Ibrani 11:6: Iman yang Menyenangkan Hati Allah

 

Ibrani 11:6: Iman yang Menyenangkan Hati Allah

Teks Ibrani 11:6 (TB)

“Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”

Pendahuluan: Esensi Iman dalam Kekristenan

Iman bukan sekadar kata populer dalam kekristenan. Dalam kerangka teologi Reformed, iman adalah fondasi dari seluruh relasi manusia dengan Allah. Ibrani 11:6 menempatkan iman sebagai pra-kondisi utama untuk dapat “berkenan kepada Allah.” Ayat ini bukan hanya pengajaran moral; ini adalah pernyataan teologis mendalam yang mengandung aspek antropologis, soteriologis, dan doctrinal.

I. Eksposisi Ayat: Dua Pilar Iman

1. “Tanpa iman tidak mungkin berkenan kepada Allah”

John Owen, seorang teolog Reformed klasik, menyatakan bahwa “berkenan kepada Allah” dalam konteks ini berbicara tentang penerimaan kita di hadapan-Nya. Iman bukan hanya sikap batin, tetapi sarana yang ditetapkan Allah untuk kita diterima oleh-Nya.

  • Iman menjadi kondisi eksistensial—tanpa iman, seluruh aktivitas kita, bahkan yang religius, menjadi sia-sia.

  • Iman adalah trusting faith, bukan hanya historical faith (percaya bahwa Allah ada), tetapi saving faith (percaya kepada Allah yang menyelamatkan dalam Kristus).

Catatan Calvin: “Tanpa iman, segala yang kita kerjakan, betapa mulia pun, hanyalah lumpur yang tidak berguna di hadapan Allah.”

2. “Siapa yang berpaling kepada Allah...”

Kata kerja Yunani proserchomai di sini berarti “datang mendekat” atau “menghadap.” Ini adalah istilah yang sering dipakai dalam konteks liturgis/tabernakel dalam Perjanjian Lama.

  • Dengan kata lain, orang yang berpaling kepada Allah sedang mencari hadirat-Nya, bukan hanya informasi tentang-Nya.

  • Coming to God berarti meninggalkan yang lain—ini menuntut pertobatan.

3. “...percaya bahwa Ia ada dan bahwa Ia memberi upah”

Ibrani 11:6 menyebut dua aspek iman yang sejati:

  • Percaya bahwa Allah ada (existence of God) → bukan sekadar pengakuan rasional, melainkan kepercayaan relasional dan personal.

  • Percaya bahwa Ia memberi upah (rewarder) → Allah bukan hanya “ada” tapi Ia juga aktif, berpribadi, dan peduli.

II. Perspektif Teologi Reformed

A. John Calvin: Iman sebagai Kebergantungan Total

Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menekankan bahwa iman bukanlah buah dari logika, tetapi anugerah Roh Kudus. Iman adalah:

  • “a firm and certain knowledge of God's benevolence toward us”, dan

  • Bersandar penuh kepada janji Allah di dalam Kristus.

Menurut Calvin, tanpa iman, kita berdiri telanjang di hadapan Allah yang kudus.

“Iman membawa kita bukan hanya percaya bahwa Allah itu ada, tetapi bahwa Ia adalah Bapa kita di dalam Yesus Kristus.”

B. Herman Bavinck: Allah yang Mewahyukan Diri

Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyatakan bahwa keberadaan Allah (seperti di Ibrani 11:6) bukan sekadar fakta metafisik, tetapi kebenaran yang diwahyukan dan dialami oleh umat percaya. Iman itu adalah:

  • "the organ of reception for revelation"

  • Bavinck menekankan aspek epistemologi iman: kita tahu karena Allah berkenan menyatakan diri-Nya.

C. R.C. Sproul: Iman yang Tidak Buta

Sproul menolak pandangan bahwa iman adalah “melompat dalam kegelapan.” Dalam bukunya Knowing Scripture, ia menekankan bahwa:

  • Iman Kristen adalah rasional dan berdasar, bukan spekulatif.

  • Tetapi iman tetap menuntut ketundukan—percaya bahwa Allah tahu lebih dari kita.

“Faith involves content (notitia), assent (assensus), and trust (fiducia).”

