Mazmur 11:6–7 - Api, Keadilan, dan Wajah Allah

Pendahuluan: Ketika Dunia Tampak Tidak Adil
Mazmur 11 adalah nyanyian iman di tengah krisis. Daud menulis mazmur ini ketika ia dikejar dan menghadapi tekanan besar dari musuh-musuh yang tampaknya menang. Dalam ayat 1–3, Daud bergumul dengan nasihat para penakut yang menyuruhnya melarikan diri. Tetapi ia menjawab dengan keyakinan:
“Pada TUHAN aku berlindung.”
Ayat 4–5 menegaskan bahwa Tuhan tetap duduk di takhta-Nya, memeriksa manusia, dan menguji yang benar maupun fasik.
Lalu Mazmur 11:6–7 menutup mazmur ini dengan dua kebenaran besar:
-
Hukuman bagi orang fasik (ayat 6).
-
Kasih dan kedekatan Allah bagi orang benar (ayat 7).
Dua sisi ini — keadilan dan kasih Allah — menjadi inti dari teologi Reformed: Allah yang adil dan penuh kasih, yang menghukum dosa namun menebus umat pilihan-Nya dalam kasih karunia.
Mazmur ini membawa kita untuk memandang dunia dari perspektif ilahi:
ketika fondasi dunia tampak runtuh (ay.3), Tuhan tetap memerintah dengan kedaulatan sempurna.
I. Eksposisi Mazmur 11:6: Keadilan Allah yang Menghukum Orang Fasik
“Dia menghujani orang fasik dengan perangkap; api, belerang, dan angin panas, akan menjadi bagian dari cawan mereka.”
1. Bahasa penghakiman yang apokaliptik
Ungkapan “menghujani api dan belerang” langsung mengingatkan pembaca pada kehancuran Sodom dan Gomora (Kejadian 19:24).
Di sana, Tuhan menghukum kota-kota yang hidup dalam kefasikan moral dan penolakan terhadap kebenaran dengan api yang turun dari langit.
Daud menggunakan citra yang sama untuk menunjukkan bahwa penghukuman Allah bukan kebetulan, melainkan tindakan adil dari Tuhan yang kudus.
Tuhan tidak tidur terhadap kejahatan; Ia akan “menghujani” keadilan-Nya atas dunia yang menolak-Nya.
John Calvin menulis dalam komentarnya:
“Api dan belerang menunjukkan bahwa murka Allah tidak hanya sementara, melainkan bersifat menghanguskan. Ketika orang fasik tampak berjaya, mereka sesungguhnya sedang menumpuk bahan bakar bagi penghancuran mereka sendiri.”
Bagi Calvin, penghukuman ini bukan sekadar puitis — tetapi kenyataan moral alam semesta yang diciptakan Allah yang adil.
2. “Perangkap” sebagai keadilan yang ironis
Kata “perangkap” (Ibrani: pakhim) berarti jerat atau bencana yang menimpa tanpa diduga.
Artinya, orang fasik akan jatuh ke dalam rencana jahat mereka sendiri.
Ini sesuai dengan prinsip yang sering muncul dalam Mazmur:
“Siapa yang menggali lobang akan jatuh ke dalamnya.” (Mazmur 7:15)
Matthew Henry menafsirkan:
“Allah sering menghukum orang fasik dengan jalan yang mereka pilih sendiri; jerat yang mereka pasang untuk orang benar akan menjerat diri mereka.”
Dalam teologi Reformed, ini menunjukkan kedaulatan Allah atas kejahatan — bahkan tindakan jahat manusia tidak lepas dari kontrol Allah, dan pada akhirnya digunakan untuk menyatakan keadilan-Nya.
3. “Bagian dari cawan mereka” – simbol murka Allah
Ungkapan “cawan” sering digunakan dalam Alkitab sebagai lambang murka dan penghukuman Allah.
Yesaya 51:17 menyebutnya “cawan murka TUHAN.”
Yesus sendiri, dalam taman Getsemani, berdoa:
“Ya Bapa, jika mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku.” (Matius 26:39)
Cawan itu adalah penderitaan dan murka Allah yang ditanggung oleh Kristus sebagai pengganti orang berdosa.
Maka, ketika Mazmur 11:6 berbicara tentang “cawan bagi orang fasik,” itu menunjuk pada murka Allah yang mereka tanggung sendiri — berbeda dengan orang benar yang dilindungi oleh kasih karunia.
John Owen, dalam The Death of Death in the Death of Christ, menulis:
“Kristus meminum cawan murka itu sampai habis, supaya umat pilihan tidak lagi meneguk setetes pun darinya.”
Jadi, ayat ini menegaskan kontras antara dua nasib:
-
Orang fasik menerima cawan murka,
-
Orang benar menerima cawan kasih dan keselamatan (Mazmur 23:5).
