Konteks Sejarah dan Teologis Yohanes 19:16
A. Proses Pengadilan Palsu
Yohanes 18–19 menggambarkan rangkaian peristiwa pengadilan Yesus:
-
Yesus dibawa ke hadapan Imam Besar (Yohanes 18:13–24)
-
Lalu dibawa ke Pilatus (Yohanes 18:28–40)
-
Pilatus tidak menemukan kesalahan dalam diri-Nya (Yohanes 19:4, 6)
-
Namun karena tekanan orang Yahudi, Pilatus akhirnya menyerah (Yohanes 19:12–15)
Penyerahan ini adalah puncak dari kompromi politik, ketidakadilan hukum, dan kebutaan rohani. Namun, dari perspektif ilahi, ini adalah penggenapan nubuat Yesaya 53:10: “TUHAN berkehendak meremukkan Dia.”
2. “Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka...”
A. Siapa yang Menyerahkan?
Pilatus, gubernur Romawi, secara resmi memegang kekuasaan hukum untuk menghukum mati. Namun, ia tahu bahwa Yesus tidak bersalah (Yoh. 18:38; 19:4, 6). Dalam ketakutan akan kehilangan posisi dan demi menjaga ketenangan politik, Pilatus menyerahkan Yesus kepada orang Yahudi untuk disalibkan.
John Calvin menekankan bahwa Pilatus adalah alat dalam tangan Allah, meskipun ia bertanggung jawab secara moral. Allah menggunakan keputusan manusia yang jahat untuk menggenapi kehendak-Nya yang kudus.
B. Motif Duniawi vs. Rencana Ilahi
R.C. Sproul menyoroti bahwa dalam Yohanes, kata "menyerahkan" (Yunani: paradidomi) tidak hanya bersifat administratif, tetapi mengandung makna teologis dalam konteks penebusan. Ini mencerminkan penyerahan yang lebih besar: Bapa menyerahkan Anak untuk disalibkan (Roma 8:32).
3. “...untuk disalibkan.”
A. Hukuman Salib dalam Dunia Romawi
Penyaliban adalah hukuman paling brutal, hina, dan memalukan di dunia Romawi — diperuntukkan bagi budak dan penjahat paling keji. Dengan disalibkan, Yesus dijadikan lambang kutuk, persis seperti nubuat Perjanjian Lama:
“Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib.” (Ulangan 21:23; Galatia 3:13)
Herman Bavinck menekankan bahwa penghinaan salib menegaskan kedalaman kerendahan Kristus — sebagai pengganti orang berdosa, Ia menanggung semua kutuk secara penuh.
B. Penggenapan Karya Penebusan
Dalam teologi Reformed, penyaliban bukan hanya kematian fisik, tetapi penggenapan karya penebusan:
-
Kristus mati menggantikan umat pilihan (substitutionary atonement)
-
Darah-Nya menjadi dasar pendamaian (propitiation)
-
Ia menanggung murka Allah yang seharusnya ditimpakan kepada kita
Louis Berkhof menyebut saat ini sebagai momen kritis dalam ekonomi keselamatan, ketika dosa ditimpakan kepada Kristus secara hukum.
4. Perspektif Teologi Reformed terhadap Yohanes 19:16
A. Kedaulatan Allah atas Kejahatan Manusia
Penyerahan Kristus oleh Pilatus adalah tindakan keji. Namun dalam terang kedaulatan Allah, ini adalah bagian dari rencana penebusan yang telah ditentukan sejak kekekalan.
“Ia diserahkan sesuai dengan rencana dan pengetahuan Allah yang telah ditetapkan sebelumnya.” (Kisah 2:23)
Sinclair Ferguson menulis bahwa bahkan ketika manusia tampaknya mengendalikan situasi, Allah tetap memegang kendali sejarah untuk kemuliaan-Nya dan kebaikan umat-Nya.
B. Kristus sebagai Korban yang Sempurna
Penyerahan Yesus menandai-Nya sebagai Anak Domba Allah yang dikorbankan — penggenapan dari semua korban dalam Perjanjian Lama (lihat Yohanes 1:29).
Dalam sistem Reformed, ini memperkuat ajaran imamat Kristus: Ia adalah Imam dan sekaligus korban. Ia menyerahkan diri-Nya secara sukarela untuk memenuhi keadilan ilahi.
C. Ketidakadilan Dunia sebagai Panggung Kemuliaan Allah
Pilatus mewakili sistem hukum dunia yang rusak. Namun, salib menjadi tempat keadilan dan kasih Allah bertemu. Inilah teologi salib: dosa dihukum dan keselamatan diberikan.
5. Aplikasi Praktis dari Yohanes 19:16
1. Jangan Takut kepada Kegelapan Dunia
Jika Allah bisa memakai tindakan Pilatus untuk menggenapi rencana keselamatan, Ia juga mampu mengubah penderitaan kita menjadi saluran kemuliaan.
2. Hargai dan Hayati Harga Penebusan
Penyerahan Kristus adalah harga tertinggi yang dibayar untuk dosa kita. Kita dipanggil untuk menanggapi dengan iman, pertobatan, dan hidup yang berkenan.
3. Pegang Teguh Kedaulatan Allah
Dunia ini tampaknya kacau, tetapi rencana Allah tidak pernah gagal. Penyaliban Kristus adalah bukti bahwa di tengah ketidakadilan dan penderitaan, Allah tetap berdaulat dan setia.
4. Siap Menanggung Salib
Kristus menyerahkan diri-Nya. Kita pun dipanggil untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya. Hidup Kristen bukan jalan nyaman, tetapi jalan salib.
Kesimpulan
Yohanes 19:16, meskipun singkat, mengandung kekayaan teologis luar biasa:
-
Pilatus menyerahkan Yesus dalam tindakan pengecut politik, tetapi Allah menyerahkan Anak-Nya dalam kasih kekal.
-
Penyaliban bukan hanya eksekusi, tetapi penggenapan rencana keselamatan yang ditentukan sejak kekekalan.
-
Dalam terang teologi Reformed, ayat ini menunjukkan bahwa kedaulatan Allah, pengorbanan Kristus, dan kasih penebusan bertemu dalam satu momen sejarah yang mengubah dunia.