ROMA KATOLIK (PAUS, MARIA, API PENYUCIAN DAN SAKRAMEN)

PDT. BUDI ASALI, M.DIV.

Pelajaran I:
Sejarah singkat & perbedaan dasar
Pendahuluan.

Sebetulnya ini bukanlah pelajaran tentang perbandingan agama, tetapi lebih tepat disebut sebagai perbandingan aliran, karena Roma Katolik sebetulnya termasuk dalam ruang lingkup Kristen.

Ada 2 sikap extrim / salah menghadapi agama / aliran lain:

1) Sikap menyerang:

a) Penyerangan itu bisa ditujukan kepada orang yang beragama lain itu, dimana kita membenci atau memusuhi orang itu.

Ini salah karena sekalipun kita harus menentang ajaran yang salah / sesat, tetapi kita harus mengasihi orangnya, dan berusaha mengarahkan dia pada jalan yang benar, supaya dia bisa diselamatkan.

b) Penyerangan itu bisa ditujukan kepada agama orang itu.

Pada umumnya ini juga salah, karena pada umumnya orang yang dise-rang agamanya akan menjadi marah, sehingga ia akan membuat ‘ben-teng’ pada waktu kita memberitakan Injil kepadanya.

Karena itu harap diperhatikan bahwa buku ini tujuannya bukan untuk dibagikan kepada orang Roma Katolik, tetapi hanya untuk kalangan Kristen sendiri.

2) Menganggap semua agama sama dan semua agama itu baik.

Ini juga merupakan sikap yang salah karena:

a) Setiap agama bukan saja berbeda dengan agama yang lain, tetapi bah-kan juga bertentangan.

Misalnya:

1. Kristen (dan Katolik) mengakui Yesus sebagai Tuhan / Allah sendiri, tetapi agama-agama yang lain tidak.

2. Kristen mengakui Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat dan satu-satunya jalan keselamatan, tetapi agama-agama lain tidak.

3. Kristen menekankan keselamatan hanya melalui iman kepada Yesus, bukan karena perbuatan baik, tetapi agama-agama lain (termasuk Katolik) menekankan perbuatan baik.

Jelas bahwa orang yang menganggap semua agama sama, jelas tidak mengerti apa-apa soal agama-agama yang ia anggap sama itu!

b) Sekalipun mungkin semua agama mengajarkan umatnya untuk berbuat baik, tetapi:

1. Konsep tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, berbeda antara agama yang satu dan agama yang lain.

2. Bagaimana kalau umat beragama itu gagal melakukan apa yang baik? Dengan kata lain, bagaimana kalau mereka berbuat dosa? Hanya dalam Kristen ada penebusan dosa melalui pengorbanan Yesus Kristus, Allah yang telah menjadi manusia, dan mati di salib untuk menebus dosa umat manusia! Tidak ada agama lain yang mem-punyai penebus dosa / pembayar hutang dosa!

Tujuan belajar perbandingan agama / aliran:

1. Bukan supaya kita menjadi sombong, atau supaya kita bisa mengejek atau menghina orang yang beragama / beraliran lain, atau supaya kita menang kalau berdebat dengan mereka!

2. Untuk menguatkan iman kita sendiri.

Dalam belajar tentang agama / aliran lain, kita harus mempelajari kesalahan mereka dan mempelajari bagaimana ajaran yang benar. Kalau kita hanya mengerti kesalahan mereka tetapi tidak mengerti bagaimana ajaran yang seharusnya / yang benar, maka ini tidak akan terlalu membawa manfaat bagi iman kita. Tetapi kalau kita juga mempelajari bagaimana ajaran yang benar / seharusnya, maka ini akan menguatkan iman kita.

3. Untuk membawa mereka kepada Kristus.

Selama kita masih beranggapan bahwa semua agama adalah sama / semua agama itu baik, atau selama kita tidak mengetahui kesalahan dari orang yang beragama lain itu, maka kita tidak akan memberitakan Injil kepada mereka. Tetapi kalau kita sudah tahu perbedaan dan kesalahannya, maka kita akan mempunyai motivasi untuk memberitakan Injil kepada mereka.

Khususnya dalam persoalan Roma Katolik, ada banyak orang kristen yang mempunyai anggapan yang salah, yaitu bahwa Roma Katolik itu sama dengan Kristen, dan karena itu tidak perlu diinjili.

Kalau saudara sudah mempelajari buku ini dan mengerti perbedaan / perten-tangan antara ajaran Kristen dengan ajaran Roma Katolik, dan saudara tidak berusaha menginjili orang Roma Katolik, maka ada sesuatu yang tidak beres dalam kerohanian saudara! Mungkin saudarapun adalah orang yang belum diselamatkan dan perlu diinjili!
I) Istilah ‘Roma Katolik’.

1) Istilah ‘Katolik’ sebetulnya bukan monopoli golongan Roma Katolik, kare-na istilah ‘Katolik’ sebetulnya berarti ‘universal‘ atau ‘umum / am’ [ban-dingkan dengan kalimat dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli yang ber­bunyi ‘Gereja yang kudus dan am’, yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya ber­bunyi ‘The Holy Catholic Church’ (= Gereja Katolik yang kudus)].

2) Sebetulnya istilah ‘Roma Katolik’ merupakan suatu kontradiksi, karena kata ‘Roma’ menunjukkan tempat tertentu / lokal, sedangkan kata ‘Kato- lik’ berarti universal / umum / sedunia.
ROMA KATOLIK (PAUS, MARIA, API PENYUCIAN DAN SAKRAMEN)
tutorial, gadget
II) Sejarah singkat.

Sejarah singkat ini perlu diketahui, karena banyak orang kristen yang mengira bahwa Roma Katolik ada lebih dulu dan kristen merupakan agama baru yang memberontak terhadap Roma Katolik. Karena itu, kalau orang kristen diserang oleh orang Katolik dengan cara ini, mereka tidak bisa menjawab.

Sejarah singkatnya adalah sebagai berikut:

1) Sejak jaman Perjanjian Baru, orang-orang yang percaya kepada Kris­tus dan menggunakan Kitab Suci sebagai dasar hidup / kepercayaan, disebut Kristen (Kis 11:26).

Perhatikan bahwa Kristen sudah ada pada abad pertama, jauh sebelum Roma Katolik ada!

2) Mulai abad I orang-orang kristen dianiaya oleh orang-orang Yahudi yang menganggap Kristen sebagai suatu sekte yang sesat. Orang-orang kris-ten juga dianiaya oleh pihak pemerintah Romawi karena orang-orang kristen itu tidak mau menyembah kaisar.

Tetapi banyaknya penganiayaan ini justru menyebabkan kekristenan itu menjadi murni (tidak ada atau jarang ada orang kristen KTP), dan orang-orang kristen mempunyai iman yang kuat.

3) Pada awal abad ke 4, Constantine mulai tertarik pada kek­ristenan dan pada tahun 324 M, setelah ia menjadi kaisar atas seluruh wilayah ke-kaisaran Romawi, ia menjadikan kristen sebagai agama yang sah di seluruh wilayah kekaisaran Romawi.

4) Karena kristen dijadikan agama yang sah di seluruh kekaisaran Romawi, maka akibatnya banyak orang terpaksa masuk kristen, padahal hati mereka tidak kristen / tidak percaya kepada Yesus maupun Kitab Suci. Mereka ini lalu mulai membawa kekafiran mereka ke dalam gereja dan gereja yang kurang ketat dalam menjaga ajarannya, makin lama makin menjauhi ajaran yang semula / Kitab Suci.

Contoh-contoh penyimpangan:

1. Doa untuk orang mati dan membuat tanda salib............................... 300 M

2. Pemujaan terhadap malaikat dan orang suci..................................... 375 M

3. Penggunaan patung-patung.................................................................. 375 M

4. Permulaan pemuliaan Maria (istilah ‘bunda Allah’)........................... 431 M

5. Doktrin tentang api pencucian............................................................... 593 M

6. Penggunaan bahasa Latin dalam doa / kebaktian............................ 600 M

7. Doa ditujukan kepada Maria, malaikat dan orang-orang suci.......... 600 M

8. Gelar ‘Paus’.............................................................................................. 607 M

9. Mencium kaki Paus................................................................................. 709 M

10. Penyembahan terhadap salib, patung dan relics............................ 786 M

11. Penyembahan terhadap Santo Yusuf................................................ 890 M

12. Kanonisasi orang-orang suci yang mati............................................ 995 M

13. Hamba Tuhan tidak boleh menikah................................................. 1079 M

14. Doa Rosario......................................................................................... 1090 M

15. Transubstantiation (doktrin tentang perjamuan kudus)................ 1215 M

16. Alkitab dilarang untuk orang awam.................................................. 1229 M

17. Cawan Perjamuan Kudus dilarang untuk orang awam................ 1414 M

18. Api Pencucian ditetapkan sebagai dogma..................................... 1439 M

19. Doktrin tentang 7 sakramen diteguhkan......................................... 1439 M

20. Salam Maria......................................................................................... 1508 M

21. Tradisi disetingkatkan dengan Alkitab............................................. 1545 M

22. Apocrypha dimasukkan ke dalam Kitab Suci................................. 1546 M

23. Doktrin bahwa Maria lahir / dikandung dan hidup tanpa dosa.... 1854 M

24. Paus tidak bisa salah kata-katanya................................................. 1870 M

25. Kenaikan Maria ke surga................................................................... 1950 M

26. Maria dinyatakan sebagai ibu gereja............................................... 1965 M

Catatan:

· Ini hanya sekitar 60 % dari penyelewengan-penyelewengan yang ditu-liskan oleh Loraine Boettner dalam bukunya ‘Roman Catholicism’, hal 7-9.

· Bahwa hal-hal yang ada dalam daftar di atas ini memang merupakan penyimpangan dari Kitab Suci bisa saudara lihat penjelasannya dalam sepanjang buku ini.

5) Karena kota Roma adalah ibukota kekaisaran Romawi, maka bishop (= uskup) Roma makin lama makin kuat kedudukannya, dan pada tahun 445 M, Kaisar Valentinian memutuskan bahwa semua bishop harus tun-duk pada bishop Roma. Ini mengarah pada timbulnya Paus dan muncul-nya Roma sebagai pusat Roma Katolik.

6) Penyelewengan yang menjadi-jadi pada abad 16, akhirnya menimbulkan Reformasi oleh Martin Luther (1517) dan lalu disusul oleh Zwingli, John Calvin, dan John Knox.

Reformasi ini bertujuan untuk memanggil orang-orang untuk ‘kembali pada Alkitab’ (back to the bible). Dari istilah / semboyan ‘kembali pada Alkitab’ ini sebetulnya sudah jelas bahwa para tokoh reformasi mengang-gap Roma Katolik sebagai kristen yang sudah menyimpang dari Alkitab. Kalau tidak menyimpang, mengapa harus kembali pada Alkitab?

Kesimpulan: KATOLIK

Kristen Protestan bukanlah agama / ajaran baru yang memberontak dari Roma Katolik, tetapi ajaran yang kembali kepada kekristenan yang lama / mula-mula, yang sudah ada sejak abad pertama!

Seperti yang dikatakan oleh Loraine Boettner:

“Roman Catholics often attempts to represent Protestantism as something comparatively new, as having originated with Martin Luther and John Calvin in the sixteenth century. ... Protestantism as it emerged in the 16th century was not the beginning of something new, but a return to Bible Christianity and to the simplicity of the Apostolic church from which the Roman Church had long since departed” (= Orang Roma Katolik sering mencoba untuk menunjukkan / menggambarkan Protestanisme sebagai sesuatu yang baru, yang berasalmula dengan Martin Luther dan John Calvin di abad ke 16. ... Protestanisme yang muncul di abad ke 16 bukanlah permulaan dari sesuatu yang baru, tetapi pengembalian pada kekristenan Alkitab dan pada kesederhanaan gereja rasuli dari mana gereja Roma sudah sejak lama menyimpang) - ‘Roman Catholicism’, hal 1.

Ia melanjutkan lagi:

“Protestantism, therefore, was not a new religion, but a return to the faith of the early church. It was Christianity cleaned up, with all the rubbish that had collected during the Middle Age thrown out” (= Karena itu, protestanisme bukanlah suatu agama baru, tetapi suatu pengembalian pada iman dari gereja mula-mula. Itu adalah kekristenan yang dibersihkan, dengan dibuangnya semua sampah / kotoran yang terkumpul selama abad pertengahan) - ‘Roman Catholicism’, hal 12.

III) Perbedaan dasar Katolik - Kristen Protestan.

Sebelum kita membahas perbedaan Roma Katolik dan Kristen Protestan, ada satu hal yang perlu diketahui.

Loraine Boettener berkata bahwa ajaran dan praktek Roma Katolik di negara-negara dimana Katolik adalah golongan minoritas berbeda dengan Roma Katolik aslinya, atau dengan Roma Katolik di negara-negara dimana Roma Katolik merupakan golongan mayoritas, karena di negara-negara dimana mereka merupakan golongan minoritas mereka mengadakan kompromi-kompromi untuk menyesuaikan diri. Kalau kita mau melihat Roma Katolik yang sesungguhnya, kita harus melihatnya pada abad pertengahan, atau melihatnya sekarang di negara-negara seperti Spanyol, Portugal, Italia, Perancis, Irlandia Selatan dan Amerika Latin, dimana mereka berkuasa dalam politik maupun gereja - ‘Roman Catholicism’, hal 3.

Dengan mengingat satu hal itu, sekarang mari kita melihat perbedaan dasar antara Roma Katolik dengan Kristen Protestan.

A) Pandangan tentang Kitab Suci.

Secara teoritis, baik Roma Katolik maupun Kristen Protestan, memper-cayai bahwa Alkitab adalah Firman Allah, tetapi:

1) Dalam Kristen Protestan:

a) Alkitab adalah untuk semua orang. Orang kristen harus memiliki dan membaca Alkitab dengan rajin dan tekun!

b) Hanya Alkitab yang merupakan dasar hidup, iman dan gereja.

2) Dalam Roma Katolik:

a) Alkitab bukan untuk orang awam (ini bertentangan dengan Maz 1:1-2 Kis 17:11).

Bahwa dalam Roma Katolik orang awam memang dilarang untuk membaca, bahkan untuk memiliki Alkitab terlihat dari:

· Keputusan Council of Valencia pada tahun 1229, yang berbunyi sebagai berikut:

“We prohibit also the permitting of the laity to have the books of the Old and New Testament, unless any one should wish, from a feeling of devotion, to have a psalter or breviary for divine service, or the hours of the blessed Mary. But we strictly forbid them to have the above-mentioned books in the vulgar tongue” (= Kami melarang juga pemberian ijin kepada orang awam untuk memiliki buku-buku Perjanjian Lama dan Baru, kecuali seseorang ingin, dari suatu perasaan untuk berbakti, untuk mempunyai kitab Mazmur atau buku doa Roma Katolik untuk kebaktian / pelayanan ilahi, atau saat-saat Maria yang terpuji. Tetapi kami dengan keras melarang mereka untuk memiliki buku-buku tersebut di atas dalam bahasa kasar) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 97.

Dari kata-kata ini jelas bahwa orang awam dilarang memiliki Alkitab. Yang boleh dimiliki hanyalah kitab Mazmur dan buku doa Roma Katolik, dan itupun tidak boleh dalam ‘vulgar tongue / bahasa kasar’, maksudnya buku-buku itu harus ada dalam bahasa Latin, yang jelas ada di luar jangkauan orang awam.

· Penegasan larangan itu oleh Council of Trent dengan memberi-kan keputusan sebagai berikut:

“In as much as it is manifest, from experience, that if the Holy Bible, translated into the vulgar tongue, be indiscriminately allowed to everyone, the temerity of men will cause more evil than good to arise from it; it is, on this point, reffered to the judgment of the bishops, or inquisitors, who may, by the advice of the priest or confessor, permit the reading of the Bible translated into the vulgar tongue by Catholic authors, to those persons whose faith and piety, they apprehend, will be augmented, and not injured by it; and this permission they must have in writing” [= Karena jelas / nyata, dari pengalaman, bahwa kalau Alkitab Kudus, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa kasar (bahasa biasa yang non Latin) diijinkan secara sembarangan kepada semua orang, kesembronoan manusia akan menyebabkan lebih banyak kejahatan dari pada kebaikan yang muncul dari padanya; maka pada titik ini diserahkan pada penghakiman dari uskup, atau pejabat Roma Katolik yang meneliti penyesatan, yang oleh nasehat dari imam / pastor atau confessor (= pastor yang diberi otoritas untuk menerima pengakuan dosa), boleh mengijinkan pembacaan Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa kasar / biasa oleh pengarang Katolik, kepada orang-orang yang iman dan kesalehannya, menurut mereka, akan bertambah, dan bukannya dirusak oleh pembacaan itu; dan ijin itu harus mereka miliki secara tertulis] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 97.

· Kata-kata Liguori sebagai berikut:

“The Scriptures and books of Controversy may not be permitted in the vulgar tongue, as also they cannot be read without permission” (= Kitab Suci dan buku-buku Pertentangan / Perdebatan tidak boleh diijinkan dalam bahasa kasar / biasa, sebagaimana mereka juga tidak boleh dibaca tanpa ijin) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 98.

· Kata-kata Paus Clement XI (tahun 1713) dalam Bull Unigenitus, yang berbunyi:

“We strictly forbid them (the laity) to have the books of the Old and New Testament in the vulgar tongue” [= Kami dengan keras melarang mereka (orang awam) untuk mempunyai buku-buku Perjanjian Lama dan Baru dalam bahasa kasar / biasa] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 98.

Tetapi, tanggal 11 Oktober 1992, Gereja Roma Katolik menerbitkan ‘Chatechism of the Catholic Church’, yang pada no 133, berkata sebagai berikut:

“The Church forcefully and specifically exhorts all the Christian faithful... to learn the surpassing knowledge of Jesus Christ, by frequent reading of the divine Scriptures. Ignorance of the Scriptures is ignorance of Christ” (= Gereja dengan kuat dan khusus mendesak semua orang kristen yang setia... untuk mempelajari pengetahuan yang melampaui dari Yesus Kristus, dengan pembacaan yang sering dari Kitab Suci ilahi. Ketidaktahuan terhadap Kitab Suci adalah ketidaktahuan terhadap Kristus).

Perubahan sikap terhadap Kitab Suci ini, adalah perubahan ke arah yang baik. Tetapi juga ada keanehan, karena itu berarti bahwa keputusan Council of Valencia, Council of Trent, dan kata-kata Paus Clement XI di atas, adalah salah. Padahal Roma Katolik menganggap bahwa keputusan Sidang Gereja, dan juga kata-kata / keputusan Paus sebagai tradisi yang setingkat dengan Firman Tuhan (lihat point b di bawah ini).

b) Alkitab ditambahi dengan ‘tradisi’ (ini bertentangan dengan Ulangan 4:2 Wahyu 22:18-19).

1. Yang disebut ‘tradisi’ dalam ajaran Roma Katolik:

a. 12 kitab-kitab Apocrypha.

Ada 15 kitab Apocry­pha yang ditambahkan kepada Alkitab oleh orang Roma Katolik, yaitu:

1. Kitab Esdras yang pertama.

2. Kitab Esdras yang kedua.

3. Tobit.

4. Yudit.

5. Tambahan-tambahan pada kitab Ester.

6. Kebijaksanaan Salomo.

7. Yesus bin Sirakh.

8. Barukh.

9. Surat dari nabi Yeremia.

10. Doa Azarya dan Lagu pujian ketiga pemuda.

11. Susana.

12. Bel dan naga.

13. Doa Manasye.

14. Kitab Makabe yang pertama.

15. Kitab Makabe yang kedua.

Catatan: Dalam Kitab Suci Roma Katolik bahasa Indonesia, no 10,11,12 dijadikan satu kitab, yaitu ‘Tambahan-tambahan pada kitab Daniel’.

Tetapi 3 dari kitab-kitab Apocrypha ini akhirnya ditolak oleh Council of Trent, yaitu no 1, no 2 dan no 13, dan karena itu akhirnya hanya 12 kitab Apocrypha yang dimasukkan ke dalam Alkitab mereka.

Loraine Boettner mengatakan bahwa:

· Kitab Esdras yang kedua ditolak karena di dalamnya ada penolakan terhadap doa untuk orang mati (2Esdras 7:105) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 80.

· Sebetulnya ada lebih banyak lagi kitab-kitab Apocrypha yang lain, tetapi semua ini tidak pernah dimasukkan ke dalam Kitab Suci Roma Katolik. Mengapa? Loraine Boettner menjawab:

“The Council of Trent evidently selected only books that would help them in their controversy with the Reformers, and none of these gave promise of doing that” (= Council of Trent dengan jelas menyeleksi hanya buku-buku yang akan membantu mereka dalam pertentangan dengan para Reformator, dan tidak ada satupun dari buku-buku itu menjanjikan mereka untuk melakukan hal itu) - ‘Roman Catholicism’, hal 87.

Ke 12 kitab-kitab Apocrypha ini tebalnya lebih kurang dua per tiga Perjanjian Baru. Dahulu, semua kitab-kitab ini diletakkan di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan disebut dengan nama Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Tetapi pada tahun 1992, Roma Katolik mengeluarkan ‘The Catechism of the Catholic Church’ (= Katekisasi Gereja Katolik), dimana diputuskan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika itu diselipkan ke sela-sela kitab-kitab Perjanjian Lama, dan dianggap sebagai Perjanjian Lama!

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 120, berbunyi sebagai berikut:

“It was by the apostolic Tradition that the Church discerned which writings are to be included in the list of the sacred books. This complete list is called the canon of Scripture. It includes 46 books for the Old Testament (45 if we count Jeremiah and Lamentations as one) and 27 for the New. The Old Testament: Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy, Joshua, Judges, Ruth, 1 and 2 Samuel, 1 and 2 Kings, 1 and 2 Chronicles, Ezra and Nehemiah, Tobit, Judith, Esther, 1 and 2 Maccabees, Job, Psalms, Proverbs, Ecclesiastes, the Song of Songs, the Wisdom of Solomon, Sirach (Ecclesiasticus), Isaiah, Jeremiah, Lamentations, Baruch, Ezekiel, Daniel, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, Micah, Nahum, Habakkuk, Zephaniah, Haggai, Zachariah and Malachi” [= Oleh Tradisi rasulilah Gereja membedakan tulisan-tulisan mana yang harus dimasukkan dalam daftar kitab-kitab kudus. Daftar lengkap ini disebut kanon Kitab Suci. Itu mencakup 46 kitab untuk Perjanjian Lama (45 jika kita menghitung Yeremia dan Ratapan sebagai 1 kitab) dan 27 kitab untuk Perjanjian Baru. Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-Raja, 1 dan 2 Tawarikh, Ezra dan Nehemia, Tobit, Yudit, Ester, 1 dan 2 Makabe, Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi].

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 138, berbunyi sebagai berikut:

“The Church accepts and venerates as inspired the 46 books of the Old Testament and the 27 books of the New” (= Gereja menerima dan menghormati 46 kitab-kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru sebagai diilhamkan).

Catatan: bandingkan dengan Perjanjian Lama yang kita akui yang hanya terdiri dari 39 kitab!

Sering ada yang mengatakan bahwa bukan orang Katolik yang menambahi Alkitab, tetapi orang Kristen Protestanlah yang mengurangi Alkitab. Tetapi tentang kanon Perjanjian Lama sebetulnya tidak ada persoalan, karena:

¨ Kitab Suci orang-orang Yahudi hanyalah Perjanjian Lama kita saat ini.

¨ Pada jaman Yesus hidup di dunia ini, kanon Perjanjian Lama itu sudah lengkap dan tertentu / pasti. Dan Yesus tidak mengubahnya sehingga dianggap sebagai menyetujuinya.

‘Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible’: “It is not possible to know for certain how the Old Testament came together in the collection of books we know now. But we do know which books made up the Old Testament in the period just before the birth of Jesus, and we can know which books Jesus and his apostles would have regarded as their ‘Bible’. ... It is clear that by the time of Jesus the Hebrew Scriptures usually consisted of the thirty-nine books we know today as the Old Testament” (= Tidak memungkinkan untuk mengetahui dengan pasti bagaimana Perjanjian Lama bisa terkumpul bersama-sama dalam kumpulan kitab-kitab yang kita ketahui sekarang. Tetapi kami tahu kitab-kitab mana yang membentuk Perjanjian Lama pada jaman persis sebelum kelahiran Yesus, dan kami tahu kitab-kitab mana yang dianggap oleh Yesus dan rasul-rasulNya sebagai ‘Alkitab’ mereka. ... Adalah jelas bahwa pada jaman Yesus Kitab Suci Ibrani umumnya terdiri dari 39 kitab yang kita kenal sekarang sebagai Perjanjian Lama) - hal 66.

Halley’s Bible Handbook: “In Jesus’ day this book was called ‘The Scriptures,’ and was taught regularly and read publicly in synagogs. It was commonly regarded among the people as the ‘Word of God.’ Jesus himself repeatedly called it the ‘Word of God.’ ... These ‘Scriptures’ were composed of the 39 books which constitute our Old Testament, though under a different arrangement. ... when this group of books was completed, and set apart as the definitely recognized Word of God, is involved in obscurity. The Jews’ tradition was that it was done by Ezra” (= Pada jaman Yesus, buku ini disebut ‘Kitab Suci’, dan diajarkan secara rutin / teratur dan dibacakan di depan umum di sinagog-sinagog. Pada umumnya itu dianggap di antara bangsa itu sebagai ‘Firman Allah’. ... ‘Kitab Suci’ ini terdiri dari 39 kitab yang membentuk Perjanjian Lama kita, sekalipun susunan / urut-urutannya berbeda. ... kapan kelompok kitab-kitab ini menjadi lengkap, dan dipisahkan sebagai Firman Allah yang diakui dengan pasti, tak diketahui dengan jelas. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh Ezra) - hal 405.

Halley’s Bible Handbook: “Josephus considered the Old Testament Canon as fixed from the days of Artaxerxes, time of Ezra. Here are his words: ‘We have but 22 books, containing the history of all time, books that are believed to be divine. Of these, 5 belong to Moses, containing his laws and the tradition of the origin of mankind down to the time of his death. From the death of Moses to the reign of Artaxerxes the prophets who succeeded Moses wrote the history of the events that occurred in their own time, in 13 books. The remaining 4 books comprise hymns to God and precepts for the conduct of human life. From the days of Artaxerxes to our own times every event had indeed been recorded; but these recent records have not been deemed worthy of equal credit with those which preceded them, on account of the failure of the exact succession of the prophets. There is practical proof of the spirit in which we treat our Scriptures; for, although so great an interval of time has now passed, not a soul has ventured to add or to remove or to alter a syllable, and it is the instinct of every Jew, from the day of his birth, to consider these Scriptures as the teaching of God, and to abide by them, and, if need be, cheerfully to lay down his life in their behalf.’” (= Josephus menganggap bahwa kanon Perjanjian Lama sudah tertentu sejak jaman Artahsasta, jaman dari Ezra. Inilah kata-katanya: ‘Kami mempunyai hanya 22 kitab, berisikan sejarah dari semua jaman, kitab-kitab yang dipercaya sebagai ilahi. Dari kitab-kitab ini, 5 adalah kitab-kitab Musa, berisikan hukum-hukumnya dan tradisi tentang asal usul dari umat manusia sampai pada saat kematiannya. Dari saat kematian Musa sampai pada pemerintahan Artahsasta, nabi-nabi yang menggantikan Musa menulis sejarah dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada jaman mereka sendiri, dalam 13 kitab. 4 kitab sisanya terdiri dari nyanyian pujian bagi Allah dan ajaran-ajaran tentang tingkah laku manusia. Dari jaman Artahsasta sampai jaman kita sendiri, setiap peristiwa memang telah dicatat; tetapi catatan-catatan ini tidak dianggap layak untuk mendapat penghargaan yang setara dengan kitab-kitab yang mendahului mereka, karena tidak adanya rangkaian yang tepat dari nabi-nabi. Ini merupakan bukti praktis dari semangat dalam mana kami memperlakukan Kitab Suci kami; karena, sekalipun ada masa yang begitu lama yang telah berlalu, tidak ada orang yang telah berusaha untuk menambah atau menyingkirkan atau mengubah satu suku katapun, dan merupakan naluri dari setiap orang Yahudi sejak ia lahir, untuk menganggap Kitab Suci ini sebagai ajaran dari Allah, dan untuk mematuhinya, dan jika diperlukan, dengan sukacita meletakkan nyawanya demi mereka’) - hal 405-406.

Catatan:

· ini merupakan kutipan kata-kata Josephus dari ‘The Works of Josephus’, hal 609 (‘Against Apion’, I, 8).

· mengapa Perjanjian Lama hanya 22 kitab? Penjelasannya bisa dilihat dalam kutipan di bawah ini.

Halley’s Bible Handbook: “The Hebrew Old Testament contains exactly the same books as our English Old Testament, but in different arrangement: ... By combining the 2 books each of Samuel, Kings and Chronicles into one, and Ezra and Nehemiah into one, and the Twelve Minor Prophets into one, these 24 books are the same as our 39. Josephus further reduces the number to 22, to make it correspond to the Hebrew alphabet by combining Ruth with Judges, and Lamentations with Jeremiah” (= Perjanjian Lama bahasa Ibrani terdiri dari kitab-kitab yang persis sama seperti Perjanjian Lama bahasa Inggris kita, tetapi dalam susunan yang berbeda: ... Dengan menggabungkan 2 kitab dari Samuel, Raja-raja dan Tawarikh menjadi satu, dan menggabungkan Ezra dan Nehemia menjadi satu, dan 12 kitab nabi-nabi kecil menjadi satu, maka 24 kitab-kitab ini adalah sama dengan 39 kitab-kitab kita. Josephus selanjutnya mengurangi jumlah itu menjadi 22, untuk membuatnya sesuai dengan alfabet bahasa Ibrani, dengan menggabungkan kitab Rut dengan Hakim-hakim, dan Ratapan dengan Yeremia) - hal 26.

Halley’s Bible Handbook: “This testimony is of no small value. Josephus was born A. D. 37 in Jerusalem, of priestly aristocracy. He received an extensive education in Jewish and Greek culture. He was governor of Galilee and military commander in the wars with Rome, and was present at the destruction of Jerusalem. These words of Josephus are unquestionable testimony to the belief of the Jewish nation of Jesus’ day as to what books comprised the Hebrew Scriptures, and that that collection of books had been completed and fixed for 400 years preceding his time” (= Kesaksian ini tidak kecil nilainya. Josephus dilahirkan pada tahun 37 M. di Yerusalem, dari keluarga imam. Ia menerima pendidikan yang luas dalam kebudayaan Yahudi dan Yunani. Ia adalah gubernur dari Galilea dan komandan militer dalam perang dengan Roma, dan ia hadir pada penghancuran Yersalem. Kata-kata dari Josephus merupakan kesaksian yang tidak diragukan tentang kepercayaan dari bangsa Yahudi dari jaman Yesus berkenaan dengan kitab-kitab mana yang termasuk dalam Kitab Suci Ibrani, dan bahwa kumpulan kitab-kitab itu telah lengkap dan tertentu selama 400 tahun sebelum jamannya) - hal 406.

Bahkan Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa Alkitab Yahudipun hanya mencakup Perjanjian Lama, dan tidak mencakup Deuterokanonika.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Bible’: “The Jewish Bible includes only the books known to Christians as the Old Testament” (= Alkitab Yahudi mencakup hanya kitab-kitab yang dikenal oleh orang-orang Kristen sebagai Perjanjian Lama).

Jadi jelas bahwa bukan Kristen Protestan yang mengurangi Alkitab, tetapi Katoliklah yang menambahi Alkitab.

Tentang Kanon Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru baca The New Bible Dictionary, hal 186-dst

Kristen Protestan menolak kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika ini dengan alasan:

¨ Dalam Perjanjian Baru, ada kira-kira 260 kutipan lang-sung dari Perjanjian Lama, dan juga ada kira-kira 370 penggu­naan bagian-bagian Perjanjian Lama yang tidak merupakan kutipan langsung. Ini menunjukkan bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul mengakui otoritas Perjanjian Lama sebagai Firman Allah, dan menggunakannya sebagai dasar hidup, iman dan ajaran mereka. Tetapi baik Yesus maupun rasul-rasul tidak pernah mengutip dari kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika tersebut sebagai dasar ajaran mereka, padahal kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika itu sudah ada / beredar pada jaman Tuhan Yesus hidup di dunia ini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui kitab-kitab Apocry­pha itu sebagai Firman Allah!

Halley’s Bible Handbook: “The Apocrypha. ... They were never quoted by Jesus, nor anywhere in the New Testament” (= Kitab-kitab Apocrypha. ... Kitab-kitab ini tidak pernah dikutip oleh Yesus, atau dimanapun dalam Perjanjian Baru) - hal 406-407.

Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and no book outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New Testament, with the single exception of the words of Enoch in the book of Jude. Many of these quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which was in common use in New Testament times; and even though the Septuagint contained the ‘Apocryphal’ books there is not one quotation from the Apocryphal books. This is evidence that neither Jesus nor the Apostles recognized the Apocryphal books as part of ‘The Scriptures.’” (= Dalam Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan tidak ada kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam Perjanjian Baru, dengan satu perkecualian tentang kata-kata Henokh dalam kitab Yudas. Banyak dari kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru; dan sekalipun Septuaginta mencakup kitab-kitab Apokripa tetapi tidak ada satupun kutipan dari kitab-kitab Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai bagian dari ‘Kitab Suci’) - hal 405.

Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and no book outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New Testament, with the single exception of the words of Enoch in the book of Jude. Many of these quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which was in common use in New Testament times; and even though the Septuagint contained the ‘Apocryphal’ books there is not one quotation from the Apocryphal books. This is evidence that neither Jesus nor the Apostles recognized the Apocryphal books as part of ‘The Scriptures.’” (= Dalam Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan tidak ada kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam Perjanjian Baru, dengan satu perkecualian tentang kata-kata Henokh dalam kitab Yudas. Banyak dari kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru; dan sekalipun Septuaginta mencakup kitab-kitab Apokripa tetapi tidak ada satupun kutipan dari kitab-kitab Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai bagian dari ‘Kitab Suci’) - hal 405.

Catatan: bagian yang saya garis bawahi itu tidak saya setujui, dan akan saya bahas di sini.

Yudas 14-15 - “Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: ‘Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudusNya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan.’”.

Dan dalam kitab Henokh (ini tidak termasuk Apokripa!), ada satu ayat yaitu Henokh 1:9, yang berbunyi sebagai berikut:

Versi William Barclay: “And behold! He cometh with ten thousands of his holy ones to execute judgment upon all, and to destroy all the ungodly; and to convict all flesh of all the works of their ungodliness which they have ungodly committed, and of all the hard things which ungodly sinners have spoken against him” (= Dan lihatlah! Ia datang dengan sepuluh ribu orang-orang kudusNya untuk melakukan penghakiman terhadap semua orang, dan untuk menghancurkan orang jahat; dan untuk meyakinkan semua daging / orang tentang semua kejahatan yang mereka lakukan secara jahat, dan tentang semua kata-kata keras yang diucapkan oleh orang-orang berdosa yang jahat menentang Dia).

Henokh 1:9 Versi William Barclay ini boleh dikatakan identik dengan Yudas 14-15.

Versi Pulpit Commentary: “And behold, he comes with myriads of the holy, to pass judgment upon them, and will destroy the impious, and will call to account all flesh for everything the sinners and the impious have done and committed against him” (= Dan lihatlah, Ia datang dengan puluhan ribu orang kudus, untuk memberikan penghakiman terhadap mereka, dan akan menghancurkan orang jahat, dan akan meminta pertanggungjawaban semua orang untuk setiap hal yang orang berdosa dan jahat lakukan menentang Dia).

Henokh 1:9 versi Pulpit Commentary ini sedikit berbeda dengan Yudas 14-15, karena dalam Henokh 1:9 ini tidak ada tentang ‘kata-kata keras’ dari orang-orang jahat itu. Versi Barnes’ Notes sama dengan Pulpit Commentary.

Kutipan dalam Yudas 14-15 ini menyebabkan banyak pertanyaan dan problem. Haruskah kita menganggap Kitab Henokh itu sebagai Kitab Suci? Atau, haruskah kita membuang surat Yudas dari Kitab Suci, seperti yang dilakukan oleh Jerome? Saya berpendapat bahwa kita tidak boleh menganggap bahwa Kitab Henokh harus dimasukkan ke dalam Kitab Suci (Catatan: tidak adanya kata-kata ‘ada tertulis’ dalam Yudas 14 ini menunjukkan bahwa ia tidak sedang mengutip Kitab Suci), dan kita juga tidak boleh mengeluarkan surat Yudas dari Kitab Suci. Mengapa? Karena adanya kemiripan atau kesamaan antara Yudas 14-15 dan Henokh 1:9 mem-berikan beberapa kemungkinan, yaitu:

Yudas mengutip dari Kitab Henokh.

Penulis kitab Henokh mengutip dari Yudas, sedang-kan Yudas mengutip dari tradisi.

Yudas maupun penulis kitab Henokh mengutip dari tradisi.

Tidak ada kemungkinan untuk membuktikan bahwa kemungkinan pertamalah yang benar, sehingga adanya kemiripan / kesamaan antara Yudas 14-15 dengan Henokh 1:9 ini tidak membuktikan bahwa Yudas mengutip dari Kitab Henokh.

Mengapa Yudas mengutip nubuat Henokh? Dalam Kitab Suci ada banyak ayat tentang kedatangan Kristus untuk menghakimi, seperti Ul 33:5 Daniel 7:10 Zakh 14:5b. Mengapa Ia mesti mengutip dari nubuat Henokh dan bukannya dari ayat-ayat Kitab Suci?

Þ Karena biasanya makin kuno suatu kutipan, makin ia dihormati. Karena itu Yudas memilih yang sekuno mungkin.

Þ Karena Tuhan menghendaki nubuat Henokh itu, yang tadinya hanya ada dalam tradisi, masuk ke dalam Kitab Suci.

Thomas Manton: “if he receives it by tradition, it is here made authentic and put into the canon” (= jika ia menerimanya melalui tradisi, di sini itu dijadikan otentik / berotoritas dan dimasukkan ke dalam kanon) - ‘Jude’, hal 289.

¨ Penulis kitab-kitab Apocrypha itu sendiri tidak menunjukkan dirinya sebagai penulis Firman Tuhan yang diberikan Allah kepada manusia.

Untuk itu bandingkan Wah 22:18-19 yang terletak pada akhir Kitab Suci / Perjanjian Baru dengan 2Makabe 15:37b-38 yang terletak pada akhir dari kitab-kitab Deuterokanonika:

Wah 22:18-19 berbunyi:

“Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus seperti yang tertulis di dalam kitab ini”.

Dari Wah 22:18-19 ini terlihat dengan jelas otoritas dari tulisan rasul Yohanes ini sebagai Firman Tuhan yang tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi.

Sekarang bandingkan dengan 2Makabe 15:37b-38 yang berbunyi:

“Maka aku sendiripun mau mengakhiri kisah ini. Jika susunannya baik lagi tepat, maka itulah yang ku-kehendaki. Tetapi jika susunannya hanya sedang-sedang dan setengah-setengah saja, maka hanya itulah yang mungkin bagiku”.

Ini sama sekali tidak menunjukkan orang yang menuliskan Firman Tuhan di bawah pengilhaman Roh Kudus! Perhatikan kata-kata ‘kukehendaki’ dan ‘hanya itulah yang mungkin bagiku’. Bagaimana kita bisa mempercayai otoritas tulisan seperti ini, sedangkan penulisnya sendiripun tidak yakin akan kebenaran tulisannya!

¨ Dalam kitab-kitab Apocrypha itu ada kesalahan-kesalahan, seperti:

* Yudit 1:1,7,11 menyebut Nebukadnezar sebagai raja Asyur di Niniwe (bdk. juga dengan Yudit 1:16 2:1,4,14,21 4:1), sedangkan kita tahu bahwa sebetulnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia (Daniel 4:4-6,30).

* Tobit 5:13 menceritakan tentang seorang malaikat yang bernama Rafael, yang berdusta dengan mem-perkenalkan dirinya sebagai ‘Azarya bin Ananias’, atau ‘Azarya anak laki-laki dari Ananias’.

Bagaimana mungkin kitab-kitab yang mengandung kesa-lahan seperti itu bisa disetingkatkan dengan Kitab Suci / Firman Tuhan?

¨ Dalam kitab-kitab Apocrypha ada doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang tidak alkitabiah. Contoh:

* Tobit 12:9 berbunyi: “Memang sedekah melepaskan dari maut dan menghapus setiap dosa”.

* Tobit 4:10 berbunyi: “Memang sedekah melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke dalam kegelapan”.

* Tobit 14:10-11a berbunyi: “Nak, ingatlah kepada apa yang telah diperbuat Nadab kepada bapa pengasuhnya, yaitu Ahikar. Bukankah Ahikar hidup-hidup diturunkan ke bagian bawah bumi? Tetapi Allah telah membalas kelaliman Nadab ke atas kepalanya sendiri. Ahikar keluar menuju cahaya, sedangkan Nadab turun ke kegelapan kekal, oleh karena ia telah berusaha membunuh Ahikar. Karena melakukan kebajikan maka Ahikar luput dari jerat maut yang dipasang ba-ginya oleh Nadab. Sedangkan Nadab jatuh ke dalam jerat maut yang juga membinasakannya. Makanya anak-anakku, camkanlah apa yang dihasilkan oleh sedekah dan apa yang dihasilkan oleh kelaliman”.

* Sirakh 3:3a berbunyi: “Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan dosa”.

Doktrin yang tidak alkitabiah ini jelas bertentangan dengan Gal 2:16,21 dan Ef 2:8-9.

b. Tulisan bapa-bapa gereja.

Padahal tulisan-tulisan bapa-bapa gereja ini sering berten­tangan satu sama lain, dan bahkan sering terjadi bahwa seorang bapa gereja berubah pandangan sehingga ia lalu menuliskan sesuatu yang bertentangan dengan tulisannya yang sebelumnya.

c. Keputusan sidang-sidang gereja (council).

d. Keputusan-keputusan Paus.

Lucunya, ada Paus-paus yang menentang kitab-kitab Apo-crypha, dan dengan demikian mereka bertentangan dengan Council of Trent yang memasukkan kitab-kitab itu ke dalam Alkitab. Loraine Boettner mengutip kata-kata Dr. Harris yang dalam bukunya yang berjudul ‘Fundamental Protestant Doctrines’, I, hal 4, berkata:

“Pope Gregory the Great declared that First Maccabees, an Apocryphal book, is not canonical. Cardinal Zomenes, in his polygot Bible just before the Council of Trent, excluded the Apocrypha and his work was approved by pope Leo X. Could these popes have been mistaken or not? If they were correct, the decision of the Council of Trent was wrong. If they were wrong where is a pope’s infallibility as a teacher of doctrine?” (= Paus Gregory yang Agung menyatakan bahwa kitab Makabe yang pertama, suatu kitab Apocrypha, tidak termasuk kanon. Kardinal Zomenes, dalam Alkitab polygotnya persis sebelum Council of Trent, mengeluarkan / membuang Apocrypha dan pekerjaannya disetujui oleh Paus Leo X. Apakah Paus-paus ini bisa salah atau tidak? Jika mereka benar, keputusan Council of Trent salah. Jika mereka salah, dimana ketidakbersalahan Paus sebagai seorang pengajar doktrin?) - ‘Roman Catholicism’, hal 83.

2. Sikap Roma Katolik terhadap tradisi-tradisi mereka:

a. Pada tahun 1545, sidang gereja di Trent menyatakan bahwa tradisi mempunyai otoritas yang sama dengan Kitab Suci, tapi harus ditafsirkan oleh gereja.

Ini menyebabkan ajaran mereka tidak bisa berubah. Jadi, kalaupun suatu waktu mereka menyadari bahwa ada kepu-tusan sidang gereja atau keputusan Paus yang ternyata salah, mereka tidak bisa mengubahnya. Bagaimana mung-kin menyatakan sesuatu, yang setingkat otoritasnya dengan Kitab Suci, sebagai sesuatu yang salah dan harus diralat? Tetapi kenyataannya, ‘Chatechism of the Catholic Church’, yang muncul pada tahun 1992, mengubah keputusan sidang gereja, seperti yang sudah kita lihat dalam persoalan mem-baca Kitab Suci.

b. Pada tahun 1546, sidang gereja di Trent memasukkan 12 kitab-kitab Apocrypha itu ke dalam Kitab Suci (karena itu maka dise­but Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Dan ‘Chatechism of the Catholic Church’, yang muncul pada tahun 1992, pada no 120, bahkan memasukkan kitab-kitab Apocrypha ini ke dalam Perjanjian Lama, sehingga Perjan-jian Lama mencakup 46 kitab.

c. Tradisi ini digunakan untuk mempertahankan ajaran-ajaran mereka yang tidak punya dasar Kitab Suci (misalnya: api pencucian, keperawanan yang abadi dari Maria, kesucian Maria, kenaikan Maria ke sorga dengan tubuh jasmaninya, dsb).

Dan ‘tradisi’ ini justru jauh lebih berperan sebagai dasar dari ajaran-ajaran Roma Katolik, bahkan sebagian besar ajaran / dogma Roma Katolik tidak didasarkan pada Kitab Suci, tetapi pada tradisi! Ini menyebabkan sekalipun Roma Katolik dan Kristen Protestan sama-sama menggunakan Kitab Suci, tetapi ajarannya bisa sangat berbeda / bertentangan.

3. Apa kata Tuhan Yesus / Kitab Suci tentang tradisi?

a. Dalam Mat 15:3,6,9 Tuhan Yesus menyerang tradisi yang diutamakan lebih dari Firman Allah.

Catatan:

Kata-kata ‘adat istiadat nenek moyangmu’ (ay 3,6) oleh NASB/NIV diterjemahkan: your tradition (= tradisimu).

b. Dalam Mat 5:21-48 Tuhan Yesus menyerang dan membetul-kan penafsiran ahli-ahli Taurat (yang sudah menjadi tradisi) tentang perjanjian Lama.

c. Dalam Kol 2:8 Paulus memperingatkan untuk tidak menuruti ‘ajaran turun-temurun’ [NASB: the tradition of men (= tradisi manusia); NIV: human tradition (= tradisi manusia)] yang tidak sesuai dengan Kristus.

4. Orang Kristen Protestan dan tradisi:

Orang Kristen Protestan juga mempunyai dan menggunakan tra­disi, seperti:

a. Cerita tentang kematian Petrus.

Cerita ini tidak ada dalam Kitab Suci maupun sejarah, dan hanya diceritakan turun temurun dari mulut ke mulut.

Dikatakan bahwa suatu kali ada penganiayaan dan pem-bunuhan besar-besaran terhadap orang kristen di Yerusa-lem. Petrus lalu lari meninggalkan Yerusalem, tetapi di-tengah perjalanan Yesus menampakkan diri kepadanya dan bertanya: ‘Mau kemana Petrus?’. Petrus menjawab: ‘Tuhan, semua orang kristen dibunuhi. Kalau aku tidak lari, aku juga akan dibunuh dan gereja akan kehilangan pemimpin’. Yesus lalu berkata: ‘Baiklah Petrus, larilah terus. Biarlah Aku yang pergi ke Yerusalem untuk disalibkan untuk keduakalinya’. Mendengar kata-kata Yesus ini Petrus menangis dan ber-kata: ‘Tidak Tuhan, sudah cukup Engkau disalibkan satu kali untuk aku, biarlah sekarang aku yang disalibkan untuk engkau!’. Dan ia lari kembali ke Yerusalem, sehingga akhirnya ia ditangkap. Pada waktu ia mau disalibkan, ia berkata: ‘Aku tidak layak mati seperti Tuhanku. Salibkan aku dengan kepala di bawah’. Dan akhirnya Petruspun mati syahid dengan disalibkan secara terbalik.

b. 12 Pengakuan Rasuli, Pengakuan Iman Nicea.

Tetapi dalam Kristen Protestan, tradisi-tradisi itu diletakkan di bawah Kitab Suci dan tradisi-tradisi itu tidak dianggap mutlak benar.
B) Pandangan tentang keselamatan.

1) Keselamatan karena iman saja atau karena iman + perbuatan baik?

Dalam ajaran Roma Katolik seseorang selamat karena iman + perbuatan baik + gereja Roma Katolik.

Mereka memang menekankan perlunya iman. Tetapi bukan ‘hanya iman’, karena ‘perbuatan baik’ dan ‘gereja Roma Katolik’ punya andil dalam keselamatan seseorang. Ini terlihat dari:

a) Ajaran Roma Katolik tentang dosa.

Roma Katolik mempercayai adanya venial sin (= dosa ringan) dan mortal sin (= dosa besar / mematikan).

Yang pertama mereka anggap sebagai dosa kecil / remeh, yang tidak diakuipun tidak apa-apa. Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ 1992, dikatakan (No 1458): “Without being strictly necessary, confession of everyday faults (venial sins) is nevertheless strongly recommended by the Church” [= Tanpa mengatakan bahwa ini diharuskan secara ketat, bagaimanapun pengakuan dari kesalahan-kesalahan setiap hari (dosa-dosa remeh / ringan) dianjurkan secara kuat oleh Gereja].

Yang kedua mereka anggap sebagai dosa yang hebat, yang bisa menjatuhkan seseorang dari kasih karunia Allah / keselamatan.

Dengan demikian, kalau seseorang mau selamat ia harus menghindari mortal sin ini, dan ini menunjukkan bahwa usaha / ketaatan / perbuatan baik manusia berperan dalam keselamatan seseorang.

Catatan: Berdasarkan ayat-ayat seperti Yoh 19:11 Luk 12:47-48 Ibr 10:28-29 maka terlihat dengan jelas akan adanya tingkat dosa. Tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya:

1. Dosa yang begitu remeh sehingga tidak perlu diakui. Semua dosa upahnya adalah maut (Ro 6:23)!

2. Dosa yang begitu besar / hebat sehingga menghancurkan kese-lamatan kita! Bdk. Yes 1:18 1Yoh 1:9 1Yoh 2:1-2.

Ingat bahwa dalam Kristen Protestan, kita diselamatkan karena iman kepada Yesus, bukan karena perbuatan baik kita (Ef 2:8-9). Kalau kita jatuh ke dalam dosa, maka kita perlu ingat bahwa darah Kristus yang dicurahkan di atas kayu salib itu mempunyai kuasa lebih dari cukup untuk mengampuni dosa yang bagaimanapun besarnya!

b) Ajaran Roma Katolik tentang baptisan.

Roma Katolik beranggapan bahwa baptisan betul-betul melahirbarukan dan menyelamatkan seseorang, tetapi baptisan itu harus dilaku­kan di gereja Roma Katolik (ajaran Roma Katolik yang asli tidak mengakui gereja lain sebagai gereja yang benar!).

Ini menunjukkan bahwa usaha manusia (untuk dibaptis) dan juga gereja Katoliknya sendiri (dimana baptisan itu harus dilakukan), mempunyai andil yang sangat vital / besar dalam keselamatan seseorang.

c) Kata-kata Council of Trent yang mengutuk orang yang mempercayai ‘pembenaran oleh iman saja’ (justification by faith alone).

Council of Trent, Chapter XVI, Canon IX: “If any one saith that by faith alone the impious is justified in such wise as to mean, that nothing else is required to co-operate in order to the obtaining of the grace of justification, and that it is not in any way necessary, that he be prepared and disposed by the movement of his own will: let him he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa oleh iman saja orang jahat dibenarkan, dan mengartikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dibutuhkan untuk bekerja sama supaya mendapatkan kasih karunia pembenaran, dan bahwa tidak dibutuhkan dalam hal apapun bahwa ia disiapkan dan diatur / dicondongkan oleh gerakan kehendaknya sendiri: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.

Canon XXIV: “If any one saith, that the justice received is not preserved and also increased before God through good works; but that the said works are merely the fruits and signs of justification obtained, but not a cause of the increase thereof: let him he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa pembenaran yang diterima itu tidak dipelihara dan juga ditingkatkan di hadapan Allah melalui perbuatan baik; tetapi bahwa perbuatan baik yang disebutkan tadi semata-mata merupakan buah dan tanda / bukti dari pembenaran yang didapatkan, tetapi bukan suatu penyebab dari peningkatan itu: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.

Dalam ajaran Kristen Protestan (yang asli, bukan yang sudah menjadi Liberal), seseorang selamat hanya karena iman (SOLA FIDE / Only Faith (= hanya iman). Perbuatan baik sedikitpun tidak berperan dalam keselamatan kita!

Untuk mengetahui yang mana yang benar, mari kita melihat pada Kitab Suci yang menunjukkan bahwa:

· Penjahat yang bertobat / beriman pada saat terakhir hidupnya, tetap masuk surga sekalipun tidak pernah pergi ke gereja atau­pun di baptis, dan bahkan hampir bisa dikatakan tidak pernah berbuat baik dalam sepanjang hidupnya (Luk 23:43).

· Ef 2:8,9 Gal 2:16 Ro 3:24,27-28 menunjukkan bahwa kita selamat / dibenarkan hanya karena iman.

· Gal 3:2,14 menunjukkan bahwa kita menerima Roh Kudus karena iman.

· Kis 15:1-21 menunjukkan bahwa kita bisa selamat karena iman saja, bukan karena sunat atau ketaatan pada hukum-hukum Musa.

· Dalam Yoh 19:30 Yesus berkata ‘sudah selesai’. Ini menunjukkan bahwa keselamatan kita sudah Ia selesaikan, sehingga kita tak perlu berusaha apa-apa lagi! Kita hanya menerima keselamatan itu dengan iman!

KESIMPULAN:

Kita selamat hanya karena iman kepada Yesus Kristus. Perbuatan baik hanya merupakan bukti iman, dan kalau perbuatan baik itu tidak ada maka iman itu sebetulnya mati / tidak ada (Yak 2:17,26), tetapi bagaimanapun juga, perbuatan baik itu sama sekali tidak punya andil dalam keselamatan kita.

Illustrasi:

Orang sakit ® obat ® sembuh ® bisa berolah raga.

Orang berdosa ® iman ® selamat ® berbuat baik.

Keterangan:

Orang sakit bisa sembuh karena obat, bukan karena olah raga. Tetapi bukti bahwa ia sudah sembuh adalah bahwa ia bisa berolah raga kem-bali. Kalau seseorang mengaku sudah minum obat dan sudah sembuh tetapi tetap tidak bisa berolahraga, maka itu menunjukkan bahwa pe-ngakuannya dusta. Jadi sebetulnya ia belum sembuh, dan juga belum minum obat.

Analoginya: orang berdosa bisa selamat karena iman kepada Yesus Kristus, bukan karena berbuat baik. Tetapi bukti bahwa ia sudah selamat adalah bahwa ia lalu berbuat baik. Kalau seseorang mengaku sudah beriman kepada Yesus dan sudah selamat tetapi ia sama sekali tidak mempunyai perbuatan baik / ketaatan kepada Tuhan, maka itu menunjukkan bahwa pengakuannya itu dusta. Jadi sebetulnya ia belum selamat dan belum percaya dengan sungguh-sungguh.

2) Apakah Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan atau bukan?

Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992 ada pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

· No 161: “Believing in Jesus Christ and in the One who sent him for our salvation is necessary for obtaining salvation” (= Percaya kepada Yesus Kristus dan kepada Yang mengutusNya untuk keselamatan kita adalah perlu untuk mendapatkan keselamatan).

· No 618 (bagian akhir): “Apart from the cross there is no other ladder by which we may get to heaven” (= Terpisah dari salib tidak ada tangga lain melalui mana kita bisa sampai ke surga).

Dari 2 pernyataan ini kelihatannya mereka percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga. Tetapi dalam Catechism yang sama ternyata juga ada pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan kedua pernyataan di atas, dan jelas menunjukkan kepercayaan bahwa di luar Kristus ada keselamatan, dan dengan demikian Kristus bukanlah satu-satunya jalan ke surga. Misalnya:

¨ No 839b: “The Jewish faith, unlike other non-Christian religions, is already a response to God’s revelation in the Old Covenant. To the Jews ‘belong the sonship, the glory, the covenants, the giving of the law, the worship, and the promises; to them belong the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the Christ’, ‘for the gifts and the call of God are irrevocable.’” [= Iman / kepercayaan Yahudi, tidak seperti agama-agama non-Kristen yang lain, sudah merupakan suatu tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-orang Yahudi ‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, pemberian hukum Taurat, penyembahan, dan janji-janji; mereka memiliki kepala keluarga nenek moyang mereka (Abraham, Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging, adalah dari bangsa mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak dapat dibatalkan.’].

¨ No 841: “The Church’s relationship with the Muslims. ‘The plan of salvation also includes those who acknowledge the Creator, in the first place amongst whom are the Muslims; these profess to hold the faith of Abraham, and together with us they adore the one, merciful God, mankind's judge on the last day.’” (= Hubungan Gereja dengan orang-orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga mencakup mereka yang mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada di tempat pertama adalah orang-orang Islam; mereka mengaku memegang / mempercayai iman Abraham, dan bersama-sama dengan kita / kami mereka memuja / menyembah satu Allah yang penuh belas kasihan, hakim umat manusia pada hari terakhir.’).

¨ No 847b: “Those who, through no fault of their own, do not know the Gospel of Christ or his Church, but who nevertheless seek God with a sincere heart, and, moved by grace, try in their actions to do his will as they know it through the dictates of their conscience - those too may achieve eternal salvation” (= Mereka yang bukan karena salah mereka sendiri, tidak mengetahui / mengenal Injil Kristus atau GerejaNya, tetapi yang sekalipun demikian mencari Allah dengan hati yang tulus, dan, digerakkan oleh kasih karunia, mencoba / mengusahakan dalam tindakan mereka untuk melakukan kehendakNya, seperti yang mereka ketahui melalui perintah hati nurani mereka - mereka juga bisa mencapai keselamatan yang kekal).

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang), dalam bukunya yang berjudul ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 34-38, memberikan suatu tanya-jawab sebagai berikut (P = pertanyaan; J = jawaban):

“P: Sering kali orang mempersoalkan nasib orang yang beragama lain atau yang tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi Gereja Katolik dalam hal ini?

J: Saya kira cara yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Anda adalah mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili Vatikan II. Dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium nomer 16 Konsili Vatikan II mengajarkan, ‘Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’

P: Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia seperti ada tertulis dalam 1Tim 2:5?

J: Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili Vatikan II tidak bertentangan dengan 1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus Kristus tetap satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja mereka yang tidak (bisa) mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah menurut keyakinan atau menurut agama mereka sendiri, dapat selamat berkat jasa Yesus Kristus yang telah mendamaikan seluruh umat manusia dengan Allah. Meskipun mereka tidak mengenal-Nya, Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa mereka juga. Menurut keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke surga adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting. Sebab kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis, konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak orang yang tidak mengenal Yesus Kristus atau yang sudah beragama sebelum mengenal agama kristen? Tak terhitung jumlahnya, bukan? Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah yang benar, dan mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama kristen. Maka mereka dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai dengan keyakinannya itu. Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-rahim pasti memasukkan mereka ke dalam neraka? Sulit menerima Allah yang demikian kejam, bukan? Kita harus berhati-hati supaya jangan bersikap seperti banyak orang yang hidup sejaman dengan Yesus. Banyak di antara mereka mengira pasti masuk surga karena mereka itu keturunan Abraham, karena mereka itu bersunat atau karena mereka itu beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa bukan Yahudi pasti masuk neraka. Bukankah Yesus mengecam orang-orang Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa orang-orang bukan-Yahudi (yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili mereka. ‘Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama-sama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus’ (Mat 12:41).

P: Kalau begitu, semua agama itu sama saja. Bukankah orang yang beragama apa pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis?

J: Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu indifferentisme agama namanya, artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting antara agama yang satu dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme agama orang bisa pindah agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita tidak bisa menerima paham itu. Agama yang satu berbeda dengan agama yang lain. Setiap pemeluk suatu agama seharusnya merasa yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar dan baik. Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama kristenlah agama yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan II (tentang kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang kristen) tidak mengurangi sama sekali tugas Gereja untuk memperkenalkan Injil kepada segala bangsa. Kita tetap wajib memperkenalkan Yesus Kristus, sebab Dia tidak hanya menunjukkan jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri adalah Jalan menuju keselamatan. Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama kristen, karena kita yakin bahwa agama kristen memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan. Agama kristen adalah jalan yang paling singkat dan pasti untuk mempersatukan manusia dengan Allah secara paling erat-mesra. Agama kristen memungkinkan manusia menerima secara melimpah-ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh Yesus (Yoh 10:10), suatu rahmat yang - menurut keyakinan kita - tidak dapat diberikan oleh agama lain. Akhirnya, baiklah kami kutipkan ajaran Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dalam Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para pemeluk agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat diselamatkan oleh Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa yang telah Dia bangun sendiri, tidaklah demikian saja membatalkan panggilan menuju iman dan pembaptisan yang diinginkan Allah bagi semua orang ... Gereja adalah sarana yang biasa dari keselamatan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan itu.’ Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.

P: Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang menyatakan bahwa yang bisa sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus yang (dan?) dibaptis? Coba baca Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’ Baca juga Yoh 3:18, ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’ (bdk. Yoh 8:24; 11:26).

J: Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab. Apa yang akan kami katakan di sini hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah. Begini jawaban kami. Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengandung keyakinan Gereja Katolik bahwa ayat-ayat yang baru saja Anda sebut, yakni Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara hurufiah dan dalam arti mutlak seperti adanya. Dan banyak ayat lain yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya mau menekankan betapa pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan. Jadi ayat-ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua orang (tanpa kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti binasa. Memang jawaban ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin bahwa paus dalam persatuan dengan para uskup se dunia dibimbing oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil dengan benar. Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu) pasti masuk neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 merupakan semacam cara untuk menekankan pentingnya iman dan pembaptisan dan bukan dogma mengenai nasib orang yang tidak percaya.”.

Omong kosong bodoh ini bertentangan dengan:

· Yoh 3:14-18 - “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.

· Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

· Yoh 5:24 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”.

· Yoh 5:39-40 - “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu”.

· Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.

· Yoh 8:45-47 - “Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepadaKu. Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepadaKu? Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.’”.

· Yoh 10:26-28 - “tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-dombaKu. Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu”.

· Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya.’”.

· Kis 13:38-39 - “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa”.

· Kis 13:46 - “Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: ‘Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain”.

· Kis 13:48 - “ Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.

· Ro 1:16-17 - “(16) Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam (tidak malu karena) Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. (17) Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman.’”.

· Ro 3:21-22 - “(21) Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, (22) yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan”.

· Ro 3:25-26 - “(25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus”.

· Ro 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.

· Ro 3:30 - “Artinya, kalau ada satu Allah, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman”.

· Ro 4:3-5 - “Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ‘Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.’ (4) Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. (5) Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran”.

· Ro 4:18-25 - “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Kata-kata ini, yaitu ‘hal ini diperhitungkan kepadanya,’ tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita”.

· Ro 5:1-2 - “(1) Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. (2) Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.

· Ro 9:30-10:4 - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, (33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah. (4) Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya”.

Text ini sangat penting, karena menunjukkan secara explicit bahwa Israel sungguh-sungguh mengejar hukum, tetapi tidak selamat, karena tidak beriman.

· Ro 10:9-15 - “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata: ‘Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.’ Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!’”.

· Ro 11:20,23 - “Baiklah! Mereka dipatahkan karena ketidakpercayaan mereka, dan kamu tegak tercacak karena iman. Janganlah kamu sombong, tetapi takutlah! Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasanNya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahanNya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahanNya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga. Tetapi merekapun akan dicangkokkan kembali, jika mereka tidak tetap dalam ketidakpercayaan mereka, sebab Allah berkuasa untuk mencangkokkan mereka kembali”.

· Ef 2:8-13 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu--sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, --bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus”.

· 2Tes 1:8-10 - “dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya, apabila Ia datang pada hari itu untuk dimuliakan di antara orang-orang kudusNya dan untuk dikagumi oleh semua orang yang percaya, sebab kesaksian yang kami bawa kepadamu telah kamu percayai”.

· 2Tes 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai”.

NIV: ‘But we ought always to thank God for you, brothers loved by the Lord, because from the beginning God chose you to be saved through the sanctifying work of the Spirit and through belief in the truth’ (= ).

· KJV: ‘But we are bound to give thanks alway to God for you, brethren beloved of the Lord, because God hath from the beginning chosen you to salvation through sanctification of the Spirit and belief of the truth’ (= ).

· Ibr 3:12,19 - “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. ... Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka”.

· Ibr 4:2-3 - “Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu,’ sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan”.

· Ibr 7:25 - “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka”.

· Ibr 9:28 - “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.

· Ibr 10:38-39 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup”.

· Ibr 11:6 - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”.

Juga Yoh 7:38-39, Ef 1:13 dan Kis 2:38 jelas menunjukkan bahwa orang-orang percaya saja yang diberi Roh Kudus, dan Ro 8:9 mengatakan bahwa orang yang tidak memiliki Roh Kristus bukan milik Kristus.

Ef 2:12 menunjukkan bahwa jemaat Efesus dulunya (sebelum percaya) tanpa Allah dan tanpa pengharapan. Tetapi setelah percaya baru mereka dibawa mendekat oleh darah Kristus (Ef 2:13).

Catatan: mereka percaya bahwa orang dewasa mati tanpa Kristus bisa masuk surga, tetapi anehnya, dalam hal bayi yang mati tanpa dibaptis, mereka beranggapan masuk Limbus Infantum. Alasannya: karena mereka sukar menerima bahwa bayi itu bisa masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus Kristus lewat baptisan itu.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Ajaran semacam itu timbul karena orang merasa terjepit di antara 2 ajaran berikut ini: di satu sisi baptisan itu dianggap perlu untuk keselamatan, di sisi lain bayi yang mati tanpa sempat dibaptis belum mempunyai dosa pribadi, hanya dosa asal. Nah, sulit memikirkan bagaimana Allah akan menghukum bayi-bayi yang tidak berdosa secara pribadi itu dalam neraka yang menurut Alkitab penuh penderitaan itu? Tetapi sukar juga menerima, jika bayi semacam itu masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus Kristus lewat baptisan. Maka mereka yakin bahwa Allah tentu menyediakan bagi bayi-bayi semacam itu suatu tempat atau keadaan khusus. Tetapi sekali lagi hal ini bukan dogma atau ajaran resmi yang sudah paten, tetapi masih terbuka untuk didiskusikan. Yang jelas Gereja Katolik menganjurkan supaya bayi dibaptis secepat mungkin dan jika bayi mati sebelum sempat dibaptis, kita pasrahkan saja nasibnya kepada belas kasihan Allah. Alkitab dan Tradisi tidak memberi kita cukup petunjuk untuk dapat mengetahui nasib mereka” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 42-43.

