Bagaimana Yesus Memandang dan Menghargai Perempuan

Pendahuluan
Dalam dunia Yahudi abad pertama, posisi perempuan sering kali terpinggirkan. Mereka tidak diberi tempat dalam pengajaran rabinik, kesaksian mereka tidak dianggap di pengadilan, dan mereka lebih sering dikenal sebagai pelengkap sosial, bukan sebagai pribadi yang penuh martabat. Namun, dalam terang Injil, Yesus tampil sebagai figur revolusioner dalam memperlakukan perempuan dengan martabat, kasih, dan hormat. Artikel ini akan menelaah bagaimana Yesus memandang dan menghargai perempuan, berdasarkan data Alkitabiah dan pendekatan teologi Reformed yang menekankan otoritas Kitab Suci, martabat manusia sebagai gambar Allah (imago Dei), dan kasih karunia dalam Kristus.
Bagian 1: Dasar Teologi Reformed tentang Martabat Manusia
Sebelum melihat perlakuan Yesus terhadap perempuan, penting untuk memahami dasar antropologi Reformed.
1.1 Imago Dei dan Kesetaraan Martabat
Dalam Kejadian 1:27, dikatakan:
"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya; menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka."
John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menyatakan:
"Gambar Allah tidak dibatasi oleh gender. Laki-laki dan perempuan, keduanya mencerminkan kemuliaan Allah."
Pandangan Reformed meyakini bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki martabat, nilai, dan tanggung jawab moral yang setara di hadapan Allah. Oleh karena itu, ketika Yesus datang dan memperlakukan perempuan dengan kasih dan penghargaan, Ia tidak menciptakan prinsip baru, tetapi mengembalikan ciptaan kepada tatanan semula.
Bagian 2: Yesus Melawan Norma Sosial Demi Menghargai Perempuan
2.1 Wanita Samaria (Yohanes 4:1–42)
Yesus berbicara secara langsung dengan seorang perempuan Samaria di sumur—perbuatan yang sangat tidak lazim pada masa itu. Ia tidak hanya berbicara dengan perempuan, tetapi juga seorang Samaria yang hidup dalam dosa.
"Lalu perempuan itu berkata kepada-Nya, 'Bagaimana mungkin Engkau, seorang Yahudi, meminta air dari aku, seorang perempuan Samaria?'” (Yohanes 4:9)
R.C. Sproul dalam John: St. Andrew’s Expositional Commentary menulis:
“Yesus memulihkan martabat perempuan ini dengan memberinya wahyu langsung tentang siapa diri-Nya. Ia menghormati akal budinya, mengoreksi moralitasnya, dan menawarkan keselamatan.”
2.2 Perempuan yang Berdosa (Lukas 7:36–50)
Dalam peristiwa pengurapan kaki Yesus oleh perempuan berdosa, Dia berkata:
“Dosanya yang banyak telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih.” (Lukas 7:47)
Yesus menerima perempuan itu di hadapan orang Farisi yang menghakimi. Dalam budaya di mana wanita seperti itu dianggap najis, Yesus menunjukkan penerimaan dan pengampunan.
Tim Keller, dalam khotbahnya tentang Injil Lukas, berkata:
“Kebudayaan menghukum perempuan ini, tetapi Yesus memulihkannya dengan kasih dan pengampunan. Ia melihat perempuan bukan dari masa lalunya, tetapi dari apa yang bisa Ia jadikan dia di dalam kasih karunia.”
Bagian 3: Perempuan sebagai Pengikut dan Pelayan dalam Pelayanan Yesus
3.1 Maria dan Marta (Lukas 10:38–42)
Yesus memuji Maria karena memilih duduk di kaki-Nya—posisi yang biasanya diberikan kepada murid laki-laki.
“Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil darinya.” (Lukas 10:42)
John Piper mencatat dalam Desiring God:
“Yesus mendobrak kebiasaan eksklusif pria dalam pendidikan agama. Ia membuka jalan bagi perempuan untuk menjadi pelajar firman yang sejati.”
3.2 Wanita yang Melayani Yesus (Lukas 8:1–3)
Beberapa perempuan disebutkan mendukung pelayanan Yesus secara finansial dan logistik, termasuk Maria Magdalena, Yohana, dan Susana.
