Belajar dan Mengajar Doktrin: Panggilan Kudus Gereja yang Hidup

Belajar dan Mengajar Doktrin: Panggilan Kudus Gereja yang Hidup

Pendahuluan: Krisis Doktrin di Zaman Modern

Dalam beberapa dekade terakhir, gereja menghadapi salah satu krisis paling serius dalam sejarahnya: krisis doktrin. Banyak orang Kristen mengenal lagu-lagu pujian, hafal ayat-ayat populer, dan aktif dalam pelayanan, namun tidak memahami dasar iman mereka sendiri.
Gereja modern sering lebih menekankan pengalaman rohani dan perasaan pribadi, sementara kebenaran teologis dianggap “kering” atau “tidak relevan.”

Namun, Alkitab mengajarkan bahwa iman sejati tidak dapat dipisahkan dari kebenaran. Yesus sendiri adalah kebenaran itu (Yohanes 14:6), dan ajaran (doktrin) adalah sarana Allah untuk menjaga, menumbuhkan, dan memurnikan gereja-Nya.

Paulus menulis kepada Timotius:

“Bertekunlah dalam hal-hal itu; berpeganglah padanya, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.”
(1 Timotius 4:16, AYT)

Ayat ini menegaskan bahwa belajar dan mengajar doktrin bukan sekadar kegiatan akademis, melainkan tugas penyelamatan — karena di dalam doktrin yang benar, Injil disampaikan, dan melalui Injil itulah orang diselamatkan.

I. Arti Doktrin: Bukan Sekadar Pengetahuan, Melainkan Hidup

Kata doktrin berasal dari bahasa Latin doctrina, yang berarti “pengajaran.” Dalam Alkitab, doktrin menunjuk pada ajaran yang berasal dari Allah, disampaikan melalui para nabi dan rasul, serta digenapi dalam Kristus.

Paulus menyebutnya “ajaran sehat” (sound doctrine) dalam 2 Timotius 4:3, yang berarti ajaran yang murni, sehat, dan menumbuhkan kehidupan rohani.

1. Doktrin Adalah Fondasi Iman

R.C. Sproul dalam bukunya Knowing Scripture menulis:

“Setiap orang Kristen adalah teolog; pertanyaannya bukan apakah kita memiliki teologi, tetapi apakah teologi kita benar.”

Setiap orang yang percaya pasti memiliki pandangan tertentu tentang Allah, manusia, dosa, dan keselamatan — itu semua adalah teologi. Maka, pertanyaannya bukan apakah kita berteologi, melainkan apakah teologi kita sesuai dengan Firman Allah.

John Calvin menegaskan dalam Institutes of the Christian Religion:

“Tidak ada pengetahuan yang benar tentang Allah tanpa pengetahuan yang benar tentang diri kita, dan tidak ada pengetahuan yang benar tentang diri kita tanpa pengetahuan tentang Allah.”

Bagi Calvin, doktrin bukan sekadar kumpulan ide, tetapi cermin yang menunjukkan siapa Allah dan siapa manusia di hadapan-Nya.

2. Doktrin Adalah Jalan Menuju Kekudusan

Bagi Jonathan Edwards, doktrin yang sejati harus mengubah kehidupan. Ia menulis:

“Kebenaran yang tidak mengubah hati bukanlah kebenaran yang benar-benar dipahami.”

Artinya, belajar doktrin bukan untuk menjadi pintar, tetapi untuk menjadi kudus. Doktrin mengarahkan pikiran kepada Allah dan membentuk hati untuk menaati Dia.

Yesus sendiri berkata:

“Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”
(Yohanes 8:32)

Kebenaran yang dipelajari dan dihidupi menghasilkan kebebasan sejati — bukan kebebasan untuk berbuat dosa, melainkan kebebasan untuk taat.

II. Belajar Doktrin: Panggilan Setiap Orang Kristen

1. Belajar Doktrin Adalah Tanda Kasih kepada Allah

Yesus berkata bahwa hukum yang terutama adalah:

“Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu.”
(Matius 22:37)

Kasih kepada Allah tidak hanya melibatkan emosi, tetapi juga akal budi. Belajar doktrin berarti menggunakan pikiran untuk mengenal Dia lebih dalam.

J.I. Packer dalam Knowing God menulis:

“Seseorang yang mengenal Allah bukanlah orang yang tahu banyak tentang Allah, tetapi orang yang hidup dalam terang kebenaran-Nya.”

Maka, belajar doktrin adalah bentuk kasih yang aktif — karena kita mencintai Dia, kita ingin mengenal apa yang Ia nyatakan tentang diri-Nya.

2. Belajar Doktrin Adalah Tanggung Jawab Rohani

Ibrani 5:12–14 menegur orang percaya yang masih “bayi rohani”:

“Sebab sekalipun kamu seharusnya sudah menjadi pengajar karena waktu, kamu malah masih perlu diajari lagi asas-asas pokok dari firman Allah...”

Teguran ini menunjukkan bahwa kedewasaan rohani diukur dari kedalaman pemahaman akan doktrin.
Seorang Kristen yang enggan belajar firman tidak akan bertumbuh dan mudah disesatkan oleh ajaran palsu.

