Kisah Para Rasul 8:20–23 - Hati yang Tidak Lurus di Hadapan Allah

Pendahuluan
Dalam perjalanan gereja mula-mula, kita melihat bahwa Injil bukan hanya menyelamatkan, tetapi juga menyaring dan menguji hati manusia. Dimana pun Injil diberitakan, ada orang-orang yang bertobat dengan tulus, dan ada pula yang mendekat kepada Injil dengan motivasi yang salah.
Kisah Para Rasul 8:20–23 menghadirkan sebuah momen penting dalam sejarah gereja awal—pertemuan antara dua roh yang berbeda: Roh Kudus yang memberi kehidupan, dan roh lama manusia yang masih ingin menguasai Tuhan untuk kepentingannya sendiri.
Di dalam bagian ini kita berjumpa dengan Simon, yang sebelumnya adalah seorang penyihir, dan dengan tegas ditegur oleh Rasul Petrus karena keinginannya “membeli” kuasa Roh Kudus.
Ayat-ayat ini mengungkap tiga pokok besar:
-
Kesucian karunia Allah yang tidak dapat diperdagangkan.
-
Bahaya motivasi pelayanan yang salah.
-
Pentingnya pertobatan yang sejati, bukan sekadar perubahan identitas agama.
Melalui eksposisi ini, kita akan melihat bagaimana Petrus, dengan otoritas rasuli dan kejelasan doktrinal, mengoreksi Simon dan memberikan pelajaran yang abadi bagi gereja Tuhan.
Teks Alkitab: Kisah Para Rasul 8:20–23
20 Tetapi jawab Petrus kepadanya: "Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang.
21 Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah.
22 Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini.
23 Sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan."
I. Konteks: Dari Penyihir Menjadi “Orang Percaya” (Ayat Latar – Kisah Para Rasul 8:9–13)
Sebelum sampai pada Kisah Para Rasul 8:20–23, kita perlu memahami latarnya.
Simon adalah seorang penyihir yang dihormati masyarakat Samaria. Ia terbiasa menjadi pusat perhatian, merasa dirinya “besar,” dan menikmatinya. Ketika Filipus memberitakan Injil, banyak orang bertobat—dan Simon pun “percaya dan dibaptis.”
Namun peristiwa berikutnya menunjukkan bahwa Simon mengalami perubahan luar, tapi belum mengalami kelahiran baru yang sejati.
John Calvin dalam komentarnya menulis:
“Baptisan Simon bukanlah tanda kelahiran baru, tetapi tanda bahwa ia tertarik oleh kekaguman, bukan oleh pertobatan sejati.”
Dengan kata lain, Simon bukan mengikuti Kristus—tetapi mengikuti kekuasaan.
Di sinilah kita belajar:
Tidak semua yang mengaku percaya memiliki hati yang diubahkan.
Inilah bahaya pertama yang harus diwaspadai gereja.
II. Ekspose Kisah Para Rasul 8:20: Karunia Allah Tidak Bisa Dibeli
Petrus berkata:
“Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang.”
Pernyataan ini sangat keras.
Dalam bahasa Yunani, ungkapan “binasalah engkau” mengandung arti “musnahlah engkau ke dalam kehancuran.” Petrus tidak sedang mengutuk secara emosional, tetapi menunjukkan betapa seriusnya dosa Simon.
1. Karunia Allah adalah anugerah, bukan komoditas
Pandangan Reformed menegaskan bahwa keselamatan dan seluruh anugerah rohani adalah solo gratia—semata-mata anugerah.
Karunia Roh Kudus:
-
tidak lahir dari usaha manusia,
-
tidak diukur oleh kontribusi uang,
-
bukan barang yang bisa ditawar,
-
bukan investasi bisnis rohani.
Martin Luther bahkan menganggap dosa Simon ini sebagai akar dari segala penyalahgunaan gereja sepanjang sejarah, termasuk praktik jual beli indulgensi.
2. Kemunafikan Simon: Ia menginginkan kuasa, bukan Kristus
Simon melihat Roh Kudus seperti alat kekuatan supranatural yang bisa ia miliki. Ia tidak tertarik pada kesucian hidup, tidak peduli tentang kerajaan Allah. Yang ia inginkan hanyalah kembali berpengaruh.
Calvin menulis:
“Dosa Simon bukan sekadar kesalahan teologis, tetapi penghinaan terhadap kemuliaan Allah.”
Ini menunjukkan bahwa dosa Simon sangat besar—karena ia:
-
merendahkan karya Roh Kudus,
-
menyamakan karunia ilahi dengan perdagangan duniawi,
-
menjadikan dirinya pusat dari segala sesuatu.