“…dan perempuan-perempuan lain yang melayani mereka dengan kekayaan mereka.”
Wayne Grudem, dalam Systematic Theology, menyatakan:
“Partisipasi perempuan dalam pelayanan Yesus menunjukkan bahwa peran mereka tidak bersifat marginal, tetapi esensial bagi misi Kerajaan.”
Bagian 4: Wanita dalam Momen Penting Penebusan
4.1 Penyaliban dan Kebangkitan
Semua murid laki-laki meninggalkan Yesus pada waktu penyaliban, tetapi perempuan-perempuan tetap tinggal, menyaksikan hingga akhir (Matius 27:55–56). Bahkan, Maria Magdalena menjadi saksi pertama kebangkitan (Yohanes 20:11–18).
“Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka bahwa Aku akan naik kepada Bapa-Ku...” (Yohanes 20:17)
Alister McGrath, dalam Theology: The Basics, menyebut momen ini sebagai "tindakan pembalikan struktural yang radikal," karena di dunia Yahudi kesaksian perempuan tidak diakui secara hukum, tetapi Yesus justru memilih mereka sebagai pembawa kabar terbesar dalam sejarah.
Bagian 5: Teologi Reformed dan Kesaksian tentang Perempuan
5.1 Kesetaraan Ontologis, Perbedaan Fungsional
Reformed Theology secara umum mendukung kesetaraan ontologis antara laki-laki dan perempuan, tetapi sebagian kalangan Reformed (terutama complementarian) membedakan antara fungsi dalam rumah tangga dan gereja.
B.B. Warfield, dalam tulisannya tentang wanita dalam pelayanan, menyatakan:
“Yesus memberikan teladan bahwa kasih, pengakuan, dan pelatihan rohani tidak eksklusif bagi pria. Namun, fungsi kepemimpinan publik tetap harus dibedakan dengan bijak.”
5.2 Kontribusi Tokoh Reformed Wanita
Sejarah Reformed juga menyimpan nama-nama besar wanita seperti:
-
Anne Dutton – penulis Puritan wanita yang terkenal
-
Katharina von Bora – istri Martin Luther, teladan bagi perempuan Kristen
-
Marguerite de Navarre – pelindung Reformasi Prancis
Bagian 6: Penerapan dalam Kehidupan Modern
6.1 Menghargai dan Memuridkan Perempuan dalam Gereja
Gereja harus mengikuti teladan Yesus dengan:
-
Memberi tempat bagi perempuan untuk belajar firman secara mendalam.
-
Mengizinkan perempuan berpartisipasi dalam pelayanan sesuai karunia mereka.
-
Menjadi tempat yang aman dari eksploitasi dan marginalisasi.
6.2 Menjawab Feminisme dengan Kasih Karunia Injil
Gerakan feminisme modern sering kali lahir karena kekecewaan terhadap perlakuan terhadap perempuan, termasuk dalam institusi keagamaan. Gereja Reformed harus menyuarakan:
-
Kesetaraan nilai perempuan dalam ciptaan
-
Kasih dan penghargaan seperti yang Yesus tunjukkan
-
Penebusan Kristus yang berlaku penuh bagi laki-laki maupun perempuan
Kesimpulan: Yesus, Perempuan, dan Pemulihan yang Sempurna
Yesus menunjukkan dalam hidup dan pelayanan-Nya bahwa perempuan bukanlah warga kelas dua dalam kerajaan Allah. Ia menghormati, menyembuhkan, memulihkan, dan mempercayakan tugas penting kepada mereka. Dalam terang teologi Reformed, tindakan Yesus adalah manifestasi dari anugerah Allah yang universal, yang tidak dibatasi oleh jenis kelamin, status sosial, atau dosa masa lalu.
“Dalam Kristus tidak ada orang Yahudi atau Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki dan perempuan, sebab kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:28)
Penutup
Yesus tidak hanya memandang perempuan sebagai objek belas kasih, tetapi sebagai subjek dalam rencana keselamatan. Ia membuka jalan untuk pengakuan, pemulihan, dan pelayanan aktif perempuan dalam gereja dan dunia.