Keluaran 4:13 - Panggilan Tuhan Dihadapi dengan Keengganan

Pendahuluan: Manusia yang Enggan, Allah yang Berdaulat
Keluaran 4:13 mencatat respons Musa terhadap panggilan Allah di semak yang menyala namun tidak terbakar. Setelah berbagai tanda, mukjizat, dan jaminan dari Allah, Musa tetap menjawab, “Oh, Tuhanku, aku mohon, utuslah orang lain saja.”
Ayat ini memperlihatkan ketegangan antara kelemahan manusia dan kedaulatan Allah dalam panggilan pelayanan.
Musa, yang kelak menjadi nabi terbesar Israel, justru pada awalnya menolak panggilan Allah.
Dalam terang teologi Reformed, peristiwa ini menegaskan bahwa panggilan Allah tidak bergantung pada kesiapan manusia, tetapi pada rencana dan kasih karunia Allah yang berdaulat.
Artikel ini akan membedah teks Keluaran 4:13 secara ekspositori dan teologis, serta menelusuri pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, R.C. Sproul, Herman Bavinck, dan John Piper dalam memahami panggilan ilahi, anugerah yang menguatkan, dan ketaatan dalam kelemahan.
I. Konteks Historis dan Naratif: Dari Ketakutan Menuju Panggilan
1. Latar Belakang: Musa di Midian
Musa telah hidup selama empat puluh tahun di tanah Midian setelah melarikan diri dari Mesir. Ia meninggalkan masa lalunya sebagai pangeran istana dan kini menjadi gembala domba milik mertuanya, Yitro.
Ketika Allah menampakkan diri dalam semak yang menyala (Keluaran 3:1–6), itu bukan sekadar penampakan ilahi, tetapi juga panggilan untuk misi penebusan bangsa Israel.
Namun, Musa tidak langsung menerima panggilan itu. Dalam pasal 3–4, Musa menyampaikan lima keberatan berturut-turut, yang menunjukkan bahwa ia berusaha menghindar:
-
“Siapakah aku ini?” (Keluaran 3:11) — keberatan karena ketidaklayakan diri.
-
“Siapakah Engkau?” (Keluaran 3:13) — kebingungan teologis.
-
“Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku?” (Keluaran 4:1) — keraguan akan efektivitas.
-
“Aku tidak pandai bicara.” (Keluaran 4:10) — kelemahan pribadi.
-
“Utuslah orang lain saja.” (Keluaran 4:13) — penolakan langsung.
Ayat ke-13 ini adalah puncak dari penolakannya. Ia tidak lagi menyembunyikan alasan di balik kelemahan, melainkan secara eksplisit menolak kehendak Allah.
II. Analisis Teks: “Oh, Tuhanku, aku mohon, utuslah orang lain saja.”
1. Ungkapan “Oh, Tuhanku” – Tanda hormat atau pengelakan?
Kata Ibrani yang diterjemahkan sebagai “Tuhanku” (אֲדֹנָי / Adonai) menandakan pengakuan akan otoritas Allah. Namun, nada emosional kalimat ini menunjukkan konflik batin antara rasa hormat dan ketakutan.
Musa mengenal Allah yang kudus, tetapi hatinya belum menyerah pada panggilan ilahi itu.
Ia berbicara sopan, tetapi maksudnya adalah menolak tanggung jawab rohani.
John Calvin menafsirkan bagian ini demikian:
“Musa berbicara seolah-olah rendah hati, tetapi sebenarnya ia menolak kehendak Allah dengan dalih kerendahan hati.” (Commentary on Exodus)
Dalam pandangan Calvin, ini bukan bentuk kesalehan, melainkan bentuk ketidaktaatan terselubung. Ia menyebutnya sebagai “kerendahan hati yang salah arah.”
2. “Aku mohon” – Sebuah doa yang salah arah
Kata “aku mohon” (na, Ibrani) sering dipakai dalam doa permohonan. Ironisnya, Musa berdoa bukan untuk taat, tetapi agar Allah mengubah kehendak-Nya.
R.C. Sproul menyebut hal ini sebagai “benturan antara kehendak manusia dan kedaulatan ilahi.”
