Kisah Para Rasul 8:26–29 - Ketaatan di Jalan yang Sepi

Kisah Para Rasul 8:26–29 - Ketaatan di Jalan yang Sepi

Eksposisi Kisah Para Rasul 8:26–29 dan Pandangan Teologi Reformed tentang Kedaulatan Allah dalam Penginjilan

Pendahuluan: Ketika Allah Menuntun di Jalan yang Tak Terduga

Kisah Filipus dan sida-sida Etiopia adalah salah satu peristiwa paling indah dalam narasi Kisah Para Rasul. Ia menggambarkan bagaimana Allah berdaulat menuntun penginjilan, bahkan ke satu jiwa yang jauh di padang gurun. Dalam dunia yang sering mengukur keberhasilan pelayanan dengan angka dan keramaian, perikop ini menegaskan nilai satu jiwa di hadapan Allah dan kedaulatan Roh Kudus dalam membawa Injil kepada orang yang dipilih-Nya.

John Stott menulis:

“Kisah ini bukan sekadar tentang ketaatan seorang penginjil, tetapi tentang Tuhan yang mencari orang berdosa di ujung bumi.”

Teologi Reformed menekankan bahwa keselamatan bukan hasil kebetulan atau usaha manusia, tetapi rencana kekal Allah yang dijalankan melalui ketaatan hamba-hamba-Nya. Dalam kisah ini, setiap langkah Filipus adalah bagian dari pemeliharaan Allah yang berdaulat.

1. Malaikat Tuhan yang Menyuruh: Allah yang Memprakarsai Misi (Kisah Para Rasul 8:26)

“Kemudian, malaikat Tuhan berbicara kepada Filipus, katanya, ‘Bangunlah dan pergilah ke Selatan, ke jalan yang turun dari Yerusalem menuju Gaza. Jalan itu adalah jalan yang sepi.’”

Kisah ini dimulai bukan dari rencana manusia, melainkan dari inisiatif ilahi. Filipus tidak sedang merencanakan perjalanan misi; ia sedang dipanggil. Malaikat Tuhan datang kepadanya — sebuah pengingat bahwa pelayanan Injil selalu dimulai oleh panggilan Allah, bukan ambisi pribadi.

Dalam teologi Reformed, hal ini berkaitan dengan doktrin providensia Allah. Tidak ada pertemuan atau peristiwa yang kebetulan. Allah mengatur waktu, tempat, dan sarana untuk melaksanakan kehendak-Nya.

John Calvin menulis dalam komentarnya atas Kisah Para Rasul:

“Ketika Allah memanggil kita kepada tugas baru, Ia jarang menunjukkan seluruh rencana-Nya sekaligus. Ia hanya mengatakan, ‘Bangun dan pergilah,’ dan menuntun langkah demi langkah.”

Jalan menuju Gaza disebut sebagai jalan yang sepi. Mengapa Allah mengutus Filipus ke tempat yang tampaknya tidak strategis? Karena di sanalah Allah telah menyiapkan satu jiwa yang akan menjadi saksi Injil ke Afrika.

Seperti dikatakan oleh Matthew Henry:

“Allah tidak menilai pelayanan dari banyaknya orang, tetapi dari ketaatan kepada perintah-Nya.”

Ketaatan sejati bukanlah ketaatan ketika kita mengerti alasannya, tetapi ketika kita percaya kepada Allah yang memberi perintah itu.

2. Filipus yang Taat: Respons Iman terhadap Panggilan (Kisah Para Rasul 8:27a)

“Filipus pun bangun dan berangkat.”

Ketaatan Filipus singkat, sederhana, tetapi luar biasa. Tidak ada argumen, tidak ada penundaan. Ia bangun dan pergi. Dalam bahasa Yunani, bentuk kalimat ini menunjukkan tindakan langsung dan tanpa ragu.

Ini menggambarkan prinsip Reformed bahwa iman sejati selalu disertai ketaatan aktif.

John Owen menulis:

“Ketaatan adalah napas iman. Ketika iman berhenti taat, ia mulai mati.”

Filipus sebelumnya dipakai secara luar biasa di Samaria (Kis. 8:5–8). Dari pelayanan besar dan penuh mujizat itu, Allah mengutusnya ke tempat yang sunyi. Dari kota ramai ke padang gurun sunyi. Namun, ia tetap taat.

R.C. Sproul menafsirkan hal ini sebagai contoh dari ketaatan pada panggilan khusus (vocatio specialis) — ketika Allah memindahkan seseorang dari satu pelayanan ke pelayanan lain demi maksud yang lebih besar, meski tampak kecil di mata manusia.

Ketaatan Filipus mengingatkan kita bahwa pelayanan yang sejati bukan tentang posisi, melainkan penyerahan diri kepada kehendak Allah.