Dalam ajaran Kristen Protestan (lagi-lagi yang asli, bukan yang sudah menjadi Liberal) Yesus ditekankan sebagai satu-satunya jalan ke surga. Dasar Kitab Suci untuk hal ini adalah sebagai berikut:

a) Ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini secara jelas / explicit menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.

· Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.

Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:

* Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini.

* Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.

* Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.

Renungkan: yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima yang pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur, atau Tuhannya pendusta!

· Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”.

· 1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.

· 1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.

Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.

Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).

Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!

Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!

b) Yoh 8:24 dan Wah 21:8 secara explicit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus akan mati dalam dosanya / masuk neraka.

Yoh 8:24b - “Jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.

Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.

Dalam kontex Kitab Suci, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak percaya kepada Yesus’!

c) Dalam Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus.

Contoh:

1. Bahtera Nuh (Kej 6-8).

Pada jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.

2. Darah domba Paskah pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30 1Kor 5:7).

Pada waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu. Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.

Selanjutnya, 1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus.

3. Ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15).

Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga!

Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”. Dari ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat ini.

d) Sikap kita kepada Yesus merupakan sikap kita terhadap Allah / Bapa.

Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.

Yoh 5:23 - “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.

Yoh 15:23 - “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.

Karena itu, orang tidak bisa menyembah / mentaati / melayani Allah, tetapi pada saat yang sama menolak Yesus. Menolak Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah orang yang tidak percaya kepada Yesus masuk surga?

e) Yesus adalah Allah sendiri, yang adalah tuan rumah / pemilik Kerajaan Surga. Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya kepadaNya, apalagi yang menentangNya, bisa masuk ke surga, yang adalah milikNya?

f) Semua manusia membutuhkan Penebus, karena semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik / ketaatan.

Bahwa semua manusia berdosa dinyatakan oleh Ro 3:23 yang berbunyi: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.

Dan bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang berbunyi: “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!

Karena itu sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus adalah satu-satunya yang pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia, maka kita harus membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus masuk ke neraka selama-lamanya.

g) Penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa manusia merupakan penderitaan yang luar biasa hebatnya. Untuk menunjukkan betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami, maka saya mengajak saudara untuk melihat komentar-komentar dari beberapa penafsir tentang 2 macam penderitaan yang Yesus alami yaitu pencambukan dan penyaliban.

1. Tentang pencambukan.

William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim's back, bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment, one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death” [= cambuk Romawi ter­diri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Biasanya 2 orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].

William Barclay: “Roman scourging was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was tied to a post with his back bent double and conven­iently exposed to the lash. The lash itself was a long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the end of it” [= pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu men­jadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berda­rah’. Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya karenanya, dan sedi­kit orang bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].

2. Tentang penyaliban.

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).

William Barclay: “When they reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright - otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to die ... Some­times prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness” [= ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya. Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada titik dimana mereka menjadi gila].

Catatan: Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak di paku. Ini ia dasarkan pada:

· tradisi.

· Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki.

Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya. Alasan saya:

¨ penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa tra­disinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay (misalnya penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas). Juga tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara terpisah.

¨ Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.

¨ Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!

Selanjutnya Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:

“The criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding wounds” [= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Di sana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah].

Barclay lalu mengatakan: “It is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).

Mengingat hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa kita, kalau Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka:

a. Tindakan Bapa merelakan AnakNya untuk mati dengan cara yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang sangat kejam.

Illustrasi: Pada waktu untuk pertama kalinya anak saya disuntik, anak itu menangis, saya merasa begitu kasihan kepadanya, sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya. Padahal anak itu disuntik dengan suntikan mini yang jarumnya sangat kecil. Kalau saya bisa merasa kasihan pada waktu anak saya ‘disakiti’ dengan jarum suntik itu, bayangkan bagaimana perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal itu dicambuki sampai hancur punggungNya dan lalu dipakukan pada kayu salib. Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak akan membiarkan AnakNya mengalami penderitaan seperti itu. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, demi kasihNya kepada manusia berdosa, Ia rela membiarkan AnakNya mengalami penderitaan itu.

b. Tindakan Yesus untuk mati di salib untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga adalah tindakan konyol, bodoh dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Illustrasi: Bayangkan bahwa saya dan anak saya ada di lantai ketiga di sebuah bangunan bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak saya dan melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya melemparkan anak saya ke atas, maka anak saya selamat dan saya mati. Kalau saat itu memang tidak ada jalan lain untuk selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi anak saya. Tetapi kalau pada saat itu sebetulnya ada banyak jalan yang lain, dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa saya’ demi anak saya, maka saya yakin bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan konyol dan bodoh.

Demikian juga dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain untuk selamat, dan Yesus tetap rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan bodoh. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan kasih yang luar biasa.

h) Perintah Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan bahwa:

1. Yesus memang adalah satu-satunya jalan ke surga.

Kalau memang Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk memberitakan Injil / membawa semua orang untuk datang kepada Yesus?

2. Orang yang tidak pernah mendengar tentang Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak pernah mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat. Pandangan ini didukung oleh beberapa bagian Kitab Suci yang lain seperti:

· Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.

· Ro 2:12a - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”.

Dalam jaman Perjanjian Lama, orang di luar Israel / Yahudi yang tidak pernah mempunyai hukum Taurat, dikatakan ‘binasa tanpa hukum Taurat’. Analoginya, dalam jaman Perjanjian Baru, orang yang tidak pernah mendengar Injil, akan ‘binasa tanpa Injil’!

· Roma 10:13-14 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.

Text ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat, tetapi ia tidak akan bisa berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan bisa mendengar tentang Dia, kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepadaNya.

Jadi, kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa mendengar tentang Dia, sehingga tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa berseru kepadaNya, sehingga tidak bisa diselamatkan.

Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar tentang Yesus, pasti tidak selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari pengutusan misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil.

Sesuatu hal lain yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan perintah ini, mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama sekalipun (agama Yahudi). Dan bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil, mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42). KATOLIK

Pelajaran II
PAUS
I) Perkembangan ke-Paus-an.

1) Cyprian (pertengahan abad ke 3) berkata bahwa Bishops (= uskup- uskup) adalah pengganti rasul-rasul dan mempunyai otoritas yang sama dengan rasul-rasul.

2) Innocent I, bishop Roma (402-417 M), untuk pertama kalinya mengclaim bahwa bishop Roma lebih tinggi tingkatnya dari para bishop yang lain dan semua kontroversi / pertentangan harus diputuskan dengan restu / persetujuan bishop Roma.

3) Leo I, yang menjabat sebagai Bishop Roma pada tahun 440-461 M, mengclaim bahwa dalam Mat 16:18, batu karang di atas mana gereja didirikan adalah Petrus; dan para bishop Roma yang merupakan pengganti Petrus adalah ahli waris Petrus, dan lebih tinggi tingkatnya dari bishops yang lain.

4) Kaisar Valentinian (445 M) mengeluarkan keputusan bahwa semua orang harus mengakui keulungan bishop Roma atas Gereja.

5) Gregory I yang juga disebut Gregory the Great (590-604 M) menjadi bia-rawan pertama yang menjadi bishop Roma.

6) Pada tahun 604 M, Kaisar Phocas memberi gelar ‘Paus’ kepada Grego­ry I, tetapi ditolak oleh Gregory I.

7) Pada tahun 607 M, Boniface III, pengganti kedua dari Gregory I, mene-rima gelar ‘Paus’ itu.

8) Paus Nicholas I (858-867 M) mendesak supaya Paus diberi otoritas atas Gereja dan pemerintah.

9) Pada tahun 1870 M, Vatican Council menyatakan bahwa Paus tidak bisa salah / infalli­ble kalau:

ia berbicara dari kursinya (EX CATHEDRA).

ia berbicara tentang iman dan moral.

Ia berbicara kepada gereja.

10) Pada tahun 1885, Paus Leo XIII menyatakan bahwa Paus adalah peng­ganti Allah Yang Maha Kuasa di bumi ini.
II) Hal-hal yang perlu dibahas tentang Paus.
A) Paus sebagai kepala gereja dan segala sesuatu.

Perhatikan kepercayaan Roma Katolik tentang Paus dalam New York Catechism di bawah ini:

“The pope takes place of Jesus Christ on earth ... By divine right the pope has supreme and full power in faith and morals over each and every pastor and his flock. He is the true vicar of Christ. He is the infallible ruler, the founder of dogmas, the author of and the judge of councils; the universal ruler of truth, the arbiter of the world, the supreme judge of heaven and earth, the judge of all, being judged by no one, God himself on earth” (= Paus menggantikan Yesus Kristus di bumi ... Oleh hak ilahi Paus mempunyai kuasa tertinggi dan penuh dalam iman dan moral atas setiap gembala dan domba gembalaannya. Ia adalah wakil yang benar / sejati dari Kristus. Ia adalah pemerintah / pemimpin yang tidak bisa salah, pendiri dari dogma-dogma, pengarang / sumber dan hakim dari sidang-sidang gereja, pemimpin kebenaran di seluruh dunia, penengah / wasit dunia ini, hakim tertinggi dari surga dan bumi, hakim dari semua, tidak dihakimi oleh siapapun, Allah sendiri di bumi ini) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 127.

Loraine Boettner lalu menambahkan:

“Thus the Roman Catholics holds that the pope, as the vicar of Christ on earth, is the ruler of the world, supreme not only over the Roman Church itself but over all kings, presidents, and civil rulers, indeed over all peoples and nations” [= Demikianlah orang Roma Katolik beranggapan bahwa Paus, sebagai wakil Kristus di bumi, adalah pemerintah dunia, mempunyai kedudukan / otoritas tertinggi bukan hanya atas gereja Roma (Katolik) sendiri tetapi atas semua raja, presiden, dan pemerintah sipil, bahkan atas semua orang dan bangsa] - ‘Roman Catholicism’, hal 127-128.

Pandangan kristen:

1) Satu-satunya kepala gereja adalah Tuhan Yesus sendiri (Efesus 4:15) dan Ia tidak pernah memberikan jabatan itu kepada orang lain.

2) Kitab Suci tidak pernah mengatakan adanya hamba Tuhan atau bah-kan rasul yang superior / lebih tinggi dari yang lain.

Contoh:

a) Petrus pernah ditegur di depan umum dengan keras oleh Paulus (Gal 2:11-14). Padahal Roma Katolik mengakui Petrus sebagai bishop Roma / Paus yang pertama!

b) Paulus menyejajarkan dirinya dengan banyak orang:

1. Dalam Filipi 1:1 ia menyejajarkan dirinya dengan Timotius dengan menyebut dirinya dan Timotius sebagai ‘hamba-hamba Kristus Yesus’.

2. Dalam Filipi 2:25 ia menyejajarkan dirinya dengan Epaphroditus dengan menyebutnya sebagai ‘saudaraku’, ‘teman sekerjaku’ dan ‘teman seperjuanganku’.

3. Dalam Filipi 4:3 ia menyejajarkan dirinya dengan Sunsugos, Eudia dan Sintikhe, Klemens dll, dengan menyebut mereka sebagai ‘temanku yang setia’, dan ‘kawan-kawanku sekerja’.

4. Dalam Kol 1:7 ia menyejajarkan dirinya dengan Epafras dengan menyebutnya sebagai ‘kawan pelayan’.

c) Sidang Yerusalem dalam Kis 15 menunjukkan bahwa tidak ada rasul yang superior / lebih tinggi dari yang lain, karena keputusan tidak didapatkan dari keputusan satu orang saja, tetapi didapatkan melalui perundingan / pertukaran pikiran para rasul dan penatua (Kis 15:6,7).

3) Kitab Suci mengajarkan adanya jabatan tua-tua / penatua / penilik jemaat dan diaken (1Tim 3:1-13 Tit 1:5-9), tetapi tidak pernah meng-ajarkan adanya jabatan Paus.
B) Petrus adalah bishop I dari Roma / Paus I.

Roma Katolik menafsirkan Mat 16:13-19, sebagai berikut:

· ‘Batu karang’ menunjuk kepada Petrus.

· ‘Alam maut’ menunjuk pada kuasa jahat.

· ‘Kunci’ merupakan simbol otoritas. Jadi Petrus mempunyai hak / kuasa untuk menerima seseorang untuk masuk ke dalam surga / gereja dan / atau menolak seseorang untuk masuk ke dalam surga / gereja.

· Mat 16:13-19 menunjukkan bahwa Petrus diangkat oleh Yesus menja-di Paus I.

Pandangan kristen:

1) Exegesis / penafsiran dari Mat 16:13-19:

a) Kata ‘Petrus’ dalam bahasa Yunaninya adalah PETROS, yang ada dalam bentuk masculine (= laki-laki), dan artinya adalah ‘batu kecil’.

Kata ‘batu karang’ dalam bahasa Yunaninya adalah PETRA, yang ada dalam bentuk feminine (= perempuan), dan artinya adalah ‘batu besar’ / ‘rock’.

Tuhan Yesus tidak berkata bahwa Ia mendirikan gereja / jemaatnya di atas PETROS tetapi di atas PETRA. Yang dimaksud dengan PETRA adalah pengakuan Petrus pada Mat 16:16, yaitu pengaku-an bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.

b) ‘Alam maut tidak akan menguasainya’ (Mat 16:18b).

Roma Katolik menafsirkan bahwa:

· ‘alam maut’ menunjuk pada kuasa jahat.

· kata ‘nya’ menunjuk kepada Petrus.

Jadi Roma Katolik mengatakan bahwa kalimat ini merupakan jaminan Tuhan Yesus bahwa kuasa jahat tidak akan menguasai Petrus.

Tetapi tafsiran ini jelas bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini yang menunjukkan Petrus dikuasai (bukan dirasuk!) oleh kuasa jahat / setan:

¨ Matius 16:22-23 dimana Petrus menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem sehingga disebut oleh Yesus sebagai ‘Iblis’.

Catatan: saya ragu-ragu apakah dalam Mat 16:22-23 ini Petrus memang dikuasai oleh setan. Alasannya: setan ingin mem-bunuh Yesus, sehingga agak aneh kalau ia menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem. Ada kemungkinan bahwa sebutan ‘Iblis’ itu hanya menunjukkan bahwa Petrus mempunyai pikiran yang salah.

¨ Mat 26:69-75 dimana Petrus menyangkal Yesus sebanyak 3 x.

¨ Gal 2:11-14 dimana Petrus bersikap munafik.

Tafsiran yang benar: Kata ‘nya’ menunjuk kepada Gereja. Jadi kalimat itu berarti bahwa Gereja tidak akan bisa hancur.

Catatan: Ingat bahwa dalam theologia, kata ‘Gereja’ (dengan G huruf besar) menunjuk pada semua orang percaya di seluruh dunia, sedangkan kata ‘gereja’ (dengan g huruf kecil) menunjuk pada gereja lokal. Satu gereja lokal bisa saja hancur / tersesat, tetapi Gereja secara keseluruhan tidak mungkin bisa hancur / tersesat.

c) ‘Kuasa mengikat dan melepaskan’ (Mat 16:19).

Ingat bahwa kalimat ini tidak hanya dikatakan kepada Petrus saja tetapi juga kepada murid-murid lainnya (Mat 18:18).

Jadi jelas bahwa kuasa ini bukan berarti kuasa / hak untuk me-masukkan / menolak orang ke / dari surga. Hak seperti itu hanya ada pada Allah / Yesus Kristus (Wah 1:18 3:7).

Kalau demikian, apa arti kuasa yang diberikan kepada murid-murid Yesus itu? Itu adalah kuasa untuk menyatakan saja! Dalam memberitakan Injil, mereka menyatakan syarat-syarat untuk masuk surga berdasarkan Firman Allah, dan kalau ada orang yang menolak syarat-syarat itu maka mereka berhak menyatakan bahwa orang itu tidak akan diampuni dan tidak akan masuk surga. Seba-liknya kalau ada orang yang menerima syarat-syarat itu maka mereka berhak menyatakan bahwa orang itu sudah diampuni dan pasti akan masuk surga.

Kuasa seperti ini jelas juga ada pada orang kristen jaman ini.

2) Bagian-bagian lain dari Kitab Suci yang bertentangan dengan ajaran Roma Katolik dalam hal ini:

a) Ajaran Tuhan Yesus sendiri.

Yesus tidak pernah mengajar bahwa Petrus lebih besar dari rasul-rasul yang lain. Dalam Mark 9:33-35 dan Markus 10:35-44, pada waktu para murid meributkan siapa yang terbesar di antara mereka atau menginginkan menjadi yang terbesar (Mark 9:33-34 Mark 10:35-37), maka Yesus tidak mengatakan bahwa Petruslah yang terbesar, tetapi Ia berkata bahwa orang yang mau merendahkan dirinya dan menjadi pelayan / hamba bagi semua, dialah yang terbesar (Mark 9:35 Mark 10:43-45).

b) Ajaran Petrus sendiri.

Sekalipun Petrus menyebut dirinya sendiri sebagai rasul (1Pet 1:1), tetapi:

· Dalam 1Petrus 5:1 Petrus menyebut dirinya sebagai ‘fellow elder’ (= teman / sesama penatua). Ini jelas merupakan sebutan yang menyejajarkan dirinya dengan para penatua yang lain.

· Dalam 1Pet 5:2-3 Petrus melarang untuk memaksa / memerin-tah. Ini tentu berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para Paus dalam gereja Roma Katolik!

· Dalam Kis 10:25-26, Petrus menolak penyembahan. Ini lagi- lagi berbeda dengan sikap para Paus yang menerima saja pada waktu jemaat Katolik mencium kakinya (tradisi penciuman kaki Paus dimulai oleh Paus Constantine pada tahun 709 Masehi).

c) Sikap Paulus terhadap Petrus:

· pada waktu ia dipanggil untuk menjadi rasul / pemberita Injil, Paulus tidak bertanya atau meminta persetujuan Petrus (Gal 1:15-17).

· Paulus menyejajarkan dirinya dengan Petrus, hanya saja tugas mereka berbeda, karena Petrus adalah rasul untuk orang ber-sunat / Yahudi sedangkan Paulus adalah rasul untuk orang tak bersunat / non Yahudi (Gal 2:7-10).

· Paulus menyebut Yakobus lebih dulu dari Petrus (Gal 2:9).

Dalam semua daftar rasul-rasul, Petrus selalu disebut sebagai yang pertama (Mat 10:2-5 Mark 3:16-19 Luk 6:14-16 Kis 1:13-14). Ini digunakan oleh Gereja Roma Katolik untuk mengatakan bahwa Petrus adalah rasul yang tertinggi. Terhadap penafsiran ini ada 3 hal yang bisa diberikan sebagai jawaban, yaitu:

* Dalam Gal 2:9 ini Paulus menyebut Yakobus lebih dulu dari pada Petrus.

Calvin berkata: Kalau karena disebut pertama Petrus adalah rasul tertinggi, maka kesimpulan yang juga harus diambil dari Kis 1:14 adalah bahwa Maria adalah yang paling rendah dari semua rasul maupun semua wanita yang mengikut Yesus karena dalam Kis 1:14 itu Maria disebut terakhir. Kesimpulan / konsekwensi seperti ini pasti tidak akan diterima oleh orang-orang Katolik.

* Petrus disebut pertama bukan karena ia yang paling tinggi kedudukannya dari semua rasul, tetapi karena ia memang paling vokal / berani menyatakan pendapat, sehingga ia menjadi wakil / juru bicara dari murid-murid yang lain.

· dalam Gal 2:11-14, Paulus menegur Petrus di depan umum.

Semua ini jelas tidak menunjukkan bahwa Paulus menganggap Petrus sebagai Paus I yang lebih tinggi derajatnya dibanding­kan dengan rasul-rasul yang lain.

d) Sikap rasul-rasul lain terhadap Petrus:

· rasul-rasul mengutus Petrus (Kis 8:14). Ini sesuatu yang tidak mungkin terjadi kalau Petrus memang adalah Paus I yang mem-punyai derajat tertinggi dari semua rasul yang lain! Bagaimana mungkin orang yang memegang otoritas tert­inggi bisa diutus oleh bawahannya? Pernahkah terjadi peristiwa dalam Gereja Roma Katolik dimana Paus diutus oleh pastor / uskup dan sebagainya?

· dalam sidang di Yerusalem, Petrus berbicara setelah ada dis-kusi, dan yang menyampaikan hasil keputusan bukannya Pe-trus tetapi Yakobus (Kis 15).

Semua ini tidak menunjukkan Petrus sebagai Paus I, yang lebih tinggi kedudukannya daripada rasul-rasul yang lain.

3) Sejarah Kitab Suci menunjukkan bahwa Petrus tidak pernah pergi ke Roma.

Tradisi Katolik berkata bahwa Petrus menjabat sebagai bishop I Roma mulai 42-67 M dan mati syahid di Roma pada tahun 67 M.

Anehnya Kitab Suci tidak pernah menyinggung hal itu sedikitpun. Dalam Kitab Suci kata ‘Roma’ digunakan 9 x tetapi tidak pernah dihu-bungkan dengan Petrus:

· Dalam surat Petrus juga tidak disebut apa-apa tentang hal itu.

· Dalam Gal 2:7-8, dikatakan bahwa Petrus adalah rasul untuk orang Yahudi, ini tidak memungkinkan dia untuk menjadi bishop di Roma!

· Surat Roma ditulis oleh Paulus kira-kira pada tahun 58 M (berarti termasuk diantara ‘masa jabatan’ Petrus, yang menurut gereja Roma Katolik berlangsung tahun 42-67 M), tetapi dalam Ro 1:7, Paulus hanya menujukan suratnya kepada ‘kamu sekalian’ dan ti-dak menyebut nama Petrus, juga dalam Ro 1:11-13, ia tidak minta ijin dari ‘bishop Roma’ itu untuk mengunjungi jemaatnya. Juga, apa gunanya Paulus pergi ke Roma kalau Petrus sudah di sana?

· Paulus dipenjarakan di Roma selama 2 tahun (mulai 61 M; bdk. Kis 28:30) dan selama itu ia menulis beberapa suratnya, seper­ti: Efesus, Filipi, Kolose, Filemon. Dalam surat-surat itu ia menyebut nama banyak orang-orang yang bekerja dengan dia, tetapi tidak menyebut nama Petrus. Ini adalah sesuatu yang aneh, kalau Petrus menjadi bishop di Roma pada saat itu.

· Surat 2Timotius ditulis oleh Paulus pada saat pemenjaraannya yang ke dua sesaat sebelum ia mati pada tahun 67 M (bdk. 2Tim 4:6-8). Dalam 2Tim 4:10-11, Paulus berkata bahwa semua meninggalkan dia kecuali Lukas. Dimana Petrus pada saat itu? Kalau ia sudah mati, mengapa Paulus tidak menyebut-nyebut kematian ‘bishop I Roma’ itu? Kalau pada saat itu Petrus masih hidup, bagaimana mungkin ia tidak mengunjungi / menyertai Paulus, sehingga Paulus berkata bahwa semua telah meninggal-kannya, kecuali Lukas?

Kesimpulan: Petrus tidak pernah pergi ke Roma, apalagi menjadi bishop I di Roma! Itu hanya isapan jempol dari orang-orang Roma Katolik!
C) Infallibility of the Pope.

Pada tahun 1870, sidang Vatican di Roma menyatakan bahwa Paus itu infallible (= tidak bisa salah) kalau ia berbicara:

1) EX CATHEDRA (= from the chair / dari kursinya), sebagai kepala gereja.

2) Ditujukan kepada seluruh gereja.

3) Tentang iman dan moral.

Karena kata-katanya itu infallible (= tidak bisa salah), maka kata-katanya itu irreformable (= tidak bisa diperbaiki / dibetulkan).

Jadi memang Roma Katolik sebetulnya tidak beranggapan bahwa semua kata-kata Paus itu infallible / tidak bisa salah. Jadi misalnya Paus berbicara kepada pembantunya tentang hal makanan, maka itu tidak dianggap infallible / tidak bisa salah.

Tetapi persoalannya adalah:

a) Pada waktu Paus berbicara, pada umumnya ia tidak mengatakan apakah kata-katanya termasuk EX CATHEDRA atau tidak.

b) Iman dan moral itu sangat luas, sehingga akhirnya / dalam faktanya hampir setiap pernyataan Paus dianggap pasti benar.

Bantahan / serangan dari pihak kristen:

1) Kitab Suci tidak pernah mengatakan adanya orang yang infallible / tidak bisa salah. Hanya Tuhan Yesus / Allah / Kitab Suci / Firman Tuhan sajalah yang infallible.

Petrus sendiri, yang dianggap orang Roma Katolik sebagai Paus I, sering berbicara secara salah, misalnya:

a) Pada waktu ia menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem (Matius 16:21-23).

b) Pada waktu ia menyombongkan dirinya dan menganggap dirinya pasti tidak akan menyangkal Yesus (Mat 26:31-35).

c) Pada waktu ia menyangkal Yesus sampai 3 x sambil mengutuk dan bersumpah (Mat 26:69-75 Mark 14:66-72).

2) Doktrin ini baru muncul hampir 18 abad setelah Kitab Suci selesai ditulis, dan ini menunjukkan bahwa memang doktrin ini tidak ada da-sar Kitab Sucinya. Kalau memang ada dalam Kitab Suci, mengapa membutuhkan hampir 18 abad untuk menemukan doktrin ini?

3) Pada tahun 1415 Council (= sidang gereja) of Constance memecat Paus John XXIII, dan pada tahun 1432 Council of Basle menyatakan bahwa ‘Paus sekalipun harus tunduk kepada councils’ (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 241). Hal-hal ini jelas bertentangan dengan doktrin yang menyatakan bahwa Paus itu infallible / tidak bisa salah. Yang mana yang benar? Padahal pada tahun 1545 Council of Trent menyatakan bahwa tradisi (yang mencakup keputusan council / sidang gereja) mempunyai otoritas yang setingkat dengan Kitab Suci / Firman Tuhan.

4) Mulai tahun 1378 ada 2 Paus, yaitu:

· Paus Urban VI (1378-1389).

· Paus Clement VII (1378-1394).

Perpecahan yang ditandai oleh adanya 2 Paus itu terus berlangsung (masing-masing Paus punya penggantinya sendiri-sendiri) sampai pada tahun 1409 dimana Council of Pisa / sidang gereja di Pisa memecat kedua Paus yang ada saat itu dan mengangkat Paus yang baru yaitu Paus Alexander V (1409-1410). Tetapi ternyata kedua Paus lama yang sudah dipecat itu tidak mau turun takhta sehingga lalu ada 3 Paus. Keadaan ini terus berlangsung sampai tahun 1417 dimana Council of Constance memecat ketiga Paus yang ada dan mengangkat Paus baru, yaitu Paus Martin V (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 241-242).

Bagaimana mungkin peristiwa ini bisa cocok dengan doktrin infallibility of the Pope / ketidak-bersalahan Paus?

Bandingkan juga sikap para Paus-paus yang begitu gila jabatan itu dengan Mark 10:43-45 - “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.

Catatan: kalau mau lebih jelas, baca sendiri Mark 10 itu mulai ay 35.

5) Sebelum tahun 1870 (tahun dimana doktrin tentang infallibility of the Pope ini muncul), ada suatu Catechism / Katekisasi yang disebut Keenan’s A Doctrinal Catechism. Dalam Catechism itu ada tanya jawab sebagai berikut:

Question / pertanyaan: Haruskah orang Katolik percaya bahwa Paus itu infallible?

Answer / jawab: Ini adalah penemuan Protestan, bukan ajaran Roma Katolik. Ajaran Paus, kecuali kalau itu diterima oleh semua bishops, tidak mengikat.

Tetapi pada tahun 1870, ketika doktrin doktrin Infallibility of the Pope (= ketidakbersalahan Paus) itu keluar, bagian ini dihapus dari catechism itu secara diam-diam, tanpa penjelasan! - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 243.

6) Adalah suatu fakta bahwa para Paus sering bertentangan satu dengan yang lain. Bukankah menggelikan bahwa seseorang yang tidak bisa salah bisa bertentangan dengan seseorang lain yang juga tidak bisa salah? Bukankah 2 kebenaran tidak mungkin bertentangan?

Contoh:

a) Gregory I (590-604) menolak gelar ‘Paus’ dari kaisar Phocas, dan ia mengatakan bahwa orang-orang yang menggunakan gelar ‘Uni-versal Bishop’ adalah anti Kristus. Tetapi pada tahun 607, Boniface III menggunakan gelar ‘Paus’ itu, dan demikian juga Paus-Paus sesudahnya (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 125,249).

b) Paus Hadrian II (867-872) menyatakan bahwa pernikahan sipil adalah sah, tetapi Paus Pius VII (1800-1823) menyatakan bahwa pernikahan sipil itu tidak sah (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 249).

c) Pada tahun 1590 Paus Sixtus V mengeluarkan edisi Latin Vulgate (Kitab Suci bahasa Latin), yang dinyatakannya sebagai edisi yang terakhir, dan ia melarang dengan ancaman kutukan bagi siapapun untuk mengeluarkan edisi yang baru, kecuali persis sama dengan edisi yang ia keluarkan. Tetapi ia lalu mati, dan para ahli theologia menemukan banyak kesalahan pada edisi Latin Vulgate yang ia keluarkan itu. Dua tahun setelah itu Paus Clement VIII menge-luarkan edisi Latin Vulgate yang baru, dan edisi inilah yang dipakai sampai sekarang (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 88).

d) Pada tahun 1773 Paus Clement XIV memberi pernyataan yang menekan golongan Jesuit, tetapi pada tahun 1814 Paus Pius VII memberi pernyataan yang memulihkan / mengangkat golongan Jesuit (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).

e) Paus Eugene IV (1431-1447) menghukum Joan of Arc dengan jalan dibakar hidup-hidup sebagai tukang sihir / dukun, tetapi pada tahun 1919 Paus Benedict XV menyatakan Joan of Arc sebagai orang suci (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).

f) Paus Sixtus V (1585-1590) menganjurkan pembacaan Kitab Suci, tetapi Paus Pius VII (1800-1823) dan banyak Paus yang lain me-ngutuk tindakan itu (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).

Catatan: ini jelas kutukan yang bertentangan dengan Kitab Suci, karena Kitab Suci justru menyuruh orang membaca dan mere-nungkan Kitab Suci (Bdk. Maz 1:1-2). Bagaimana mungkin kutukan yang tidak alkitabiah ini bisa infallible / tidak bisa salah?

7) Paus-paus sering mengubah pandangannya.

Contoh:

a) Zozimus (417-418) mula-mula menyatakan Pelagius (ini orang sesat!) sebagai guru yang orthodox, tetapi Zozimus lalu mengubah pernyataannya atas desakan Agustinus (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248).

b) Vigilinus (538-555) mula-mula tidak mau mengutuk guru-guru sesat pada waktu terjadi pertentangan tentang ajaran Monophysite (= ajaran yang mengatakan bahwa Yesus Kristus hanya mempunyai 1 hakekat, yang bersifat campuran ilahi - manusia) dan ia memboikot Council of Constantinopel (tahun 553). Tetapi setelah Council itu mengancam untuk mengucilkan dan mengutuknya, Vigilinus lalu tunduk kepada Council itu dan mengakui bahwa ia telah menjadi alat setan (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248).

c) Bahkan Petrus yang diakui oleh orang Katolik sebagai Paus I, juga pernah berubah pandangan, seperti dalam Kis 10:34-35 (kalau mau jelas, bacalah seluruh Kis 10).

Sebetulnya, ‘mengubah pandangan’ merupakan sesuatu yang umum bagi setiap hamba Tuhan. Saya sendiri sering mengubah pandangan saya, tetapi saya tidak pernah mengclaim diri saya sebagai infallible / tidak bisa salah. Kalau Paus memang infallible / tidak bisa salah, maka mereka tentu tidak bisa berubah pandangan! Bahwa mereka bisa berubah pandangan, menunjukkan secara jelas bahwa mereka bisa salah dan sering salah!

8) Para Paus sering mempunyai kepercayaan / mengajarkan ajaran salah yang tidak alkitabiah, karena tidak ada dalam Kitab Suci, atau bahkan bertentangan dengan Kitab Suci.

Contoh:

a) Callistus (221-227) adalah seorang Unitarian (= orang yang meng-anut kepercayaan bahwa Allah itu tunggal secara mutlak) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248. Ini bertentangan dengan semua orang kristen yang alkitabiah yang termasuk Trinitarian (= orang yang percaya kepada Allah Tritunggal).

b) Liberius (358) menganut ajaran Arianism, padahal ajaran Arianism ini adalah ajaran sesat yang:

· menganggap bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah ciptaan, bukan Allah!

· menjadi dasar dari ajaran Saksi Yehovah jaman sekarang.

