Khotbah Pemuda: Kasih yang Mengalir dari Allah (1 Yohanes 4:7–12)

Pendahuluan: Dunia yang Kekurangan Kasih
Saudara-saudari muda yang dikasihi Tuhan, kita hidup di zaman ketika kata kasih sering dipakai tetapi jarang dimengerti. Generasi kita berbicara tentang kasih melalui lagu pop, status media sosial, dan slogan-slogan emosi, tetapi pada saat yang sama hidup di tengah luka, pengkhianatan, perbandingan diri, kecemasan, dan hubungan yang rapuh.
Ketika kasih menjadi abstrak, 1 Yohanes 4:7–12 tampil sebagai terang yang kuat. Rasul Yohanes tidak hanya mengajarkan apa itu kasih, tetapi Siapa sumber kasih itu. Melalui bagian ini, kita dipanggil bukan sekadar merasakan kasih, tetapi menghidupi kasih yang berasal dari Allah sendiri.
Mari kita membaca 1 Yohanes 4:7–12.
“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah…”
Setidaknya ada tiga kebenaran besar Reformed yang muncul dalam perikop ini:
-
Kasih adalah sifat Allah, bukan sekadar aktivitas-Nya.
-
Kasih Allah dinyatakan secara paling sempurna dalam pengutusan Kristus.
-
Kasih Allah memampukan umat-Nya untuk mengasihi secara nyata.
Mari kita menggali ayat-ayat ini satu per satu—dengan bantuan wawasan para teolog Reformed seperti John Calvin, John Stott, J.I. Packer, dan Herman Bavinck—agar hati kita dihidupkan kembali untuk menjadi generasi yang mengasihi seperti Allah telah mengasihi kita.
1. Kasih adalah Sumber Ilahi (1 Yohanes 4:7–8)
“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah...”
Rasul Yohanes tidak memulai dengan perintah moral kosong, tetapi dengan doktrin: kasih berasal dari Allah. Menurut Yohanes Calvin, ayat ini menunjukkan bahwa kasih Kristen bukan sekadar pilihan etika, tetapi buah lahir dari kelahiran baru. Calvin menulis bahwa ketika seseorang telah dilahirkan oleh Roh Kudus, “sifat Allah dicerminkan dalam dirinya, terutama melalui kasih.”
Bukan tanpa alasan Yohanes mengatakan:
“Setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah.”
Dengan kata lain, kasih bukanlah produk budaya, bukan produk pendidikan, bukan hasil temperamen baik, melainkan tanda sejati bahwa seseorang telah mengalami karya kelahiran baru.
Kasih Bukan Sekadar Perasaan
Dalam tradisi Reformed, kasih—agape—dipahami bukan sebagai perasaan romantis, melainkan komitmen yang aktif.
John Stott menjelaskan bahwa kasih adalah:
-
tindakan,
-
keputusan,
-
dan pengorbanan yang berakar pada karakter Allah.
Artinya, pemuda Kristen harus berbeda. Dunia mengajarkan kasih sebagai respons terhadap sesuatu yang menyenangkan. Tetapi Alkitab mengajarkan kasih sebagai respons terhadap Allah.
Ini berita penting untuk generasi muda yang terbiasa mendefinisikan cinta lewat mood, kenyamanan, atau manfaat pribadi. Firman Tuhan tidak memberi tempat bagi kasih seperti itu.
“Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4:8)
Ayat ini bukan sekadar slogan, tetapi salah satu pernyataan teologis terdalam dalam Alkitab.
Menurut Bavinck, pernyataan “Allah adalah kasih” menunjukkan bahwa kasih bukan hanya apa yang Allah lakukan, tetapi apa yang Allah ada—lebih mendasar daripada segala tindakan-Nya dalam penciptaan maupun penebusan.
Namun penting untuk diperhatikan:
Yohanes tidak mengatakan, “Kasih adalah Allah.”
Mengapa? Karena itu berarti setiap bentuk cinta manusia adalah ilahi—sebuah kesalahan fatal.
Sebaliknya, Yohanes mengatakan bahwa Allah adalah sumber, standar, dan substansi kasih yang sesungguhnya.