Dalam teologi Reformed, kehendak Allah adalah mutlak — Ia tidak bisa diubah oleh keengganan manusia.
Namun, Allah dalam kesabaran-Nya menanggapi Musa dengan belas kasihan, bukan penghancuran. Hal ini menyingkapkan kesetiaan Allah yang berdaulat dan panjang sabar terhadap hamba-Nya yang lemah.
3. “Utuslah orang lain saja” – Inti dari penolakan
Ungkapan ini secara literal berarti, “Utuslah dengan tangan siapa pun yang Engkau mau,” yaitu, “Aku tidak ingin melakukannya.”
Ini bukan lagi kebimbangan, tetapi penolakan aktif terhadap panggilan Allah.
John Piper menulis:
“Setiap kali kita berkata kepada Tuhan, ‘Bukan aku,’ sebenarnya kita sedang berkata, ‘Aku tahu lebih baik dari Engkau.’” (Desiring God)
Penolakan Musa mengungkapkan hati manusia yang ingin menentukan jalan sendiri.
Tetapi justru di titik inilah anugerah Allah bekerja paling kuat.
III. Tanggapan Allah: Murka yang Beranugerah
Keluaran 4:14 mencatat bahwa “Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Musa.”
Namun, bahkan dalam murka-Nya, Allah tetap memberikan solusi — Ia mengutus Harun, kakak Musa, untuk menjadi juru bicara.
R.C. Sproul menafsirkan hal ini dengan indah:
“Kasih karunia Allah tidak meniadakan murka-Nya; dan murka-Nya tidak meniadakan kasih karunia-Nya.”
Musa dihajar dengan teguran, tetapi juga ditolong dengan persekutuan.
Allah tidak mencabut panggilan itu — Ia hanya memperluasnya melalui instrumen lain.
Ini menunjukkan prinsip Reformed yang mendalam: Anugerah Allah selalu lebih kuat daripada ketidaktaatan manusia.
IV. Eksposisi Teologis: Panggilan, Kelemahan, dan Anugerah
1. Panggilan Allah Bersifat Efektif (Effectual Calling)
Dalam teologi Reformed, panggilan Allah yang sejati adalah panggilan yang tidak dapat gagal.
Meskipun Musa menolak, panggilan itu tetap berhasil karena berasal dari kehendak Allah yang berdaulat.
Roma 11:29 menyatakan:
“Sebab karunia dan panggilan Allah tidak dapat ditarik kembali.”
John Owen menjelaskan:
“Ketika Allah memanggil seseorang, Ia juga menyediakan kekuatan untuk menjalankan panggilan itu.” (Communion with God)
Dengan kata lain, Allah tidak hanya memerintahkan, tetapi juga memampukan.
2. Kelemahan Manusia Bukan Halangan bagi Rencana Allah
Musa berkata, “Aku tidak pandai bicara” (Keluaran 4:10). Namun, Allah menjawab, “Siapakah yang membuat lidah manusia?” (Keluaran 4:11).
Ini adalah pengingat bahwa setiap kelemahan manusia menjadi tempat bagi kemuliaan Allah dinyatakan.
Jonathan Edwards menulis:
“Allah memilih bejana-bejana yang paling lemah agar kemuliaan-Nya semakin besar terlihat.”
Kelemahan bukan alasan untuk menolak panggilan, melainkan wadah bagi kasih karunia.
2 Korintus 12:9 menjadi gema dari prinsip ini:
“Sebab kuasa-Ku sempurna dalam kelemahan.”
3. Ketaatan adalah Buah dari Anugerah, Bukan Prasyaratnya
Ketika akhirnya Musa taat, itu bukan karena ia menjadi lebih berani, tetapi karena Allah memampukannya melalui anugerah.
John Calvin menegaskan:
“Ketaatan Musa bukan hasil perubahan hati oleh dirinya sendiri, tetapi karya Roh Kudus yang menggerakkan kehendaknya.”
Dalam sistem Reformed, inilah yang disebut anugerah yang memampukan (enabling grace) — Allah tidak hanya memanggil, tetapi juga memberi daya untuk menaati.