3. Gereja masa kini harus berhati-hati terhadap roh Simon
Roh Simon masih hidup:
-
orang ingin pelayanan viral,
-
orang ingin kuasa karismatik,
-
orang ingin popularitas rohani,
-
orang ingin “karunia” Roh tanpa keintiman dengan Kristus.
R.C. Sproul menyebut fenomena ini sebagai “religious consumerism”—konsumen yang membeli pengalaman rohani.
Simon adalah contoh klasik orang yang ingin kuasa Roh tanpa mau diproses oleh Roh.
III. Ekspose Kisah Para Rasul 8:21: “Hatimu Tidak Lurus di Hadapan Allah”
Petrus melanjutkan:
“Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah.”
1. Pelayanan tidak dimulai dari kemampuan, tetapi dari hati yang lurus
Dalam teologi Reformed, ordo salutis (urutan keselamatan) menekankan bahwa kelahiran baru menghasilkan pertobatan dan iman sejati.
Simon tidak memiliki hati yang diubahkan.
Itulah sebabnya ia tidak memiliki “bagian” dalam pelayanan rohani.
Matthew Henry berkata:
“Tuhan tidak memakai tangan yang kotor atau hati yang bengkok untuk pekerjaan-Nya.”
2. Simon percaya secara intelektual, tetapi hatinya tidak bertobat
Banyak orang:
-
ikut baptisan,
-
ikut gereja,
-
ikut pelayanan,
-
bahkan terlihat rohani—
…tetapi hatinya tidak lurus.
Simon menolak dikoreksi. Ia ingin jalan pintas, bukan jalan salib.
Ia ingin kuasa tanpa ketaatan.
Ia ingin hasil tanpa proses.
Ia ingin Roh tanpa salib.
3. “Tidak ada bagian dalam perkara ini” = tidak ada persekutuan dengan Kristus
Pernyataan Petrus bukan sekadar teguran.
Ini pernyataan status rohani:
Simon bukan milik Kristus.
Orang yang tidak memiliki Roh Kristus tidak memiliki bagian dalam pengutusan Kristus.
John Owen menegaskan:
“Tidak ada pelayanan sejati tanpa pertobatan sejati.”
IV. Ekspose Kisah Para Rasul 8:22: “Bertobatlah dari kejahatanmu ini”
Teguran berikutnya adalah ajakan:
“Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini.”
Ayat ini kaya makna.
1. Bahkan dalam teguran keras, ada tawaran anugerah
Petrus keras, tetapi tetap mengundang.
Inilah kebesaran Injil.
Injil tidak pernah membiarkan seseorang dalam dosa tanpa menyediakan pintu pertobatan.
2. Pertobatan adalah tindakan moral, bukan emosional
Pertobatan bukan sekadar sedih.
Bukan merasa bersalah.
Bukan minta maaf.
Pertobatan adalah:
-
meninggalkan dosa,
-
merendahkan diri,
-
berbalik dari motivasi jahat,
-
kembali kepada Tuhan.
Petrus mengatakan:
“Bertobatlah dari kejahatanmu ini”—kata “kejahatan” dalam bahasa Yunani kakia berarti kebusukan moral.
Motivasi Simon busuk.
Keinginannya jahat.
Ia tidak ingin kerajaan Allah; ia ingin kerajaan Simon kembali bangkit.
3. “Berdoalah agar Tuhan mengampuni niat hatimu”
Ini luar biasa.
Dosa yang paling dalam bukan tindakan, tetapi niat hati.
Teologi Reformed selalu menekankan kondisi hati sebagai akar dari perilaku manusia.
Jonathan Edwards berkata bahwa akar dosa adalah “affections”—keinginan yang telah menyimpang.
Petrus tidak berkata:
“Tuhan akan mengampuni otomatis.”
Ia berkata:
“Berdoalah agar Ia mengampuni.”
Artinya:
-
pertobatan itu serius,
-
tidak otomatis,
-
membutuhkan iman,
-
membutuhkan kerendahan hati,
-
membutuhkan kejujuran di hadapan Allah.
V. Ekspose Kisah Para Rasul 8:23: “Aku melihat engkau penuh empedu pahit dan terjerat dalam kejahatan”
Ini bagian yang paling tajam.
“Sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan.”
1. “Empedu pahit” menggambarkan kebusukan dalam batin
Ungkapan ini menunjuk pada:
-
kepahitan,
-
kecemburuan,
-
kebencian,
-
motivasi gelap.
Simon pahit karena pengaruhnya hilang.
Ketika Filipus datang, orang-orang Samaria berpaling dari Simon kepada Injil.
Simon iri.
Ia ingin kembali memegang kekuasaan.
