Titus 1:10-16 Menangkal Ajaran Sesat dan Memelihara Kemurnian Injil

Titus 1:10-16 Menangkal Ajaran Sesat dan Memelihara Kemurnian Injil

Pendahuluan

Surat Paulus kepada Titus merupakan salah satu surat pastoral yang kaya akan nasihat praktis dan teologis. Dalam Titus 1:10-16, Rasul Paulus memberikan peringatan tegas tentang adanya pengajar-pengajar sesat yang mengganggu jemaat di Kreta. Ayat-ayat ini bukan hanya relevan pada abad pertama, tetapi juga sangat aktual untuk gereja masa kini, di tengah maraknya ajaran yang menyimpang dari kebenaran Injil.

Teologi Reformed menekankan bahwa Firman Allah adalah otoritas tertinggi, dan kemurnian Injil harus dipertahankan demi kemuliaan Allah dan keselamatan umat-Nya. Oleh karena itu, eksposisi ini akan menguraikan konteks, tafsiran, serta aplikasi dari Titus 1:10-16 berdasarkan pandangan para pakar teologi Reformed.

1. Konteks Surat Titus

Titus adalah rekan sepelayanan Paulus yang dipercayakan untuk melayani jemaat di Kreta. Pulau Kreta dikenal sebagai wilayah dengan reputasi moral yang buruk (Titus 1:12). Paulus menulis surat ini untuk memberikan instruksi tentang penunjukan penatua, peneguhan doktrin yang sehat, dan penanganan ajaran sesat.

Menurut John Stott, konteks ini menunjukkan bahwa gereja muda di Kreta berada dalam bahaya serius dari pengajar palsu, sehingga penatua yang sehat dalam iman diperlukan untuk menegur dan membungkam mereka (Stott, The Message of Titus).

2. Teks dan Terjemahan Titus 1:10-16

Mari kita lihat terjemahan LAI TB:

"Karena sudah banyak orang yang hidup tidak tertib, yang omong kosong dan menyesatkan pikiran orang, terutama mereka yang berasal dari golongan sunat. Mereka harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacaukan seluruh rumah tangga orang lain dengan mengajarkan ajaran yang tidak benar demi mendapat keuntungan yang memalukan. Seorang dari kalangan mereka sendiri, seorang nabi mereka, pernah berkata: 'Orang Kreta selalu pendusta, binatang buas yang malas dan rakus.' Kesaksian itu benar. Karena itu tegorlah mereka dengan tegas supaya mereka menjadi sehat dalam iman, dan supaya mereka jangan lagi mengikuti dongeng-dongeng Yahudi dan perintah-perintah manusia yang berpaling dari kebenaran. Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan tidak percaya, tidak ada sesuatu pun yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis. Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan mereka mereka menyangkal-Nya. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik."

3. Analisis Ekspositori Ayat demi Ayat

Titus 1:10: “Banyak orang yang hidup tidak tertib…”

Paulus menyebut “banyak” — artinya masalah ajaran sesat ini tersebar luas. Istilah “tidak tertib” (anypotaktos) berarti menolak otoritas, terutama otoritas Firman Tuhan dan para pemimpin yang sah. Mereka disebut “omong kosong” (mataiologos), mengacu pada pengajar yang pandai berbicara namun kosong secara teologis.

Komentar John Calvin: dalam Commentary on Titus, Calvin menegaskan bahwa guru palsu sering kali memikat orang melalui kata-kata indah namun tanpa fondasi kebenaran. Ini adalah ciri khas bidat sepanjang zaman.

Titus 1:11: “Mereka harus ditutup mulutnya…”

Bahasa Yunani epistomizo berarti “membungkam dengan paksa” — bukan dengan kekerasan fisik, tetapi dengan otoritas Firman Allah. Paulus memerintahkan agar penatua yang sehat dalam iman mengambil tindakan tegas, karena ajaran mereka mengacaukan rumah tangga, artinya merusak keluarga jemaat dengan doktrin palsu.

Matthew Henry menekankan bahwa ajaran sesat seringkali membawa kerusakan relasional dan spiritual dalam jemaat. Membungkam mereka adalah bentuk perlindungan kasih bagi kawanan Allah.

Titus 1:12-13a: Kesaksian tentang karakter orang Kreta

Paulus mengutip Epimenides, seorang penyair Kreta, yang mengatakan: “Orang Kreta selalu pendusta, binatang buas yang malas dan rakus.” Paulus menegaskan bahwa kesaksian itu benar dalam konteks moral masyarakat mereka. Bukan berarti semua orang Kreta secara individu demikian, tetapi kultur mereka memberi peluang bagi berkembangnya ajaran sesat.