V. Refleksi dari Para Teolog Reformed tentang Keluaran 4:13
1. John Calvin – Kerendahan Hati yang Salah Arah
Calvin melihat ayat ini sebagai contoh klasik dari ketidaktaatan yang terselubung dalam kerendahan hati.
Ia menulis:
“Sering kali kita menyembunyikan pemberontakan di balik sikap merendah. Kita berkata ‘tidak layak,’ padahal kita sedang menolak kehendak Allah.”
2. Jonathan Edwards – Pertarungan Antara Anugerah dan Keengganan
Edwards menggambarkan hati manusia sebagai “benteng keengganan” yang hanya bisa ditaklukkan oleh anugerah yang efektif.
“Kehendak manusia tidak pernah datang kepada Allah kecuali Allah terlebih dahulu menariknya.” (Freedom of the Will)
Panggilan Musa menunjukkan bahwa anugerah harus menundukkan kehendak yang memberontak.
3. Herman Bavinck – Allah yang Menyesuaikan Diri Tanpa Kehilangan Keagungan
Bavinck menulis:
“Dalam kesabaran-Nya terhadap Musa, kita melihat Allah yang condescendens — yang merendahkan diri untuk memakai manusia lemah tanpa kehilangan keagungan-Nya.” (Reformed Dogmatics)
Bavinck melihat tindakan Allah terhadap Musa sebagai contoh bagaimana inkarnasi anugerah bekerja dalam sejarah keselamatan.
4. R.C. Sproul – Kasih Karunia di Tengah Murka
Sproul menekankan aspek murka yang penuh kasih karunia.
“Ketika Allah marah kepada Musa, Ia tidak menghancurkannya. Ia menghukumnya dengan kasih.”
Artinya, kemarahan Allah terhadap dosa selalu bertujuan untuk memurnikan, bukan memusnahkan.
5. John Piper – Panggilan yang Memuliakan Allah
Piper melihat panggilan Musa sebagai cermin bagi setiap pelayan Injil.
“Allah memilih orang yang paling tidak layak agar tidak ada satu pun kemuliaan yang jatuh ke tangan manusia.”
Dengan demikian, keberhasilan pelayanan bukan terletak pada kapasitas manusia, tetapi pada kebesaran Allah yang memanggil.
VI. Aplikasi Praktis untuk Gereja dan Pelayan Tuhan
1. Allah Memanggil yang Tidak Siap, Bukan yang Sempurna
Keluaran 4:13 mengingatkan bahwa Allah tidak mencari kemampuan, tetapi ketersediaan.
Musa tidak siap, tetapi Allah siap bekerja melalui Musa.
Kelemahan tidak membatalkan panggilan, melainkan memperbesar anugerah.
2. Ketaatan Dimulai dari Penyerahan Diri
Sering kali kita seperti Musa — berdebat dengan Tuhan, menunda, atau mencari alasan.
Namun, seperti Musa, kita harus belajar bahwa ketaatan bukan hasil keberanian, tetapi hasil penyerahan kepada Allah yang berdaulat.
3. Pelayanan yang Berbuah Hanya Mungkin Melalui Anugerah
Musa akhirnya menjadi alat Allah yang besar bukan karena ia kuat, tetapi karena Allah tinggal di dalamnya.
Begitu pula gereja masa kini dipanggil untuk melayani bukan dalam kekuatan manusia, tetapi dalam kuasa Roh Kudus.
VII. Kesimpulan: Allah yang Memanggil dan Menyertai
Keluaran 4:13 memperlihatkan manusia yang takut dan enggan, tetapi juga Allah yang sabar dan setia.
Musa berkata, “Utuslah orang lain saja,” tetapi Allah menjawab, “Aku akan menyertaimu.”
Itulah inti dari anugerah Reformed — bahwa Allah tidak pernah gagal dalam rencana-Nya, bahkan ketika manusia berusaha menolak-Nya.
John Calvin menutup tafsirnya dengan kalimat yang kuat:
“Musa berusaha melarikan diri dari panggilan, tetapi akhirnya ia menemukan bahwa tidak ada tempat pelarian dari anugerah Allah.”
Dan R.C. Sproul menambahkan:
“Panggilan Allah yang efektif tidak hanya menuntut kita untuk melayani; Ia juga memberikan kekuatan untuk melakukannya.”