3. Pertemuan yang Diatur Allah: Sida-sida Etiopia (Kisah Para Rasul 8:27b–28)

“Dan, tampak seorang Etiopia, yang adalah sida-sida dari seorang pejabat pengadilan Sri Kandake, Ratu Kerajaan Etiopia... Ia telah datang ke Yerusalem untuk beribadah, dan sedang kembali pulang sambil membaca kitab Nabi Yesaya.”

Siapakah sida-sida ini?
Ia adalah pejabat tinggi dari Ethiopia (wilayah Nubia modern, sekitar Sudan selatan sekarang), penjaga seluruh harta kerajaan. Walaupun berstatus tinggi, ia juga adalah seorang kasim (eunuch), yang dalam hukum Taurat (Ulangan 23:1) dianggap tidak dapat masuk ke persekutuan penuh Israel.

Namun, perhatikan: ia pergi ke Yerusalem untuk beribadah.
Ia adalah seorang “pencari Allah” — seseorang yang rindu mengenal Tuhan Israel meskipun secara sosial dan ritual ia terpinggirkan.

John Stott menulis:

“Sida-sida Etiopia ini adalah simbol dari mereka yang haus akan kebenaran, tetapi tidak memiliki terang Injil. Allah mengutus Filipus bukan karena ia mencari orang, tetapi karena Allah mencari dia.”

Dalam perspektif Reformed, ini menunjukkan doktrin pemilihan (election):
Allah, dalam kasih karunia-Nya, memilih dan memanggil mereka yang dikehendaki-Nya untuk diselamatkan, bahkan dari tempat yang jauh.

Thomas Watson berkata:

“Kasih karunia Allah akan menemukan orang pilihan di mana pun mereka berada, bahkan di jalan yang sepi di padang gurun.”

Ia membaca kitab Yesaya — tanda bahwa Allah sudah bekerja dalam hatinya sebelum Filipus datang.
Kisah ini menegaskan prinsip misi Reformed: Roh Kudus selalu mendahului penginjil. Ketika kita tiba, Allah sudah bekerja terlebih dahulu di hati pendengar.

4. “Roh berkata kepada Filipus”: Kedaulatan Roh Kudus dalam Penginjilan (Kisah Para Rasul 8:29)

“Lalu, Roh berkata kepada Filipus, ‘Pergi dan bergabunglah dengan kereta itu.’”

Di sini kita melihat peran sentral Roh Kudus dalam seluruh kisah. Dari awal (malaikat berbicara), sampai langkah berikutnya (Roh menuntun secara langsung), semua inisiatif berasal dari Allah.

Reformed theology menekankan hal ini dalam doktrin panggilan efektif (effectual calling) — Roh Kudus tidak hanya menawarkan keselamatan, tetapi menyelesaikan karya keselamatan dengan menuntun baik penginjil maupun pendengar.

John Calvin berkata:

“Roh Kudus adalah Direktur Agung dari seluruh karya penginjilan. Tidak ada satu jiwa pun yang datang kepada Kristus kecuali ditarik oleh Roh.”

Filipus tidak tahu siapa orang itu, apa yang ia baca, atau mengapa ia harus pergi. Tapi Roh tahu semuanya.
Roh Kudus tahu bahwa sida-sida itu sedang membaca Yesaya 53 — nubuat tentang Sang Hamba yang menderita, yaitu Kristus.
Tugas Filipus hanyalah taat dan berjalan.

Herman Bavinck menulis:

“Setiap tindakan ketaatan yang kecil adalah bagian dari rancangan kekal Allah untuk membawa Injil kepada bangsa-bangsa.”

5. Aplikasi Ekspositori: Prinsip Teologi Reformed dalam Kisah Ini

a. Kedaulatan Allah dalam Misi

Allah adalah penggagas, pengatur, dan penyelesai setiap misi penginjilan.
Tidak ada kebetulan dalam pelayanan. Allah menyiapkan hamba, tempat, dan pendengar.

Calvin: “Tidak ada langkah yang diambil seorang pelayan Kristus tanpa arahan tangan Allah yang tersembunyi.”

b. Ketaatan sebagai Respon terhadap Anugerah

Filipus tidak taat agar diselamatkan, tetapi karena ia telah diselamatkan.
Ketaatan lahir dari hati yang sudah diperbaharui oleh Injil.
Watson: “Anugerah yang sejati melahirkan ketaatan yang cepat dan sukarela.”

c. Roh Kudus sebagai Pengarah dan Pengerak

Roh Kudus bukan hanya memberi perintah, tetapi juga memberi kuasa untuk melaksanakannya.
Itulah sebabnya dalam Kisah Para Rasul, pelayanan selalu dikaitkan dengan kepenuhan Roh Kudus (Kis. 1:8; 13:2–4).

d. Pencarian Allah terhadap Satu Jiwa

Allah mengirim Filipus untuk satu orang Etiopia di jalan sunyi.
Ini mengingatkan kita bahwa misi Allah bukan statistik, melainkan kasih pribadi yang mengejar setiap jiwa pilihan-Nya.
John Piper menulis: “Allah dimuliakan ketika Injil menjangkau satu orang yang paling tidak mungkin dijangkau.”