Maka, ketika kita diminta mengasihi, itu berarti kita dipanggil memancarkan apa yang ada di dalam Allah sendiri. Inilah identitas pemuda Kristen: bukan dipanggil menjadi populer, bukan sekadar menjadi “anak baik-baik,” tetapi menjadi refleksi karakter Allah di tengah dunia yang haus kasih.
2. Kasih Allah Dinyatakan dalam Pengutusan Kristus (1 Yohanes 4:9–10)
1 Yohanes 4:9 mengatakan:
“Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.”
Jika Allah adalah kasih, bagaimana kita mengetahui kasih itu? Yohanes tidak membawa kita ke puncak emosi, tetapi ke puncak sejarah keselamatan: salib.
Menurut J.I. Packer, “salib adalah tempat di mana kasih Allah dan keadilan Allah bertemu.” Tidak ada tempat lain yang lebih jelas menyatakan kasih Allah daripada pengutusan Anak-Nya.
Allah Mengasihi dengan Pengorbanan
Yohanes menggunakan kata “Anak-Nya yang tunggal” (monogenes). Ini istilah relasional yang menunjukkan hubungan unik, penuh keintiman, antara Bapa dan Anak.
Jadi, ketika Allah mengutus Anak-Nya, Ia memberikan yang paling berharga, bukan sisa-sisa.
John Stott mengatakan:
“Jika Anda ingin tahu betapa besar kasih Allah, lihatlah apa yang Ia berikan, dan kepada siapa Ia memberikannya.”
Allah mengutus Anak-Nya kepada dunia yang:
-
tidak layak,
-
memberontak,
-
berdosa,
-
menolak Dia.
Inilah definisi kasih sejati: memberi ketika penerimanya tidak layak.
“Bukan kita yang mengasihi Allah...” (1 Yohanes 4:10)
Ayat ini menghancurkan semua kebanggaan manusia:
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan mengutus Anak-Nya...”
Menurut teologi Reformed, kasih Allah mendahului respons manusia—ini disebut kasih yang bersifat inisiatif. Kita tidak pernah dapat mengklaim sebagai pihak yang memulai hubungan dengan Allah.
Seperti yang dikatakan Calvin:
“Kasih Allah terlebih dahulu menggugah hati kita sebelum kita mampu mengasihi.”
Generasi kita sering berbicara tentang “cinta tanpa syarat,” tetapi hanya Allah yang benar-benar melakukannya secara sempurna.
Kristus sebagai Pendamaian (propitiation)
Yohanes menambahkan:
“...sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.”
Dalam teologi Reformed, kata pendamaian (propitiation) berarti bahwa Kristus:
-
menanggung murka Allah,
-
menghapus dosa,
-
memulihkan hubungan antara Allah dan manusia.
Kasih Allah tidak sentimental—kasih-Nya adalah kasih yang membayar harga.
Ini mengubah cara pemuda Kristen memahami kasih:
-
Kasih bukan hanya kata-kata.
-
Kasih bukan hanya perasaan.
-
Kasih bukan hanya kebaikan tanpa pengorbanan.
Kasih selalu membawa pengorbanan—karena kasih Allah kepada kita telah mengorbankan Anak-Nya.
3. Kasih Allah Menjadi Sumber Kasih Antar Sesama (1 Yohanes 4:11–12)
Yohanes menulis:
“Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.”
Ini bukan nasihat opsional.
Ini tanda kelahiran baru.
Menurut John Stott, Yohanes sedang berkata:
“Jika Allah mengasihi kita dengan kasih yang begitu besar, tidak ada alasan bagi kita untuk menahan kasih terhadap sesama.”
Kata “haruslah” menunjukkan kewajiban moral—tetapi kewajiban yang bersumber dari Injil, bukan legalisme.
Motivasi Mengasihi: Bukan Agar Diselamatkan, Tetapi Karena Sudah Diselamatkan
Teologi Reformed mengajarkan bahwa ketaatan adalah buah keselamatan, bukan syarat keselamatan.
Kita mengasihi karena:
-
Kita telah menerima kasih.
-
Kita telah melihat teladan kasih.
-
Roh Kudus tinggal dalam kita.
Inilah kekuatan pemuda Kristen: kita dimampukan untuk mengasihi bukan oleh kekuatan kita sendiri, tetapi oleh Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.
Kasih yang Mengubah Komunitas
Salah satu ayat yang paling luar biasa dalam perikop ini adalah ayat 12:
“Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.”