Disamping itu Liberius ini juga menentang dan mengutuk Atha-nasius (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248), padahal Athanasius sampai saat ini diakui oleh gereja yang alkitabiah sebagai orang yang mati-matian mempertahankan doktrin Allah Tritunggal yang benar.

c) Paus Honorius (625-638) mengajarkan ajaran Monothelitism (= ajaran sesat yang mengatakan bahwa Kristus hanya mempunyai satu kehendak yang bersifat ilahi - manusia). Paus ini akhirnya dikutuk dan dikucilkan (excommunication by name) oleh Council of Constantinople pada tahun 680 (Loraine Boettner, ‘Roman Catholi-cism’, hal 248-249.

d) Pada tahun 593, Gregory I mengajarkan doktrin tentang api pen-cucian, padahal doktrin ini sama sekali tidak punya dasar Kitab Suci.

e) Pada tahun 1079, Paus Gregory VII mengajarkan bahwa hamba Tuhan harus hidup celibat (tidak menikah). Ini jelas bertentangan Kitab Suci yang mengijinkan imam untuk menikah (Im 21:1-15). Bahkan Kitab Suci menyatakan bahwa Petrus (‘sang Paus I’) dan rasul-rasul juga mempunyai istri (Mark 1:30 1Kor 9:5).

f) Pada tahun 1854, Paus Pius IX mengajarkan doktrin Immaculate Conception, yaitu doktrin yang mengatakan bahwa Maria dikandung, lahir dan hidup tanpa dosa sedikitpun, yang bukan hanya tidak mempunyai dasar Kitab Suci sama sekali, tetapi bahkan bertentangan dengan banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa semua manusia itu berdosa (Ro 3:23 Ayub 25:4 Pkh 7:20 1Yoh 1:8,10). Yesus Kristus adalah satu-satunya yang dikecualikan oleh Kitab Suci (Ibr 4:15 2Kor 5:21).

g) Pada tahun 1950, Paus Pius XII mengajarkan kenaikan Maria ke surga.

h) Pada tahun 1965, Paus Paulus VI mengajarkan bahwa Maria ada-lah Ibu / Bunda gereja.

9) Paus mengajarkan hal yang bertentangan dengan fakta.

Paus Paulus V (1605-1621) dan Paus Urban VII (1623-1644) menge-cam Galileo karena teori Galileo yang mengatakan bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumi tetapi bumilah yang mengelilingi ma-tahari. Galileo dipenjara dan disiksa karena teorinya dianggap berten-tangan dengan Firman Tuhan, padahal sekarang teori Galileo ini terbukti benar! - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250.

Perlu diketahui bahwa kalau ada ayat-ayat Kitab Suci yang seolah-olah menentang teori Galileo itu (bdk. Maz 19:6-7 Yos 10:12-13), itu disebabkan karena para penulis Kitab Suci menuliskan berdasarkan kelihatannya dari sudut manusia.

William G. T. Shedd: “The inspired writers were permitted to employ the astronomy and physics of the people and age to which they themselves belonged, because the true astronomy and physics would have been unintelligible. If the account of the miracle of Joshua had been related in the terms of the Copernican astronomy; if Joshua had said, ‘Earth stand thou still,’ instead of, ‘Sun stand thou still’; it could not have been understood” (= Penulis-penulis yang diilhami diijinkan untuk menggunakan ilmu perbintangan dan fisika dari orang dan jaman mereka sendiri, karena ilmu perbintangan dan fisika yang benar tidak akan dimengerti pada saat itu. Jika cerita tentang mujijat Yosua diceritakan dengan istilah-istilah dari ilmu perbintangan Copernicus; jika Yosua berkata: ‘Bumi berhentilah engkau’, dan bukannya ‘Matahari berhentilah engkau’; itu tidak bisa dimengerti pada saat itu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.

William G. T. Shedd lalu menambahkan: “The modern astronomer himself describes the sun as rising and setting” (= Ahli ilmu perbintangan modern sendiri menggambarkan matahari sebagai terbit dan terbenam) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.

William G. T. Shedd menambahkan lagi: “The purpose of the scriptures, says Baronius, is ‘to teach man how to go to heaven, and not how the heavens go.’” (= Tujuan dari Kitab Suci, kata Baronius, adalah ‘untuk mengajar manusia tentang jalan ke surga, dan bukannya bagaimana surga / langit berjalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.

10) Banyak Paus hidup tidak bermoral.

Contoh:

a) Paus Sergius III mempunyai anak haram dari Marioza dan anak itu akhirnya menjadi Paus John XI (931-936).

b) Paus John XII (956-964) melakukan pembunuhan, sumpah palsu, pelanggaran terhadap hal-hal yang dianggap keramat, perzinahan, dan incest / perzinahan dalam keluarga. Ia akhirnya dipecat oleh Kaisar Otto.

c) Paus John XXIII (1410-1415) menjual pengampunan gereja dan melakukan percabulan sehingga akhirnya dipecat oleh Council of Constance.

d) Paus Alexander VI (1492-1503) mempunyai 6 anak haram, 2 orang di antaranya lahir setelah ia menjadi Paus!

(Semua ini saya ambil dari buku Loraine Boettner, ‘Roman Catholi-cism’, hal 250-251).

Sekalipun Roma Katolik memang tidak pernah mengatakan bahwa Paus itu infallible dalam hidupnya, tetapi rasanya sukar terbayangkan bahwa para Paus yang begitu brengsek dalam hidupnya itu bisa infallible / tidak bisa salah dalam kata-katanya.

Memang perlu diakui bahwa juga ada banyak pendeta Protestan yang melakukan hal-hal yang sangat berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa Protestan tidak pernah mengclaim bahwa pendeta itu infallible baik dalam kata-katanya maupun hidupnya!

11) Banyak Paus yang tidak injili / Alkitabiah.

Khotbah-khotbah mereka (yang jaman ini sering bisa saudara baca dalam surat kabar pada Natal maupun Paskah / Jum’at Agung dsb) hanya berbau politik, sosial, ekonomi, tetapi tidak ada Injil di dalamnya (mereka tidak mendorong orang untuk datang kepada Yesus). Ini jelas tidak sesuai dengan Mat 28:19.

12) Ada beberapa Paus yang menyatakan bahwa dirinya tidak infallible, yaitu: Vigilius, Innocent III, Clement IV, Gregory XI, Hadrian VI, Paul IV (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 252)

Bagaimana mungkin Paus, yang oleh gereja Roma Katolik dinyatakan infallible itu, bisa menyatakan bahwa dirinya tidak infallible?

13) Kalau Paus itu memang infallible, mengapa tidak ada Paus yang per-nah membuat tafsiran tentang Kitab Suci? Bahkan exposisi dari satu pasal Kitab Sucipun tidak pernah ada! Kalau memang ia bisa ber-bicara / mengajar secara infallible (= tidak bisa salah), maka seha-rusnya ia membuat buku tafsiran tentang Kitab Suci! KATOLIK

Pelajaran III
MARIA
I) Perkembangan Mariologi.

1) Justin Martyr (mati pada tahun 165 M) membandingkan Maria dengan Hawa; sedangkan Ireneaus (mati pada tahun 202 M) berkata bahwa ketidaktaatan perawan Hawa ditebus oleh ketaatan perawan Maria.

2) Sampai abad ke 4, tidak / belum ada pemujaan terhadap Maria, tetapi pada tahun 324 M, Kaisar Constantine menjadikan kristen sebagai agama negara. Orang-orang kafir lalu terpaksa menjadi kristen dan mereka mem-bawa praktek-praktek kafir masuk ke dalam gereja, termasuk penyem-bahan berhala. Ini menyebabkan dalam gereja mulai ada patung Maria yang disembah.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘The doctrine of the Virgin Mary and holy wisdom’: “The doctrine of the Virgin Mary and holy Wisdom. The dogma of the Virgin Mary as the ‘mother of God’ and ‘bearer of God’ is connected in the closest way with the dogma of the incarnation of the divine Logos. The theoretical formation of doctrine did not bring the cult of the mother of God along in its train; instead, the doctrine only reflected the unusually great role that the veneration of the mother of God already had taken on at an early date in the liturgy and in the church piety of Orthodox faithful. The expansion of the veneration of the Virgin Mary as the bearer of God (Theotokos) and the formation of the corresponding dogma is one of the most astonishing occurrences in the history of the early church. The New Testament offers only scanty points of departure for this development. Mary completely recedes behind the figure of Jesus Christ, who stands in the centre of all four Gospels. From the Gospels themselves it can be recognized that Jesus’ development into the preacher of the Kingdom of God took place in sharp opposition to his family, who were so little convinced of his mission that they held him to be insane (Mark 3:21). Accordingly, all the Gospels stress the fact that Jesus separated himself from his family. Even the Gospel According to John still preserved traces of Jesus’ tense relationship with his mother. Mary appears twice without being called by name the mother of Jesus; and Jesus himself regularly withholds from her the designation of mother. The saying, ‘Woman, what have you to do with me?’ (John 2:4), is indeed the strongest expression of a conscious distancing. Nevertheless, with the conception of Jesus Christ as the Son of God, a tendency developed early in the church to grant to the mother of the Son of God a special place within the church. This development was sketched quite hesitantly in the New Testament. Only the prehistories in Matthew and Luke mention the virgin birth, which, however, cannot be simply coordinated or reconciled with the statements of the preceding genealogical tables. On these scanty presuppositions the later cult of the mother of God was developed. The view of the virgin birth entered into the creed of all Christianity and became one of the strongest religious impulses in the development of the dogma, liturgy, and ecclesiastical piety of the early church. Veneration of the mother of God received its impetus when the Christian Church became the imperial church under Constantine and the pagan masses came under Christian influences and became members of the church. The peoples of the Mediterranean area and the Middle East could not make themselves conversant with the absolute power of God the Father and with the strict patriarchalism of the Jewish idea of God, which the original Christian message had taken over. Their piety and religious consciousness had been formed for millennia through the cult of the ‘great mother’ goddess and the ‘divine virgin,’ a development that led all the way from the old popular religions of Babylonia and Assyria to the mystery cults of the late Hellenistic period. Despite the unfavourable presuppositions in the tradition of the Gospels, cultic veneration of the divine virgin and mother found within the Christian Church a new possibility of expression in the worship of Mary as the virgin mother of God, in whom was achieved the mysterious union of the divine Logos with human nature. The spontaneous impulse of popular piety, which pushed in this direction, moved far in advance of the practice and doctrine of the church. In Egypt, Mary was, at an early point, already worshiped under the title of Theotokos - an expression that Origen used in the 3rd century. The Council of Ephesus (431) raised this designation to a dogmatic standard. To the latter, the second Council of Constantinople (553) added the title ‘eternal Virgin.’ In the prayers and hymns of the Orthodox Church the name of the mother of God is invoked as often as is the name of Christ and the Holy Trinity. The doctrine of the heavenly Wisdom (Sophia) represents an Eastern Church particularity. In late Judaism, speculations about the heavenly Wisdom - a heavenly figure beside God that presents itself to humanity as mediator in the work of creation as well as mediator of the knowledge of God - abounded. In Roman Catholic doctrine, Mary, the mother of God, was identified with the figure of the divine Wisdom. To borrow a term used in Christology to describe Jesus as being of the same substance (hypostasis) as the Father, Mary was seen as possessing a divine hypostasis. This process of treating Mary and the heavenly Wisdom alike did not take place in the realm of the Eastern Orthodox Church. For all its veneration of the mother of God, the Eastern Orthodox Church never forgot that the root of this veneration lay in the incarnation of the divine Logos that took place through her. Accordingly, in the tradition of Orthodox theology, a specific doctrine of the heavenly Wisdom, Sophianism, is found alongside the doctrine of the mother of God. This distinction between the mother of God and the heavenly Sophia in 20th-century Russian philosophy of religion (in the works of Vladimir Solovyov, Pavel Florensky, W.N. Iljin, and Sergey Bulgakov) developed a special Sophianism. Sophianism did, however, evoke the opposition of Orthodox academic theology. The numerous great churches of Hagia Sophia, foremost among them the cathedral by that name in Constantinople (Istanbul), are consecrated to this figure of the heavenly Wisdom” (= ).

3) Mulai abad ke 5, Maria makin populer. Ia dilukis, gereja dinamakan ‘Maria’, dan Maria mulai menjadi perantara dalam doa.

4) Pada tahun 431 M, Council of Ephesus mempertahankan istilah ‘Bunda Allah’ untuk Maria.

Istilah ‘Bunda Allah’ itu lalu disalah-gunakan untuk meninggikan / mempermuliakan Maria. Charles Hodge, seorang ahli theologia Reformed, mengutip dari ‘The Te Deum’ suatu pujian yang ditujukan kepada Maria yang berbunyi sebagai berikut: “We praise thee, Mother of God; we acknowledge thee to be a virgin. All the earth doth worship thee, the spouse of the eternal Father. ...” (= Kami memuji engkau, Bunda Allah; kami mengakui engkau sebagai perawan. Seluruh bumi / dunia menyembahmu, pasangan / istri dari Bapa yang kekal. ...) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 287.

5) Mulai tahun 600 M, Maria bukan lagi sekedar menjadi pengantara dalam doa, tetapi doa mulai dinaikkan kepada Maria.

6) Pada tahun 1508, doa Salam Maria (Ave Maria / Hail Mary) mulai keluar.

Bunyi doanya: “Hail Mary, full of grace, the Lord is with thee; blessed art thou amongst women, and blessed is the fruit of thy womb, Jesus. Holy Mary, mother of God, pray for us sinners, now and at the hour of our death. Amen.” (= Salam Maria, penuh kasih karunia, Tuhan beserta denganmu; berbahagialah engkau di antara wanita, dan diberkatilah buah kandunganmu, Yesus. Maria yang kudus, bunda Allah, berdoalah untuk kami orang-orang berdosa, sekarang dan pada saat kematian kami. Amin).

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘Hail Mary’: “Latin AVE MARIA, also called ANGELIC SALUTATION, a principal prayer of the Roman Catholic Church, comprising three parts addressed to the Virgin Mary. The following are the Latin text and an English translation: Ave Maria, gratia plena; Dominus tecum: Benedicta tu in mulieribus et benedictus fructus ventris tui [Jesus]. Sancta Maria, Mater Dei, Ora pro nobis peccatoribus, nunc et in hora mortis nostrae. Amen. Hail Mary, full of grace; The Lord is with thee: Blessed art thou among women and blessed is the fruit of thy womb, Jesus. Holy Mary, Mother of God, Pray for us sinners, now and at the hour of our death. Amen. The first part, the words of the Archangel Gabriel (Luke 1:28), appears in liturgies as early as the 6th century. The second part, the words of Elizabeth (Luke 1:42), was added to the first part by about Ad 1000, the appositive ‘Jesus’ being added some two centuries later, possibly by Pope Urban IV (reigned 1261-64). The closing petition came into general use during the 14th or 15th century and received its official formulation in the reformed Breviary of Pope Pius V in 1568” [= ... Bagian pertama, kata-kata dari penghulu malaikat Gabriel (Luk 1:28), muncul dalam liturgi-liturgi seawal abad ke 6 M. Bagian kedua, kata-kata dari Elisabet (Luk 1:42), ditambahkan kepada bagian pertama pada sekitar tahun 1000 M., kata ‘Yesus’ ditambahkan 2 abad setelahnya, mungkin oleh Paus Urban IV (memerintah / bertahta 1261-1264). Permohonan penutup masuk dalam penggunaan umum selama abad ke 14 atau ke 15 dan menerima formula resminya dalam buku doa harian Katolik yang direformasi dari Paus Pius V pada tahun 1586].

Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi, karena bagian atasnya adalah Doa Salam Maria dalam bahasa Latin dan terjemahannya dalam bahasa Inggris.

7) Tahun 1854, keluar kepercayaan bahwa Maria lahir tanpa dosa dan bahkan hidup suci sepanjang hidupnya (doktrin Immaculate Conception).

8) Paus Benedict XV (1914-1922) & Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa pada waktu Tuhan Yesus menderita dan mati, Maria juga mende­rita, dan karena itu, bersama-sama dengan Tuhan Yesus, Maria adalah penebus dosa [Kalau Yesus adalah Redeemer (= Penebus), maka Maria adalah Co-redeemer].

9) Pada tahun 1950, keluar pernyataan bahwa Maria naik ke surga dengan tubuh jasmaninya.

10) Pada tahun 1965, Maria dinyatakan sebagai Ibu Gereja.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘Mary: Cultural Importance’:

“In addition to these official prerogatives and titles given to her by Catholic Christianity, the Virgin Mary has achieved great cultural importance. Popular devotion to Mary - in such forms as feasts, devotional services, and the rosary - has played a tremendously important role in the lives of Roman Catholics and the Orthodox; at times, this devotion has pushed other doctrines into the background. Modern Roman Catholicism has emphasized that the doctrine of Mary is not an isolated belief but must be seen in the context of two other Christian doctrines: the doctrine of Christ and the doctrine of the church. What is said of Mary is derived from what is said of Jesus: this was the basic meaning of Theotokos. She has also been known as ‘the first believer’ and as the one in whom the humanity of the church was representatively embodied. Mary’s cultural importance, however, far transcends any dogmatic or institutional boundaries. In ways that she could never have anticipated, all generations have indeed called her blessed” (= ).
II) Pembahasan hal-hal yang salah tentang Maria.
A) Maria sebagai ‘Bunda Allah’.

Kita perlu mengetahui latar belakang, yang menyebabkan Council of Ephesus / Sidang Gereja Efesus mempertahankan istilah ‘Bunda Allah’ untuk Maria. Pada saat itu ada suatu golongan sesat yang disebut Nestorianism, yang berpendapat bahwa Kristus itu terdiri dari 2 pribadi. Mereka menolak istilah ‘Bunda Allah’ (Yunani: THEOTOKOS) bagi Maria, karena mereka berpendapat bahwa Maria bukan melahirkan Allah, tetapi hanya melahirkan manusia biasa yang lalu menjadi ‘tempat’ dimana Allah diam / tinggal. Mereka lalu mengusulkan istilah ‘Bunda Kristus’ (Yunani: CHRISTOTOKOS) bagi Maria. Sidang Gereja Efesus secara benar mempertahankan istilah ‘Bunda Allah’, karena satu pribadi yang dilahirkan oleh Maria itu bukan hanya betul-betul manusia, tetapi juga betul-betul adalah Allah.

Jadi perlu dicamkan bahwa Sidang Gereja Efesus mempertahankan istilah ‘Bunda Allah’ untuk Maria, bukan dengan tujuan untuk meninggikan Maria, tetapi dengan tujuan untuk menekankan keilahian Yesus, dan juga untuk menekankan kesatuan Allah dan manusia dalam satu pribadi Yesus!

Tetapi orang-orang Katolik jaman sekarang menyalah-gunakan istilah ‘Bunda Allah’ itu dan menggunakannya untuk meninggikan Maria.

Loraine Boettner:

· “Hence the term today has come to have a far different meaning from that intended by the early church. It no longer has reference to the orthodox doctrine concerning the person of Christ, but instead is used to exalt Mary” (= Jadi istilah itu pada saat ini telah mempunyai arti yang sangat berbeda dengan yang dimaksudkan oleh gereja mula-mula. Itu tidak lagi mempunyai hubungan dengan doktrin orthodox tentang pribadi Kristus, tetapi sebaliknya digunakan untuk meninggikan Maria) - ‘Roman Catholicism’, hal 134.

· “The correct statement of the person of Christ in this regard is: As His human nature had no father, so His divine nature had no mother” (= Pernyataan yang benar tentang pribadi Kristus dalam hal ini adalah: Sebagaimana hakekat manusiaNya tidak mempunyai ayah, demikian juga hakekat ilahiNya tidak mempunyai ibu) - ‘Roman Catholicism’, hal 135.

Loraine Boettner juga mengutip kata-kata Marcus Meyer yang secara mengejek mengatakan: “Can you imagine Mary introducing Jesus to others with the words: ‘This is God, my Son’?” (= Bisakah engkau membayangkan Maria memperkenalkan Yesus kepada orang-orang lain dengan kata-kata: ‘Ini adalah Allah, Anakku’?) - ‘Roman Catholicism’, hal 135.
B) Maria menggantikan atau menggeser tempat Allah / Yesus.

Charles Hodge: “The Virgin Mary is to her worshippers what Christ is to us” (= Perawan Maria bagi para penyembahnya adalah seperti Kristus bagi kita) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 288.

1) Maria dijadikan obyek doa.

Secara rata-rata orang Katolik berdoa kepada Allah / Yesus dan kepada Maria dengan perbandingan 1 di banding 10! Juga dalam doa Rosario, ada 10 doa yang dinaikkan kepada Maria untuk setiap 1 doa yang dinaikkan kepada Allah. Mengapa demikian? Karena orang Ka-tolik menganggap bahwa dengan berdoa kepada Maria, doa mereka lebih cepat dikabulkan, daripada kalau mereka berdoa kepada Allah / Yesus.

Bahwa orang Katolik memang berdoa kepada Maria terbukti dari ada-nya doa Salam Maria. Dan bahwa mereka berpendapat bahwa doa kepada Maria lebih cepat dikabulkan dari pada doa kepada Allah / Yesus, terbukti dari kutipan-kutipan di bawah ini, yang diambil dari buku yang berjudul ‘The glories of Mary’ (= kemuliaan Maria), tulisan Bishop Alphonse de Liguori (perlu saudara ketahui bahwa Bishop Liguori ini dijadikan sebagai orang suci oleh gereja Roma Katolik!):

· “Many things ... are asked from God, and are not granted; they are asked from Mary and are obtained” (= Banyak hal ... diminta dari Allah, dan tidak dikabulkan; hal-hal itu diminta dari Maria dan didapatkan) - ‘The Glories of Mary’, hal 139.

· “We often more quickly obtain what we ask by calling on the name of Mary than by invoking that of Jesus” (= Kita sering mendapatkan dengan lebih cepat apa yang kita minta dengan memanggil nama Maria dari pada dengan memintanya dalam nama Yesus) - ‘The Glories of Mary’, hal 147.

Pandangan kristen:

a) Kitab Suci tidak pernah mengajar kita untuk berdoa kepada Maria. Rasul-rasul juga tidak pernah berdoa / meminta apapun kepada Maria. Doa hanya boleh ditujukan kepada Allah.

b) Maria harus menjadi Allah yang maha tahu untuk bisa mendengar doa-doa orang Katolik yang begitu banyak. Dan ia harus menjadi Allah yang maha kuasa untuk bisa mengabulkan doa-doa yang banyak itu.

c) Kalaupun ada doa kepada Maria yang dikabulkan, pengabulan doa itu pasti datang dari setan. Setan bisa mengabulkan doa yang salah, supaya manusia terus berdoa dengan cara yang salah itu. Jangan lupa bahwa juga ada banyak orang berdoa kepada patung berhala dan mendapatkan pengabulan doa! Jadi, hanya karena ada pengabulan doa, tidak berarti bahwa doa itu benar!

2) Maria dianggap sebagai pengantara antara Allah dan Manusia.

Loraine Boettner, dalam bukunya yang berjudul ‘Roman Catholicism’, mengatakan bahwa Roma (Katolik) mengajarkan:

· “He (Jesus) came to us through Mary, and we must go to Him through her” [= Ia (Yesus) datang kepada kita melalui Maria, dan kita harus pergi kepada Dia melalui Maria] - ‘Roman Ca­tholicism’, hal 134.

· “Who would go to ‘the Child’, even to ‘the Holy Child’, for salvation when His mother seems easier of access and more responsive?” (= Siapa yang mau pergi kepada ‘Anak’, bahkan kepada ‘Anak yang Kudus’ untuk keselamatan, kalau ibuNya kelihatan lebih mudah untuk ditemui dan lebih tanggap?) - ‘Roman Catholicism’, hal 134-135.

Bahwa Roma Katolik memang mengajarkan / mempercayai hal ini, terbukti dari kutipan di bawah ini:

“And she is truly a mediatress of peace between sinners and God. Sinners receive pardon by ... Mary alone” [= Dan ia (Maria) betul-betul merupakan pengantara perdamaian antara orang-orang berdosa dan Allah. Orang-orang berdosa menerima pengampunan oleh ... Maria saja] - ‘The Glories of Mary’, hal 82-83.

Pandangan Kristen:

a) 1Tim 2:5 dan 1Yoh 2:1-2, menunjukkan bahwa Tuhan Yesus ada-lah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Karena itu jelas bahwa Maria bukanlah pengantara! Kalau Maria adalah pengantara, maka kedua ayat tersebut adalah salah!

b) Hanya Yesuslah yang bisa menjadi pengantara antara Allah dan manusia, karena Dialah satu-satunya Pribadi yang adalah sung-guh-sungguh Allah dan sungguh-sunggguh manusia.

c) Seorang pengantara / imam harus mempunyai korban (sacrifice). Yesus mengorbankan nyawaNya, sehingga Ia bisa menjadi peng-an­tara / Imam Besar (Ibr 9:11-15). Sebaliknya, Maria tidak punya korban / sacrifice apapun.

d) Konsekwensi logis ajaran Roma Katolik ini.

Kalau karena Yesus datang kepada kita melalui Maria, maka kita harus datang kepada Yesus melalui Maria, maka argumenta­si ini mempunyai konsekwensi logis sebagai berikut: karena Maria datang kepada kita melalui orang tuanya, kitapun harus datang kepada Maria melalui orang tua Maria. Dan karena orang tua Maria datang kepada kita melalui kakek dan nenek Maria, kitapun harus datang kepada orang tua Maria melalui kakek dan nenek Maria. Kalau ini diteruskan maka akhirnya untuk datang kepada Yesus kita harus melalui Adam dan Hawa! Ini adalah suatu konsekwensi yang pasti tidak akan diterima oleh orang Katolik sekalipun! Tetapi kalau mereka menolak, maka ada ketidak-konsistenan dalam ajaran mereka!

3) Maria dianggap sebagai pintu gerbang ke surga / jalan kesela­matan, bahkan sebagai satu-satunya pintu gerbang ke surga / jalan kese-lamatan. Bahwa ini memang merupakan ajaran Roma Katolik, terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini:

· “Mary is called ... the gate of heaven because no one can enter that blessed kingdom without passing through her” (= Maria disebut ... pintu gerbang surga karena tidak seorangpun bisa memasuki kerajaan yang mulia itu tanpa melewati dia) - ‘The Glories of Mary’, hal 160.

· “The way of salvation is open to none otherwise than through Mary. ... Our salvation is in the hands of Mary ... He who is protected by Mary will be saved, he who is not will be lost” (= Jalan keselamatan tidak terbuka bagi siapapun selain melalui Maria. ... Keselamatan kita ada dalam tangan Maria ... Ia yang dilindungi oleh Maria akan selamat, ia yang tidak dilin­dungi oleh Maria akan terhilang) - ‘The Glories of Mary’, hal 169-170.

Pandangan Kristen:

a) Yoh 10:1,7,9 Yoh 14:6 Kis 4:12 menunjukkan bahwa Yesus ada-lah satu-satunya jalan ke surga / jalan keselamatan. Kalau Maria adalah jalan keselamatan, apalagi kalau Maria adalah satu-satu-nya jalan keselamatan, maka ketiga ayat tersebut di atas adalah salah!

b) Kalau memang Maria adalah pintu gerbang ke surga / jalan keselamatan, untuk apa Yesus harus datang ke dunia dan mati di salib? Bandingkan dengan Gal 2:21 yang menyatakan bahwa se-andainya ada jalan keselamatan melalui ketaatan pada hukum Taurat, maka kematian Kristus adalah sia-sia! Analoginya, sean-dainya melalui Maria orang berdosa bisa mendapatkan keselamat-an, maka kedatangan dan kematian Kristus juga sia- sia!

4) Maria dianggap mempunyai kuasa di bumi dan di surga.

Ajaran ini terlihat dari kutipan di bawah ini:

“All power is given to thee in heaven and on earth so that at the command of Mary all obey - even God ... and thus ... God has placed the whole Church ... under the domination of Mary” (= Segala kuasa diberikan kepadamu di surga dan di bumi sehingga terhadap perintah Maria semua taat - bahkan Allah ... dan demikianlah ... Allah telah meletakkan seluruh Gereja di bawah kekuasaan Maria) - ‘The Glories of Mary’, hal 180-181.

Pandangan Kristen:

a) Kuasa semacam itu hanya diberikan kepada Yesus (Mat 28:18).

Perhatikan bahwa bagian pertama dari kutipan di atas diambil dari Mat 28:18 itu, tetapi lalu dialihkan dari Yesus kepada Maria.

b) Pemberian kuasa semacam itu kepada Maria, menjadikan Maria sebagai Allah!

5) Maria dijadikan obyek penyembahan.

Secara resmi, Gereja Roma Katolik menyangkal bahwa mereka me-nyembah Maria. Untuk menyangkal penyembahan terhadap Maria, mereka membedakan adanya 3 macam penyembahan / worship:

a) LATRIA: Ini adalah penyembahan yang tertinggi, dan ini hanya dituju­kan kepada Allah.

b) DULIA: Ini adalah pemujaan terhadap malaikat / orang-orang suci.

c) HYPER-DULIA: Ini adalah pemujaan yang lebih tinggi dari DULIA, dan ini ditujukan kepada Maria.

Tetapi dalam prakteknya, orang-orang awam Roma Katolik tidak tahu apa-apa tentang hal ini.

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya 3 macam penyem-bahan seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik itu. Jadi di sini lagi-lagi terlihat adanya ajaran Roma Katolik yang sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci!

Adam Clarke (tentang Ro 12:1): “‘Reasonable service,’ logikeen latreian, ‘a religious service according to reason,’ one rationally performed. The Romanists make this distinction between latreia, and douleia (or dulia, as they corruptly write it), ‘worship’ and ‘service,’ which they say signify two kinds of religious worship; the first proper to GOD, the other communicated to the creatures. But douleia, ‘services,’ is used by the Septuagint to express the divine worship. See Deu. 13:4; Judg. 2:7; 1 Sam, 7:3, and 1 Sam. 12:10. And in the New Testament, Matt. 6:24; Luke 6:23; Rom. 16:18; Col. 3:24. The angel refused douleian, Rev. 22:7, because he was only a sundoulos ‘a fellow-servant;’ and the divine worship is more frequently expressed by this word douleia, ‘service,’ than by latreia, ‘worship.’ Douleia is used 39 times in the Old Testament (Septuagint) and New Testament as ascribed unto God, the other about 30 times; and latreia, ‘worship’ or ‘service,’ is given unto the creatures, as in Lev. 23:7-8,21; Num. 28:18; yea, the word signifies cruel and base bondage, Deut. 28:48. Once in the New Testament it is taken for the worship of the creatures, Rom. 1:25. The worshipping of idols is forbidden under the word latreia, 34 times in the Old Testament (Septuagint), and once in the New Testament, as above; and 23 times under the term douleia, in the Old Testament (Septuagint); and Paul uses douleuein Theoo, and latreuein Theoo indifferently, for the worship we owe to God. See Rom. 1:9,25; Rom. 12:1; Gal. 4:8-9; 1 Thes 1:9; Matt 6:24. And Ludovicus Vives, a learned Romanist, has proved out of Suidas, Xenophon, and Volla, that these two words are usually taken the one for the other, therefore the Popish distinction, that the first signifies ‘the religious worship due only to God,’ and the second, ‘that which is given to angels, saints, and men,’ is unlearned and false” [= belum diterjemahkan].

b) Sekalipun mereka tidak menamakan ‘penyembahan’, tetapi mereka berdoa kepada Maria, berlutut di bawah patung Maria, mencium kaki patung tersebut, menyanyi memuji Maria.

Semua itu jelas tidak bisa disebut sebagai penghormatan, tetapi harus dianggap sebagai penyembahan. Apa gunanya memberikan istilah ‘penghormatan’ kalau dalam faktanya yang dilakukan adalah ‘penyembahan’?

c) Kitab Suci jelas melarang kita untuk melakukan penyembahan terhadap manusia maupun malaikat (Mat 4:10 Kis 10:25,26 Kis 12:20-23 Kis 14:14,15 Wah 19:10 Wah 22:8,9).

Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.

Perhatikan juga bahwa dalam Kis 10:25-26, Kornelius jelas bukan menyembah Petrus karena menganggapnya sebagai Allah! Ia me-nyembah Petrus sebagai penghormatan kepada Petrus sebagai rasul / hamba Tuhan. Tetapi sekalipun demikian, Petrus tetap me-nolak sembah itu, karena sebagai manusia biasa ia tidak layak menerima sembah, dan sembah hanya boleh diberikan kepada Allah!

Demikian juga dalam Wah 19:10 dan Wah 22:8-9, pada waktu ra-sul Yohanes menyembah malaikat, rasanya tidak mungkin ia menyembah malaikat itu karena menganggapnya sebagai Allah. Mungkin ia menyembahnya hanya sebagai pernghormatan, atau sekedar karena takutnya melihat malaikat, tetapi toh malaikat itu menolak sembah itu dan mengalihkannya kepada Allah!

d) Dalam Mat 2:11, orang-orang Majus menyembah Yesus saja, bu-kan ‘Maria’ ataupun ‘Yesus dan Maria’.

