Matias dan Pelayanan yang Dipilih Allah (Kisah Para Rasul 1:26)

“Kemudian, para rasul membuang undi di antara mereka dan undian jatuh kepada Matias sehingga ia terhitung bersama dengan kesebelas rasul.”(Kisah Para Rasul 1:26, AYT)
Pendahuluan
Kisah Para Rasul 1:26 menutup narasi penting mengenai pemilihan Matias untuk menggantikan Yudas Iskariot sebagai salah satu dari kedua belas rasul. Perikop ini menimbulkan berbagai pertanyaan: Mengapa perlu menggantikan Yudas? Mengapa memilih dengan undian? Apa makna teologis dari tindakan ini dalam konteks gereja mula-mula?
Dalam tradisi Reformed, pendekatan terhadap teks ini tidak hanya melihat pada sejarah dan struktur gereja, tetapi juga melihat kedaulatan Allah dalam pemilihan, prinsip representasi kerajaan Allah, dan integrasi teologi Perjanjian Lama ke dalam misi gereja Perjanjian Baru.
Artikel ini akan menguraikan eksposisi Kisah Para Rasul 1:26 dalam beberapa bagian:
-
Konteks historis dan naratif
-
Analisis tekstual dan linguistik
-
Penafsiran dari pakar Reformed
-
Teologi pemilihan dan providensia Allah
-
Aplikasi gerejawi dan relevansi kontemporer
1. Konteks Historis dan Naratif
Kitab Kisah Para Rasul ditulis oleh Lukas sebagai kelanjutan dari Injil Lukas. Pasal pertama menyajikan situasi gereja mula-mula setelah kebangkitan dan kenaikan Yesus. Sebelum Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta, para murid diminta untuk “tinggal di Yerusalem” (Kis. 1:4) dan menunggu janji Bapa.
Dalam konteks ini, para rasul menyadari bahwa posisi Yudas harus digantikan. Petrus memimpin kelompok tersebut untuk menunjuk seorang pengganti agar jumlah rasul kembali menjadi dua belas – angka simbolis bagi dua belas suku Israel (band. Mat. 19:28).
Keputusan tersebut diambil melalui doa dan pembuangan undi—sebuah metode yang pada zaman itu dianggap sebagai cara untuk mencari kehendak Allah.
2. Analisis Tekstual dan Linguistik
Kata kunci dari ayat ini meliputi:
-
ἐψηφίσαντο (epsēphisanto) – "mereka membuang undi". Kata ini dalam bahasa Yunani klasik merujuk pada tindakan pemungutan suara atau keputusan melalui suara rakyat (kadang diwakili oleh batu atau tanda pilihan). Dalam konteks Yahudi, “membuang undi” (lot casting) adalah praktik yang sah secara rohani (bdk. Im. 16:8; Ams. 16:33).
-
μετὰ τῶν ἕνδεκα ἀποστόλων (meta tōn hendeka apostolōn) – “bersama dengan kesebelas rasul”. Ini menegaskan bahwa Matias bukan sekadar “pengganti,” tetapi sungguh-sungguh diterima dalam struktur kerasulan yang resmi.
Dalam tata bahasa Yunani, ayat ini bersifat final — mengisyaratkan penutupan peristiwa dan kesiapan untuk tahapan berikutnya, yakni pencurahan Roh Kudus dan pemberitaan Injil.
3. Penafsiran dari Pakar Teologi Reformed
Beberapa teolog Reformed seperti John Calvin, B.B. Warfield, Herman Ridderbos, dan R.C. Sproul memberikan wawasan khusus mengenai pemilihan Matias:
John Calvin
Dalam komentarnya terhadap Kisah Para Rasul, Calvin menekankan peran doa dan kedaulatan Allah dalam pemilihan Matias. Ia menyatakan:
“Meskipun manusia membuang undi, keputusan akhir berada di tangan Allah yang memerintah segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Matias tidak dipilih oleh kebetulan, tetapi oleh penetapan ilahi.”
Calvin menolak pandangan bahwa pemilihan ini semata-mata berdasarkan praktik kuno. Ia melihatnya sebagai contoh kedaulatan Allah yang menyatakan kehendak-Nya secara supranatural dalam konteks gereja.
B.B. Warfield
Warfield menekankan pentingnya representasi apostolik dalam kelanjutan misi Kristus. Ia melihat tindakan ini sebagai upaya mempertahankan integritas kesaksian kerasulan yang bersifat historis dan teologis:
“Para rasul adalah fondasi gereja (Ef. 2:20). Dengan demikian, keutuhan angka dua belas memiliki nilai simbolik dan praktis. Gereja mula-mula tidak bergerak tanpa pondasi yang lengkap.”
