Keluaran 4:1 - Ketakutan, Keraguan, dan Kuasa Allah

Keluaran 4:1 - Ketakutan, Keraguan, dan Kuasa Allah

Keluaran 4:1
“Tetapi jawab Musa: ‘Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?’”

PENDAHULUAN

Keluaran 4:1 berada dalam salah satu momen paling penting dalam sejarah penebusan—panggilan Allah kepada Musa dari semak yang menyala. Namun yang menarik: ketika Allah menyatakan diri-Nya dengan kemuliaan yang dahsyat, Musa tidak langsung taat, tetapi meragukan dan takut.

Ini menggambarkan realitas manusia—bahkan orang yang sangat dipakai Tuhan pun bergumul dengan:

  • ketakutan,

  • keraguan diri,

  • perasaan tidak layak,

  • dan bayangan akan kegagalan.

Perikop ini menunjukkan bahwa pemanggilan ilahi tidak pernah bergantung pada kompetensi manusia, tetapi pada otoritas dan kuasa Allah yang menyertai hamba-Nya.

Maka kita mendalami satu ayat ini dengan seluruh konteksnya, melalui lensa para teolog Reformed, untuk memahami:

  • apa yang sebenarnya terjadi dalam hati Musa,

  • bagaimana Allah merespons kelemahan manusia,

  • dan bagaimana kita menerapkan kebenaran ini dalam panggilan kita hari ini.

I. KONTEKS KELUARAN 4:1

Untuk memahami ayat ini, kita harus kembali ke pasal 3, ketika Allah menampakkan diri kepada Musa melalui semak yang menyala tetapi tidak terbakar.

Di sana, Allah:

  • menyatakan diri sebagai AKU ADALAH AKU (Keluaran 3:14),

  • menjelaskan misi Musa,

  • memberikan janji berkat,

  • dan menyatakan penyertaan-Nya.

Namun, di awal pasal 4 Musa merespons bukan dengan iman, tetapi dengan keraguan.

Musa berkata:

“Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku…?”

Ini menggugah kita karena:

  • Musa baru saja melihat mujizat,

  • Musa baru mendengar suara Allah,

  • Musa baru menerima mandat ilahi,

  • tetapi ia tetap ragu.

John Calvin menulis:

“Musa menunjukkan sifat manusiawi kita: sekalipun kita memiliki janji-janji Allah, kita lebih mudah melihat rintangan daripada pertolongan Tuhan.”
(Commentary on Exodus)

II. EKSPLORASI MAKNA AYAT

Kita membedah ayat ini menjadi beberapa bagian:

1. “Tetapi jawab Musa…” — Penolakan halus tetapi nyata

Kata pembuka “Tetapi” menunjuk pada respon yang kontras dengan penyataan Allah sebelumnya. Allah telah meyakinkan Musa, tetapi Musa tetap mempertanyakan.

Ini menunjukkan:

a. Ketidakpercayaan yang terselubung

Musa tidak menolak secara frontal, tetapi ia memberi alasan-alasan logis.

R.C. Sproul berkata:

“Keraguan sering muncul sebagai argumen rasional, padahal akar masalahnya adalah ketidakpercayaan.”

b. Imannya belum dewasa

Musa percaya Allah ada, tetapi belum percaya Allah mampu memakai dirinya.

2. “Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku…”

Inilah inti kekhawatiran Musa.

Musa takut ditolak.

Ia memandang dirinya sebagai:

  • mantan pangeran Mesir yang gagal,

  • buronan,

  • penggembala yang tidak terpandang,

  • seseorang yang pernah mencoba menolong bangsa itu tapi ditolak (Keluaran 2:14).

Dengan kata lain: pengalaman masa lalu membentuk ketakutannya.

Matthew Henry menulis:

“Musa mengukur panggilannya dari kegagalan masa lalunya, bukan dari kuasa Allah yang memanggilnya.”

Poin penting secara teologis:

Allah memanggil berdasarkan rencana-Nya, bukan berdasarkan rekam jejak kita.

3. “dan tidak mendengarkan perkataanku…” — Ketakutan akan ditolak secara verbal

Musa cemas bahwa ketika ia berbicara, tidak ada yang mau mendengar.

Ini menunjukkan:

a. Krisis identitas

Musa belum memahami bahwa otoritas nabi bukan berasal dari dirinya, tetapi dari Firman Allah.

Geerhardus Vos berkata:

“Nabi tidak membawa wibawa dirinya, tetapi wibawa Allah yang menyatakan diri melalui Firman.”