Martyn Lloyd-Jones menulis:

“Tidak ada kebangunan rohani sejati tanpa kebangkitan doktrin.”

Belajar Firman adalah tanda bahwa seseorang telah dihidupkan oleh Roh Kudus dan rindu untuk mengenal Allah lebih dalam.

3. Belajar Doktrin Membawa Kestabilan di Tengah Arus Dunia

Efesus 4:14 memperingatkan agar kita “jangan lagi diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran.”
Doktrin yang benar membuat kita kokoh, tidak mudah goyah oleh tren atau ajaran baru yang menyesatkan.

John Stott, meskipun bukan Reformed murni, berbicara dalam semangat yang sama:

“Kekristenan tanpa doktrin adalah kekristenan tanpa tulang; tidak memiliki kekuatan, bentuk, atau daya tahan.”

III. Mengajar Doktrin: Tugas Kudus Gereja

1. Amanat Mengajar dari Kristus

Yesus berkata dalam Amanat Agung:

“Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
(Matius 28:20)

Mengajar bukanlah pilihan; itu adalah perintah Kristus. Gereja yang tidak mengajar doktrin secara sistematis sedang mengabaikan salah satu aspek utama dari Amanat Agung.

R.C. Sproul menegaskan dalam The Holiness of God:

“Gereja modern telah mengganti katekismus dengan konser, dan hasilnya adalah generasi yang bersemangat tanpa dasar.”

Pengajaran yang benar menanamkan kebenaran yang tahan lama di hati jemaat. Gereja yang setia mengajarkan doktrin membangun fondasi iman yang tak tergoyahkan.

2. Mengajar Doktrin Adalah Tindakan Kasih

Mengajar kebenaran bukanlah tindakan legalistik, melainkan tindakan kasih tertinggi.
Paulus menulis:

“Tegurlah dan ajarlah dengan segala kesabaran dan pengajaran.”
(2 Timotius 4:2)

Mengajar berarti peduli terhadap keselamatan orang lain. Doktrin yang benar menjaga jemaat dari bahaya ajaran palsu dan menuntun mereka kepada Kristus.

Charles Spurgeon berkata:

“Pengajaran yang kabur adalah kejam, karena menyesatkan orang menuju kebinasaan.”

Sebaliknya, mengajar doktrin dengan jelas adalah kasih yang sejati, karena menuntun orang kepada kebenaran yang menyelamatkan.

3. Mengajar Doktrin Menghasilkan Gereja yang Dewasa

Dalam Efesus 4:11–13, Paulus menjelaskan bahwa Kristus memberi pengajar kepada gereja agar tubuh Kristus dibangun sampai mencapai “kedewasaan penuh.”

John Owen menafsirkan bahwa pengajaran doktrin yang setia adalah “pilar yang menopang gereja.” Tanpa pengajaran, gereja akan kehilangan bentuk, arah, dan kekuatan.

Gereja yang bertumbuh dalam Firman akan kuat menghadapi tekanan budaya, dan mampu berdiri di tengah zaman yang menolak kebenaran.

IV. Prinsip Reformed dalam Belajar dan Mengajar Doktrin

Teologi Reformed menekankan bahwa Firman Allah adalah pusat dari segala pembelajaran dan pengajaran.
Tiga prinsip utama Reformed yang relevan dalam konteks ini adalah:

1. Sola Scriptura – Hanya Firman yang Berotoritas

Setiap pengajaran harus tunduk pada otoritas Kitab Suci. Tidak ada pengalaman, tradisi, atau pendapat manusia yang boleh menggantikan Firman.

John Calvin berkata:

“Firman Allah adalah tongkat gembala yang menuntun kita agar tidak tersesat.”

Oleh karena itu, setiap pengajar harus menafsirkan dan mengajarkan Alkitab dengan teliti, menggunakan prinsip hermeneutik yang sehat.

2. Sola Gratia – Belajar dan Mengajar Adalah Anugerah

Tidak ada orang yang dapat memahami kebenaran Allah tanpa karya Roh Kudus.
1 Korintus 2:14 berkata:

“Manusia duniawi tidak menerima hal-hal yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah kebodohan.”

R.C. Sproul menulis:

“Kita belajar bukan karena kita cerdas, tetapi karena Allah beranugerah mengajar kita melalui Roh-Nya.”

Karena itu, setiap proses belajar dan mengajar harus disertai doa dan ketergantungan penuh pada Roh Kudus.

3. Soli Deo Gloria – Tujuan Akhirnya Adalah Kemuliaan Allah

Baik pengajar maupun pelajar harus memiliki satu tujuan: memuliakan Allah melalui kebenaran yang dipahami dan dihidupi.

B.B. Warfield, seorang teolog Reformed Princeton, menulis:

“Belajar teologi bukan untuk menjadi sombong, tetapi untuk mengasihi Allah lebih dalam dan melayani sesama dengan lebih setia.”

Setiap pengetahuan teologis yang tidak mengarah kepada penyembahan adalah kesia-siaan.