4. Dimensi Eskatologis dari Penghukuman Allah
Api, belerang, dan angin panas juga menunjuk ke penghakiman terakhir.
Wahyu 20:14–15 menyebut “lautan api” sebagai tempat penghukuman kekal.
Herman Bavinck menulis dalam Reformed Dogmatics:
“Keadilan Allah menuntut bahwa dosa yang tidak diampuni harus berakhir dengan pemisahan kekal dari hadirat-Nya. Neraka bukan sekadar konsekuensi moral, tetapi pernyataan keadilan yang kekal.”
Mazmur 11:6, dengan demikian, bukan hanya nubuat tentang kehancuran sementara, melainkan gambaran tentang keadilan terakhir yang akan dinyatakan di akhir zaman.
II. Eksposisi Mazmur 11:7: Kasih dan Kebenaran Allah Bagi Orang Benar
“Sebab, TUHAN itu benar, Dia mencintai kebenaran. Orang benar akan melihat wajah-Nya.”
1. Sifat Allah sebagai dasar moral seluruh alam semesta
Daud menegaskan:
“TUHAN itu benar.”
Kata Ibrani tsaddiq (benar) menyatakan bahwa keadilan adalah bagian dari esensi Allah.
Dia tidak hanya “bertindak benar,” tetapi Dia adalah sumber dari segala kebenaran.
John Calvin menjelaskan:
“Keadilan bukanlah sesuatu di luar Allah, melainkan sifat-Nya sendiri. Maka siapa pun yang menolak kebenaran, sedang menolak Allah.”
Dalam teologi Reformed, ini berkaitan dengan immutability (ketidakberubahan) dan holiness (kekudusan) Allah:
Ia tidak dapat bertindak melawan sifat-Nya yang benar.
2. Allah “mencintai kebenaran” – kasih yang berakar pada keadilan
Ini bukan sekadar pernyataan etika, tetapi pernyataan teologis tentang kasih Allah.
Allah mengasihi kebenaran karena kebenaran memantulkan karakter-Nya sendiri.
Jonathan Edwards dalam The Nature of True Virtue menulis:
“Kasih Allah bukanlah kasih buta; Ia mengasihi kebenaran karena di dalam kebenaran itulah keindahan moral-Nya bersinar.”
Artinya, kasih dan keadilan Allah tidak pernah bertentangan.
Kasih tanpa kebenaran akan menjadi sentimental,
sedangkan keadilan tanpa kasih akan menjadi kejam.
Dalam Allah, keduanya menyatu sempurna — terutama dalam salib Kristus, di mana kasih dan keadilan bertemu.
3. “Orang benar akan melihat wajah-Nya” – janji tertinggi dalam keselamatan
Ini adalah puncak dari seluruh mazmur: visi ilahi (the beatific vision) — pengalaman melihat wajah Allah dalam persekutuan kekal.
Dalam konteks Perjanjian Lama, “melihat wajah Allah” berarti mendapatkan perkenanan dan kehadiran-Nya.
Namun dalam terang Perjanjian Baru, ini menunjuk pada kesempurnaan persekutuan di surga.
R.C. Sproul menulis:
“Janji terbesar Injil bukanlah pengampunan atau surga itu sendiri, tetapi Allah yang dapat dilihat dan dinikmati oleh umat-Nya.”
Inilah pengharapan eskatologis Reformed — bahwa suatu hari, umat tebusan akan melihat Allah muka dengan muka (1 Korintus 13:12; Wahyu 22:4).
4. Melihat wajah Allah melalui Kristus
Karena dosa, manusia tidak dapat melihat Allah dan hidup (Keluaran 33:20).
Namun Kristus datang sebagai gambar Allah yang sempurna (Kolose 1:15), sehingga melalui Dia, orang percaya dapat melihat Allah.
Yesus berkata:
“Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” (Yohanes 14:9)
Dengan demikian, penggenapan Mazmur 11:7 hanya mungkin di dalam Kristus.
Melalui iman kepada-Nya, kita melihat kemuliaan Allah yang dulu tersembunyi di balik tabir.
John Owen dalam The Glory of Christ menulis:
“Melihat wajah Allah dalam Kristus adalah kebahagiaan tertinggi manusia; itu adalah surga di bumi, dan surga di surga.”
III. Kontras Antara Orang Fasik dan Orang Benar
| Aspek | Orang Fasik (Ay.6) | Orang Benar (Ay.7) |
|---|---|---|
| Nasib | Hujan api dan belerang, cawan murka | Melihat wajah Allah |
| Relasi dengan Allah | Dihukum dan dijauhkan | Dikasihi dan diterima |
| Simbolisme | Sodom – penghukuman | Surga – persekutuan |
| Reaksi Allah | Murka adil | Kasih yang kudus |
| Akhir hidup | Pemisahan kekal | Perjumpaan kekal |
Mazmur ini menegaskan realitas dualistik moral dalam sejarah penebusan:
tidak ada posisi netral — manusia berdiri di bawah murka atau dalam kasih karunia Allah.