Perhatikan logikanya:
-
Allah tidak terlihat.
-
Tetapi Allah terlihat melalui kasih orang percaya.
Menurut Herman Bavinck, kasih antar orang percaya adalah “pencerminan hidup dari Trinitas”—karena kasih yang mengalir dari Bapa kepada Anak melalui Roh Kudus kini mengalir melalui umat-Nya.
Ketika komunitas pemuda mengasihi:
-
Dunia melihat Allah.
-
Gereja dibangun.
-
Iman dikuatkan.
-
Injil dipersaksikan.
Kasih membuat Allah terlihat.
Inilah sebabnya kasih bukan opsi—kasih adalah misi.
Aplikasi Praktis Bagi Kaum Muda
Setelah menggali teks, kita perlu menempatkan diri kita di hadapan firman. Apa makna kasih Allah bagi kehidupan pemuda hari ini?
1. Kasih yang Memulihkan Relasi yang Retak
Dalam komunitas muda sering terjadi:
-
sakit hati,
-
salah paham,
-
pengucilan,
-
persaingan,
-
geng-gengan,
-
kecemburuan.
Injil memanggil kita untuk menjadi agen pemulihan.
Kasih Allah membuat kita mampu:
-
meminta maaf,
-
memberi maaf,
-
merendahkan diri,
-
menghargai perbedaan,
-
berhenti menghakimi.
Kasih tidak memanjakan dosa, tetapi menegur dengan lembut dan membangun.
2. Kasih yang Nyata dalam Tindakan
Kasih bukan sekadar berkata “aku care” tetapi:
-
mengunjungi teman yang depresi,
-
mendengarkan tanpa menghakimi,
-
menolong teman yang kesulitan ekonomi,
-
berbagi waktu dan tenaga,
-
hadir di saat orang lain sedih.
Kasih yang nyata membuat Injil terlihat hidup.
3. Kasih yang Mematahkan Egoisme Digital
Dunia media sosial menciptakan:
-
kemunafikan,
-
narsisisme,
-
persaingan citra,
-
rasa tidak aman.
Pemuda Kristen dipanggil menjadi berbeda:
-
menguatkan, bukan merendahkan,
-
membangun, bukan mem-bully,
-
memposting hal yang memuliakan Tuhan, bukan pencitraan kosong.
Kasih Allah mengubah cara kita memandang diri dan orang lain.
4. Kasih yang Mengampuni
Tanpa pengampunan, komunitas tidak bisa bertahan.
Pengampunan bukan berarti menyetujui dosa; pengampunan berarti:
-
menyerahkan pembalasan kepada Tuhan,
-
melepaskan kepahitan,
-
membangun kembali relasi dengan bijaksana.
Ingat:
Allah mengampuni kita dengan harga yang sangat mahal.
Maka kita pun dipanggil melakukan hal yang sama.
5. Kasih yang Memampukan Kita Mengasihi Mereka yang Sulit
Selalu ada orang dalam hidup kita yang “susah dihadapi.”
Namun Injil berkata:
Jika Allah mengasihi kita, yang jauh lebih sulit, maka kita pun dipanggil mengasihi mereka.
Kasih ini bukan manusiawi—ini kasih Roh Kudus.
Penutup: Menjadi Generasi Kasih yang Memantulkan Allah
1 Yohanes 4:7–12 adalah panggilan bagi generasi muda Kristen untuk menjadi cermin kasih Allah di dunia yang terluka.
Ingin dunia melihat Kristus?
Biarlah komunitas pemuda mengasihi dengan:
-
kasih yang berakar pada Allah,
-
kasih yang melihat kepada salib,
-
kasih yang diwujudkan dalam tindakan nyata.
Kasih bukan sekadar perintah—kasih adalah identitas kita sebagai anak-anak Allah.
John Stott menutup komentarnya tentang bagian ini dengan kalimat indah:
“Ketika orang Kristen saling mengasihi, kasih Allah tidak hanya dinyatakan, tetapi disempurnakan.”
Marilah kita menjadi komunitas yang membuat kasih Allah terlihat, terasa, dan dialami oleh dunia—dimulai dari kehidupan pemuda yang sederhana, tetapi dipenuhi kuasa Roh Kudus.
Amin.