Musa melihat kelemahannya, lupa bahwa yang berbicara nantinya adalah:

  • Allah melalui dirinya,

  • bukan dirinya kepada manusia.

4. “melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?”

Ini adalah kekhawatiran terbesar Musa:

Mereka akan mempertanyakan pernyataan rohaninya.

Dengan kata lain:

  • “Siapa kamu?”

  • “Mana buktinya?”

  • “Mengapa kami harus percaya klaimmu?”

Musa takut dianggap pembohong spiritual.

Herman Bavinck mencatat:

“Setiap panggilan kenabian akan selalu diuji. Panggilan Musa pun akan diuji oleh bangsa itu, tetapi ujian itu bukan untuk menjatuhkan Musa, melainkan menegaskan otoritas Allah.”

Musa lupa:

  • yang memanggil adalah TUHAN,

  • yang mendukung adalah TUHAN,

  • yang memberi tanda adalah TUHAN,

  • yang melunakkan hati Israel juga TUHAN.

III. ANALISIS TEOLOGI REFORMED TERHADAP KEGELISAHAN MUSA

1. Total Depravity — Ketidakpercayaan manusia terlihat bahkan dalam hamba Allah

Walaupun Musa adalah orang pilihan, ia masih memiliki sisa kerusakan:

  • rasa takut,

  • ketidakpercayaan,

  • kecenderungan menolak panggilan,

  • kurang iman.

Reformed theology mengajarkan sisa dosa (indwelling sin) tetap ada dalam orang percaya.

Calvin mengatakan:

“Iman Musa tidak hilang, tetapi tertutupi oleh kelemahan dagingnya.”

2. Calling (panggilan) bersifat monergistik

Allah tidak memanggil Musa karena Musa layak, tetapi karena Allah berdaulat memilih.

Charles Hodge menulis:

“Efektivitas panggilan Allah tidak bergantung pada kesiapan manusia, tetapi pada kuasa Allah yang bekerja dalam manusia.”

Musa ragu akan dirinya, tetapi Allah tidak ragu memilih Musa.

3. Penyertaan Allah adalah jaminan misi

Masalah Musa adalah ia memusatkan pandangan pada:

  • dirinya,

  • kemampuannya,

  • potensinya,

  • penerimaan orang lain.

Berkhof mengatakan:

“Misi Allah hanya dapat dilakukan dengan penyertaan Allah. Tanpa penyertaan itu, Musa memang tidak mampu; tetapi dengan penyertaan itu, ia tidak mungkin gagal.”

4. Panggilan Allah selalu diuji oleh realitas

Reformed melihat panggilan tidak pernah steril.

  • Musa dipanggil → ditolak oleh Israel

  • Nabi-nabi dipanggil → ditolak oleh bangsanya

  • Rasul dipanggil → dianiaya

  • Kristus sendiri ditolak oleh Israel

Reformed theology menegaskan:

“Kebenaran selalu diuji melalui penolakan.”

5. Manusia dipakai Allah bukan karena kekuatan, tetapi karena kelemahan

Paulus berkata:

“Dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”
(2 Korintus 12:9)

Musa adalah ilustrasi terbesar dari prinsip ini.

IV. EKSPOSISI LEBIH DALAM: HATI MUSA DI HADAPAN ALLAH

Kini kita masuk lebih dalam ke psikologi rohani Musa.

1. Luka masa lalu membuat Musa tidak percaya diri

Musa pernah mencoba menyelamatkan Israel dengan kekuatannya (Kel. 2), tetapi ia ditolak.

Trauma itu membuatnya berkata:

“Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku?”

John MacArthur menulis:

“Kegagalan masa lalu sering membuat orang percaya meragukan panggilan masa kini.”

Tuhan harus menyembuhkan luka itu.

2. Musa berfokus pada diri, bukan pada Allah

Musa berkata:

  • “mereka tidak percaya kepadaku”

  • “perkataan ku

  • “menampakkan diri kepada ku

Tiga kali aku.
Ini masalah identitas.

Tetapi Allah ingin Musa melihat:

  • “Ini bukan tentang kamu, Musa. Ini tentang Aku.”

Calvin berkata:

“Musa lebih memikirkan dirinya daripada kuasa Allah.”

3. Ketakutan Musa adalah bentuk penyembahan diri

Ini tegas tetapi benar.

Ketika kita takut:

  • tidak diterima,

  • ditolak,

  • dicemooh,

kita sedang memusatkan diri pada harga diri kita, bukan pada Allah.

Itu bentuk penyembahan diri.

