Kisah Para Rasul 8:14–17 - Roh Kudus yang Memeteraikan Orang Percaya

Pendahuluan
Kisah Para Rasul 8:14–17 adalah salah satu bagian Alkitab yang kerap menjadi pusat diskusi teologis mengenai hubungan antara iman, baptisan, dan penerimaan Roh Kudus. Banyak tradisi gereja menjadikannya dasar bagi berbagai doktrin, mulai dari sakramentologi hingga pneumatologi. Namun, dalam tradisi Reformed, teks ini dipandang sebagai bagian integral dari narasi besar karya Roh Kudus dalam meneguhkan perluasan Injil dari Yerusalem ke seluruh dunia, mulai dari orang Yahudi, kemudian Samaria, dan kemudian bangsa-bangsa lain.
Teks ini bukan hanya catatan sejarah, melainkan sebuah titik penting dalam perkembangan gereja Perjanjian Baru. Pada momen inilah, Samaria—suatu bangsa yang terpisah secara sosial, religius, dan sejarah dari orang Yahudi—diteguhkan sebagai bagian dari satu tubuh Kristus yang sama. John Calvin menyebutnya sebagai “tindakan simbolis dan historis yang dirancang Allah untuk menghilangkan segala permusuhan dan membangun persatuan gereja.”
Sebelum kita menggali secara mendalam, mari kita membuka perikop ini:
Kisah Para Rasul 8:14–17 (TB)
14 Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar, bahwa Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ.
15 Setibanya di situ, kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus.
16 Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.
17 Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus.
I. KASIH KARUNIA YANG MEMECAHKAN DINDING PEMISAH (Kisah Para Rasul 8:14)
1. Samaria menerima firman Allah
Perikop sebelumnya (8:4–13) menunjukkan bagaimana Filipus—bukan rasul, tetapi seorang diaken—memberitakan Injil di Samaria, dan banyak orang percaya. “Menerima firman Allah” adalah ekspresi khas Lukas untuk menyatakan pertobatan yang sejati.
Menurut F. F. Bruce, menerima firman Allah berarti mereka telah percaya kepada Kristus dan masuk ke dalam komunitas keselamatan. Ini bukan respons emosional, melainkan respons iman yang sejati terhadap Injil.
Di sinilah kita melihat bukti:
-
Injil melampaui batas etnis
-
Injil tidak terikat oleh struktur sosial
-
Injil adalah kuasa Allah bagi setiap orang yang percaya
Calvin menulis bahwa peristiwa ini adalah “pembukaan pintu keselamatan kepada orang-orang yang sebelumnya dianggap najis oleh orang Yahudi.”
2. Para rasul mendengar dan mengutus
Menarik bahwa berita pertobatan Samaria sampai ke Yerusalem. Ini menunjukkan dua hal:
a. Gereja mula-mula memiliki kesatuan doktrinal yang kuat
Mereka tidak berdiri sendiri-sendiri. Setiap perkembangan misi dilaporkan, dievaluasi, dan dipastikan keasliannya.
b. Perlu adanya verifikasi apostolik
Bukan karena mereka meragukan Injil yang diberitakan Filipus, tetapi karena peristiwa ini bersifat historis dan unik: untuk pertama kalinya bangsa Samaria masuk ke dalam gereja Kristus.
Menurut Martyn Lloyd-Jones, momen ini bersifat “transisional”—suatu tahap unik dalam sejarah gereja yang tidak semestinya dijadikan pola liturgis tetap bagi gereja masa kini.
II. DOA UNTUK PENERIMAAN ROH KUDUS (Kisah Para Rasul 8:15)
Setibanya Petrus dan Yohanes di Samaria, yang pertama mereka lakukan bukanlah menguji Filipus, bukan pula mempertanyakan kualitas pertobatan orang-orang Samaria. Mereka melakukan satu hal terpenting:
Mereka berdoa agar orang-orang Samaria menerima Roh Kudus.
Dalam konteks teologi Reformed, dua catatan penting perlu ditegaskan:
1. Mereka sudah sungguh-sungguh percaya
Mereka “menerima firman Allah” (ay. 14). Mereka sudah bertobat. Mereka sudah dibaptis (ay. 16). Mereka sudah menjadi murid Kristus.