6. Analisis Teologis: Penginjilan sebagai Karya Tritunggal

Kisah ini mencerminkan kerja sama Tritunggal dalam keselamatan:

Pribadi IlahiPeran dalam KisahAplikasi Teologis
BapaMengutus malaikat dan mengatur pertemuanKedaulatan dan rencana kekal
Anak (Kristus)Pusat kitab yang dibaca sida-sida (Yesaya 53)Injil sebagai isi misi
Roh KudusMenuntun Filipus dan membuka hati sida-sidaEfektifitas panggilan dan iman

Reformed theology memandang misi bukan sebagai pekerjaan manusia untuk Allah, tetapi pekerjaan Allah melalui manusia.

John Owen menulis:

“Seluruh karya misi adalah pancaran kasih Tritunggal — Bapa merencanakan, Anak menebus, Roh menggenapi.”

7. Kontras: Jalan Sepi vs. Karya Besar Allah

Jalan menuju Gaza digambarkan sebagai “jalan yang sepi,” namun di situlah sejarah misi dunia berubah.
Tradisi gereja kuno menyebut bahwa sida-sida Etiopia ini menjadi saksi Injil pertama di Afrika.

Thomas Boston menulis:

“Kadang Allah bekerja paling kuat di tempat yang paling sunyi, supaya kemuliaan hanya bagi-Nya.”

Kisah ini menegur gereja masa kini yang sering mengukur keberhasilan dari ukuran manusia — keramaian, popularitas, atau program megah. Dalam pandangan Reformed, ukuran sejati keberhasilan adalah ketaatan kepada panggilan Allah.

8. Dimensi Misiologis: Misi Allah kepada Bangsa-bangsa

Kisah ini juga menegaskan bahwa Injil tidak terbatas bagi orang Yahudi. Melalui sida-sida Etiopia, Injil menyeberang batas etnis, geografis, dan sosial.

Filipus melintasi tembok ras dan status sosial, karena Injil adalah untuk semua orang.

John Stott berkata:

“Kisah ini adalah langkah penting dari Yerusalem menuju ujung bumi (Kis. 1:8). Allah sedang memperluas kerajaan-Nya satu jiwa pada satu waktu.”

Ini meneguhkan doktrin Reformed tentang keselamatan universal dalam ruang lingkup, namun partikular dalam penerapannya. Allah merencanakan Injil bagi segala bangsa, tetapi Ia bekerja secara pribadi dalam individu yang dipilih-Nya.

9. Refleksi Rohani: Jalan Sepi dalam Hidup Orang Percaya

Setiap orang percaya mungkin mengalami “jalan yang sepi” — saat Tuhan memanggil kita untuk berjalan tanpa tahu alasannya.
Kisah Filipus mengajarkan bahwa ketaatan di jalan sepi adalah tempat di mana kemuliaan Allah dinyatakan paling nyata.

Herman Bavinck menulis:

“Iman sejati tidak membutuhkan penjelasan dari Allah, hanya keyakinan bahwa Allah yang memanggil adalah baik.”

Ketika Filipus taat, ia bertemu orang yang sudah disiapkan Allah. Ketika kita taat, kita menjadi alat dalam rencana besar Allah.

10. Penerapan Praktis bagi Gereja Reformed Masa Kini

  1. Utamakan Firman dan Roh.
    Tanpa keduanya, misi menjadi usaha manusia belaka. Gereja harus memastikan setiap pengutusan lahir dari doa dan firman.

  2. Taat pada panggilan yang spesifik.
    Tidak semua dipanggil ke tempat ramai; sebagian dipanggil ke “jalan sepi.”
    Namun setiap panggilan bernilai sama di hadapan Allah.

  3. Percayalah pada kedaulatan Allah dalam hasil.
    Tugas kita menabur, Allah yang menumbuhkan.

    Calvin: “Tugas kita adalah taat, bukan mengukur hasil.”

  4. Hargai setiap jiwa.
    Filipus meninggalkan keramaian demi satu orang.
    Gereja dipanggil untuk peduli bukan hanya pada banyak orang, tetapi juga pada satu jiwa yang hilang.

Kesimpulan: Injil di Jalan yang Sepi

Kisah Para Rasul 8:26–29 menunjukkan bahwa Allah berdaulat dalam setiap langkah misi-Nya. Ia memanggil, menuntun, dan mempersiapkan.
Filipus hanya perlu taat, dan satu jiwa Etiopia itu menjadi saksi Injil di tanahnya.

Teologi Reformed mengajarkan bahwa keselamatan adalah dari Allah, melalui Allah, dan untuk Allah. Filipus hanyalah alat dalam tangan-Nya.

“Roh berkata kepada Filipus, ‘Pergi dan bergabunglah dengan kereta itu.’”

Ketika Allah berkata, “Pergilah,” tugas kita bukan bertanya mengapa, tetapi ke mana. Karena setiap langkah ketaatan membuka jalan bagi karya keselamatan yang kekal.

Next Post Previous Post