Suara Dahsyat Allah di Kota

“Apabila Aku mengirim penyakit sampar ke negeri itu dan mencurahkan amarah-Ku atasnya dengan darah, untuk melenyapkan manusia dan hewan daripadanya...”
— Yehezkiel 14:19, AYT
Pendahuluan
Ketika bencana melanda sebuah kota—wabah, gempa bumi, kelaparan, perang, atau kekacauan sosial—banyak orang bertanya: Di manakah Allah? Apakah ini hanya kebetulan alam? Apakah ini akibat kesalahan manusia? Atau... apakah ini suara Allah yang sedang berseru kepada manusia?
Judul tema ini diambil dari karya klasik Thomas Brooks, seorang teolog Puritan Reformed abad ke-17, yang menulis buku berjudul “God’s Terrible Voice in the City” saat kota London dilanda wabah mematikan. Brooks percaya bahwa Allah berbicara melalui penderitaan kota, dan umat manusia harus mendengarkan dengan sikap pertobatan dan takut akan Tuhan.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri bagaimana Allah menyatakan suara-Nya dalam peristiwa-peristiwa besar di kota, apa maknanya menurut teologi Reformed, dan bagaimana respons orang percaya seharusnya.
1. Kota: Pusat Kehidupan dan Pusat Pemberontakan
a. Kota dalam Alkitab
Dalam Alkitab, kota sering menjadi simbol dari:
-
Peradaban manusia (Kejadian 4:17, Babel)
-
Keangkuhan dan kekacauan moral (Ninive, Sodom, Yerusalem)
-
Tempat penyembahan dan pemberontakan
“Di kota seringkali dosa tumbuh dalam skala besar karena manusia merasa aman dalam jumlah dan sistem.”
— Thomas Watson
b. Kota sebagai Panggung Intervensi Ilahi
Allah sering menggunakan kota sebagai tempat demonstrasi penghakiman-Nya:
-
Sodom dan Gomora dihancurkan oleh api (Kejadian 19)
-
Yerusalem dihancurkan karena ketidaktaatan (Yeremia 7:12-14)
-
Babel dijatuhkan sebagai lambang pemberontakan global (Wahyu 18)
“Kota yang tidak mau tunduk akan mendengar suara Allah yang dahsyat, bukan dalam berkat, tetapi dalam murka.”
— Jonathan Edwards
2. Allah Berbicara Melalui Bencana dan Gangguan Kota
a. Bencana Bukan Sekadar Kejadian Alam
Menurut Thomas Brooks, wabah dan bencana adalah “suara Allah yang keras”—panggilan-Nya untuk mengingatkan manusia akan dosa dan perlunya pertobatan.
Teologi Reformed tidak memandang penderitaan kota hanya sebagai:
-
Kecelakaan sejarah
-
Konsekuensi alamiah dari ketidakseimbangan
Tetapi sebagai alat dalam tangan Allah untuk mendidik, menegur, atau menghakimi.
“Apa yang dunia sebut ‘kebetulan’, orang kudus sebut ‘pemeliharaan.’”
— R.C. Sproul
b. Allah Tidak Diam dalam Kekacauan
Mazmur 46:6 berkata, “Bangsa-bangsa gaduh, kerajaan-kerajaan goyah; Ia memperdengarkan suara-Nya dan bumi pun hancur.”
Suara Allah dalam bencana bukan sekadar simbolik. Itu nyata, kuat, dan bersifat moral. Ia memanggil:
-
Pertobatan
-
Ketundukan
-
Pemurnian gereja
-
Kerinduan akan kekekalan
3. Tujuan Allah Mengizinkan Krisis di Kota
a. Menyingkapkan Dosa yang Tersembunyi
Bencana sering membuat dosa sosial dan pribadi menjadi nyata:
-
Ketidakadilan sosial
-
Keserakahan ekonomi
-
Penyembahan berhala modern
-
Kekerasan dan kebobrokan moral
“Bencana adalah sorotan surgawi atas kebusukan duniawi.”
— Joel Beeke
b. Menghancurkan Kepercayaan Palsu
Kota seringkali menyandarkan harapan pada:
-
Teknologi
-
Kekuasaan
-
Ekonomi
-
Kebebasan manusia
Krisis menghancurkan ilusi ini dan menunjukkan bahwa hanya Allah yang layak dipercaya.
“Ketika tiang-tiang dunia runtuh, maka hanya Allah yang akan tetap berdiri.”
— John Calvin
c. Menyaring Gereja dan Murnikan Orang Percaya
Seperti dalam Wahyu 2–3, Allah memakai penderitaan untuk menguji kesetiaan gereja dan menyaring siapa yang sungguh percaya.