Menurut John Stott:
“Perikop ini tidak boleh dipahami sebagai perbedaan antara orang percaya yang memiliki Roh dan tidak memiliki Roh. Tetapi antara orang percaya yang belum diteguhkan secara publik sebagai bagian dari tubuh Kristus secara universal.”
Dengan kata lain, masalahnya bukan kualitas keselamatan mereka, tetapi momen historis penerimaan Roh sebagai tanda kesatuan gereja.
2. Doa menunjukkan ketergantungan mutlak pada Roh Kudus
Para rasul tidak melakukan ritual terlebih dahulu. Tidak ada liturgi, tidak ada instruksi teknis. Mereka berdoa.
Dalam tradisi Reformed, doa adalah sarana utama melalui mana Allah menyalurkan anugerah-Nya. John Owen berkata:
“Segala pencurahan Roh Kudus dimulai dari doa. Gereja tanpa doa adalah gereja tanpa Roh.”
III. “ROH KUDUS BELUM TURUN DI ATAS SEORANG PUN” (Kisah Para Rasul 8:16)
Inilah ayat yang sering menimbulkan perdebatan.
Apakah orang bisa percaya tetapi belum menerima Roh Kudus? Jawaban Reformed sangat jelas: Tidak.
Lalu bagaimana memahami ayat ini?
Jawabannya terletak pada konteks sejarah dan misi. Tidak ada ajaran bahwa keselamatan seseorang tidak lengkap tanpa suatu tahap kedua. Para ahli Reformed menegaskan bahwa apa yang terjadi di Samaria adalah:
1. Peristiwa khusus dan tidak normatif
John Calvin:
“Penundaan pencurahan Roh Kudus ini tidak terjadi karena kekurangan pada iman mereka, tetapi karena Allah menghendaki orang Yahudi melihat bahwa Samaria diterima ke dalam gereja yang sama.”
Matthew Henry menambahkan:
“Allah menunda pencurahan Roh bukan untuk menunda keselamatan mereka, tetapi untuk meneguhkan persatuan gereja yang baru.”
Orang Samaria dan orang Yahudi adalah dua bangsa dengan permusuhan panjang. Allah memecahkan dinding pemisah itu dengan melibatkan para rasul sendiri sebagai saksi penerimaan resmi Samaria ke dalam gereja.
2. Bukan Roh Kudus keselamatan, tetapi Roh Kudus peneguhan
Dalam teologi Reformed, Roh Kudus bekerja dalam dua pengertian:
a. Roh Kudus yang melahirbarukan
Ini sudah mereka terima saat percaya.
b. Roh Kudus yang memeteraikan dan meneguhkan (seal of the Spirit)
Inilah yang terjadi melalui penumpangan tangan para rasul.
Louis Berkhof menegaskan:
“Meterai Roh Kudus adalah tindakan Allah yang menyatakan dan meneguhkan seseorang sebagai milik Kristus, sering kali dalam konteks komunitas gereja.”
Samaria menerima meterai ini secara publik dan apostolik agar gereja satu tubuh.
IV. PENUMPANGAN TANGAN DAN PENERIMAAN ROH (Kisah Para Rasul 8:17)
1. Makna penumpangan tangan
Penumpangan tangan dalam Alkitab adalah simbol:
-
pengalihan berkat (Bilangan 27:18–23)
-
peneguhan pelayanan (1 Timotius 4:14)
-
penyatuan dalam tubuh Kristus
-
penegasan otoritas apostolik
Tindakan ini bukan sakramen, tetapi simbol historis otoritas apostolik pada masa transisi gereja mula-mula.
Menurut Herman Bavinck:
“Penumpangan tangan para rasul tidak dapat dijadikan pola tetap, sebab itu termasuk karunia apostolik yang tidak diwariskan.”
Jadi gereja masa kini tidak perlu meniru peristiwa ini sebagai syarat penerimaan Roh.
2. Mereka menerima Roh Kudus
Inilah puncak perikop:
Bangsa Samaria kini sepenuhnya diterima dalam tubuh Kristus yang satu.