Perhatikan komentar dari Charles Haddon Spurgeon tentang ba- gian ini:

The old Reformers used to say, “Here is a bone that sticks in the throat of the Romanists, and they can neither get it up nor down, for it does not say, ‘They saw Mary and the young child’, the young child is put first, they came to see him; and it does not say that ‘they fell down and worshipped them’” If ever there was an opportunity for Mariolatry, surely this was the one, when the child was as yet newly-born, and depended so much upon his mother. Why did not the magi say “Ave Maria!” and commence at once their Mariolatry? Ay, but these were wise men; they were not priests from Rome, else might they have done it [= Tokoh-tokoh Reformasi kuno sering berkata: “Ini adalah tulang yang menyangkut di tenggorokan orang Roma (Katolik), dan mereka tidak dapat mengeluarkannya ataupun menelannya, karena ayat itu tidak berkata: ‘Mereka melihat Maria dan bayi itu’, bayi itu disebut lebih dulu, mereka datang untuk melihat dia; dan ayat itu tidak berkata bahwa ‘mereka tersungkur dan menyembah mereka’”. Kalau ada kesempatan untuk melakukan penyembahan terhadap Maria, maka sebetulnya inilah kesempatannya, dimana bayi itu baru dilahirkan, dan sangat bergantung kepada ibuNya. Mengapa orang-orang Majus itu tidak berkata “Salam Maria!” dan lang­sung memulai penyembahan terhadap Maria? Ah, tetapi mereka ini adalah orang-orang yang bijaksana; mereka bukan pastor-pastor dari Roma, karena kalau demikian mereka mungkin sudah melakukannya] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’ , vol 3, hal 34.

Catatan: Perlu saudara ketahui bahwa dalam terjemahan KJV kata-kata ‘orang-orang majus’ dalam Mat 2:1 diterjemahkan ‘wise men’ (= orang-orang yang bijaksana).

e) Mat 12:46-50 Kis 1:14 Yoh 2:1-4 sama sekali tidak menunjuk­kan bahwa Maria mempunyai posisi yang tinggi, sehingga layak untuk disembah.

Yoh 2:3-4 sering dianggap sebagai bagian yang menunjukkan bah-wa Yesuspun tunduk pada perintah Maria. Tetapi benarkah demi-kian? Mari kita perhatikan penjelasan tentang Yoh 2:3-4 di bawah ini:

· Dalam Yoh 2:3 dikatakan bahwa Maria datang kepada Yesus dan berkata: ‘Mereka kehabisan anggur’. Apa maksud Maria dengan kata-kata ini?

Ada bermacam-macam kemungkinan dan penafsiran:

* Maksud Maria ialah: Mari kita pulang karena anggur habis.

Ini jelas merupakan penafsiran yang tidak cocok dengan kontexnya.

* Maria mengharapkan Yesus melakukan mujijat untuk me-nolong mereka.

Keberatan terhadap penafsiran ini:

Þ Calvin meragukan penafsiran ini, karena Yoh 2:11 me-nya­takan ini mujijat pertama! Kalau selama ini Yesus tidak pernah melakukan mujijat, dari mana Maria bisa mengha­rapkan mujijat?

Þ Tetapi keberatan yang lebih serius adalah: penafsiran ini tidak cocok dengan kontexnya. Kalau memang Maria mempersoalkan mujijat, dan dalam Yoh 2:4 Yesus me-ngata­kan belum waktunya, lalu mengapa dalam Yohanes 2:6-dst Yesus lalu toh melakukan mujijat itu? Bagaimana mungkin Yesus lebih menuruti Maria dari pada ketetapan / Rencana Allah?

* Maria, yang tahu siapa Yesus itu, menghendaki supaya Yesus membuat mujijat dan menyatakan diriNya sebagai Mesias. [bdk. Yohanes 7:3-6 yang menunjukkan bahwa saudara- saudara Yesus mendesak Dia untuk menyatakan diri (sebagai Mesias), tetapi ditolak oleh Yesus karena belum waktunya]. Saya berpendapat inilah penafsiran yang benar!

· Yohanes 2:4 - Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari jawaban Yesus ini:

* ‘Mau apakah engkau dari padaKu ibu?’

NASB/KJV: Woman, what have I to do with you / thee? (= perempuan, apa urusanKu denganmu?).

NIV: Dear woman, why do you involve me? (= perempuan, mengapa engkau melibatkan Aku?).

RSV: O woman, what have you to do with Me? (= O perem­puan, apa urusanmu dengan Aku?).

NKJV: Woman, what does your concern have to do with Me? (= perempuan, apa urusannya perhatianmu itu dengan Aku?).

Lit: What to me and to thee, woman? (= apa bagiKu dan bagimu, perempuan?).

Ungkapan yang sama juga muncul dalam Hakim 11:12 2Sam 16:10 1Raja 17:18 2Raja 3:13 2Taw 35:21 Ezra 4:3 Mat 8:29 Mark 1:24 Luk 8:28.

Kalau kita membaca ayat-ayat ini maka kita bisa melihat bahwa ungkapan seperti itu selalu diucapkan untuk menun-jukkan ketidaksenangan!

* Kata ‘ibu’ dalam Yoh 2:4 [Yunani: GUNAI; Inggris: woman (= perempuan)] berbeda dengan kata ‘ibu’ dalam Yoh 2:3,5,12 [Yunani: METER; Inggris: mother (= ibu / mama)].

Dalam Kitab Suci, Yesus tidak pernah menyebut Maria de-ngan sebutan ibu dalam arti ‘mama’!

Sebutan GUNAI memang bukan sebutan yang kasar / tidak hormat (bdk. Mat 15:28 dimana Yesus menggunakan se-butan ini terhadap perempuan Kanaan yang beriman), tetapi bagaimanapun juga dengan tidak menyebut ‘mama’ Yesus menunjukkan bahwa mulai saat itu Maria tidak mempunyai otoritas untuk memerintah Yesus. Jangan lupa bahwa Yesus bukan sekedar manusia, tetapi juga adalah Allah! Karena itu Marialah yang seharusnya mentaati Yesus, dan bukan se-baliknya!

* Yesus tidak mau menyatakan diri sebagai Mesias, karena waktunya belum tiba. Bdk. Yoh 7:6,8,30 8:20 12:23 13:1 17:1.

* Kata-kata Yesus dalam Yoh 2:4 ini jelas menunjukkan peno- lakan Yesus atas permintaan Maria. Karena itu kalau orang Roma Katolik menyuruh berdoa kepada Maria supaya di-kabul­kan; ini jelas adalah omong kosong! Marianya sen-diripun ditolak pada waktu meminta sesuatu kepada Yesus!

Lebih dari itu, Yesus menolak dengan kata-kata keras. Me-ngapa? Ada beberapa kemungkinan:

Þ karena Maria melampaui batasan / haknya.

Þ supaya orang tidak menganggap bahwa mujijat itu di-laku­kan sebagai ketaatan pada Maria.

Þ supaya orang kristen tidak meninggikan Maria lebih dari seharusnya.

f) Kitab Suci melarang kita yang masih hidup untuk mengadakan kontak dengan orang yang sudah mati.

Ul 18:9-12 - “(9) ‘Apabila engkau sudah masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau belajar berlaku sesuai dengan kekejian yang dilakukan bangsa-bangsa itu. (10) Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, (11) seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. (12) Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.”.

Im 20:6 - “Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni yang berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menentang orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya.”.

Yes 8:19-20 - “(19) Dan apabila orang berkata kepada kamu: ‘Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,’ maka jawablah: ‘Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?’ (20) ‘Carilah pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar.”

Sekalipun Maria adalah ibu Yesus, tetapi ia tetap sudah mati, sehingga kita tidak boleh berdoa ataupun mengadakan kontak de-ngan dia. Ini tidak berbeda dengan orang-orang yang mengadakan kontak dengan orang yang sudah mati dengan menggunakan jai-langkung, permainan cucing, Ouija Board dsb.

6) Maria dianggap lebih kasih daripada Allah / Yesus.

Bahwa orang Roma Katolik memang mengajarkan hal ini, bisa terlihat dari kutipan di bawah ini:

· “If God is angry with a sinner, and Mary takes him under her protection, she withholds the avenging arms of her Son, and saves him” [= Kalau Allah murka kepada seorang manusia berdo­sa, dan Maria meletakkan orang itu di bawah perlindungannya, ia (Maria) menahan lengan yang mau membalas dendam dari Anaknya, dan menyelamatkan orang itu] - ‘The Glories of Mary’, hal 124.

· “O Immaculate Virgin, prevent thy beloved Son, who is irri­tated by our sins, from abandoning us to the power of the devil” (= Ya Perawan yang tak berdosa, cegahlah Anakmu yang kekasih, yang jengkel karena dosa-dosa kami, untuk tidak meninggalkan kami dalam kuasa setan) - The Glories of Mary, hal 248.

Pandangan Kristen:

a) Dua kutipan di atas ini jelas menunjukkan Yesus sebagai Hakim yang keras, kejam, dan tidak bijaksana, sedangkan Maria sebagai pengantara yang penuh kasih, kelembutan dan kebijaksanaan!

b) Dua kutipan di atas ini menunjukkan bahwa Allah / Yesus itu tidak maha kasih. Karena kalau Allah / Yesus itu maha kasih, bagaima­na Maria bisa lebih kasih dari Allah / Yesus?

c) Ini bukan sekedar merupakan suatu ajaran yang tidak alkitabiah, tetapi bahkan bisa dikatakan merupakan suatu penghujatan dan penghinaan terhadap Allah / Yesus!

7) Maria dianggap sebagai Co-Redeemer (= rekan Penebus).

a) Ajaran Justin Martyr (yang membandingkan Maria dengan Hawa) dan Ireneaus (yang mengatakan bahwa ketidaktaatan perawan Hawa ditebus oleh ketaatan perawan Maria) dikembangkan lagi, sehingga mereka berkata bahwa sebagaimana dosa pertama ma-suk ke dalam dunia melalui seorang perempuan (yaitu Hawa), de-mikian juga keselamatan itu datang melalui seorang perempuan (yaitu Maria).

b) Selanjutnya, Paus Benedict XV (1914-1922) dan Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa pada waktu Tuhan Yesus menderita dan mati di kayu salib, Maria juga ikut menderita (karena melihat Anaknya menderita begitu hebat), dan dengan penderitaan itu Maria, bersama-sama dengan Kristus, menebus dosa manusia.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mariology’: “The association of Mary in the work of Jesus developed into the view of Mary as everyone’s spiritual mother and as co-redemptrix - i.e., the partner with Jesus in the redemption of human beings. Her role in redemption was extended to her intercession in heaven and to the application of Christ’s merits to individual persons” (= ).

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci memang membandingkan Adam dan Kristus (Adam merupakan TYPE dari Kristus). Bandingkan dengan:

· Ro 5:15-19 - “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.

· 1Kor 15:21-22 - “Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.

Dosa masuk ke dalam dunia melalui Adam (karena Adam adalah wakil seluruh umat manusia), dan keselamatan datang melalui Kris­tus.

Tetapi Kitab Suci tidak pernah membandingkan Hawa dan Maria! Jadi disini lagi-lagi terlihat adanya ajaran yang sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci.

b) Kitab Suci berkata bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus (Mat 1:21 Kis 4:12). Dialah satu-satunya Juruselamat / Penebus dosa!

c) Sekalipun Maria memang pasti menderita waktu melihat Anaknya menderita di atas kayu salib, tetapi Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa dengan penderitaannya itu, Maria juga menjadi penebus dosa.

Bahwa Maria, yang adalah manusia biasa dan berdosa, bisa men-jadi Penebus dosa, merupakan ajaran yang bertentangan dengan Maz 49:8-9. Karena terjemahan Kitab Suci Indonesia dalam hal ini adalah salah, maka saya memberikan terjemahan dari NIV.

Maz 49:8-9 (NIV - Ps 49:6-7):

“No man can redeem the life of another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly, no payment is ever enough” (= Tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang lain, atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).
Kalau saudara berbicara dengan orang Roma Katolik tentang peng­geseran kedudukan Yesus oleh Maria, cerita di bawah ini mungkin bisa berguna bagi saudara.

Seorang ex pastor dari Montreal, Kanada, yang menjadi seorang Pendeta Presbyterian, dalam bukunya yang berjudul ‘Fifty Years in the Church of Rome’ [= Limapuluh tahun dalam gereja Roma (Katolik)], halaman 262, menceritakan percakapannya dengan us-kupnya sebagai berikut:

“My lord, who has saved you and me upon the cross?”

He answered, “Jesus Christ.”

“And who paid your debt and mine by shedding His blood; was it Mary or Jesus?”

He said, “Jesus Christ.”

“Now, my lord, when Jesus and Mary were on earth, who loved the sinner more; was it Mary or Jesus?”

Again he answered that it was Jesus.

“Did any sinner come to Mary on earth to be saved?”

“No.”

“Do you remember that any sinner has gone to Jesus to be saved?”

“Yes, many.”

“Have they been rebuked?”

“Never.”

“Do you remember that Jesus ever said to poor sinners, ‘Come to Mary and she will save you’?”

“No,” he said.

“Do you remember that Jesus has said to poor sinners, ‘Come to me’?”

“Yes, He has said it.”

“Has He ever retracted those words?”

“No.”

“And who was, then, the more powerful to save sinners?” I asked.

“O, it was Jesus!”

“Now, my lord, since Jesus and Mary are in heaven, can you show me in the Scriptures that Jesus has lost anything of His desire and power to save sinners, or that He has delegated this power to Mary?”

And the bishop answered, “No.”

“Then, my lord,” I asked, “why do we not go to Him, and to Him alone? Why do we invite poor sinners to come to Mary, when, by your own confession she is nothing compared with Jesus, in power, in mercy, in love, and in compassion for the sinner?”

To that the bishop could give no answer.

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

“Tuanku, siapa yang telah menyelamatkan kamu dan aku di salib?”

Ia menjawab: “Yesus Kristus”.

“Dan siapa yang telah membayar hutangmu dan hutangku dengan mencurahkan darahNya; Maria atau Yesus?”

Ia berkata: “Yesus Kristus”.

“Sekarang, tuanku, ketika Yesus dan Maria ada di bumi, siapa yang lebih mencintai orang berdosa; Maria atau Yesus?”

Lagi-lagi ia menjawab bahwa itu adalah Yesus.

“Pernahkah ada orang berdosa yang datang kepada Maria di bumi untuk diselamatkan?”

“Tidak”.

“Adakah engkau ingat bahwa ada orang berdosa yang telah pergi kepada Yesus untuk diselamatkan?”

“Ya, banyak”.

“Apakah mereka dimarahi?”

“Tidak pernah”.

“Apakah engkau ingat bahwa Yesus pernah berkata kepada orang- orang berdosa yang malang, ‘Datanglah kepada Maria and ia akan menyelamatkanmu’?”

“Tidak”, katanya.

“Apakah engkau ingat bahwa Yesus pernah berkata kepada orang- orang berdosa yang malang, ‘Datanglah kepadaKu’?”

“Ya, Ia telah mengatakan itu”.

“Apakah Ia pernah menarik kembali kata-kata ini?”

“Tidak”.

“Dan siapa yang pada saat itu lebih berkuasa untuk menyelamatkan orang berdosa?”, aku bertanya.

“O, itu adalah Yesus!”.

“Sekarang, tuanku, karena Yesus dan Maria ada di surga, bisakah engkau menunjukkan kepadaku dalam Kitab Suci bahwa Yesus telah kehilangan sedikitpun dari keinginan dan kuasaNya untuk menyela­matkan orang-orang berdosa, atau bahwa Ia telah menyerahkan kuasa ini kepada Maria?”

Dan uskup itu menjawab, “Tidak”.

“Kalau demikian, tuanku”, aku bertanya, “mengapa kita tidak pergi kepada Dia, dan hanya kepada Dia saja? Mengapa kita mengundang orang-orang berdosa yang malang untuk datang kepada Maria, se­dangkan menurut pengakuanmu sendiri ia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Yesus, dalam kuasa, dalam belas kasihan, dalam kasih, dan dalam perasaan kasihan untuk orang berdosa?”

Terhadap pertanyaan ini uskup itu tidak bisa memberi jawaban.

Ada orang-orang Katolik yang merasa bahwa dirinya tidak mempunyai sikap / kepercayaan terhadap Maria seperti yang saya katakan dalam 7 nomer di atas ini. Tetapi kalau demikian, maka sebetulnya mereka bukan Katolik. Dan mengingat bahwa Gereja Katolik memang mengajarkan hal-hal tersebut di atas, dan mereka tidak mempercayainya, mengapa gerangan mereka tidak meninggalkan saja Gereja Katolik yang tidak mereka percayai ajarannya tersebut?

C) Maria dianggap sebagai perawan yang abadi.

sampai sini

Orang Roma Katolik bukan hanya mengakui bahwa Maria adalah seo­rang perawan pada waktu mengandung dan melahirkan Kristus, tetapi juga bahwa keperawanan Maria bersifat abadi. Dengan kata lain, setelah kelahiran Yesuspun Yusuf, suami Maria, tetap tidak pernah berhubungan sex dengan Maria.

Loraine Boettner berkata:

“Says one Roman Catholic writer concerning the Virgin Mary: ’It cannot with decency be imagined that the most holy vessel which was once consecrated to be a receptacle of the Deity should be afterwards desecrated and profaned by human usage’” (= Kata seorang penulis Roma Katolik tentang Perawan Maria: ‘Tidak bisa dibayangkan dengan sopan bahwa tempat yang paling kudus / suci yang sekali pernah dikuduskan menjadi suatu wadah dari Allah lalu setelah itu dinajiskan / dinodai dan dicemarkan oleh penggunaan manusia’) - ‘Roman Catholicism’, hal 158.

Encyclopedia Britannica 2000: “A corollary that has been deduced from the doctrine of Mary’s virginity in the conception of Jesus is the doctrine of her perpetual virginity, not only in conception but in the birth of the child (i.e., she was exempt from the pain of childbirth) and after the birth throughout her life. This doctrine, which poses problems of biblical interpretation, was found in the writings of the Church Fathers and was accepted by the Council of Chalcedon (451). It is part of the teaching of the Orthodox and Roman Catholic churches and is also maintained by some Anglican and Lutheran theologians” (= ).

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru berbicara tentang saudara-saudara Yesus.

Perjanjian Lama, dalam Maz 69:9 menubuatkan tentang Mesias / Yesus dengan kata-kata sebagai berikut: “Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-saudaraku, orang asing bagi anak-anak ibuku”.

Catatan:

Bahwa Maz 69:9 memang merupakan nubuat tentang Mesias / Yesus, terlihat dari:

· Maz 69:10 - “sebab cinta untuk rumahMu menghanguskan aku, dan kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku” (bdk. Yoh 2:17).

· Maz 69:22 - “Bahkan, mereka memberi aku makan racun, dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam” (bdk. Mat 27:34 Yoh 19:28-29).

Catatan: Kata ‘racun’ dalam Maz 69:22 versi Kitab Suci Indonesia merupakan penterjemahan yang salah. Seharusnya adalah seperti NIV: ‘gall’ (= empedu). Jadi nubuat ini tergenapi dalam Mat 27:34.

Perjanjian Baru juga berkata bahwa Tuhan Yesus mempunyai saudara-saudara (Mat 13:54-56 Kis 1:14). Dan Luk 2:7 menyebut Tuhan Yesus sebagai ‘anak sulung’.

Adam Clarke (tentang Mat 13:55-56): “It is possible that brethren and sisters may mean here near relations, as the words are used among the Hebrews in this latitude of meaning; but I confess it does not appear to me likely. Why should the children of another family be brought in here to share a reproach which it is evident was designed for Joseph the carpenter, Mary his wife, Jesus their son, and their other children? Prejudice apart, would not any person of plain common sense suppose, from this account, that these were the children of Joseph and Mary, and the brothers and sisters of our Lord, according to the flesh? It seems odd that this should be doubted; but, through an unaccountable prejudice, Papists and Protestants are determined to maintain as a doctrine, that on which the Scriptures are totally silent, namely the perpetual virginity of the mother of our Lord” (= ).

Kata ‘saudara’ dalam ayat-ayat ini tidak bisa diartikan ‘sauda­ra sepupu’ seperti yang ditafsirkan oleh gereja Roma Katolik, karena:

¨ dalam bahasa Yunani, ‘saudara sepupu’ mempunyai istilahnya sendiri, yaitu yang digunakan dalam Kol 4:10 [Catatan: kata ‘kemenakan’ dalam Kol 4:10 versi Kitab Suci Indonesia adalah penterjemahan yang salah, karena seharusnya adalah ‘saudara sepupu’. Bandingkan dengan NIV yang menterjemahkan ‘cousin’ (= saudara sepupu)].

¨ tidak cocok dengan nubuat tentang Mesias / Yesus dalam Maz 69:9 di atas karena disana saudara-saudara Yesus itu disamakan dengan ‘anak-anak ibuku’.

b) Dalam Mat 1:24-25 dikatakan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir. Sekarang pikirkan sendiri bagaimana sau-dara menggunakan kata ‘sampai’. Kalau misalnya dikatakan bahwa kita libur sampai tanggal 1 Januari, maka bukankah itu berarti bahwa setelah itu kita tidak lagi libur? Jadi, kalau dikatakan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir, ini berarti bahwa sesudah kelahiran Yesus mereka hidup sebagai suami istri biasa / bersetubuh.

c) Dalam 1Kor 7:5 Allah justru melarang suami istri untuk melaku­kan ‘puasa sex’ terlalu lama. Karena itu tidak mungkin Allah lalu melarang Yusuf dan Maria melakukan puasa sex abadi!

d) Tidak ada perlunya / gunanya mempertahankan keperawanan Maria setelah Yesus lahir. Kristus memang harus lahir dari seorang perawan untuk menggenapi Yes 7:14 dan supaya Yesus bisa lahir tanpa dosa. Tetapi setelah Yesus lahir, keperawanan Maria itu tidak lagi perlu di-pertahankan.

e) Doktrin tentang keperawanan abadi dari Maria lagi-lagi merupakan ajaran yang sama sekali tidak punya dasar Kitab Suci! Kata-kata dari penulis Roma Katolik yang dikutip oleh Loraine Boettner di atas, hanya muncul dari logika orang yang sentimentil, dan bukan saja tidak punya dasar Kitab Suci sama sekali, tetapi bahkan bertentangan dengan Kitab Suci.

D) Immaculate Conception / Lahir dan hidup tanpa dosa.

Doktrin ini dikeluarkan oleh Paus Pius IX tanggal 8 Desember 1854, dan artinya adalah:

· Maria dikandung dan lahir tanpa dosa asal.

· Maria juga tidak berbuat dosa dalam sepanjang hidupnya.

· Maria bahkan dianggap sebagai ‘tidak bisa berbuat dosa’ (NON POSSE PECCARE (= not possible to sin).

Pandangan Kristen:

1) Alkitab berkata bahwa sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa semua manusia dikandung dan lahir dalam dosa dan bahkan berbuat dosa (Ayub 25:4 Maz 51:7 Maz 58:4 Pengkhotbah 7:20 Ro 3:10-12,23 Ro 5:12,19). Yang dikecualikan hanyalah Tuhan Yesus sendiri (2Kor 5:21 Ibr 4:15). Karena itu haruslah disimpulkan bahwa Maria adalah manusia berdosa seperti kita.

2) Dalam Luk 1:46-47, Maria menyebut Allah sebagai Juruselamatnya. Mengapa Maria membutuhkan Juruselamat kalau ia memang sama sekali tidak berdosa?

3) Dalam Luk 2:22-24, Maria mempersembahkan korban penghapus dosa (bdk. Im 12:1-8). Sekalipun kenajisan / ketidak-tahiran karena melahirkan anak itu bukanlah suatu dosa moral, tetapi bagaimanapun tidak tahir / najis sangat kontras dengan suci / tidak berdosa!

4) Mengapa Maria harus mati (Catatan: orang Roma Katolikpun percaya bahwa Maria mengalami kematian) kalau ia tidak berdosa? Kematian adalah upah dosa (Kej 2:16-17 Kej 3:19 Ro 5:12 Ro 6:23). Kristus memang juga mati meskipun Ia tidak berdosa, tetapi Ia mati untuk menebus dosa umat manusia. Bagaimana dengan Maria?

5) Tuhan Yesus suci karena Maria mengandung dari Roh Kudus, tetapi Maria dikandung oleh seorang perempuan yang mengandung dari laki-laki biasa. Bagaimana mungkin ia dikandung tanpa dosa dan dilahirkan tanpa dosa pula? Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

Ayub 25:4 - “Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.

Ro 3:23 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.

Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah ber(buat) dosa”.

Ro 5:19a - “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, ...”.

Kalau Maria dikandung dan lahir tanpa dosa, maka semua ayat-ayat di atas ini adalah salah!

6) Orang Roma Katolik menekankan kesucian Maria karena mereka ber-pendapat bahwa kalau Yesus itu suci, maka Maria, yang melahirkan-Nya, juga harus suci. Tetapi doktrin ini mempunyai konsekwensi logis sebagai berikut: kalau karena Yesus itu suci maka Maria harus suci, maka karena Maria suci kedua orang tua Maria harus suci. Dan kalau kedua orang tua Maria suci, maka keempat kakek nenek Maria harus suci. Kalau ini diteruskan maka akan menunjukkan bahwa Adam dan Hawapun harus suci! Ini adalah konsekwensi logis yang orang Roma Katolikpun tidak akan mau menerimanya!

7) Doktrin Immaculate Conception ini baru muncul pada tanggal 8 De-sember 1854. Mengapa dibutuhkan 18 abad untuk menemukan dok-trin ini? Jelas karena memang tidak pernah ada dalam Kitab Suci!

8) Doktrin ini ditentang oleh banyak orang, seperti:

a) Bapa-bapa gereja dan ahli-ahli theologia seperti Agustinus, Chrysostom, Eusebius, Ambrose, Anselm, Thomas Aquinas, Bona­venture, Cardinal Cajetan, dll.

b) Juga ditentang oleh beberapa Paus seperti Gregory the Great dan Paus Innocent III.

Padahal Roma Katolik menganggap tulisan dari bapa-bapa gereja sebagai tradisi yang setingkat dengan Firman Allah. Juga Roma Katolik percaya bahwa kata-kata Paus itu infallible (= tidak bisa salah). Lalu mengapa dalam hal ini mereka tidak mau menggu­bris pandangan / kata-kata dari bapa-bapa gereja maupun Paus?

E) Assumption of Mary.

Doktrin tentang The Assumption of Mary (= Kenaikan Maria ke surga secara jasmani) dikeluarkan oleh Paus Pius XII dengan embel-embel ‘EX CATHEDRA’ (= dari kursinya) pada tanggal 1 Nopember 1950.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘Assumption’: “in Roman Catholic and Eastern Christian theology, doctrine that Mary, the mother of Jesus, was taken (assumed) into heaven, body and soul, following the end of her life on Earth. There is no explicit mention of the Assumption in the New Testament, although various texts are frequently adduced to demonstrate the appropriateness of the doctrine, the imagery of which is related to the Ascension of Jesus into heaven. Theologically, the doctrine means that Mary’s redemption involved a glorification of her complete personality and anticipated the state promised to the rest of mankind. The doctrine’s development is closely related to a feast devoted to Mary that passed from a general celebration in her honour to one celebrated on August 15 commemorating her dormition, or falling asleep. The feast, which originated in the Byzantine Empire, was brought to the West, where the term Assumption replaced the earlier title to reflect increased emphasis on the glorification of Mary’s body as well as her soul. Although the dormition of Mary had been a frequent iconographic theme in the East, the theme of the Assumption was less prevalent there. An unwillingness to accept apocryphal (noncanonical and unauthentic) accounts of the Assumption caused some hesitation, but by the end of the European Middle Ages there had been a general acceptance of the doctrine in both the East and the West. The doctrine was declared dogma for Roman Catholics by Pope PIUS XII in the apostolic constitution Munificentissimus Deus on Nov. 1, 1950. The Assumption is not considered a revealed doctrine among the Eastern Orthodox and is considered an obstacle to ecumenical dialogue by many Protestants. The Assumption as a theme in Christian art originated in western Europe during the late Middle Ages - a period when devotion to the Virgin Mary was growing in importance. Since the 13th century the Assumption has been widely represented in church decoration, and during the Renaissance and Baroque periods it became a popular subject for altarpieces. Characteristic representations of the Assumption show the Virgin, in an attitude of prayer and supported by angels, ascending above her open tomb, around which the Apostles stand in amazement. Until the end of the 15th century, she is represented surrounded by a mandorla, or almond-shaped aureole; in the 16th century the mandorla was replaced by a cluster of clouds. The basic iconography of the theme, however, remained standard until its decline at the end of the 17th century” (= ).

Kepercayaan mereka tentang hal ini:

1) Tubuh Maria dibangkitkan sesaat setelah kematiannya, jiwa dan tubuhnya dipersatukan kembali dan ia diangkat ke surga, dan menjadi Ratu Surga.

Doktrin tentang kebangkitan Maria ini merupakan kesimpulan logis: karena Maria tidak berdosa, maka ia tidak dapat tetap ada dalam kebinasaan.

Tradisi mereka dalam hal ini berkata:

“On the third day after Mary’s death, when the apostles gath­ered together around her tomb, they found it empty. The sacred body had been carried up to the celestial paradise. Jesus himself came to conduct her hither; the whole court of heaven came to welcome with songs of triumph the mother of the divine Lord. What a chorus of exaltation. Hark how they cry. Lift up your gates, o ye princes, and be ye lifted up, o eternal gates, and the Queen of glory shall enter in” (= Pada hari yang ketiga setelah kematian Maria, ketika rasul-rasul berkumpul di sekitar kuburannya, mereka mendapati kubur itu kosong. Tubuh yang suci itu telah diangkat ke surga. Yesus sendiri datang untuk memim­pin Maria kesana; seluruh surga datang untuk menyambut dengan nyanyian kemenangan ibu dari Tuhan yang ilahi. Alangkah indah­nya pujian pemuliaan itu. Dengarlah bagaimana mereka berseru. Angkatlah pintu-pintu gerbangmu, ya kamu pangeran-pangeran, dan terangkatlah, ya pintu-pintu gerbang yang kekal, dan Ratu Kemuliaan akan masuk) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 162.

Catatan: Bandingkan kemiripan bagian terakhir dari kutipan ini dengan Maz 24:7-10! Hanya, Raja Kemuliaan, yang menunjuk kepada Tuhan, diganti dengan Ratu Kemuliaan, yang menunjuk kepada Maria!

Seorang yang bernama Gregory of Tours (Perancis) menulis buku yang berjudul ‘In Gloriam Martyrum’. Dalam buku itu ada cerita sebagai berikut:

“As Mary lay dying with the apostles gathered around her bed, Jesus appeared with His angels, committed her soul to the care of Gabriel, and her body was taken away in a cloud” (= Ketika Maria terbaring dalam keadaan sekarat / hampir mati dengan rasul-rasul berkumpul di sekeliling tempat tidurnya, Yesus menampakkan diri dengan malaikat-malaikatNya, me-nyerahkan jiwanya pada pemeliha­raan / penjagaan Gabriel, dan tubuhnya diangkat ke awan-awan) - Loraine Boettner, ‘Ro-man Catholicism’, hal 163.

Catatan:

· perhatikan bahwa cerita ini tidak sama dengan tradisi di atas. Lalu yang mana yang benar?

· Seorang kristen yang bernama Edwards J. Tanis berkata:

“There is no more evidence for the truth of this legend than for the ghost stories told by our grandfathers” (= tak ada lebih banyak bukti untuk kebenaran dari dongeng ini dari pada untuk dongeng-dongeng tentang hantu yang diceritakan oleh kakek-kakek kita) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 163.

Loraine Boettner sendiri berkata: “In the Roman Church so much of myth and legend has been added to Mary’s person that the real Mary has been largely forgotten” [= Dalam Gereja Roma begitu banyak mitos dan dongeng yang telah ditambahkan kepada pribadi Maria sehingga sebagian besar dari Maria yang sesungguhnya / yang asli telah dilupakan] - ‘Roman Catholicism’, hal 165.

2) Di surga Maria menduduki tempat yang lebih tinggi dari para orang suci atau penghulu malaikat. Ia dinobatkan sebagai Ratu Surga oleh Allah Bapa sendiri dan ia diberi tahta di sebelah kanan Anaknya.

Pandangan Kristen:

a) Memang kalau Maria tidak berdosa ia tidak mungkin tetap ada dalam kebinasaan. Tetapi perlu dipertanyakan: mengapa ia harus / perlu mati? Mengapa tidak langsung naik ke surga tanpa mengalami kematian seperti Elia dan Henokh?

b) Doktrin ini baru muncul tanggal 1 Nopember 1950. Mengapa dibu­tuhkan waktu 19 abad untuk menemukan doktrin ini? Jelas karena tidak pernah ada dalam Kitab Suci!

c) Perlu dipertanyakan pertanyaan ini: dengan tubuh apa Maria bangkit dan masuk ke surga? Sampai saat ini hanya Kristus yang mempunyai tubuh kebangkitan. Semua manusia baru menggunakan tubuh ke-bangkitan pada saat Kristus datang keduakalinya (Yoh 5:28-29 1Kor 15:20-23,50-55 1Tes 4:13-17)!