2. “Terjerat dalam kejahatan” = diperbudak oleh dosa
Dalam teologi Reformed, dosa bukan hanya pilihan moral, tetapi perbudakan rohani.
Paulus berkata bahwa manusia mati dalam dosa (Efesus 2:1).
Simon bukan hanya berbuat dosa—ia terikat oleh dosa.
Ini membuktikan bahwa:
-
ia belum lahir baru,
-
ia belum menerima Roh Kudus,
-
imannya belum sejati,
-
baptisannya hanya ritual luar.
3. Gereja tidak boleh mengabaikan kondisi hati
Gereja sering kagum pada orang:
-
berbakat,
-
pintar,
-
populer,
-
kaya,
-
memukau,
-
membawa donasi besar.
Simon mungkin akan menjadi anggota komisi musik atau dewan pembangunan gereja masa kini.
Tetapi Allah menilai hati.
Dan Petrus berani berkata tegas karena ia melihat bahaya besar jika Simon dibiarkan.
VI. Pelajaran Teologis dari Kisah Simon
1. Baptisan tidak menyelamatkan jika hati tidak bertobat
Reformed theology menegaskan baptisan sebagai tanda anugerah, bukan alat keselamatan otomatis.
Simon dibaptis, tetapi tidak lahir baru.
Ini peringatan bagi:
-
orang Kristen KTP,
-
orang yang ikut liturgi tanpa hati,
-
orang yang beragama tanpa mengenal Kristus.
2. Gereja harus menguji motivasi pelayanan
Tiga motivasi yang harus dibunuh:
-
ambisi pribadi (Simon ingin nama besar),
-
kesombongan rohani (Simon merasa lebih unggul),
-
keinginan menguasai orang lain (ia ingin kuasa apostolik untuk memikat orang).
3. Karunia Roh Kudus adalah anugerah, bukan alat komersial
Prinsip ini menghancurkan:
-
manipulasi rohani,
-
jual beli jabatan gerejawi,
-
penonjolan diri dalam pelayanan,
-
mentalitas pasar dalam ibadah.
4. Pertobatan sejati menuntut perubahan hati, bukan sekadar ritual
Pertobatan bukan ritual, tetapi perubahan motivasi terdalam manusia.
5. Teguran keras adalah kasih yang sejati
Petrus menegur Simon demi keselamatannya.
Inilah kasih yang sejati dalam gereja:
kasih yang berani mengatakan kebenaran.
VII. Aplikasi untuk Gereja Masa Kini
1. Berhati-hatilah terhadap “Simonianism Modern”
Roh Simon masih muncul hari ini:
-
pelayanan untuk keuntungan,
-
kharisma tanpa kekudusan,
-
pendeta yang mengejar popularitas,
-
pemimpin yang ingin kuasa lebih dari kesucian.
Gereja harus menguji hati sebelum mengangkat pemimpin.
2. Setiap pelayanan harus dimulai dari hati yang lurus
Allah tidak mencari orang berbakat, tetapi orang yang taat.
Karunia bisa diberikan.
Integritas harus dibentuk.
3. Gereja harus berani menegur dosa
Gereja yang takut menegur akan mati secara rohani.
Teguran Petrus menjadi model disiplin gereja yang sehat.
4. Kita harus bertobat dari motivasi yang tidak murni
Pertanyaan untuk diri sendiri:
-
Mengapa saya melayani?
-
Apakah saya mencari Kristus atau mencari kehormatan?
-
Apakah saya ingin menjadi terkenal atau ingin Kristus dimuliakan?
-
Apakah motivasiku murni?
5. Gunakan karunia Roh bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk tubuh Kristus
Karunia adalah untuk membangun orang lain, bukan menaikkan diri.
VIII. Penutup: Panggilan untuk Pertobatan Sejati
Simon adalah cermin bagi banyak orang Kristen.
Ia:
-
percaya,
-
dibaptis,
-
ikut pelayanan,
-
mengikuti rasul,
...tetapi hatinya tetap belum diserahkan kepada Kristus.
Saudara, pertanyaannya bukan: “Apakah engkau dibaptis?”
Pertanyaannya adalah:
“Apakah hatimu lurus di hadapan Allah?”
Hari ini Tuhan memanggil kita untuk bertobat bukan dari tindakan saja, tetapi dari motivasi, rencana, dan keinginan hati yang salah.
Seperti Petrus berkata:
“Bertobatlah dan berdoalah, supaya Tuhan mengampuni niat hatimu.”
Kiranya Tuhan menolong kita menjadi gereja yang:
-
murni,
-
rendah hati,
-
tulus,
-
penuh Roh,
-
dan memiliki hati yang lurus di hadapan Allah.
Amin.