Roh yang sama yang turun atas:
-
orang Yahudi di Pentakosta
-
orang Samaria dalam perikop ini
-
bangsa lain dalam Kisah 10 (Cornelius)
menunjukkan bahwa keselamatan tidak terikat oleh bangsa, suku, atau budayanya.
John Stott berkata:
“Tiga peristiwa ini menunjukkan satu gereja, satu Injil, satu Roh, satu keselamatan, satu tubuh Kristus.”
V. APLIKASI PRAKTIS BAGI GEREJA MASA KINI
1. Roh Kudus adalah pusat kehidupan gereja
Tanpa Roh Kudus:
-
khotbah hanya retorika
-
liturgi hanya rutinitas
-
pelayanan hanya aktivitas manusia
-
gereja hanya organisasi sosial
Kita membutuhkan Roh yang sama yang diundangkan bagi Samaria untuk terus menghidupkan gereja masa kini.
2. Kesatuan gereja adalah karya Roh, bukan karya manusia
Roh diundangkan kepada Samaria untuk menghancurkan kebanggaan etnis dan teologis orang Yahudi. Gereja masa kini harus bertobat dari:
-
sukuisme gerejawi
-
denominasi yang saling merendahkan
-
kelompok rohani yang merasa lebih rohani
-
liturgi yang dianggap superior dari yang lain
Bavinck menegaskan:
“Kesatuan gereja bukanlah hasil kompromi manusia, tetapi karya Roh Kudus.”
3. Penerimaan Roh Kudus harus mengubah hidup
Bukan sekadar doktrin. Bukan sekadar pengalaman emosional. Penerimaan Roh harus menghasilkan:
-
perubahan karakter
-
ketaatan kepada firman
-
kasih yang mengalir ke sesama
-
kekudusan hidup
-
keberanian memberitakan Injil
Dimana Roh bekerja, di sana ada buah yang nyata.
4. Gereja harus terbuka bagi semua bangsa dan golongan
Allah menerima Samaria, bangsa yang dianggap rendah. Gereja harus menjadi ruang bagi:
-
orang miskin
-
orang patah
-
orang berdosa
-
orang terbuang
-
orang dari latar belakang berbeda
Gereja bukan museum orang suci, tetapi rumah bagi orang berdosa yang telah ditebus.
5. Gereja harus kembali kepada doa
Para rasul mengawali pelayanan di Samaria dengan doa. Gereja masa kini harus kembali pada pola itu:
-
berdoa sebelum melayani
-
berdoa sebelum mengambil keputusan gerejawi
-
berdoa sebelum memberitakan Injil
-
berdoa untuk pencurahan Roh Kudus
John Owen berkata:
“Gereja yang banyak berdoa adalah gereja yang akan banyak mengalami karya Roh Kudus.”
VI. KESIMPULAN: ROH KUDUS YANG MEMPERSATUKAN DAN MENGUDUSKAN
Kisah Para Rasul 8:14–17 bukanlah ajaran bahwa ada orang percaya tanpa Roh Kudus. Bukan pula pola baku bahwa iman harus disertai pengalaman roh tertentu secara terpisah.
Sebaliknya, bagian ini mengajarkan:
1. Roh Kudus bekerja dalam sejarah untuk membangun satu tubuh gereja.
2. Allah meneguhkan bangsa-bangsa ke dalam satu keluarga rohani.
3. Penerimaan Roh Kudus adalah tanda bahwa mereka adalah milik Kristus.
4. Gereja dipanggil untuk memelihara kesatuan dan kesucian yang Roh berikan.
Roh yang sama yang turun atas Samaria kini bekerja dalam gereja—menghidupkan, memimpin, memeteraikan, dan menyatukan kita di dalam Kristus.
Kiranya gereja masa kini kembali hidup dalam kuasa Roh Kudus yang sejati, bukan sensasi, bukan ritual; tetapi kuasa yang membawa kita pada:
-
iman sejati
-
kasih yang mengalir
-
keberanian dalam Injil
-
kekudusan hidup
-
kesatuan tubuh Kristus
Sebab tanpa Roh-Nya, gereja ini mati. Tetapi dengan Roh-Nya, gereja ini hidup dan menjadi terang bagi dunia.
Solus Spiritus Sanctus.
Segala kemuliaan bagi Allah Roh Kudus.