Saya ingin menutup pelajaran tentang Maria ini dengan memberikan 2 hal tambahan / pesan di bawah ini:

· Kalau Roma Katolik mengambil pandangan extrim kiri dengan memulia-kan Maria lebih dari seharusnya, janganlah orang kristen protestan lalu mengambil pandangan yang extrim kanan dengan menghina atau meren-dah­kan Maria. Maria tetap adalah orang beriman yang saleh, yang rela dipakai Tuhan sebagai alatNya untuk melahirkan Kristus!

· Kalau ada mujijat-mujijat yang berhubungan dengan Maria dan mendu-kung pandangan Roma Katolik tentang Maria (misalnya: bahwa Maria menampakkan diri dan mengaku sebagai Perawan tanpa dosa), maka sadarilah bahwa mujijat yang bertentangan dengan Kitab Suci itu pasti datang dari setan! Kitab Suci mengatakan bahwa Iblis bisa menyamar sebagai malaikat terang (2Kor 11:14), dan karena itu tidak terlalu meng-herankan kalau ia bisa menyamar sebagai Maria atau bahkan Yesus sen-diri. KATOLIK

Pelajaran IV

API PENCUCIAN

I) Sejarah singkat api pencucian:

Loraine Boettner, dalam bukunya ‘Roman Catholicism’, hal 228-229, menga-takan bahwa kepercayaan tentang adanya api pencucian ini berasal-mula dari gagasan tentang penyucian setelah kematian, dan ini sudah ada di kalangan orang India dan Persia, jauh sebelum Kristus dilahirkan. Ini juga merupakan sesuatu yang umum dalam pemikiran orang Mesir, Yunani dan Roma. Ini juga diterima oleh Plato, dan lalu pengaruh Yunani menyebarkannya ke Asia Barat, termasuk Palestina.

Dalam sejarah kekristen, ini sudah ada pada abad ke 2, yaitu dalam tulisan Marcion dan the Shepherd of Hermes. Lalu juga diajarkan oleh Origen pada abad ke 3. Bahkan muncul juga dalam tulisan Agustinus, tetapi ia juga menyatakan keraguannya tentang hal itu.

Doktrin tentang api pencucian ini untuk pertama kalinya disusun dalam bentuk formal oleh Gregory I, yang juga disebut Gregory the Great, pada tahun 593. Selanjutnya pada tahun 1439, doktrin ini diproklamirkan sebagai dogma oleh Council of Florence, dan lalu pada tahun 1548, diteguhkan lagi oleh Council of Trent.

II) Doktrin Roma Katolik tentang Api Pencucian:

Setelah kematian, manusia terpisah dalam 3 golongan:

1) Ada orang-orang yang langsung masuk ke neraka, yaitu:

· Orang yang tidak dibaptis / tidak berhubungan dengan gereja.

· Orang yang sudah dibaptis tetapi yang lalu melakukan mortal sin (= dosa besar / mematikan).

2) Ada orang-orang yang langsung masuk surga, yaitu orang percaya yang sempurna (orang suci, martyr) akan pergi ke surga.

Contoh: Rasul Paulus (Fil 1:21,23).

3) Ada orang-orang yang akan pergi ke purgatory (= api pencucian) yaitu orang percaya yang tidak sempurna.

a) Lamanya di api pencucian dan tingkat sakit yang harus dialami oleh orang itu tergantung pada dosanya.

Penderitaan dalam api pencucian ini sangat hebat, tidak berbeda dengan dalam neraka.

Loraine Boettner dalam bukunya ‘Roman Catholicism’, hal 220, mengutip Bellarmine, seorang ahli theologia Roma Katolik yang terkemuka, sebagai berikut:

“The pains of purgatory are very severe, surpassing anything endured in this life” (= Rasa sakit dari api pencucian itu sangat hebat, melebihi apapun yang dialami / dirasakan dalam hidup ini).

“According to the Holy Fathers of the Church, the fire of purgatory does not differ from the fire of hell, except in point of duration. ‘It is the same fire,’ says St. Thomas Aquinas, ‘that torments the reprobate in hell, and the just in purgatory. The least pain in purgatory,’ he says, ‘surpasses the greatest suffering in this life.’ Nothing but the eternal duration makes the fire of hell more terrible than that of purgatory” (= Menurut Bapa-bapa kudus dari Gereja, api dari api pencucian tidak berbeda dengan api dari neraka, kecuali dalam hal lamanya / waktunya. ‘Itu adalah api yang sama’, kata orang suci yang bernama Thomas Aquinas, ‘yang menyiksa orang jahat / orang yang ditetapkan untuk binasa dalam neraka, dan orang benar dalam api pencucian. Rasa sakit yang paling kecil di api pencucian’, katanya, ‘melebihi penderitaan yang paling besar dalam hidup ini’. Tidak ada sesuatu apapun kecuali lamanya yang kekal yang membuat api neraka lebih mengerikan / dahsyat dari pada api dari api pencucian).

Dan dalam buku yang lain, Bellarmine berkata:

“There is absolutely no doubt that the pains in some cases endure for entire centuries” (= Sama sekali tidak ada keraguan bahwa dalam kasus-kasus tertentu rasa sakit itu berlangsung untuk berabad-abad).

b) Paus mempunyai hak untuk mengurangi ‘masa penyucian’ ini, dan bahkan mengakhirinya, sedangkan pastor, sebagai wakil Paus, mempunyai hak yang terbatas.

Bagaimana Paus bisa mengurangi atau mengakhiri masa penyucian dalam api pencucian ini? Roma Katolik percaya akan adanya saints / orang-orang suci. Mereka ini adalah orang-orang yang dianggap telah melakukan perbuatan baik lebih dari yang diperlukan untuk masuk surga. Kelebihan perbuatan baik itu lalu ‘ditabung’, dan Paus berhak memberikan ‘tabungan’ itu kepada orang dalam api pencucian, sehingga mereka lalu dibebaskan dari api pencucian dan masuk ke surga. Ini disebut dengan istilah indulgence (= pengampunan dosa).

c) Hal-hal yang mengurangi ‘masa penyucian’:

· Pemberian uang (baik oleh orang yang mati itu pada waktu ia masih hidup, maupun oleh keluarganya setelah ia mati).

Loraine Boettner berkata:

“The doctrine of purgatory has sometimes been referred to as ‘the gold mine of the priesthood’ since it is the source of such lucrative income” (= Doktrin api pencucian kadang-kadang disebut sebagai ‘tambang emas keimaman’ karena itu merupakan sumber penghasilan yang menguntungkan) - ‘Roman Catholicism’, hal 222.

· Misa.

Untuk melaksanakan misa ini ada ‘ongkos’ yang harus dibayar! Besar kecilnya misa dipengaruhi oleh besar kecilnya ongkos, padahal besar kecilnya misa ini mempengaruhi ‘masa penyucian’.

Loraine Boettner berkata:

“The Irish have a saying: ‘High money, high mass; low money, low mass; no money, no mass’” (= Orang Irlandia mempunyai pepatah: ‘Uang besar, misa besar; uang kecil, misa kecil; tidak ada uang, tidak ada misa’) - ‘Roman Catholicism’, hal 185.

· Doa pastor.

· Surat pengampunan dosa (letter of indulgence).

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang surat pengampunan dosa:

* Surat pengampunan dosa ini mulai ada pada tahun 1190.

* Menjelang Reformasi (1517) surat pengampunan dosa ini dijual. Seorang yang bernama Tetzel, pada waktu menjual surat pengampunan dosa ini berkata:

“The moment the coin in the collection box rings, that moment the soul from purgatory springs” (= Pada saat koin berdenting di kotak kolekte, saat itu jiwa meloncat dari api pencucian) - Dr. Albert Freundt, ‘History of Modern Christianity’, hal 28.

Tetzel ini dengan begitu tidak tahu malu berkata bahwa ia menyelamatkan lebih banyak jiwa dari api pencucian dari pada apa yang dilakukan oleh Petrus melalui khotbahnya!

* Ini direstui oleh Council of Trent pada tahun 1593.

III) Dasar dari Api Pencucian:

1) Dari Apocrypha: 2Makabe 12:38-45 yang berbunyi sebagai berikut:

“Kemudian Yudas mengumpulkan bala tentaranya dan pergilah ia ke kota Adulam. Mereka tiba pada hari yang ke tujuh. Maka mereka menyucikan diri menurut adat dan merayakan hari Sabat di situ. Pada hari berikutnya waktu hal itu menjadi perlu pergilah anak buah Yudas untuk membawa pulang jenazah orang-orang yang gugur dengan maksud untuk bersama dengan kaum kera-bat mereka mengebumikan jenazah-jenazah itu di pekuburan nenek moyang. Astaga, pada tiap-tiap orang yang mati itu mereka temukan di bawah jubahnya sebuah jimat dari berhala-berhala kota Yamnia. Dan ini dilarang bagi orang-orang Yahudi oleh hukum Taurat. Maka menjadi jelaslah bagi semua orang mengapa orang-orang itu gugur. Lalu semua memuliakan tindakan TUHAN, Hakim yang adil, yang menyatakan apa yang tersembunyi. Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu. Kemudian dikumpulkannya uang ditengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati. Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka”.

Bagaimana text seperti ini, yang sama sekali tidak berbicara tentang api pencucian, bisa dijadikan dasar dari doktrin tentang api pencucian? Orang Roma Katolik berkata begini: Kalau orang-orang yang mati itu ada di surga ataupun neraka, maka tentu sia-sia mendoakan mereka. Bahwa mereka didoakan, itu menunjukkan bahwa mereka tidak berada di surga maupun di neraka, tetapi di api pencucian!

2) Dari Kitab Suci: Yes 4:4 Mikha 7:8-9 Zahk 9:11 Mal 3:2-3 Mat 12:32 1Kor 3:13-15 Yudas 22.

IV) Pandangan Kristen:

1) Tentang 2Makabe 12:38-45.

a) Ini termasuk dalam Apocrypha, dan Apocrypha bukan Kitab Suci.

Dalam 2Makabe ini terlihat dengan jelas pertentangan antara ajaran Kitab Suci dan Apocrypha.

Bagian Apocrypha ini memuji tindakan mendoakan orang mati, bahkan yang mati dalam dosa!

Kitab Suci tidak pernah menyuruh mendoakan orang yang sudah mati! Bahkan dalam 1Yoh 5:16 dikatakan sebagai berikut:

“Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberi hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan bahwa ia harus berdoa”.

Memang ayat ini menimbulkan banyak penafsiran tentang apa yang dimaksud dengan ‘dosa yang membawa maut’. Ada yang menganggap bahwa ini menunjuk pada dosa yang harus dijatuhi hukuman mati, ada pula yang menunjuk pada dosa menghujat Roh Kudus dalam Mat 12:31-32. Tetapi ada satu hal yang pasti yaitu: kalau mendoakan orang yang melakukan dosa yang membawa maut saja sudah dilarang (padahal orang itu masih hidup), apalagi mendoakan orang yang sudah ada di dalam maut / sudah mati! Karena itu jelas bahwa Kitab Suci melarang doa untuk orang yang sudah mati!

b) Disamping itu, 2Makabe 12:38-45 tidak berkata apa-apa tentang api pencucian. Andaikatapun doa untuk orang-orang yang telah mati itu menunjukkan bahwa mereka tidak ada di surga ataupun neraka, lalu apa dasarnya mengatakan bahwa mereka ada di ‘api pencucian’?

c) Menurut ajaran Roma Katolik sendiri orang-orang yang mempunyai jimat seperti dalam 2Makabe itu, akan langsung masuk neraka, karena ini termasuk mortal sin.

2) Tentang dasar Kitab Suci.

Dasar-dasar Kitab Suci mereka adalah ayat-ayat yang penafsirannya dipaksakan. Bacalah sendiri semua ayat-ayat dalam point III, no 2 itu, dan saudara bisa melihat bahwa tidak ada satupun ayat-ayat itu yang ber-bicara tentang api pencucian. Jelas sekali bahwa ajaran ini keluar bukan dari Kitab Suci tetapi dari manusia. Setelah ajarannya keluar, baru dicari-carikan dasar Kitab Sucinya.

3) Apa yang dilakukan oleh Kristus sudah lengkap, dan ini ditunjukkan oleh:

a) Seruan Yesus di atas kayu salib yang berbunyi: ‘Sudah selesai!’ (Yoh 19:30).

b) Kristus bisa bangkit dan ini membuktikan bahwa dosa yang Dia pikul itu memang sudah beres. Kalau tidak, karena dosa itu upahnya maut (Ro 6:23), maka Kristus tidak bisa bangkit / harus terus mati.

c) Kristus bisa naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Ini menunjukkan bahwa misinya membereskan dosa manusia memang sudah selesai.

Karena itu, orang yang betul-betul percaya kepada Yesus tidak bisa dihukum. Ini sesuai dengan Ro 8:1 yang berbunyi: “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus”.

Semua dosa, cacat cela dan ketidaksempurnaan kita sudah dibayar lunas oleh Kristus, sehingga tidak mungkin dihukumkan lagi kepada kita, baik di dalam dunia ini atau di api pencucian ataupun di neraka!

4) Ajaran tentang api pencucian (no II di atas) adalah ajaran yang didasarkan pada keselamatan melalui perbuatan baik (salvation by works) dan ini bertentangan dengan Gal 2:16,21 Ef 2:8-9.

5) Ajaran ini menyebabkan orang Roma Katolik takut pada kematian. Lebih-lebih kalau mereka tahu bahwa mortal sins mencakup hal-hal seperti:

· pelanggaran terhadap 10 hukum Tuhan.

· apa yang sering disebut dengan istilah ‘7 dosa maut’ (the seven deadly sins), yaitu:

* kesombongan / kecongkakan.

* ketamakan / keserakahan.

* nafsu berahi.

* kemarahan.

* kerakusan.

* iri hati.

* kemalasan.

· semua pelanggaran sexual, baik melalui perbuatan, kata-kata maupun pikiran.

· makan daging pada hari Jum’at.

· membolos dari misa hari Minggu tanpa alasan yang benar.

· mengikuti kebaktian Kristen Protestan.

· membaca Alkitab Protestan.

Catatan: Daftar ini saya ambil dari buku Loraine Boettner ‘Roman Catholicism’, hal 200.

Jelas tidak ada orang yang bisa bebas dari mortal sins ini, dan ini menyebabkan orang Roma Katolik takut, karena tidak adanya keyakinan keselamatan. Paling banter mereka bisa masuk api pencucian, dan ini menyakitkan dan menakutkan!

Perlu diketahui bahwa rasa takut seperti ini bertentangan dengan Ibr 2:14-15 dan 1Yoh 4:17-18.

Ibr 2:14-15 berbunyi:

“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut”.

1Yoh 4:17-18 berbunyi:

“Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih yang sempurna tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut ia tidak sempurna di dalam kasih”.

Catatan: perlu diperhatikan bahwa rasa takut yang dimaksudkan oleh 1Yoh 4:17-18 ini bukanlah seadanya rasa takut, tetapi rasa takut pada hari penghakiman / hukuman Allah.

6) Ajaran ini menunjukkan bahwa Allah tidak adil. Yang kaya bisa bebas dengan cepat karena bisa memberikan banyak persembahan, melakukan misa yang besar dsb. Sedangkan yang miskin tidak bisa melakukan hal-hal itu, sehingga tidak bisa bebas dari api pencucian. Sampai-sampai seorang bernama Finley Peter Dunne berkata sebagai berikut:

“It is as hard for a rich man to enter the kingdom of heaven as it is for a poor man to get out of purgatory” (= Sama sukarnya bagi orang kaya untuk masuk kerajaan surga dan bagi orang miskin untuk keluar dari api penyucian) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 497

7) Penjahat yang bertobat di kayu salib masuk Firdaus / surga (Luk 23:43), bukan neraka ataupun api pencucian. Padahal ia jelas bukan termasuk orang percaya yang sempurna! Bahkan hampir bisa dikatakan bahwa orang ini tidak pernah berbuat baik. Mungkin satu-satunya perbuatan baik yang ia lakukan adalah menegur penjahat satunya yang mengolok-olok Yesus (Luk 23:39-41). Ia bahkan belum sempat dibaptis ataupun pergi ke gereja. Menurut ajaran Roma Katolik, orang seperti ini bukan masuk api pencucian, tetapi langsung masuk neraka. Tetapi Yesus berkata kepada penjahat ini bahwa hari itu juga ia akan bersama Yesus di Firdaus / surga (Luk 23:43).

Cerita ini secara jelas menunjukkan betapa hebatnya kuasa dari penebusan dosa yang Yesus lakukan bagi kita! Bagaimanapun hebatnya dan banyaknya dosa saudara, hanya dengan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, saudara akan diampuni, dan dijamin pasti masuk surga!

Dan jelas bahwa cerita ini juga menunjukkan secara meyakinkan bahwa doktrin Katolik tentang keselamatan, api pencucian dsb, adalah ajaran yang bertentangan dengan Kitab Suci / ajaran Yesus sendiri!

Catatan: Bahwa Firdaus adalah sama dengan surga terlihat dari 2Kor 12:2,4. Dalam ay 2 Paulus berkata surga, tetapi dalam ay 4 ia berkata Firdaus. Ini menunjukkan kedua kata itu menunjuk pada tempat yang sama.

8) Seorang ahli theologia yang bernama Dr. Augustus H. Strong berkata sebagai berikut:

“But suffering has in itself no reforming power. Unless accompanied by special renewing influences of the Holy Spirit, it only hardens and embitters the soul. We have no Scriptural evidence that such influences of the Spirit are exerted, after death, upon the still impenitent; but abundant evidence, on the contrary, that the moral condition in which death finds men is their condition forever. ... To the impenitent and rebellious sinner the motive must come, not from within, but from without. Such motives God presents by His Spirit in this life; and when this life ends and God’s Spirit is withdrawn, no motive to repentance will be presented. The soul’s dislike for God will issue only in complaint and resistance” (= Tetapi penderitaan dalam dirinya sendiri tidak mempunyai kuasa untuk mengubah / memperbaiki. Kecuali dibarengi oleh pengaruh memperbaharui yang khusus dari Roh Kudus, penderitaan hanya mengeraskan dan memahitkan jiwa. Kami tidak mempunyai bukti Kitab Suci bahwa pengaruh Roh seperti itu digunakan setelah kematian terhadap orang-orang yang tidak / belum bertobat, tetapi sebaliknya ada banyak bukti bahwa kondisi moral pada saat seseorang itu mati merupakan kondisinya untuk selama-lamanya. ... Bagi orang berdosa yang tidak / belum bertobat dan bersifat pemberontak, motivasi / dorongan harus datang, bukan dari dalam, tetapi dari luar. Motivasi / dorongan seperti itu diberikan Allah oleh RohNya dalam hidup ini; dan pada waktu hidup ini berakhir dan Roh Allah ditarik kembali, tidak ada motivasi / dorongan untuk bertobat yang akan diberikan. Ketidaksenangan jiwa kepada Allah akan menghasilkan keluhan dan perlawanan) - A. H. Strong - ‘Systematic Theology’, hal 1041-1042.

Dengan demikian adalah suatu omong kosong bahwa api pencucian bisa menyucikan seseorang dengan menggunakan penderitaan yang begitu hebat setelah orang itu mati.

9) Ada 2 pertanyaan serangan:

a) Mengapa misa, yang bisa melepaskan orang dari api pencucian dan membawanya ke surga, tidak digratiskan kalau Paus / pastor-pastor itu memang adalah orang yang baik? Sebaliknya, pada waktu ada seseorang menderita karena kematian orang yang dicintainya, pastor hanya mau memberikan misa dengan biaya tertentu. Jadi, boleh dikatakan orang yang sudah menderita karena kematian orang yang ia cintai itu, masih diperas lagi uangnya! Bukankah ini merupakan suatu tindakan yang tidak kasih, dan bahkan kejam? Dan mengapa tuntutan ‘harus membayar’ itu bertentangan sekali dengan tawaran keselamatan / pengampunan secara cuma-cuma dari Allah seperti yang terlihat dalam 2 ayat di bawah ini?

Yes 55:1 - “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran”.

Ro 3:23-24 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.

b) Bagaimana kita bisa tahu roh seseorang itu sudah pindah dari api pencucian ke surga atau belum? Dengan kata lain, sampai kapan keluarga dari si mati itu harus memberi persembahan, mengadakan misa dsb?

Loraine Boettner mengutip Dr. Robert Ketcham, dalam suatu buku tipis yang berjudul ‘Let Rome Speak for Herself’, hal 20, yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pastor sebagai berikut:

“How do you know, Mr Priest, when to stop praying and taking money from your parishioners for a given case? How do you know when John Murphy is out of purgatory? His getting out is dependent upon the saying of masses paid for by his bereaved ones. If you stop one or two masses too soon, what then? If you keep on saying masses for the fellow after he is out, that is bad. It is bad either way you come at it. I ask seriously, Sir, Mr Roman Catholic Priest, How do you know when to stop saying masses for a given individual? Do you have some kind of a connection with the unseen world?” [= Bagaimana kamu tahu, Tuan Pastor, kapan berhenti berdoa dan mene-rima uang dari jemaatmu dalam suatu kasus? Bagaimana kamu tahu kapan John Murphy keluar dari api pencucian? Keluarnya dia tergantung dari pengadaan misa yang dibayar oleh orang-orang yang kehilangan orang yang dikasihinya. Jika kamu berhenti satu atau dua misa terlalu cepat, lalu bagaimana? Jika kamu terus mengadakan misa untuk seseorang setelah ia keluar (dari api pencucian) maka itu jelek. Jadi, yang pertama maupun yang kedua sama-sama jelek. Saya bertanya secara serius, Tuan, Tuan Pastor Roma Katolik, Bagaimana kamu tahu kapan harus menghentikan misa untuk seorang individu tertentu? Apakah kamu mempunyai suatu hubungan tertentu dengan dunia yang tidak kelihatan?] - ‘Roman Catholicism’, hal 224.

Loraine Boettner lalu menambahkan:

“The fact is that Roman Catholic priest admit that they have no way of knowing when a soul is released from purgatory” (= Faktanya adalah bahwa pastor Roma Katolik mengakui bahwa mereka tidak mempunyai jalan untuk mengetahui kapan jiwa seseorang itu dibebaskan dari api pencucian) - ‘Roman Catholicism’, hal 224.

10)Loraine Boettner menceritakan percakapan antara seorang yang bernama Norman Porter, dengan seorang pastor. Ternyata pastor itu yakin bahwa ia tidak cukup sempurna untuk masuk surga, dan karenanya ia harus masuk ke api pencucian bila ia mati. Ini sesuatu yang aneh, karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus harus yakin akan keselamatannya sesuai dengan 1Yoh 5:13 berbunyi: “Semuanya ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”.

Lebih dari itu, pastor itu juga tidak tahu kapan ia akan keluar dari api pencucian. Sesuatu yang aneh tetapi nyata adalah bahwa ia bahkan ia juga yakin bahwa kalau Paus mati, iapun akan pergi ke api pencucian.

Loraine Boettner menutup cerita ini dengan kata-kata sinis:

“What a message for a perishing world!” (= Betul-betul suatu berita yang hebat untuk dunia yang sedang binasa!) - ‘Roman Catholicism’, hal 232-233. KATOLIK

Pelajaran V

SAKRAMEN

Kristen hanya mempunyai 2 sakramen yaitu:

1) Baptisan.

2) Perjamuan Kudus.

Tetapi Roma Katolik mempunyai 7 sakramen yaitu:

1) Baptisan / permandian.

2) Confirmation / penguatan.

3) Eucharist / Komuni / Perjamuan.

4) Penance / Pengakuan Dosa.

5) Extreme Unction / Perminyakan (untuk orang yang mau mati)

6) Orders / Imamat (untuk orang yg mau menjadi hamba Tuhan).

7) Marriage / pernikahan.

Catatan: No 1-5 diharuskan, tetapi no 6 & 7 pilihan, artinya hanya bisa diterima salah satu. Yang menjadi hamba Tuhan tidak boleh menikah, dan yang menikah tidak boleh menjadi hamba Tuhan.

I) Istilah ‘Sakramen’:

· Istilah ini tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi ajarannya ada. Band­ingkan dengan istilah ‘Tritunggal’ yang juga tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi ajarannya jelas sekali ada.

· Dahulu istilah ini berarti: Uang yang didepositkan oleh satu pihak dalam perkara hukum.

· Istilah ‘sacramentum’ (bahasa Latin) menunjukkan suatu sumpah setia yang dilakukan oleh seorang tentara.

· Istilah ini lalu digunakan oleh gereja untuk upacara-upacara keaga­maan.

II) Syarat-syarat Sakramen:

Supaya tidak segala sesuatu dianggap sebagai sakramen, maka perlu batasan-batasan / syarat-syarat sehinggga suatu hal itu bisa disebut sebagai sakramen. Syaratnya:

1) Diperintahkan oleh Kristus / Allah sendiri.

2) Ada visible sign (= tanda yang bisa dilihat).

3) Ada invisible grace (= kasih karunia yang tidak kelihatan) yang dilam-bangkan oleh visible sign tersebut.

Berdasarkan syarat-syarat ini, maka dalam Perjanjian Lama hanya Sunat dan Perjamuan Paskah yang dianggap sebagai sakramen, dan dalam Perjanjian Baru hanya Baptisan dan Perjamuan Kudus yang dianggap sebagai sakramen.

Catatan: tidak adanya ayat-ayat Kitab Suci yang mengajarkan syarat-syarat sakramen seperti di atas, menyebabkan hal ini memang tidak bisa diterima secara mutlak. Karena itu, dalam pembahasan 7 sakramen Roma Katolik, saya tidak terlalu menekankan apakah itu sakramen atau bukan, tetapi saya lebih menekankan arti dari hal yang dianggap sebagai sakramen itu.

III) Sejarah singkat 7 Sakramen:

· Sampai lebih dari 1000 tahun sesudah Kristus tidak pernah ada orang yang mengajar bahwa ada 7 sakramen.

· Orang yang pertama yang mengajarkan adanya 7 sakramen adalah Peter Lombard (1100-1164).

· Pada tahun 1439 Council of Florence menetapkan 7 sakramen itu.

· Akhirnya Council of Trent mengutuk orang yang menambahi atau mengu­rangi 7 sakramen itu dengan kata-kata sebagai berikut:

“If any one saith that the sacraments of the New Law were not instituted by Jesus Christ, our Lord; or that they are more, or less, than seven, to wit, baptism, confirmation, the eucharist, penance, extreme unction, orders, and matrimony; or even that any one of these seven is not truly and properly a sacrament, let him be anathema” (= Jika seorang berkata bahwa sakramen-sakramen dari Hukum Baru tidak diadakan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita; atau bahwa sakramen-sakramen itu ada lebih, atau kurang, dari tujuh, yaitu, baptisan, penguatan, komuni, pengakuan dosa, perminyakan, imamat, dan pernikahan, atau bahkan bahwa salah satu dari tujuh sakramen ini tidak sungguh-sungguh dan benar-benar sakramen, biarlah ia terkutuk) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 189.

IV) Pembahasan 7 Sakramen Roma Katolik:

1) Baptisan:

Roma Katolik mempercayai dan mengajarkan bahwa:

a) Baptisan bukan sekedar merupakan simbol / tanda lahiriah tetapi merupakan cara untuk melahirbarukan seseorang. Ini menyebabkan orang itu lalu bisa taat kepada Allah.

b) Baptisan itu memberikan pengampunan atas dosa-dosa yang lalu, baik dosa asal maupun dosa perbuatan.

c) Baptisan ini mutlak perlu untuk keselamatan:

· Orang yang tidak dibaptis (bayi sekalipun) tidak mungkin masuk surga. Ajaran bahwa bayi yang tidak dibaptis tidak bisa masuk surga, banyak ditentang sehingga Roma Katolik lalu menciptakan dok­trin tentang Limbus Infantum (tempat netral antara surga dan neraka untuk bayi-bayi yang mati sebelum dibaptis).

· Kemutlakan baptisan ini menyebabkan:

* adanya baptisan sebelum lahir (prenatal baptism).

* adanya baptisan untuk orang yang sudah koma (Saya bahkan pernah mendengar tentang adanya baptisan terhadap orang yang sudah mati).

Kalau mereka membaptis orang yang koma, maka ada wakil yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan dari pastor / si pembaptis, dan berdasarkan jawaban si wakil itu, orang koma itu lalu dibaptis.

* ini dijadikan satu-satunya sakramen yang boleh dilakukan oleh sembarang orang (perempuan sekalipun).

Pandangan Kristen:

a) Baptisan tidak melahirbarukan.

Baptisan memang adalah sakramen yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus sendiri (Mat 28:19), tetapi baptisan tidak melahirbarukan.

Kelahiran baru adalah sepenuhnya pekerjaan Roh Kudus di alam bawah sadar dan manusia pasif total. Ini sama seperti dalam kelahiran jasmani, dimana seorang bayi juga pasif total dan sedikitpun tidak membantu kelahiran dirinya sendiri! Karena itu kelahiran baru tidak mungkin terjadi oleh baptisan. Kalau baptisan bisa mela­hirbarukan, itu berarti bahwa kelahiran baru adalah pekerjaan manusia yang terjadi di alam sadar, dan ini jelas salah.

Bacalah Yoh 3:1-8 yang berbicara tentang kelahiran baru dan saudara akan melihat bahwa dalam bagian itu terus menerus digunakan kata bentuk pasif ‘dilahirkan’ (ay 3,4,5,6,7,8).

Dalam Kis 16:14-15 Lidia mengalami kelahiran baru (‘Tuhan membuka hatinya’ - ay 14b), lalu ia mendengar Injil / Firman Tuhan, lalu percaya, lalu dibaptis. Kelahiran baru memang harus terjadi lebih dulu, baru orangnya bisa mendengar dan mengerti Injil (bdk. 1Kor 2:14), dan percaya kepada Yesus. Ini menunjukkan bahwa bukan baptisan yang menyebabkan kelahiran baru.

b) Baptisan tidak menyebabkan dosa diampuni.

Kita diampuni dosanya bukan karena baptisan tetapi karena kita beriman / percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Kalau kita mendapat pengampunan dosa karena baptisan, itu berarti kita selamat karena perbuatan baik, dan itu bertentangan dengan ayat-ayat seperti:

Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.

Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Ro 3:27-28 - “Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

· Ayat-ayat seperti Mark 1:4 Mark 16:16 Kis 2:38 tidak boleh diartikan berlawanan dengan Ef 2:8-9 Gal 2:16,21 Ro 4:27-28 di atas. Karena itu Mark 1:4 Mark 16:16 Kis 2:38 harus diartikan bahwa iman / pertobatan, dan bukan baptisan, yang menyebabkan kita diampuni (Bdk. Yoh 3:15-16 Kis 16:31 yang juga menekankan iman / percaya sebagai syarat selamat). Baptisan hanya mem-buktikan iman orang itu, artinya kalau ia memang betul-betul percaya kepada Yesus, ia tentu mau dibaptis.

· Dalam Kis 8:13 Simon sudah dibaptis, tetapi penggambaran ten-tang Simon dalam Kis 8:20-23 jelas menunjukkan bahwa dia belum diampuni atau dilahirbarukan. Percayanya jelas adalah kepercaya-an yang palsu. Jadi jelas bahwa baptisannya tidak melahirbarukan / menyelamatkan / mengampuni dosa Simon.

· Sebaliknya, dalam Luk 19:9 Yesus berkata bahwa Zakheus sudah selamat (karena ia percaya), padahal ia belum dibaptis.

· Kis 10:43-48 menunjukkan bahwa urut-urutannya adalah:

Mendengar Injil ® percaya ® selamat / terima Roh Kudus ® dibaptis.

Jadi lagi-lagi terlihat bahwa keselamatan sudah terjadi padahal orangnya belum dibaptis.

· Kalau memang baptisan menyelamatkan dan mengampuni dosa, lalu apa gunanya Pemberitaan Injil? Tetapi dalam Kitab Suci Pem-beritaan Injil sangat ditekankan, dan baptisan tidak pernah dipi-sahkan dari Pemberitaan Injil (Mat 28:19 Kis 2:41 Kis 8:4-12 Kis 8:34-38 Kis 9:4-6,17-19 Kis 10:34-38 Kis 16:14-15,31-33 Kis 18:5,8 Kis 19:5). Mengapa demikian? Jelas karena imanlah, bu-kan baptisan, yang menyebabkan kita diselamatkan.

c) Sekalipun baptisan adalah perintah Tuhan, tetapi baptisan tidak mut-lak perlu untuk keselamatan.

Memang kalau kita percaya dengan sungguh-sungguh kepada Yesus, maka kita harus mau dibaptis. Kalau seseorang berkata bahwa ia percaya kepada Yesus tetapi ia tidak mau dibaptis, saya yakin bahwa iman orang itu tidak sungguh-sungguh (bdk. Yak 2:17,26), dan ia tentu tidak selamat. Tetapi dalam hal ini ia tidak selamat bukan karena belum / tidak dibaptis, tetapi karena imannya tidak sungguh-sungguh.

Jadi, yang merupakan syarat mutlak untuk keselamatan adalah iman, bukan baptisan! Itu sebabnya kalau ada orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus, tetapi tidak sempat dibaptis, maka ia tetap selamat! Contoh yang jelas dalam Kitab Suci adalah penjahat yang bertobat (Luk 23:43). Ia tidak pernah / tidak sempat dibaptis, tetapi ia percaya kepada Yesus dan Yesus berkata bahwa ia akan masuk Firdaus / surga. Ini jelas menunjukkan bahwa baptisan bukan-lah syarat mutlak untuk masuk surga.

d) Tentang:

· Limbus Infantum.