V. Bahaya Mengabaikan Doktrin

1. Ajaran Palsu yang Menyusup

Tanpa fondasi doktrin yang kuat, gereja mudah terseret ke dalam ajaran palsu.
Paulus memperingatkan:

“Akan datang waktunya orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat.”
(2 Timotius 4:3)

Kita hidup di zaman itu. Banyak gereja mengutamakan popularitas dan pertumbuhan cepat dibandingkan kesetiaan pada kebenaran.

John MacArthur menulis dalam Reckless Faith:

“Ketika gereja lebih peduli pada relevansi daripada kebenaran, ia telah menyerahkan mandat ilahi.”

2. Kekristenan Emosional Tanpa Akar

Tanpa doktrin, iman berubah menjadi emosi sesaat. Orang yang hanya mencari pengalaman tanpa dasar Firman akan mudah jatuh saat pencobaan datang.

Martyn Lloyd-Jones berkata:

“Kekristenan yang hanya emosional adalah kekristenan yang rapuh; ketika badai datang, itu akan runtuh.”

3. Kehidupan yang Tidak Kudus

Doktrin yang benar selalu menghasilkan hidup yang benar. Sebaliknya, ajaran yang salah akan menghasilkan moral yang rusak.
Kebenaran membentuk perilaku. Karena itu, gereja yang mengabaikan pengajaran doktrin secara tidak langsung sedang membuka pintu bagi kemerosotan moral.

VI. Cara Praktis Belajar dan Mengajar Doktrin

1. Melalui Pembacaan dan Studi Alkitab yang Teratur

Mulailah dengan pembacaan Alkitab yang sistematis, bukan acak. Gunakan alat bantu seperti tafsiran, katekismus, dan buku teologi Reformed klasik (mis. Institutes karya Calvin, Confession of Faith Westminster, dll).

2. Melalui Katekisasi dan Disiplin Pengajaran Gereja

Tradisi Reformed menekankan pentingnya katekisasi — pengajaran dasar iman Kristen secara sistematis. Ini bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk orang dewasa yang ingin memperdalam iman.

Heidelberg Catechism dimulai dengan pertanyaan:

“Apa satu-satunya penghiburanmu dalam hidup dan mati?”
Jawaban: “Bahwa aku milik Yesus Kristus...”

Pengajaran doktrin selalu diarahkan untuk membawa orang kepada penghiburan dalam Injil.

3. Melalui Komunitas dan Diskusi Teologis

Belajar doktrin tidak dilakukan sendirian. Gereja adalah komunitas kebenaran, di mana setiap orang belajar bersama, saling menegur, dan meneguhkan.

Dietrich Bonhoeffer (walau bukan Reformed, sejiwa dalam pandangan ini) menulis:

“Firman Allah dalam mulut saudara seiman seringkali lebih kuat daripada di mulut kita sendiri.”

Diskusi dan pengajaran bersama memperkaya pemahaman dan mencegah kesesatan pribadi.

VII. Buah dari Belajar dan Mengajar Doktrin

1. Gereja yang Kuat dan Stabil

Gereja yang berakar dalam Firman tidak mudah goyah. Mereka tahu apa yang mereka percaya dan mengapa mereka percaya.

Bavinck menulis:

“Gereja yang berhenti berpikir akan berhenti hidup.”

2. Iman yang Mendalam dan Rendah Hati

Pengetahuan teologis yang benar tidak membuat sombong, tetapi merendahkan diri di hadapan kebesaran Allah.

Jonathan Edwards berkata:

“Semakin seseorang mengenal Allah, semakin ia sadar betapa kecil dirinya.”

3. Kehidupan yang Menghasilkan Buah Roh

Ketika kebenaran tinggal di hati, Roh Kudus menumbuhkan buah-buah kebenaran: kasih, sukacita, damai sejahtera, dan penguasaan diri.
Doktrin dan kasih bukan dua hal yang berlawanan — doktrin sejati justru menghasilkan kasih yang sejati.

Kesimpulan: Kembali ke Doktrin yang Hidup

Belajar dan mengajar doktrin bukanlah nostalgia masa lalu atau aktivitas intelektual kering. Itu adalah tindakan penyembahan.

Setiap kali kita membuka Firman, kita sedang mendengar Allah berbicara.
Setiap kali kita mengajarkan kebenaran, kita sedang memperluas kerajaan-Nya.
Dan setiap kali kita berpegang pada ajaran sehat, kita sedang menjaga kemurnian Injil bagi generasi berikutnya.

Sebagaimana Paulus menulis kepada Timotius:

“Peganglah pola ajaran yang sehat yang telah engkau dengar dariku, dalam iman dan kasih yang ada dalam Kristus Yesus.”
(2 Timotius 1:13)

Gereja yang mau kembali belajar dan mengajar doktrin akan menjadi terang di tengah kegelapan, menuntun banyak jiwa kepada kebenaran yang menyelamatkan.

Kiranya Roh Kudus menolong setiap kita untuk mengenal, mengasihi, dan mengajarkan kebenaran dengan setia — demi kemuliaan Allah semata.

Next Post Previous Post