Herman Ridderbos
Ridderbos dalam kerangka teologinya menyoroti hubungan erat antara Israel dan Gereja. Ia menyatakan bahwa:
“Pemulihan jumlah dua belas rasul merupakan simbol dari penciptaan Israel baru dalam terang Kristus, yang akan menjadi terang bagi bangsa-bangsa.”
Ridderbos menekankan bahwa tindakan ini menggarisbawahi kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
R.C. Sproul
Sproul menambahkan bahwa cara pemilihan ini adalah metode kuno yang berlaku sebelum pencurahan Roh Kudus. Setelah Pentakosta, metode ini tidak lagi dipakai:
“Itu adalah tindakan transisional. Ketika Roh Kudus dicurahkan, gereja menerima panduan langsung dari-Nya, dan tidak lagi mengandalkan metode seperti undian.”
4. Teologi Pemilihan dan Providensia Allah
Salah satu tema teologis utama dari Kisah Para Rasul 1:26 adalah kedaulatan dan providensia Allah. Dalam teologi Reformed, hal ini menjadi pusat dari pemahaman tentang panggilan, jabatan, dan pelayanan.
Pemilihan oleh Allah
Matias dipilih bukan karena kampanye atau suara terbanyak, tetapi melalui doa dan undian—dua hal yang menunjukkan bahwa keputusan ini bukan buatan manusia, melainkan hasil dari penyerahan penuh kepada kehendak Allah.
Penting untuk dicatat bahwa para rasul memohon, “Engkaulah yang mengenal hati semua orang” (Kis. 1:24). Ini menekankan teologi pengamatan Allah terhadap hati manusia yang mendalam dan tak dapat diselami manusia.
Providensia dan Tindakan Manusia
Meskipun Allah berdaulat, manusia tetap bertindak. Para rasul memilih dua calon, berdoa, dan membuang undi. Ini menunjukkan sinergi antara tindakan manusia yang taat dan kendali ilahi.
Dalam teologi Reformed, ini sejalan dengan doktrin providensia: Allah menggunakan sarana (means) untuk melaksanakan kehendak-Nya — termasuk keputusan komunitas yang tunduk pada firman dan doa.
5. Aplikasi Gerejawi dan Relevansi Kontemporer
Kepemimpinan Berdasarkan Panggilan, Bukan Popularitas
Kisah ini mengajarkan bahwa pemilihan pemimpin rohani bukanlah hasil popularitas atau strategi politik gereja, melainkan harus melalui perenungan, doa, dan pertimbangan teologis yang serius.
Pentingnya Kesatuan Tubuh Kristus
Matias diterima "bersama dengan kesebelas rasul". Ini mengajarkan bahwa kepemimpinan harus melibatkan penerimaan dalam komunitas iman — sebuah prinsip penting bagi pemilihan penatua, gembala, dan pemimpin gerejawi masa kini.
Keteladanan dalam Berserah kepada Allah
Gereja sering terjebak dalam pragmatisme modern. Namun ayat ini mengajak gereja untuk menghidupi iman yang berserah kepada kehendak Allah, bahkan dalam pengambilan keputusan yang paling penting sekalipun.
Pengingat akan Karakter Pelayanan
Matias hampir tidak dikenal sebelum atau sesudah peristiwa ini, namun ia tetap menjadi bagian dari kelompok inti para rasul. Ini mengajarkan bahwa pelayanan sejati tidak diukur oleh popularitas, tetapi oleh kesetiaan kepada panggilan Allah.
Penutup: Mewarisi Roh Ketaatan dan Iman Gereja Mula-Mula
Kisah Para Rasul 1:26 bukan hanya sebuah catatan sejarah, tetapi juga pelajaran hidup rohani dan gerejawi. Tindakan sederhana dalam pemilihan Matias mencerminkan sikap hati yang mencari kehendak Allah di atas kepentingan pribadi.
Dalam terang teologi Reformed, ayat ini memperlihatkan relasi erat antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, antara simbolisme alkitabiah dan aktualisasi gereja sebagai tubuh Kristus di dunia.
Doa Penutup
Tuhan, ajarlah kami untuk selalu tunduk pada kehendak-Mu dalam setiap keputusan gereja. Berilah kami hati yang berserah dan peka terhadap pimpinan-Mu melalui Roh Kudus. Amin.