· baptisan untuk orang koma.

· baptisan untuk orang mati.

· baptisan sebelum lahir.

Semua ini tidak ada dasar Kitab Sucinya.

Tentang baptisan orang koma:

Baptisan untuk orang dewasa hanya bisa dilakukan kalau orangnya sudah mendengar Injil dan percaya kepada Yesus. Karena itu bahwa dalam baptisan orang koma ada wakil yang menjawab pertanyaan pastor, itu betul-betul merupakan sesuatu yang menggelikan dan tidak Alkitabiah.

Saya pernah mendengar ada orang koma dibaptis, tetapi ia lalu tidak jadi mati. Dan pada waktu ia menjadi orang kristen protestan, ia lalu dituntut untuk pergi ke gereja Katolik, berdasarkan janji wakilnya pada waktu dibaptis. Tetapi ia berkata: itu janjinya si wakil, bukan janjiku!

Tentang baptisan orang mati:

Kalau memang orang mati bisa diselamatkan melalui baptisan, untuk apa repot-repot memberitakan Injil / Firman Tuhan? Biarkan saja semua orang tidak percaya Yesus, tetapi nanti kalau mereka sudah mati kita baptiskan. Mungkin juga sebaiknya pastor pergi ke kuburan dan membaptis semua mayat di sana.

2) Confirmation (= Penguatan):

a) Dilakukan terhadap orang yang sudah dibaptis.

b) Dilakukan dengan penumpangan tangan dan dengan minyak dan kata-kata:

“I sign you with the sign of the cross, and confirm you in the annointing of salvation in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit” (= Aku menandai engkau dengan tanda salib dan menguatkan engkau dalam pengurapan keselamatan dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus) - Dr. Albert Freundt, ‘History of Modern Christianity’, hal 4.

c) Orang yang menerima sakramen ini menerima Roh Kudus / kasih karunia Roh Kudus dengan mana ia bisa menghindari dosa-dosa pada saat ia sudah mulai bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya sendiri dan pada saat percobaan-percobaan dalam hidupnya menjadi lebih berat. Karena itu umumnya dilakukan pada masa remaja.

d) Dasar Kitab Suci yang sering digunakan adalah Kis 14:22

Pandangan Kristen:

a) Confirmation ini bukan sakramen karena tidak memenuhi 3 persyarat-an dalam no II di atas (Syarat-syarat sakramen). Mungkin orang Katolik akan berkata bahwa tanda yang kelihatan adalah ‘minyak’ dan ini melambangkan kasih karunia yang tidak kelihatan yaitu ‘Roh Kudus’. Tetapi, dimana dalam Kitab Suci ada perintah untuk melaku-kan hal seperti itu?

b) Orang menerima Roh Kudus pada saat ia percaya kepada Yesus (Yoh 7:38-39 Ef 1:13). Jadi tidak ada hamba Tuhan yang diperlukan untuk menumpangkan tangan sehingga Roh Kudus lalu diberikan.

Beberapa ayat Kitab Suci yang kelihatannya menunjukkan adanya penumpangan tangan yang menyebabkan penerimaan Roh Kudus:

· Kis 8:14-19 kelihatannya menunjukkan gap (= selang waktu) antara saat seseorang percaya dan saat ia menerima Roh Kudus. Dan bagian ini kelihatannya juga menunjukkan adanya hamba Tuhan yang dibutuhkan untuk memberikan Roh Kudus Harus diakui ayat-ayat ini adalah bagian yang sukar yang menimbulkan banyak perdebatan tetapi ada satu hal yang pasti, yaitu bahwa ayat-ayat ini tidak berhubungan dengan confirmation karena di situ tidak digunakan minyak.

Catatan: Kalau saudara ingin mengerti penafsiran dari Kis 8:14-19, bacalah buku saya yang berjudul KHARISMATIK.

· Kis 9:17 menunjukkan bahwa Paulus ditumpangi tangan oleh Ananias, sehingga menerima Roh Kudus. Tetapi ini juga tidak bisa dijadikan dasar confirmation karena:

* di situ tidak digunakan minyak.

* hal ini terjadi sebelum baptisan (baptisannya baru terjadi pada ay 18).

· Kis 19:5-6 juga tidak bisa dijadikan dasar confirmation karena di situ juga tidak digunakan minyak.

c) Kesucian dan pertumbuhan kekuatan iman / rohani tidak datang karena confirmation atau sakramen tetapi karena Firman Tuhan dan doa (Mazmur 119:9 Matius 26:41).

d) Dalam Kis 14:22 dikatakan bahwa Paulus dan Barnabas menguatkan hati murid-murid / orang kristen di Antiokhia. Tetapi bagaimana Paulus dan Barnabas menguatkan mereka? Apakah dengan sakramen, confirmation, pengurapan mengunakan minyak? Sama sekali tidak! Bacalah sendiri Kis 14:22 - “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara”.

Jelas terlihat bahwa penguatan itu diberikan dengan menggunakan nasehat Firman Tuhan! Bagaimana mungkin ayat seperti ini bisa dijadikan dasar dari sakramen confirmation?

3) Eucharist (= Komuni):

Sekalipun sudah dibaptis dan dikuatkan (sakramen 1 & 2), seseorang masih bisa jatuh dalam dosa. Eucharist memberikan kasih karunia pe-lengkap untuk kebutuhan rohani sehari-hari.

a) Makna Eucharist:

Sekalipun Eucharist mirip dengan Perjamuan Kudus dalam gereja kristen, tetapi arti / maknanya sangat berbeda.

1. Gereja Roma Katolik percaya bahwa pada saat pastor mengucap-kan kata-kata bahasa Latin: “HOC EST CORPUS MEUM” (= This is my body / Inilah TubuhKu), roti dan anggur betul-betul berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Doktrin ini disebut TRANSUB-STANTIATION (= a change of substance / perubahan zat). Doktrin ini mulai diajarkan pada abad ke 9 oleh seorang yang bernama Radbertus yang mengatakan bahwa pada saat Eucharist, terjadi suatu mujijat dimana roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Transubstantiation menjadi dogma resmi pada tahun 1059 dan diproklamirkan oleh Paus Innocent III pada tahun 1215.

Catatan: Kata-kata “HOC EST CORPUS MEUM” belakangan dipakai oleh tukang sihir / sulap dan diubah menjadi “HOCUS POCUS”.

Teori Thomas Aquinas (1225-1274):

“The substance of bread and wine are changed into the body and blood of Christ during communion while the accidents (appear­ence, taste, smell) remain the same” [= Zat dari roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus pada saat komuni, sementara accidentsnya (penampilannya / kelihatannya, rasanya, baunya) tetap sama].

2. Eucharist adalah pengulangan pengorbanan Kristus!

Bahwa Roma Katolik mempunyai pandangan bahwa Eucharist adalah suatu pengulangan pengorbanan Kristus, terlihat dengan jelas dari:

· New York Cathechism:

“Jesus Christ gave us the sacrifice of the Mass to leave His Church a visible sacri­fice which continues His sacrifice on the cross until the end of time. The Mass is the same sacrifice as the sacrifice of the cross. Holy communion is the receiving of the body and the blood of Jesus Christ under the appearence of bread and wine” (= Yesus Kristus memberi kepada kita pengorbanan misa untuk meninggalkan bagi GerejaNya suatu pengorbanan yang kelihatan yang meneruskan pengorbananNya pada kayu salib sampai akhir jaman. Misa itu adalah pengorbanan yang sama seperti pengorbanan di kayu salib. Komuni kudus adalah penerimaan tubuh dan darah Kristus di bawah penampilan roti dan anggur) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 168.

· Pernyataan Council of Trent yang berbunyi:

“The sacrifice (in the Mass) is identical with the sacrifice of the Cross, inasmuch as Jesus Christ is a priest and victim both. The only difference lies in the manner of offering, which is a bloody upon the cross and bloodless on our altars” [= Pengorbanan (dalam Misa) adalah identik dengan pengorbanan di kayu salib, karena Yesus Kristus adalah imam maupun korban. Satu-satunya perbedaan terletak dalam cara pengorbanannya, yang merupakan pengorbanan berdarah di kayu salib dan tanpa darah pada altar kami] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 169.

· Roman Catholic Catechism of Christian Doctrine yang memuat tanya jawab sebagai berikut:

“Is the Holy Mass one and the same sacrifice with that of the Cross?” - Question 278 (= Apakah Misa Kudus / Suci adalah korban yang satu dan sama dengan korban pada Salib? - Pertanyaan 278).

“The Holy Mass is one and the same sacrifice with that of the Cross, inasmuch as Christ, who offered Himself, a bleeding victim, on the Cross to His Heavenly Father, continues to offer Himself in an unbloody manner on the altar, through the ministry of His priests” (= Misa Kudus / Suci adalah korban yang satu dan sama dengan korban pada Salib, karena Kristus, yang mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban berdarah pada Salib kepada Bapa SurgawiNya, terus mempersembahkan diriNya sendiri dengan cara tidak berdarah pada altar, melalui pelayanan imam-imam / pastor-pastorNya) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 173-174.

Kedua point di atas (point 1. dan 2.) menyebabkan dalam gereja Roma Katolik ada pandangan yang yang sangat tinggi terhadap pastor. Ini terlihat dari 2 kutipan yang diberikan oleh Loraine Boettner di bawah ini:

¨ Dari ketetapan Council of Trent, yang berbunyi sebagai berikut:

“The priest is the man of God, the minister of God. ... He that despiseth the priest despiseth God; he that hears him hears God. The priest remits sins as God, ... It is clear that their function is such that none greater can be conceived. Wherefore they are justly called not only angels, but also God, holding as they do among us the power and authority of the immortal God” (= Imam / pastor adalah seorang dari Allah, pelayan Allah. ... Ia yang menghina imam / pastor menghina Allah, ia yang mendengarkannya mendengarkan Allah. Imam / pastor mengampuni dosa seperti Allah, ... Jelaslah bahwa fungsi mereka adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada yang lebih besar yang bisa dipikirkan / dibayangkan. Karena itu secara tepat mereka disebut bukan hanya malaikat, tetapi juga Allah, dan di antara kita mereka memegang kuasa dan otoritas dari Allah yang tidak bisa binasa) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 51.

¨ Dari suatu buku Roma Katolik yang berbunyi sebagai berikut:

“Without the priest the death and passion of our Lord would be of no avail to us. See the power of the priest! By one word from his lips he changes a piece of bread into a God! A greater fact than the creation of a world. If I were to meet a priest and an angel, I would salute the priest before saluting the angel. The priest holds the place of God” [= Tanpa imam / pastor kematian dan penderitaan Tuhan kita akan tidak ada gunanya bagi kita. Lihatlah kuasa dari imam / pastor! Dengan satu kata dari bibirnya ia mengubah sepotong roti menjadi Allah! Suatu fakta yang lebih besar dari pada penciptaan suatu dunia. Jika aku bertemu dengan seorang imam / pastor dan seorang malaikat, maka aku akan memberi hormat kepada imam / pastor sebelum aku memberi hormat kepada malaikat. Imam / pastor memegang tempat / menggantikan Allah] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 51.

b) Dalam pelaksanaan Eucharist, anggur tidak dibagikan kepada jemaat.

Mulai tahun 1414-1415 Council of Constance memutuskan bahwa anggur tidak lagi dibagikan kepada jemaat, tetapi hanya untuk pastor-nya saja. Jadi yang dibagikan kepada jemaat hanyalah rotinya saja.

Keputusan ini diteguhkan oleh Council of Trent (1545-1563).

Dasar pemikiran mereka:

· supaya ‘darah’ Kristus tidak tumpah.

· dalam ‘tubuh’ sudah ada ‘darahnya’. Jadi waktu jemaat menerima ‘tubuh’, mereka sebetulnya juga menerima ‘darah’.

c) Eucharist adalah hal yang terpenting dalam misa; lebih penting dari-pada Firman Tuhan.

d) Dahulu, orang yang mau mengikuti Eucharist / misa, harus puasa total sejak tengah malam. Sekarang, mereka hanya puasa terhadap ma-kanan padat 1 jam sebelum misa dan tidak perlu puasa air - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 170.

Pandangan Kristen:

a) Tubuh jasmani Kristus bukanlah Allah dan tidak bersifat ilahi, sehing-ga tidak bersifat mahaada. Kitab Suci tidak pernah menggambarkan bahwa tubuh Kristus bisa ada di dua tempat yang berbeda pada saat yang sama. Sekarang, setelah kenaikan Yesus ke sorga, tubuh Kris-tus ada di surga dan Ia hadir di dunia melalui Roh Kudus. Karena itu dalam Perjamuan Kudus Kristus tidak hadir secara jasmani!

b) Pada waktu Yesus mengambil roti, memecah-mecahkannya dan ber-kata “Inilah tubuhKu” (Mat 26:26), maksudnya hanyalah bahwa roti merupakan simbol dari tubuhNya. Demikian juga pada waktu Ia mengambil cawan anggur dan berkata “Inilah darahKu” (Mat 26:27-28), maka maksudNya hanyalah bahwa anggur merupakan simbol dari darahNya. Jadi tidak boleh diartikan bahwa saat itu roti betul-betul berubah menjadi tubuh Kristus dan anggur betul-betul berubah men-jadi darah Kristus!

Dasar penafsiran ini:

· Kalau kata-kata Yesus itu mau dihurufiahkan, bagaimana menafsir-kan Luk 22:20, yang berbunyi: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darahKu”? Haruskah kita menafsirkan bahwa pada saat itu ‘cawan / anggur’ berubah menjadi ‘perjanjian’?

· Adam Clarke mengatakan bahwa dalam bahasa Ibrani tidak ada kata yang berarti ‘menggambarkan / menunjukkan / berarti’, dan karena itu kalau mereka mau berkata bahwa ‘A menggambarkan B’ maka mereka berkata ‘A adalah B’.

Contoh:

* Kej 40:12 (NASB/Lit): ‘the three branches are three days’ (= tiga cabang itu adalah tiga hari).

* Kej 40:18 (NASB/Lit): ‘the three baskets are three days’ (= tiga keranjang itu adalah tiga hari).

* Kejadian 41:26: ‘Ke 7 ekor lembu yang baik itu ialah 7 tahun, dan ke 7 bulir gandum yang baik itu ialah 7 tahun juga’.

* Kej 41:27 (NIV): ‘The 7 lean, ugly cows that came up after they did are 7 years, and so are the 7 worthless heads of grain scorched by the east wind: They are 7 years of famine’ (= ke 7 lembu yang kurus dan buruk yang keluar setelahnya adalah 7 tahun, dan demikian pula ke 7 bulir gandum yang hampa dan layu oleh angin timur itu: mereka adalah 7 tahun kelaparan).

* Daniel 7:23-24: ‘... Binatang yang ke 4 itu ialah kerajaan yang ke 4 yang akan ada di bumi, ... Ke 10 tanduk itu ialah ke 10 raja ...’.

* Daniel 8:21: ‘Dan kambing jantan yang berbulu kesat itu ialah raja negeri Yunani, dan tanduk besar yang di antara kedua ma-tanya itu ialah raja yang pertama’.

Dalam Perjanjian Baru digunakan bahasa Yunani, dan dalam bahasa Yunani memang ada kata yang berarti ‘menunjukkan / menggambar­kan / berarti’. Tetapi anehnya, Perjanjian Baru masih sering mengikuti jejak bahasa Ibrani seperti di atas.

Contoh:

à Mat 13:37-39: ‘Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manu­sia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu (ialah) anak-anak Kerajaan dan lalang (ialah) anak-anak si jahat. Musuh yang mena­burkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir jaman dan para penuai itu (ialah) malaikat’.

Catatan: kata ‘ialah’ yang ada dalam tanda kurung tidak ada dalam Kitab Suci Indonesia, tetapi seharusnya ada.

à 1Kor 10:4: ‘... batu karang itu ialah Kristus’.

à Gal 4:24-31 (lihat sendiri).

à Wah 1:20: ‘... ke 7 bintang itu ialah malaikat ke 7 jemaat dan ke 7 kaki dian itu ialah ke 7 jemaat’.

à Luk 8:9 Luk 15:26 Yoh 7:36 Yoh 10:6 Kis 10:17 (lihat ayat- ayat ini dalam terjemahan NASB).
Kesimpulan: KATOLIK

Dari semua ini terlihat dengan jelas bahwa pada saat Yesus berkata This is my body / blood (= Ini adalah tubuh / darah­Ku), maksudnya ialah: roti / anggur itu menggambarkan tubuh / darahNya.

Jadi, ini sebetulnya sama dengan pada waktu Ia berkata:

¨ Akulah pokok anggur yang benar (Yoh 15:1).

¨ Akulah pintu (Yoh 10:9).

¨ Akulah jalan (Yoh 14:6).

¨ Akulah terang dunia (Yoh 8:12 9:5).

¨ Akulah roti hidup (Yoh 6:35).

c) Perjamuan Kudus adalah peringatan pengorbanan Kristus, dan bukan merupakan pengulangan pengorbanan Kristus. Perhatikan 1Kor 11:24b,25b yang berbunyi:

“... perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku. ... perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku”.

Pengulangan pengorbanan Kristus menunjukkan bahwa pengorbanan Kristus di kayu salib belum / tidak cukup. Ini bertentangan dengan kata-kata “sudah selesai” di kayu salib (Yoh 19:30).

Disamping itu, Kitab Suci berulang-ulang menyatakan bahwa Kristus hanya satu kali saja mempersembahkan tubuhNya / mencurahkan darahNya sebagai korban bagi kita. Lihat ayat-ayat di bawah ini:

· Ibr 7:27 - “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban”.

· Ibr 9:12 - “dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal”.

· Ibr 9:22-28 (baca sendiri dalam Kitab Suci).

· Ibr 10:10-14 (baca sendiri dalam Kitab Suci).

d) Adalah sesuatu yang lucu kalau ‘korban yang tidak berdarah’ pada altar mereka disamakan dengan ‘korban yang berdarah’ pada salib. Perlu diketahui bahwa Kitab Suci mengatakan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibr 9:22b). Ini jelas me-nunjukkan bahwa ‘korban yang tidak berdarah’ tidak ada gunanya!

e) Baik roti maupun anggur harus dibagikan kepada jemaat karena itulah yang diajarkan oleh Kitab Suci! (Mat 26:26-28 1Kor 11:23-26).

Dalam Mat 26:27 Yesus berkata: “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini”. Ini menunjukkan bahwa Yesus mengundang semua peserta Perjamuan Kudus itu untuk juga ikut minum dari cawan anggur!

Dan dalam 1Kor 11:26,27,28,29, empat kali berturut-turut Paulus menggabungkan ‘makan roti’ dan ‘minum dari cawan’, atau ‘makan’ dan ‘minum’. Ini jelas menunjukkan bahwa kita tidak boleh memisah-kan kedua hal itu!

2 pertanyaan yang perlu dipertanyakan kepada orang Roma Katolik adalah:

· Mereka tidak membagikan anggur karena takut menumpahkan ‘da-rah Kristus’, tetapi mengapa mereka tetap membagikan roti dan tidak takut menjatuhkan ‘tubuh Kristus’? Dan kalau ‘tubuh Kristus’ jatuh, bukankah ‘darah Kristus’ yang ada di dalamnya ikut jatuh?

· Kalau jemaat cukup menerima ‘tubuh’ karena dalam ‘tubuh’ itu ada ‘darah’, mengapa imam / pastornya tetap menerima ‘tubuh’ dan ‘darah’?

f) Yang terpenting dalam kebaktian adalah Firman Tuhan. Sakramen tak bisa berdiri sendiri tanpa Firman Tuhan, tetapi Firman Tuhan bisa berdiri sendiri tanpa sakramen.

g) Orang-orang yang mau ikut Perjamuan Kudus sama sekali tidak perlu puasa. Perjamuan Kudus dalam Mat 26:26-28 diadakan segera se-telah makan (Mat 26:20,26), sehingga itu jelas menunjukkan bahwa mereka tidak berpuasa lebih dahulu. 1Kor 11:27-29 memang meng-ajarkan bahwa kita harus mempersiapkan diri menghadapi Perjamuan Kudus, tetapi bukan dengan puasa, tetapi dengan menguji diri kita dalam hal iman dan ketaatan kita.

h) Hal lain yang ingin saya tambahkan adalah asal usul kata Eucharist.

Kata Eucharist berasal dari kata bahasa Yunani EUCHARISTESAS yang muncul dalam Mat 26:27 Mark 14:23 Luk 22:17,19 1Kor 11:24, dan artinya sebenarnya adalah ‘having given thanks’ (= setelah mengucap syukur). Karena itu, penggunaan istilah Eucharist untuk menunjuk pada Perjamuan Kudus sebetulnya kurang cocok.

i) Penggunaan hosti.

Dari Mat 26:26 Mark 14:22 Luk 22:19 1Kor 10:16b 1Kor 11:24 sebe-tulnya bisa terlihat dengan jelas bahwa dalam suatu Perjamuan Kudus harus ada ‘pemecahan roti’, dan pemecahan roti ini harus dilakukan di depan peserta Perja­muan Kudus. Ini merupakan sesuatu yang penting dan berarti, karena ini merupakan simbol dari dihancurkannya tubuh Kristus untuk kita. Kalau ada yang beranggapan bahwa simbol seperti ini tidak penting dan boleh dibuang, maka saya bertanya: mengapa tidak seluruh Perjamuan Kudusnya saja dibuang?

Perhatikan juga bunyi dari 1Kor 11:24 - “dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ’Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku’”.

Dari bagian-bagian yang saya garisbawahi dari 1Kor 11:24 ini, jelas terlihat bahwa Yesus memerintahkan pemecahan roti tersebut dalam Perjamuan Kudus! Karena itu, penggunaan hosti dalam gereja Roma Katolik maupun dalam banyak gereja Protestan, Pentakosta dan Kharismatik yang menirunya, sekalipun merupakan sesuatu yang praktis, jelas merupakan sesuatu yang salah, karena dalam peng-gunaan hosti ini, simbol penghancuran tubuh Kristus dihilangkan!

Dalam tafsirannya tentang 1Kor 10:16, Charles Hodge berkata:

“The custom, therefore, of using a wafer placed unbroken in the mouth of the communicant, leaves out an important significant element in this sacrament” [= Karena itu, tradisi menggunakan hosti (biskuit kecil dan tipis), yang diletakkan secara utuh di dalam mulut dari peserta komuni, menghapuskan suatu elemen berarti yang penting dalam sakramen ini].

Dan Pulpit Commentary mengomentari 1Korintus 11:24 sebagai berikut:

“The ‘broken’ is nevertheless involved in the ‘he brake it,’ which was a part of the ceremony as originally illustrated. The breaking of the bread ought not, there­fore, to be abandoned, as in the case when ‘wafers’ are used” (= bagaimanapun kata ‘dipecahkan’ sudah termasuk dalam ‘Ia memecah-mecahkannya’, yang merupakan sebagian dari upacara aslinya. Karena itu, pemecahan roti tidak seharusnya dibuang, seperti dalam kasus dimana digunakan hosti).

Ada hal-hal yang perlu dijelaskan sehubungan dengan komentar ini:

· Komentar ini diberikan berdasarkan 1Kor 11:24 dalam KJV yang berbunyi: “And when he had given thanks, he brake it, and said, Take, eat: this is my body, which is broken for you: this do in remembrance of me” (= dan setelah Ia mengucap syukur, Ia me-mecah-mecahkannya, dan berkata: Ambillah, makanlah: ini adalah tubuhKu, yang dipecahkan bagi kamu: lakukanlah ini untuk meng-ingat Aku).

· Kata-kata ‘Take, eat’ (= Ambillah, makanlah) dan ‘broken’ (= dipe-cahkan) bisa ada dalam KJV, karena KJV menterjemahkan dari manuscript yang menambahkan bagian ini. Jadi kata-kata itu sebe­tulnya tidak ada dalam manuscript aslinya.

· Tetapi kata ‘he brake it’ (= Ia memecah-mecahkannya) tidak meru-pakan penambahan! Karena itu, penafsir ini berkata, kalaupun kata ‘broken’ itu tidak ada, tetapi kata-kata ‘he brake it’ sebetulnya sudah mencakup kata ‘broken’.

Karena itu, gereja-gereja Protestan, Pentakosta dan Kharismatik tidak seharusnya meniru begitu saja praktek Perjamuan Kudus yang sekalipun praktis, tetapi salah ini!

4) Penance (= Pengakuan / pengampunan dosa):

Beberapa hal yang perlu diketahui berhubungan dengan Penance ini:

a) Roma Katolik membagi dosa menjadi 2 golongan: mortal sin (= dosa besar / mematikan) dan venial sin (= dosa kecil / remeh). Mereka tidak punya persetujuan yang jelas tentang dosa mana yang termasuk dosa besar dan dosa mana yang termasuk dosa kecil. Tetapi dosa-dosa di bawah ini termasuk mortal sins:

· pelanggaran terhadap 10 hukum Tuhan.

· apa yang sering disebut dengan istilah ‘7 dosa maut’ (the seven deadly sins), yaitu:

* kesombongan / kecongkakan.

* ketamakan / keserakahan.

* nafsu berahi.

* kemarahan.

* kerakusan.

* iri hati.

* kemalasan.

· semua pelanggaran sexual, baik melalui perbuatan, kata-kata maupun pikiran.

· makan daging pada hari Jum’at.

· membolos dari misa hari Minggu tanpa alasan yang benar.

· mengikuti kebaktian Kristen Protestan.

· membaca Alkitab Protestan.

Catatan: Daftar ini saya ambil dari buku Loraine Boettner ‘Roman Catholicism’, hal 200.

Mortal sin menjatuhkan orang dari kasih karunia Allah (dengan kata lain, orang itu kehilangan keselamatannya), tetapi dengan sakramen pengakuan dosa / Penance ini orang itu dikembalikan ke dalam kasih karunia dan diberi kasih karunia khusus untuk untuk bisa meng­hindari dosa pada masa yang akan datang.

b) Sakramen Penance ini meliputi 4 hal:

· Pengakuan dosa kepada pastor.

Yang harus diakui adalah setiap mortal sin saja! Kalau ada yang diloncati dengan sengaja, maka seluruh pengakuan itu dianggap tidak sah. Dan kalau ada mortal sin yang tidak sempat diakui, maka orang itu akan pergi ke neraka.

Pada waktu mengakui dosa, seseorang harus menceritakan segala-galanya secara mendetail!

Loraine Boettner mengutip kata-kata seorang yang bernama Lucien Vinet yang berkata sebagai berikut:

“A Roman Catholic, says his church, must, in order to obtain peace with God, declare all his sinful actions, omissions and his most secret thoughts and desires, specifying minutely the kinds of sins committed, the number of times and all the circumstances that might alter the gravity of a sin. A murderer is obliged to declare his crimes, a young girl her most intimate thoughts and desires” (= Seorang Roma Katolik, kata gerejanya, untuk mendapatkan damai dengan Allah, harus menyatakan semua tindakan-tindakan berdosanya, hal-hal yang tidak ia lakukan dari Firman Tuhan, dan pikiran dan keinginannya yang paling rahasia, menyebutkan secara terperinci / teliti jenis-jenis dosa yang dilakukan, banyaknya kali dan semua keadaan-keadaan yang bisa mengubah beratnya suatu dosa. Seorang pembunuh wajib menyatakan kejahatannya, seorang gadis muda harus menyatakan pikiran-pikiran dan keinginan-keinginannya yang yang paling dalam) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 211.

· Pemberian pengampunan dosa oleh pastor.

Pastor bukan sekedar punya ‘kuasa untuk menyatakan pengam-punan dosa’ tetapi ia sendiri betul-betul punya hak untuk meng-ampuni. Kutipan dari ‘Instruction for non-Catholics’ (buku pelajaran untuk orang non Katolik yang mau menjadi Katolik):

“The priest doesn’t have to ask God to forgive our sins. The priest himself has the power to do so in Christ’s name. Your sins are forgiven by the priest the same as if you knelt before Jesus Christ and told them to Christ himself” (= Imam / pastor tidak harus meminta Allah untuk mengampuni dosa kita. Imam / pastor itu sendiri mempunyai kuasa untuk melakukan hal itu dalam nama Kristus. Dosa-dosamu diampuni oleh imam / pastor sama seperti kalau kamu berlutut di hadapan Yesus Kristus dan menceritakan dosa-dosa itu kepada Kristus sendiri) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 197.

· Pemberian ‘acts of penance’ (= tindakan penebusan dosa) oleh pastor kepada orang yang mengaku dosa. Misalnya: orang itu ditugaskan untuk melakukan:

* pemberian derma dalam nama Yesus.

* doa Salam Maria sekian kali.

* perbuatan baik.

* puasa.

* pantang terhadap kesenangan-kesenangan tertentu.

· Pelaksanaan tindakan penebusan dosa oleh orang yang mengaku dosa itu.

c) Kata-kata yang diucapkan sebelum mengaku / menyebutkan dosa-dosanya adalah sebagai berikut:

“I confess to the Almighty God, to the blessed Virgin Mary, to the blessed Michael the archangel, to blessed John the Baptist, to the holy apostles Peter and Paul, to all the saints, and to you, father, that I have sinned exceedingly, in thought, word and deed, through my fault, through my grievous fault” (= Aku mengaku kepada Allah yang Mahakuasa, kepada Pera-wan Maria yang diberkati / terpuji, kepada Mikhael Penghulu Malaikat yang diberkati / terpuji, kepada Yohanes Pembaptis yang diberkati / terpuji, kepada rasul-rasul yang kudus Petrus dan Paulus, kepada semua orang-orang suci, dan kepadamu, bapa, bahwa aku telah sangat berdosa, dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan, melalui kesalahanku, melalui kesalahanku yang menyedihkan) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 198.

d) Dasar Kitab Suci yang dipakai oleh Roma Katolik sebagai dasar Sakramen Penance ini adalah: Yak 5:16 Kis 19:18 Mat 18:18 Yoh 20:21-23.

e) Loraine Boettner berkata:

“Every loyal Roman Catholics is required under pain of mortal sin to go to confession at least once a year” (= Setiap orang Roma Katolik yang setia diharuskan dibawah ancaman mortal sin untuk melakukan pengakuan dosa sedikitnya sekali setahun) - ‘Roman Catholicism’, hal 198.

Ini diputuskan oleh the Fourth Lateran Council pada tahun 1215 dan diteguhkan oleh the Council of Trent pada tahun 1546.

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci memang mengajarkan adanya tingkat dosa (Luk 12:47-48 Luk 20:47 Yoh 19:11 Kel 21:12-14). Dan karena itu memang ada dosa besar dan dosa kecil. Tetapi Kitab Suci tidak pernah menga­jarkan adanya dosa yang begitu kecil sehingga bisa diremehkan seperti venial sin dalam ajaran Roma Katolik. Ro 6:23 berkata bahwa “Upah dosa ialah maut”, dan karena itu dosa besar ataupun dosa kecil upahnya adalah maut. Jadi jelas bahwa sebetulnya semua dosa termasuk mortal sin.

Loraine Boettner berkata:

“But the Bible makes no such distinction between mortal and venial sins. There is in fact no such thing as venial sin. All sin is mortal. It is true that some sins are worse than others. But it is also true that all sins, if not forgiven, bring death to the soul, with greater or lesser punishment as they may deserve” (= Tetapi Alkitab tidak membuat pembedaan seperti itu antara mortal sin dan venial sin. Faktanya adalah bahwa venial sin itu tidak ada. Semua dosa adalah mortal / mematikan. Memang benar bahwa beberapa dosa lebih jelek dari yang lain. Tetapi juga benar bahwa semua dosa, jika tidak diampuni, membawa kematian pada jiwa, dengan hukuman yang lebih besar atau lebih ringan, seperti yang layak didapatkannya) - ‘Roman Catholicism’, hal 201

Sebaliknya, Kitab Suci juga tidak pernah mengajarkan adanya dosa yang begitu besar sehingga bisa menghancurkan kasih karunia Allah dan menyebabkan seseorang kehilangan keselamatannya. Sekali se-seorang selamat, ia pasti terus selamat (Roma 5:8-10 Yohanes 10:27-30). Betapapun hebatnya dosa yang dilakukan seseorang, darah Yesus lebih dari cukup untuk menghapus / mengampuninya! Ini memang tidak berarti bahwa kita boleh sengaja berbuat dosa / hidup dalam dosa! Kita harus berusaha untuk hidup suci, tetapi kalau kita gagal dan jatuh ke dalam dosa, betapapun hebatnya dosa itu, darah Kristus tetap mampu menghapus / mengampuninya! Semua ini sesuai dengan 1Yohanes 2:1-2 - “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”.

b) Beberapa pembahasan tentang 4 hal yang termasuk dalam sakramen Penance dalam Roma Katolik:

· Dalam melakukan pengakuan dosa:

* dalam pengakuan dosa, kita harus mengakui semua dosa (bu-kan mortal sins saja), karena tak ada dosa yang boleh diremeh-kan.