Titus 1:13b: “Tegorlah mereka dengan tegas…”

Tujuan teguran keras bukan untuk menjatuhkan, tetapi memulihkan — “supaya mereka menjadi sehat dalam iman.” Dalam teologi Reformed, teguran adalah salah satu sarana anugerah Allah untuk membawa umat kembali kepada kebenaran (lih. 2 Timotius 3:16-17).

John MacArthur menekankan bahwa pemimpin rohani sejati tidak mengabaikan dosa atau ajaran sesat, tetapi menegur demi kesehatan rohani jemaat.

Titus 1:14: “Jangan lagi mengikuti dongeng Yahudi…”

“Dongeng Yahudi” merujuk pada mitos, legenda, dan tradisi yang tidak berdasar pada Kitab Suci. “Perintah-perintah manusia” berarti legalisme — aturan buatan yang menggantikan kebenaran Allah. Ini sejalan dengan Yesus yang mengecam tradisi manusia yang membatalkan firman Allah (Markus 7:6-9).

Titus 1:15: “Bagi orang suci semuanya suci…”

Paulus menegaskan prinsip kebebasan Kristen: orang yang telah disucikan oleh iman tidak lagi terikat pada aturan legalistik tentang makanan atau ritual lahiriah. Sebaliknya, bagi yang najis dan tidak percaya, semua hal menjadi najis karena hati mereka belum dibaharui.

John Gill menulis bahwa kemurnian berasal dari hati yang dibersihkan oleh Kristus, bukan dari upacara lahiriah.

Titus 1:16: “Mereka mengaku mengenal Allah…”

Inilah puncak kecaman Paulus: pengakuan lisan tanpa bukti perbuatan yang selaras dengan iman adalah kemunafikan. Mereka menyangkal Allah melalui perbuatan, meskipun mulut mereka berkata sebaliknya. Hal ini konsisten dengan prinsip Reformed bahwa iman yang sejati pasti menghasilkan buah ketaatan (Yakobus 2:17).

R.C. Sproul menyebut ayat ini sebagai gambaran klasik tentang “pengakuan kosong” — suatu pengakuan iman yang tidak menghasilkan ketaatan adalah bukti iman palsu.

4. Prinsip-Prinsip Teologi Reformed dari Titus 1:10-16

  1. Otoritas Firman di atas tradisi manusia
    Segala ajaran dan praktik harus diuji berdasarkan Kitab Suci.

  2. Pentingnya pemimpin rohani yang sehat
    Penatua harus berani membungkam ajaran sesat demi menjaga kawanan Allah.

  3. Teguran adalah kasih
    Teguran keras dalam kebenaran adalah sarana pemulihan rohani.

  4. Kemurnian berasal dari hati yang dibaharui
    Ritual lahiriah tanpa pembaharuan hati tidak memiliki nilai rohani.

  5. Iman sejati menghasilkan perbuatan
    Pengakuan iman tanpa buah ketaatan adalah tanda kemunafikan.

5. Aplikasi Praktis untuk Gereja Masa Kini

  1. Waspada terhadap pengajar yang “pandai bicara tapi kosong isinya”
    Gereja harus memeriksa semua pengajaran berdasarkan Alkitab, bukan karisma pembicaranya.

  2. Pemimpin harus melindungi jemaat dari ajaran sesat
    Diam berarti memberi ruang bagi kesesatan berkembang.

  3. Jangan biarkan legalisme menggantikan Injil
    Kebebasan Kristen harus dijaga, namun tidak disalahgunakan.

  4. Nilai kemurnian hati lebih daripada ritual lahiriah
    Kehidupan rohani yang sejati dimulai dari transformasi hati.

  5. Hidup sesuai dengan pengakuan iman
    Integritas adalah bukti iman yang hidup.

Kesimpulan

Titus 1:10-16 adalah peringatan keras dari Paulus yang tetap relevan sepanjang zaman. Teologi Reformed menegaskan bahwa kemurnian Injil harus dijaga melalui pengajaran yang sehat, pemimpin yang berani, dan jemaat yang hidup sesuai dengan kebenaran Firman. Gereja tidak boleh toleran terhadap ajaran sesat, tetapi harus menghadapinya dengan Firman dan kasih yang memulihkan.

Seperti kata John Calvin, “Gembala yang setia adalah mereka yang tidak hanya memberi makan domba, tetapi juga melawan serigala.” Ayat-ayat ini mengajak kita untuk berani membela kebenaran, menolak kesesatan, dan hidup dalam integritas demi kemuliaan Allah.

Next Post Previous Post