IV. Tafsiran Teologis Reformed
1. Sifat Allah yang adil dan kasih karunia-Nya
Teologi Reformed menolak gagasan bahwa Allah hanya “kasih” tanpa keadilan.
Keadilan adalah bagian dari kasih-Nya — karena Ia begitu mengasihi dunia, Ia tidak membiarkan dosa tanpa penghukuman.
Herman Bavinck menulis:
“Kasih karunia tidak menghapus keadilan, tetapi menggenapinya. Salib adalah bukti bahwa Allah tetap adil sekaligus Juruselamat.”
Mazmur 11:6–7 memperlihatkan keseimbangan itu: keadilan yang menghukum dan kasih yang memulihkan.
2. Kristus sebagai pemisah antara dua kelompok
Kristus sendiri adalah “batu penjuru” yang menentukan nasib setiap manusia.
Mereka yang percaya beroleh hidup; mereka yang menolak akan binasa. (1 Petrus 2:6–8)
John Piper menyimpulkan:
“Setiap manusia akan bertemu Allah — sebagai Bapa atau sebagai Hakim. Perbedaannya hanya satu: apakah kita bersembunyi di balik salib Kristus atau tidak.”
Mazmur 11 menubuatkan realitas ini dalam bentuk puisi kuno:
Orang fasik akan menerima cawan murka, orang benar akan melihat wajah Allah.
3. Implikasi etis: Hidup dalam kebenaran yang Allah cintai
Karena Tuhan mencintai kebenaran, maka umat-Nya harus mencerminkan karakter itu.
Iman sejati tidak bisa terpisah dari hidup benar.
John Calvin menulis:
“Kebenaran bukanlah syarat untuk memperoleh kasih Allah, tetapi bukti bahwa kita telah dikasihi oleh-Nya.”
Artinya, ketaatan bukan jalan menuju keselamatan, melainkan buah dari kasih karunia.
V. Aplikasi Praktis Bagi Orang Percaya
1. Percayalah pada keadilan Allah di tengah ketidakadilan dunia
Ketika kejahatan tampak berjaya, orang benar dapat berkata seperti Daud:
“Tuhan ada di takhta-Nya.” (ay.4)
Keadilan Allah mungkin tampak tertunda, tetapi tidak pernah gagal.
Jonathan Edwards menulis:
“Murka Allah mungkin berjalan pelan, tapi pasti; kasih karunia-Nya berjalan pelan, tapi kekal.”
2. Bersyukurlah karena Kristus telah meneguk cawan murka bagi kita
Kita yang seharusnya menerima hujan api dan cawan murka kini menerima cawan berkat.
Mazmur 11:6 hanya menjadi berita buruk bagi yang menolak Kristus.
Bagi yang percaya, itu adalah pengingat tentang kasih karunia yang mahal.
3. Kejar kebenaran yang Allah cintai
Karena Allah mencintai kebenaran, maka orang percaya harus mencintainya juga — dalam integritas, keadilan sosial, kejujuran, dan kekudusan pribadi.
Reformed faith tidak hanya percaya pada doktrin yang benar, tetapi juga hidup yang benar.
4. Nantikan hari di mana kita akan melihat wajah Allah
Mazmur 11:7 mengarahkan pandangan kita pada pengharapan kekal: perjumpaan muka dengan muka dengan Allah di surga.
Semua penderitaan akan berlalu ketika kita melihat wajah Juruselamat.
R.C. Sproul menyebut ini:
“Beatific Vision — penglihatan penuh sukacita, ketika iman berubah menjadi pandangan, dan kasih berubah menjadi persekutuan kekal.”
Kesimpulan: Keadilan dan Kasih di Bawah Takhta yang Sama
Mazmur 11:6–7 menutup nyanyian iman Daud dengan kontras yang tegas:
Allah menghujani keadilan atas orang fasik, tetapi membuka wajah-Nya bagi orang benar.
Kedua sisi ini tidak bertentangan — keduanya menyingkapkan kemuliaan Allah yang sempurna.
Dalam salib Kristus, keduanya berpadu:
-
Murka yang adil tertumpah,
-
Kasih yang kekal tercurah.
John Owen menulis dengan indah:
“Di salib, Allah begitu benar sehingga Ia menghukum dosa, dan begitu mengasihi sehingga Ia menghukum dosa itu di dalam Anak-Nya.”
Itulah rahasia tabir Mazmur 11:6–7 —
bahwa hanya mereka yang berlindung dalam kasih karunia Kristus akan melihat wajah Allah, bukan dalam murka, tetapi dalam kasih yang kekal.