Reformed theology menyoroti:

“Dosa terdalam adalah mencintai diri lebih daripada Allah.”

4. Musa belum memahami kehadiran Allah sebagai jaminan

Allah berkata (Keluaran 3:12):

“Aku akan menyertai engkau.”

Tetapi Musa mengevaluasi misi bukan berdasarkan penyertaan Allah, melainkan berdasarkan kemungkinan keberhasilan manusiawi.

Ini adalah kegagalan iman.

V. RESPONS ALLAH TERHADAP KERAGUAN MUSA (Keluaran 4:2–9)

Meskipun Musa ragu, Tuhan tidak menghukumnya. Tuhan bersabar.

Ini penting:
Anugerah Allah tidak berhenti hanya karena kita takut.

Allah memberi Musa:

  • tongkat menjadi ular,

  • tangan menjadi kusta lalu sembuh,

  • air Sungai Nil menjadi darah.

Ini bukan show ajaib.

Ini respons Allah terhadap:

  • ketidakpercayaan hamba-Nya,

  • kelemahan manusia,

  • kebutuhan akan jaminan.

Bavinck menulis:

“Allah tidak memanggil lalu meninggalkan. Ia memanggil, memperlengkapi, dan menyertai.”

VI. APLIKASI PRAKTIS BAGI KITA

1. Ketakutan adalah bagian dari panggilan

Jangan heran kalau ketika Tuhan memanggil, kita merasa:

  • tidak mampu,

  • tidak layak,

  • tidak siap,

  • tidak cocok.

Musa merasakannya. Nabi Yeremia merasakannya. Bahkan Paulus merasakannya.

Ketakutan bukan tanda bahwa kita tidak dipanggil.

Ketakutan justru sering tanda bahwa:

Kita benar-benar dipanggil—karena kita sadar kita tidak mampu tanpa Tuhan.

2. Jangan pandang diri—pandang Allah

Doa yang harus kita ucapkan adalah:

“Tuhan, bukan siapakah aku, tetapi siapakah Engkau?”

Kita dipanggil bukan karena kita hebat, melainkan karena Allah berdaulat.

3. Masa lalu tidak menentukan masa depan rohani

Musa pernah gagal dan melarikan diri.
Tetapi itu tidak membatalkan panggilan Allah.

Demikian pula:

  • masa lalu kelam,

  • trauma,

  • penolakan,

  • luka,

  • kegagalan,

tidak menentukan masa depan rohani seseorang.

Allah dapat memakai Musa—Allah dapat memakai kita.

4. Allah lebih sabar daripada ketakutan kita lebih besar

Perhatikan:

  • Musa ragu → Tuhan menjawab

  • Musa ragu lagi → Tuhan meyakinkan

  • Musa ragu lagi → Tuhan memberi tanda

  • Musa ragu lagi → Tuhan memberi Harun

Ini menunjukkan:

Allah tidak mudah menyerah terhadap hamba-Nya.

5. Jangan menelan kebohongan: “Saya tidak mampu melayani.”

Jika Allah memanggil Anda:

  • untuk memberitakan Injil,

  • bersaksi,

  • melayani gereja,

  • menjadi pengajar,

  • memimpin kelompok kecil,

  • atau menjalankan tanggung jawab keluarga,

ketidakmampuan bukan alasan.
Karena yang penting bukan kemampuan kita, tetapi kehadiran-Nya.

6. Tanyakan pertanyaan yang benar

Musa bertanya:

“Bagaimana jika mereka tidak percaya?”

Pertanyaan yang benar seharusnya:

“Bagaimana Tuhan yang Mahakuasa akan memimpin aku melalui tugas ini?”

7. Taat lebih penting daripada percaya diri

Tuhan tidak memanggil orang percaya diri.
Tuhan memanggil orang yang mau taat.

VII. PENUTUP

Keluaran 4:1 mengajarkan:

  • Tidak ada hamba Tuhan yang bebas dari ketakutan.

  • Keraguan tidak membatalkan panggilan.

  • Allah sabar terhadap kelemahan kita.

  • Keberhasilan misi tidak ditentukan oleh kualitas kita, tetapi oleh otoritas Allah.

  • Yang Allah butuhkan bukan orang sempurna, tetapi orang yang mau percaya dan taat.

Musa berkata:

“Bagaimana jika mereka tidak percaya?”

Tetapi Tuhan berkata:

“Aku yang akan menyertaimu.”

Semoga kita belajar berdiri bukan atas dasar kemampuan diri, tetapi atas nama Allah yang memanggil kita.

Next Post Previous Post