4. Respons Orang Percaya Terhadap Suara Allah di Kota
a. Mendengar dengan Takut Akan Tuhan
Amsal 1:7 berkata, “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan.” Ketika Allah berseru dalam penderitaan kota, respons pertama haruslah:
-
Ketakutan ilahi
-
Hormat terhadap kekudusan-Nya
-
Keinsafan akan dosa
“Telinga rohani harus lebih tajam dari teriakan dunia.”
— Thomas Brooks
b. Pertobatan Pribadi dan Komunal
Bukan hanya orang fasik yang dipanggil bertobat, tetapi juga gereja:
-
Bertobat dari kehangatan rohani
-
Bertobat dari kompromi terhadap dunia
-
Bertobat dari kekeringan kasih
“Allah menggemakan suara-Nya agar hati kita tunduk sebelum tubuh kita hancur.”
— Thomas Watson
c. Melayani di Tengah Kekacauan
Krisis di kota membuka peluang besar bagi gereja untuk:
-
Menolong yang lemah
-
Memberitakan Injil
-
Menjadi terang dan garam
5. Tuhan Yesus dan Kota: Kasih dan Air Mata Ilahi
a. Yesus Menangisi Yerusalem
Lukas 19:41 menunjukkan bahwa Yesus menangisi kota yang keras hati, sekalipun Ia tahu kota itu akan menyalibkan-Nya.
“Yesus tidak hanya marah kepada kota berdosa, tetapi menangisinya karena kasih yang mendalam.”
— Sinclair Ferguson
b. Injil untuk Kota
Meskipun kota adalah pusat pemberontakan, Kristus datang untuk menyelamatkan orang-orang di kota. Injil adalah harapan sejati bagi:
-
Warga kota yang putus asa
-
Struktur kota yang rusak
-
Pemulihan kota dalam kerajaan Allah
6. Janji Pemulihan: Dari Kota Manusia ke Kota Allah
a. Kota Dunia Tidak Kekal
Ibrani 13:14 berkata, “Sebab di sini kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, kita mencari kota yang akan datang.”
Teologi Reformed menegaskan bahwa kita bukan warga tetap dunia ini, melainkan menanti Yerusalem baru—kota kekal yang dijanjikan dalam Wahyu 21.
b. Janji Akan Kota Kekal
Yerusalem baru adalah:
-
Tanpa dosa
-
Tanpa air mata
-
Tanpa kematian
-
Tempat Allah berdiam dengan umat-Nya
“Kota Allah tidak dibangun dengan tangan manusia, tapi turun dari surga oleh kasih karunia.”
— Jonathan Edwards
7. Pelajaran Bagi Gereja di Kota Hari Ini
a. Gereja Harus Menjadi Suara Profetik
Gereja tidak boleh diam saat Allah berbicara. Dalam krisis:
-
Gereja harus mengajak pertobatan
-
Gereja harus berdiri dalam kebenaran
-
Gereja harus bersaksi dengan kasih
b. Gereja Sebagai Komunitas Pengharapan
Saat dunia diliputi ketakutan, gereja menjadi tempat harapan dan kekuatan, menunjuk kepada Kristus sebagai pengharapan satu-satunya.
8. Pandangan Para Teolog Reformed
Thomas Brooks (1608–1680)
“Allah tidak bicara dengan lidah api karena kebetulan, tetapi karena cinta. Ia lebih suka kita hancur dalam tangisan daripada dalam hukuman.”
John Calvin
“Allah berbicara melalui sejarah, penderitaan, dan kehancuran, untuk menunjukkan bahwa manusia hanya debu.”
Jonathan Edwards
“Kehancuran kota adalah panggung megah bagi kedaulatan Allah dan kebutuhan akan anugerah-Nya.”
R.C. Sproul
“Dalam penderitaan kota, kita melihat teologi bukan hanya diajarkan, tetapi dijalani.”
Joel Beeke
“Bencana kota bukan akhir cerita, tetapi awal dari panggilan Allah agar umat-Nya bertobat dan kembali.”
Kesimpulan: Dengarlah Suara Allah yang Dahsyat di Kota
Suara Allah di kota bukanlah bisikan lembut dalam taman bunga, tetapi pekikan ilahi dalam badai kehidupan. Suara ini memanggil:
-
Bertobat dari dosa
-
Tunduk pada otoritas-Nya
-
Berharap dalam Kristus
-
Melayani sesama dengan kasih
Kota mungkin penuh dengan kekacauan, dosa, dan pemberontakan. Namun suara Allah tidak dibungkam. Ia berseru melalui:
-
Wabah
-
Gempa
-
Konflik sosial
-
Kebangkrutan moral
Apakah kita mendengar suara itu? Ataukah kita membungkam telinga rohani kita?
Kiranya gereja dan umat Allah bangkit untuk menjadi pendengar, pelaku, dan penyampai suara kasih karunia dan pertobatan, sebelum suara penghakiman datang lebih keras.