III. Iman dalam Konteks Ibrani 11: Saksi-Saksi Iman

Pasal 11 penuh dengan contoh iman dari tokoh Perjanjian Lama. Ibrani 11:6 menjadi semacam “kunci tafsir” untuk seluruh daftar itu:

  • Henokh (ayat 5) disebut sebelum ayat 6—dikatakan ia “berkenan kepada Allah.” Maka Ibrani 11:6 menjelaskan mengapa dan bagaimana Henokh berkenan kepada Allah: karena imannya.

  • Tokoh-tokoh seperti Nuh, Abraham, Musa juga menunjukkan bahwa iman adalah daya pendorong ketaatan mereka.

Iman mendahului perbuatan. Tanpa iman, perbuatan hanyalah upaya manusiawi yang tak punya bobot kekal.

IV. Dimensi Praktis dari Iman yang Benar

1. Percaya bahwa Allah Ada

Bukan hanya percaya bahwa “suatu kekuatan supranatural” eksis, tetapi:

  • Allah yang Alkitabiah, yang menyatakan diri melalui Firman.

  • Allah yang kudus, adil, kasih, dan penuh belas kasih.

Banyak orang percaya Allah ada, tetapi tanpa relasi dengan-Nya. Itu bukan iman sejati.

2. Percaya bahwa Ia Memberi Upah

Teologi Reformed sering berhati-hati dengan kata “upah,” namun Ibrani menekankan bahwa:

  • Allah menghargai usaha mencari Dia.

  • Ini bukan berarti kita “membeli” kasih-Nya, tetapi menunjukkan kesetiaan Allah terhadap janji-Nya.

Menurut Bavinck, “God rewards not because of merit, but because of covenantal faithfulness.”

V. Iman dan Anugerah: Tidak Bisa Dipisahkan

Iman Adalah Karunia

Efesus 2:8-9 mengajarkan bahwa iman adalah karunia Allah. Maka:

  • Kita tidak bisa membanggakan iman kita.

  • Namun kita bertanggung jawab untuk memelihara dan memperjuangkannya (Yudas 1:3).

Iman Bukan Pekerjaan

Dalam kerangka Reformed, iman bukanlah dasar keselamatan kita, tetapi alat penerima anugerah keselamatan.

“Iman menyelamatkan bukan karena keunggulannya, tetapi karena objeknya—Yesus Kristus.” — John Murray

VI. Iman Sejati Membawa Arah Hidup

Ibrani 11:6 menyiratkan bahwa orang yang sungguh-sungguh mencari Allah adalah orang yang mengatur ulang arah hidupnya.

  • Mencari Allah berarti meninggalkan ilah-ilah palsu: uang, kuasa, ego.

  • Iman menuntut perubahan prioritas.

Iman bukan emosi sesaat, tetapi keputusan hidup untuk berjalan bersama Allah setiap hari.

VII. Relevansi Ibrani 11:6 di Zaman Modern

Tantangan:

  • Sekularisme: Menyingkirkan keberadaan Allah dari ruang publik.

  • Relativisme: Menolak adanya satu kebenaran absolut.

Jawaban Ibrani 11:6:

  • Menegaskan keberadaan Allah yang absolut dan aktif.

  • Mengajarkan bahwa mencari Allah adalah jalan hidup, bukan hanya momen sesaat di gereja.

VIII. Aplikasi Pribadi dan Pastoral

1. Mengoreksi Iman Palsu

Banyak orang “percaya” tetapi tidak benar-benar “mendekat kepada Allah.” Iman sejati mendorong:

  • Komitmen.

  • Relasi pribadi.

  • Kerinduan akan kehadiran Allah.

2. Menolong Jemaat Bertumbuh

Gereja Reformed sering kali menekankan doktrin. Ibrani 11:6 mengingatkan kita bahwa:

  • Doktrin yang sehat harus menuntun pada pencarian pribadi kepada Allah.

  • Tanpa relasi, teologi menjadi dingin dan kering.

IX. Kesimpulan: Tanpa Iman, Segalanya Sia-Sia

Ibrani 11:6 mengajarkan bahwa:

  • Iman adalah syarat mutlak untuk berkenan kepada Allah.

  • Iman yang sejati mengandung unsur percaya, mencari, dan menerima.

Dalam terang para teolog Reformed, iman bukan hanya respon manusia terhadap Allah, tetapi hasil karya Roh Kudus dalam hati yang diperbaharui.

Mari kita bertanya:

Apakah saya benar-benar percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Ia memberi upah kepada mereka yang mencari Dia?

Next Post Previous Post