* kita mengakui dosa-dosa itu kepada Allah melalui Yesus Kris-tus sebagai Imam Besar / Pengantara kita. Kita tidak membu-tuhkan hamba Tuhan yang manapun sebagai pengantara. Da-lam Perjanjian Lama memang ada imam / imam besar sebagai pengantara, tetapi dalam jaman Perjanjian Baru, Yesuslah satu-satunya pengantara / Imam Besar! Bdk. 1Tim 2:5 1Yoh 2:1 Ibr 4:14-5:10 Ibr 6:20-9:28.

* harus ada hati yang betul-betul menyesal / bertobat (Maz 51:19 Yoel 2:13 Mat 5:4).

· Yang berhak mengampuni dosa hanyalah Allah / Yesus sendiri (Mark 2:7-12 1Yoh 1:9). Sedangkan hamba Tuhan hanya mem-punyai kuasa untuk menyatakan bahwa dosa seseorang sudah diampuni (berdasar­kan Firman Tuhan), tetapi ia sendiri tidak bisa mengampuni dosa.

· Tindakan penebusan dosa (the acts of Penance) menunjukkan bahwa penebusan yang dilakukan oleh Kristus belum cukup. Ini berten­tangan dengan kata-kata ‘sudah selesai’ dalam Yoh 19:30 dan juga ini menunjukkan dengan jelas bahwa Roma Katolik mempercayai doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik / ketaatan).

Council of Trent mengatakan sbb:

“If anyone saith that justifying faith is nothing else but confidence in the divine mercy which remits sin for Christ’s sake alone; or, that this confidence alone is that whereby we are justified, let him be anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa iman yang membenarkan adalah keyakinan pada belas kasihan ilahi yang mengampuni dosa hanya demi Kristus; atau, bahwa keyakinan ini adalah jalan melalui mana kita dibenarkan, biarlah ia terkutuk) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 261.

Jadi berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa Council of Trent mengutuk orang-orang yang percaya pada ‘justification / salvation by faith’ (= pembenaran / keselamatan oleh iman) yang merupakan doktrin utama dari semua gereja Kristen yang injili.

Jangan takut terhadap kutuk yang terkutuk itu. Amsal 26:2b mengatakan: “kutuk tanpa alasan tidak akan kena”.

Rasul Paulus jelas sekali menekankan justification / salvation by faith (Ef 2:8-9 Gal 2:16,21) dan ia / Firman Tuhan mengutuk orang-orang yang mengajarkan doktrin ‘salvation by works’ (Gal 1:6-9).

c) Pengakuan yang ditujukan kepada Allah dan malaikat (Michael) dan orang-orang yang sudah mati (Maria, Yohanes Pembaptis, Petrus, Paulus, orang-orang suci) dan kepada pastor, jelas adalah sesuatu yang sangat tidak Alkitabiah! Lucunya, nama Yesus dan Roh Kudus bahkan tidak disebut-sebut!

d) Yak 5:16 dan Kis 19:18 jelas sekali bukanlah suatu pengakuan dosa secara pribadi kepada hamba Tuhan. Jadi ayat-ayat ini tidak bisa dijadikan dasar bagi sakramen Penance ini! Sedangkan Mat 16:19 Matius 18:18 Yohanes 20:21-23 hanya memberikan ‘declarative power’ (= kuasa untuk menyatakan) kepada hamba-hamba Tuhan. Kalau di-tafsirkan bahwa mereka sendiri yang diberi hak untuk mengampuni, maka penafsiran ini akan bertentangan dengan Markus 2:7-12 dan 1Yoh 1:9 yang menga­takan bahwa hanya Allah sajalah yang berhak meng-ampuni dosa.

e) Mengenai frekwensi pengakuan dosa, perlu kita ingat bahwa dosa yang tidak dibereskan merusak persekutuan kita dengan Allah dan menyebabkan doa kita tidak didengar oleh Allah (Yesaya 59:1-2). Ini akan menyebabkan kita tidak akan bisa bertahan menghadapi serangan setan sehingga akan jatuh ke dalam dosa-dosa lain. Karena itu kita seharusnya mengaku dosa secepat kita sadar akan adanya dosa dalam hidup kita. Dan mengingat bahwa kita semua adalah orang berdosa, yang setiap hari berbuat dosa, maka kita seharusnya mengaku dosa beberapa / banyak kali setiap hari (bukan setahun sekali atau bahkan seminggu sekali). Tetapi, dalam kalangan Roma Katolik, karena pengakuan dosa harus diberikan kepada pastor, maka tentu saja tidak mungkin melakukan pengakuan dosa beberapa kali dalam satu hari.

f) Keberatan lain terhadap ajaran Roma Katolik tentang hal ini:

· Pengakuan dosa kepada pastor ini menyebabkan jemaat takut kepada pastor yang tahu semua ‘rahasia’ dari dosa-dosa atau bahkan skandal-skandal dalam hidup mereka.

Loraine Boettner mengutip John Carrara dalam bukunya yang ber-judul ‘Romanism Under the Searchlight’, hal 70, yang berbunyi:

“The confessional is a system of espionage - a system of slavery. The priest is the spy in every home” (= Pengakuan dosa adalah suatu sistim pengintaian - suatu sistim perbudakan. Imam / pastor adalah mata-mata dalam setiap rumah) - ‘Roman Catholicism’, hal 214.

Pengakuan dosa kepada pastor merupakan pencobaan yang hebat bagi pastor itu sendiri! Bayangkan seorang gadis muda yang jatuh dalam perzinahan dengan pacarnya, yang harus mengaku dosa dengan mendetail bagaimana ia dirangsang oleh pacarnya, dan apa saja yang mereka lakukan, sampai akhirnya ia jatuh ke dalam perzinahan. Apakah pengakuan seperti ini tidak mencobai pastor, yang hidup membujang / tidak menikah itu, sehingga ikut terang-sang dan jatuh ke dalam dosa perzinahan dalam hati / pikirannya? Bukan tanpa alasan Ef 5:3-4 berkata:

“Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono - karena hal-hal ini tidak pantas - sebaliknya ucapkanlah syukur”.

Kalau ada yang menjawab hal ini dengan berkata bahwa pastor adalah orang yang iman dan kesalehannya sudah tinggi / kuat / hebat, dan tidak mungkin akan jatuh ke dalam dosa karena men-dengar pengakuan dosa seperti itu, maka saya ingin menjawab dengan suatu cerita yang saya dapatkan dari sebuah film sebagai berikut:

Ada seorang pimpinan gangster yang mempunyai 2 orang anak, yang seorang perempuan dan perempuan ini juga termasuk dalam gang ayahnya, dan yang seorang lagi laki-laki, yang menjadi seorang pastor. Suatu hari pastor itu lari dengan seorang perempuan, dan pada waktu anak perempuan si kepala gangster itu menceritakan hal itu kepada ayahnya, sang ayah dengan keheranan berkata: ‘Tapi, ia seorang pastor’. Anak perempuannya dengan tenang menjawab: ‘Ia ditahbiskan, ayah, bukan dikebiri!’.

Pointnya, pastor tetap adalah manusia biasa yang penuh dengan dosa dan mempunyai kecondongan kepada dosa.

5) Extreme Unction (= Perminyakan):

Praktek ini dimulai pada abad ke 12. Pengurapan dilakukan oleh pastor terhadap orang yang mau mati, dengan menggunakan minyak suci dan disertai doa khusus. Yang diberi minyak adalah mata, telinga, hidung, tangan, dan kaki orang tersebut. Sakramen ini tidak menjamin orang itu akan pergi ke surga, tetapi paling-paling ke api pencucian.

Ayat Kitab Suci yang sering dipakai sebagai dasar dari sakramen ini ada-lah Yak 5:14-15.

Pandangan Kristen:

a) Tidak ada dasar Kitab Suci untuk praktek / sakramen ini! Dalam Yak 5:14-15, doa dan pengolesan minyak dilakukan dengan tujuan untuk menyembuhkan orang itu, bukan untuk mempersiapkan orang itu menghadapi kematian! Jadi jelas sekali bahwa Yak 5:14-15 tidak bisa dijadikan dasar Kitab Suci bagi sakramen ini.

b) Seseorang yang sudah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, setiap saat siap menghadapi kematian. Penebusan yang Yesus lakukan baginya, tidak memungkinkan ia di-hukum oleh Allah (Ro 8:1). Sebaliknya, kalau seseorang belum per-caya kepada Yesus, ia tidak akan bisa disiapkan menghadapi kema-tian dengan cara apapun!

Pertanyaan yang perlu saudara renungkan adalah: sudah siapkan saudara menghadapi kematian? Ingat bahwa kematian bisa datang kapan saja, dan celakalah saudara kalau kematian datang dan saudara belum siap! Tanpa Yesus sebagai Juruselamat / Penebus, saudara harus menanggung sendiri hukuman dosa-dosa saudara di neraka sampai selama-lamanya!

6) Orders (= Imamat):

Sakramen ini diberikan untuk orang-orang yang mau menjadi hamba Tuhan supaya orang-orang itu bisa melayani Sakramen. Orang yang menerima sakramen ini tidak boleh menerima sakramen yang ke 7 karena mereka harus hidup celibat (= tidak menikah).

Dasar yang sering dipakai untuk tidak kawinnya hamba Tuhan adalah Mat 19:12 1Kor 7:1,7a,32-34,38.

Pandangan Kristen:

a) Tidak ada dasar Kitab Suci untuk sakramen ini.

b) Hamba Tuhan boleh menikah.

· Larangan menikah bagi hamba Tuhan dilandasi oleh suatu pan-dangan bahwa ada sesuatu yang kotor / najis dalam pernikahan / hubungan sex, dan karena itu kehidupan seseorang yang mem-bujang lebih suci dari pada kehidupan seseorang yang menikah (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 299,301).

Loraine Boettner mendukung kata-katanya ini dengan mengutip keputusan Council of Trent (tahun 1545) sebagai berikut:

“Whoever shall affirm that the conjugal state is to be preferred to a life of virginity or celibacy, and that it is not better and more conducive to happiness to remain in vir-ginity or celibacy, than to be married, let him be accursed” (= Siapapun yang menegaskan bahwa keadaan menikah harus lebih dipilih dari pada kehidupan keperawanan atau membujang, dan bahwa tidaklah lebih baik dan lebih mendatangkan kebahagiaan kalau tetap dalam keperawanan atau membujang, dari pada kalau menikah, biarlah ia terkutuk) - ‘Roman Catholicism’, hal 308.

Tetapi ini jelas merupakan pandangan yang salah, karena perni-kahan diadakan oleh Tuhan sendiri, dan hal itu sudah ada sebe-lum manusia jatuh ke dalam dosa (Kej 2:18-25). Khususnya bacalah Kej 2:18 - “TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’”.

Kalau saudara lebih memilih kata-kata sesat dari Council of Trent tersebut dari pada kata-kata Allah dalam Kej 2:18, maka saudara memang bukan hanya bodoh tetapi juga sesat!

Juga kalau membujang lebih baik dari pada menikah, bagaimana Amsal 18:22 bisa berkata: “Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN”?

· Boleh menikahnya hamba Tuhan ditunjukkan dengan sangat jelas oleh ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini:

* Harun, yang merupakan imam besar, menikah dengan Eliseba dan mempunyai anak-anak (Kel 6:22). Dan Tuhan menyerah-kan jabatan imam kepada keturunan Harun (Kel 28:1).

* Im 21:7,13,14 memberikan peraturan tentang pernikahan se-orang imam, dan Im 21:9 memberikan peraturan tentang anak perempuan seorang imam yang bersundal. Semua ini menun-jukkan bahwa dalam jaman Perjanjian Lama, seorang imam boleh menikah dan punya anak. Kita memang melihat banyak sekali contoh dalam Perjanjian Lama tentang imam yang me-nikah dan punya anak seperti imam Eli, Samuel, dsb. Demikian juga Zakharia juga menikah dan mempunyai anak Yohanes Pembaptis (Luk 1).

* Mark 1:30 - kata-kata ‘ibu mertua Simon’ jelas menunjukkan bahwa Simon Petrus, yang oleh Roma Katolik dianggap seba-gai Paus I, mempunyai istri.

* 1Kor 9:5 jelas menunjukkan bahwa rasul-rasul mempunyai istri.

c) Sekarang mari kita membahas Mat 19:12, tetapi sebaiknya kita mem-bahasnya mulai Mat 19:11.

Mat 19:11 - “Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja’”.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas dari ayat ini:

· ‘Akan tetapi’.

Kata ‘tetapi’ selalu mengkontraskan bagian yang ada di depannya dengan bagian yang ada di belakangnya. Jadi, dari kata ‘tetapi’ ini sudah jelas bahwa Yesus tidak setuju dengan kata-kata murid-muridNya dalam Matius 19:10 yang menyatakan bahwa tidak kawin itu lebih baik.

· ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu’.

Kata ‘mengerti’ itu salah terjemahan.

NIV / NASB: accept (= menerima).

KJV / RSV: receive (= menerima).

Jadi terjemahan seharusnya adalah ‘menerima’, dan artinya ada-lah: tidak semua orang bisa tidak kawin.

Catatan: kesalahan penterjemahan yang sama terjadi pada Mat 19:12b.

· ‘Hanya mereka yang dikaruniai saja’.

Artinya adalah: hanya mereka yang diberi karunia untuk tidak kawin bisa / boleh hidup membujang (celibat).

Sekarang kita meninjau Matius 19:12 yang berbunyi:

“Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti”.

Kelihatannya ini mengajarkan tentang orang yang tidak kawin demi Kerajaan Sorga. Apakah ini mendukung pandangan Roma Katolik tentang hamba Tuhan yang tidak menikah? Untuk menjawab perta-nyaan ini, mari kita melihat penjelasan tentang Mat 19:12 di bawah ini.

Beberapa hal yang perlu dijelaskan dari ayat ini:

· ‘Orang yang tidak dapat kawin’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘eunuchs’ (= sida-sida, orang yang dikebiri).

· Dalam ayat ini Yesus berbicara tentang 3 golongan orang yang tidak kawin / tidak bisa kawin:

* Orang yang memang tidak bisa kawin dari lahir. Ini adalah orang-orang yang lahir dalam keadaan tidak normal pada alat kela­min mereka sehingga mereka memang tidak bisa kawin.

* Orang yang dijadikan demikian oleh orang lain.

Ini menunjuk kepada orang-orang semacam sida-sida / penjaga harem raja yang dikebiri oleh raja, supaya jangan terjadi ‘pagar makan tanaman’ (bdk. 2Raja-raja 20:18 Ester 2:14-15).

* Orang yang membuat dirinya sendiri demikian (sengaja tidak kawin) karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga

Bagian ini menunjuk kepada orang yang secara sengaja tidak mau kawin (sekalipun ia bisa kawin) demi Tuhan / gereja (Bdk. 1Kor 7:32-35)!

Tetapi, bagaimanapun juga gol ke 3 ini tetap harus memperha-tikan Mat 19:11, yang sudah saya bahas di atas, yang menyata-kan bahwa hanya orang-orang tertentu, yang dikaruniai dengan karunia untuk tidak menikah, bisa tidak menikah! Jadi, tidak semua orang boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja. Mereka hanya boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja, kalau mereka mempunyai karunia untuk tidak kawin! Kalau mereka tidak mempunyai karunia untuk tidak menikah, tetapi mereka memaksakan diri untuk tidak menikah, maka bisa-bisa mereka menjadi hangus oleh hawa nafsu. Dan dalam 1Kor 7:9, Paulus berkata: “Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus oleh hawa nafsu”.

d) Sekarang kita membahas 1Kor 7:1,7a,8,26-27,32-34,37-38,40.

Ada beberapa hal yang perlu kita mengerti tentang bagian ini:

· Dalam 1Kor 7 ini, khususnya pada ay 1,7a,8,26-27,32-34,37-38,40, kelihatannya Paulus mempunyai pandangan yang rendah tentang pernikahan, atau kelihatannya ia berpandangan bahwa tidak kawin lebih baik dari pada kawin. Tetapi benarkah itu? Tidak mungkin, karena:

* Itu bertentangan dengan Kej 2:18 dimana Tuhan sendiri berkata: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia”.

* Itu bertentangan dengan Kej 1:28 dan Kej 9:1 dimana Tuhan memerintahkan manusia untuk berkembang biak.

* Itu bertentangan dengan 1Tim 4:3 dimana Paulus sendiri me-nyerang orang yang melarang orang kawin, dan juga dengan 1Tim 5:14 dimana Paulus menganjurkan janda untuk kawin lagi.

* Itu bertentangan dengan apa yang ia sendiri katakan dalam Ef 5:22-33 dimana ia menggambarkan hubungan suami dengan istri itu seperti hubungan Kristus dengan gereja / jemaat, yang jelas menunjukkan suatu hubungan yang indah / mulia.

Jadi, apa yang ia katakan dalam 1Kor 7 ini bukanlah rumus umum (general rule), tetapi hanya berlaku untuk keadaan saat itu, yang merupakan keadaan darurat. Bahwa saat itu adalah keadaan da-rurat, ia nyatakan secara jelas dalam 1Kor 7:26 dimana ia berkata:

“Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya”.

Keadaan darurat itu bisa juga terlihat dari 1Kor 7:29a dimana Paulus berkata: “Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat!”.

Kita memang tidak tahu keadaan darurat apa yang ada pada saat itu, tetapi yang jelas ada banyak hal dalam 1Kor 7 ini yang hanya berlaku untuk keadaan darurat tersebut.

· Dalam keadaan darurat itupun Paulus bukannya melarang orang kawin, tetapi hanya menganjurkan untuk tidak kawin bagi mereka yang mempunyai karunia untuk tidak kawin.

Ini terlihat dari:

* 1Kor 7:1b-2 dimana Paulus berkata: “Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin, tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri”.

* 1Kor 7:7-9 dimana Paulus berkata: “Namun alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu. Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu”.

* 1Kor 7:28a dimana Paulus berkata: “Tetapi, kalau engkau kawin, engkau tidak berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia tidak berbuat dosa”.

* 1Kor 7:36-38 - “Tetapi jikalau seorang menyangka, bahwa ia tidak berlaku wajar terhadap gadisnya, jika gadisnya itu telah bertambah tua dan ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus kawin, baiklah mereka kawin, kalau ia menghendakinya. Hal itu bukan dosa. Tetapi kalau ada seorang, yang tidak dipaksa untuk berbuat demikian, benar-benar yakin dalam hatinya dan benar-benar menguasai kemauannya, telah mengambil keputusan untuk tidak kawin dengan gadisnya, ia berbuat baik. Jadi orang yang kawin dengan gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin dengan gadisnya berbuat lebih baik”.

· Satu hal yang sangat penting dalam persoalan ini adalah bahwa kalau saudara membaca seluruh 1Kor 7, saudara akan melihat dengan jelas bahwa 1Kor 7 ini tidak ditujukan hanya kepada hamba Tuhan, tetapi kepada semua orang kristen biasa. Jadi kalau Roma Katolik toh mau memaksakan bagian ini sebagai dasar untuk melarang kawin, maka larangan itu harus ditujukan kepada semua orang Katolik, bukan hanya pastor / susternya!

· Suatu tambahan penjelasan tentang 1Kor 7 adalah: sekalipun da-lam 1Kor 7 ini Paulus itu menyatakan dirinya tidak kawin, itu tidak berarti bahwa ia tidak pernah kawin. Alasannya:

* Sebelum menjadi orang kristen, Paulus adalah seorang rabi Yahudi, dan ia taat pada agama Yahudi. Dan dalam agama Yahudi, ‘kawin’ merupakan suatu keharusan. William Barclay berkata bahwa orang Yahudi mempunyai kepercayaan sebagai berikut: “Seven were said to be excommunicated from heaven, and the list began, ‘A Jew who has no wife; or who has a wife but no children’” (= Dikatakan bahwa ada tujuh yang dikucilkan dari surga, dan daftarnya dimulai dengan: ‘Seorang Yahudi yang tidak mempunyai istri, atau yang mempunyai istri tetapi tidak mempunyai anak).

* Dalam Kis 26:10 Paulus berkata bahwa ia ikut memberi suara, dan itu menunjukkan bahwa ia adalah anggota Sanhedrin / Mahkamah Agama Yahudi. Dan William Barclay berkata bahwa syarat keanggotaan Sanhedrin adalah ‘sudah kawin’.

Jadi, jelas bahwa Paulus sendiri pernah kawin, tetapi mungkin istrinya mati atau menceraikan dia pada saat ia menjadi orang kristen, dan Paulus lalu tidak kawin lagi.

e) Saya bahkan berpendapat bahwa seorang hamba Tuhan sebaiknya menikah. Mengapa? Karena hamba Tuhan yang tidak menikah tidak pernah mengalami problem-problem dalam pernikahan, baik problem suami istri maupun problem anak dsb, dan ini akan menyebabkan ia tidak mengerti tentang problem-problem itu dalam kehidupan jemaat dan karena itu tentu saja tidak bisa menanganinya.

Bandingkan dengan Ibr 2:18 dan Ibr 4:15 yang menunjukkan bahwa Yesus pernah mengalami penderitaan / pencobaan, dan karena itu Ia bisa bersimpati dan menolong kita yang menderita / dicobai. Sebaliknya, hamba Tuhan yang tidak pernah mengalami problem keluarga (karena tidak berkeluarga), tidak bisa bersimpati apalagi menolong jemaatnya yang mempunyai problem keluarga!

7) Marriage (= Pernikahan):

a) Pernikahan dianggap sebagai sakramen berdasarkan Kitab Suci bahasa Latin terjemahan Jerome (Vulgate), yang oleh Council of Trent dijadikan versi yang diilhamkan untuk gereja Roma Katolik.

Ef 5:31-32 - “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar ...”.

Kata-kata yang digarisbawahi itu oleh Jerome diterjemahkan “This is a great sacrament” (= Ini adalah sakramen yang besar).

b) Sakramen ini menyebabkan hubungan sex tidak dianggap sebagai percabulan / perzinahan.

c) Loraine Boettner berkata: “Since marriage was held to be a sacrament, that placed it entirely under the control of the church; for only the church can administer a sacrament. Civil marriage was declared to be unlawful” (= Karena pernikahan dianggap sebagai suatu sakramen, itu menempatkan pernikahan sepenuhnya dibawah kontrol gereja; karena hanya gereja yang bisa melaksanakan suatu sakamen. Pernikahan sipil dinyatakan sebagai tidak sah) - ‘Roman Catholicism’, hal 333-334.

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci memang mengajarkan bahwa pernikahan diadakan oleh Allah sendiri, tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan bahwa perni-kahan adalah suatu sakramen.

Terjemahan Jerome di atas jelas salah, karena kata Yunani yang ia terjemahkan sebagai sacrament dalam Efesus 5:32 itu adalah MUSTE-RION yang artinya adalah mystery (= rahasia).

Orang kristen perlu mencamkan bahwa pernikahan bukanlah merupa-kan suatu sakramen, khususnya pada waktu mau menikah / menikah-kan anak. Dalam membuat undangan pernikahan, jangan asal meniru undangan pernikahan dari orang Roma Katolik, yang menyebutkan pernikahan itu sebagai sakramen (The Sacrament of Holy Matrimony / sakramen pernikahan kudus), karena dalam Kristen itu bukan sakramen! Saya mengatakan ini karena saya sudah 2 x melihat undangan pernikahan kristen yang menggunakan kata-kata Katolik seperti itu.

b) Sekalipun pernikahan itu bukan suatu sakramen, tetapi itu tetap diadakan oleh Allah sendiri, dan karenanya orang yang melakukan hubungan sex dalam suatu pernikahan resmi, jelas tidak melakukan perzinahan / percabulan.

c) Pernikahan sipil tetap sah dan tidak perlu diulang.

Jaman sekarang ada banyak orang kristen yang meminta supaya pernikahannya diberkati ulang, karena dahulu pada waktu menikah, mereka belum kristen sehingga tidak menikah secara kristen. Lucunya ada banyak gereja / hamba Tuhan yang mau menuruti permintaan ini. Saya berpendapat bahwa ini adalah hal yang tidak berdasar. Kalau-pun dahulu mereka menikah tidak secara kristen, itu tetap sah, dan pada waktu mereka menjadi kristen, maka baik diri mereka maupun pernikahan mereka sudah disucikan oleh darah Kristus, sehingga tidak dibutuhkan pemberkatan / pernikahan ulang. KATOLIK.

Pelajaran VI

PATUNG, simbol salib & relics

I) Patung:

A) Sejarah singkat:

· Pada awal abad ke 4 banyak orang kafir masuk ke gereja karena Constan­tine menjadikan kristen sebagai agama seluruh kekaisaran Romawi.

· Pada awal abad ke-7 ‘Paus’ Gregory the Great (590-604) secara resmi menyetujui penggunaan patung-patung dalam gereja tetapi tidak untuk disembah.

· Pada abad ke-8 doa mulai ditujukan kepada patung-patung.

· Pada tahun 725 / 726 Kaisar Leo III menentang penggunaan patung- patung. Terjadi perdebatan soal patung sampai tahun 787 dimana Council of Nicea memutuskan bahwa penyembahan / pemujaan patung-patung dan gambar-gambar diijinkan.

· Thomas Aquinas (1225-1274) mempertahankan penggunaan patung karena dianggap penting untuk orang-orang yang buta huruf.

· Council of Trent memutuskan: “The images of Christ and the Virgin mother of God, and of the other saints, are to be had and to be kept, especially in churches, and due honor and veneration are to be given them” (= Patung-patung Kristus dan bunda perawan dari Allah dan orang-orang suci yang lain harus dimiliki dan dijaga / dipelihara, khususnya di gereja-gereja, dan hormat dan pemujaan yang seharusnya / selayaknya harus diberikan kepada mereka) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 279.

B) Dasar penggunaan patung:

· Pada abad ke 4 itu kebanyakan orang tidak bisa membaca. Jadi dibutuhkan benda-benda yang yang bisa dilihat untuk mewakili orang-orang / tokoh-tokoh Kitab Suci. Argumentasi ini dipertahankan oleh Thomas Aquinas (1225-1274).

· Tuhan juga menyuruh Musa membuat patung kerub di Ruang Maha Suci (Kel 25:10-21).

· Tuhan menyuruh Musa membuat patung ular (Bil 21:4-9).

C) Teori dan praktek penggunaan patung:

1) Teori: Bukan patung yang disembah tetapi orang / roh yang diwakili oleh patung itu.

2) Praktek:

· Banyak orang yang tidak mengerti perbedaan antara patung dan orang / roh yang diwakili oleh patung. Misalnya: orang yang tidak berpendidikan dan anak-anak kecil. Sehingga mereka betul-betul menyembah patung-patung itu.

· Patung-patung itu ditempatkan di gereja, rumah sakit, rumah sekolah, mobil dsb. Patung-patung itu disembah, dicium, diberi menyan, didoai, dibawa dalam arak-arakan.

Lenski (tentang Kis 10:25-26): “In great St. Peter’s in Rome they still kiss the big toe of the bronze statue of St. Peter; the writer saw a woman and her baby in the act, and if the guide, a learned Italian professor, may be believed, that bronze toe is kissed away and has to be renewed about every so often. Peter ought to visit St. Peter’s” [= Di dalam gereja Santo Petrus yang agung di Roma mereka (orang-orang Katolik) tetap mencium ibu jari kaki dari patung perunggu dari Santo Petrus; penulis melihat seorang perempuan dan bayinya melakukan tindakan itu, dan jika si pemandu, seorang profesor Italia yang terpelajar, bisa dipercayai, ibu jari kaki perunggu itu dicium habis dan harus diperbaharui setiap beberapa waktu. Petrus seharusnya mengunjungi gereja Santo Petrus] - hal 412.

D) Pandangan Kristen tentang KATOLIK:

1) Keluaran 20:4-5 Imamat 26:1 1Yohanes 5:21 2Korintus 6:16 dengan jelas mengecam penyembahan berhala.

2) Orang-orang Katolik menghapuskan hukum ke II (tentang larangan membuat dan menyembah patung) dari 10 hukum Tuhan versi mereka. Kalau merasa bahwa penggunaan patung itu bukan untuk penyembahan berhala, mengapa mereka menghapuskan hukum ke II itu?

3) Sekalipun secara teoritis orang-orang Katolik menyembah orang / roh yang diwakili oleh patung, ini tetap salah karena:

a) Kita hanya boleh menyembah Allah (Matius 4:10). Malaikat dan rasul-rasul menolak penyembahan (Wahyu 19:10 Wahyu 22:8-9 Kis 10:25-26 Kis 14:10-18), dan Herodes dibunuh oleh Allah karena mene-rima penghormatan ilahi (Kis 12:20-23).

Memang doktrin Katolik membedakan 3 macam penyembahan:

· LATRIA - penyembahan kepada Allah.

· DULIA - penyembahan kepada malaikat dan orang-orang suci.

· HYPER DULIA - penyembahan kepada Maria

Tetapi, dalam kenyataannya jarang orang Katolik yang mengerti hal ini dan apa yang mereka lakukan terhadap Allah, Maria, orang-orang suci dan malaikat persis sama, sehingga tidak ada alasan untuk membedakan penyembahan menjadi 3 macam seperti itu.

b) Penyembahan kepada Allah atau Yesus melalui patung tetap dila­rang oleh Kitab Suci. Contoh:

1. Kel 20:4-5 (hukum ke II).

Hukum I (Kel 20:3) menekankan bahwa obyek / tujuan penyem-bahan haruslah benar yaitu Allah sendiri, sedangkan hukum ke II (Kel 20:4-5) menekankan bahwa caranya harus benar (tidak boleh melalui patung). Karena itu kalau orang menyembah Allah (tujuannya benar), tetapi melalui patung (caranya salah), itu tetap dosa!

2. Kel 32.

Israel menyembah anak lembu emas, tetapi perhatikan Kel 32:5 dimana Harun berkata: ‘Besok hari raya bagi TUHAN’. Jadi mereka menyembah Tuhan, dengan perantaraan anak lembu emas itu. Tetapi ini tetap dianggap oleh Tuhan sebagai dosa.

4) Patung kerub (Kel 25:10-21) dan ular tembaga (Bil 21:4-9) tidak dibe-rikan / dibuat untuk disembah! Memang patung ular tembaga akhirnya disembah sehingga akhirnya dihancurkan oleh raja Hizkia (2Raja-raja 18:4).

5) Loraine Boettner menuliskan:

“But how very foolish is the practice of idolatry

For life man prays to that which is dead

For health he prays to that which has no health or strength

For a good journey he prays to that which can not move a foot

For skill and good success he prays to that which can not do any­thing

For wisdom and guidance and blessing he commits himself to a sense­less piece of wood or stone”

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

“Tetapi betapa bodohnya praktek penyembahan berhala

Untuk hidup manusia berdoa kepada sesuatu yang mati

Untuk kesehatan ia berdoa kepada sesuatu yang tidak mempunyai kesehatan atau kekuatan

Untuk perjalanan yang baik ia berdoa kepada sesuatu yang tidak bisa menggerakkan kaki

Untuk keahlian dan keberhasilan yang baik ia berdoa kepada sesuatu yang tidak dapat melakukan apapun

Untuk hikmat dan pimpinan dan berkat ia menyerahkan dirinya sendiri kepada sepotong kayu atau batu yang tidak mempunyai pikiran”.

(dari buku ‘Roman Catholicism’, hal 282).

Ada beberapa ayat Kitab Suci yang menunjukkan kebodohan pe-nyembahan berhala, seperti Ul 4:28 Maz 115:4-8 Yes 2:8 Yer 10:5. Tetapi mungkin ayat / text yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala secara paling menyolok adalah Yes 44:14-20 yang berbunyi sebagai berikut: “Mungkin ia menebang pohon-pohon aras atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu mem-biarkannya tumbuh menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu hujan membuatnya besar. Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia menger-jakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. Setengahnya dibakar-nya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging yang dipanggangnya itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: ‘Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’ Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu ku-makan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?’ Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menye-lamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang menjadi peganganku?’”.

II) Simbol salib:

· Baru mulai ada tahun 312. Pada tahun 312 itu Constantine berperang di Eropa Barat. Tradisi berkata bahwa pada waktu itu ia berdoa kepada dewa-dewa kafir tetapi tidak ada jawaban. Lalu ia melihat di langit suatu cahaya berbentuk salib dengan tulisan bahasa Latin “IN HOC SIGNO VINCES” (= In this sign conquer / dalam tanda ini kalahkanlah). Setelah itu ia menyeberang ke Italia dan menang. Lalu ia menganggap bahwa tanda itu datang dari Tuhan dan sejak saat itu ia menggunakan bendera dengan tanda salib setiap kali ia berperang.

· Tidak ada bukti yang membenarkan tradisi ini.

· Tidak diketahui dengan pasti apakah Constantine adalah orang kristen yang sungguh-sungguh atau tidak (ia tidak mau dibaptis sampai ia hampir mati pada tahun 337).

· Memang tidak ada ayat Kitab Suci yang memerintahkan kita mengguna-kan tanda salib itu. Tetapi dalam Kitab Suci juga tidak ada larangan untuk menggunakan tanda salib ini. Jadi, tidak ada salahnya menggunakan tanda salib itu sepan­jang kita tidak menyembahnya.

III) Relics:

Yang dimaksud dengan relics adalah potongan tulang orang-orang suci atau benda-benda yang pernah dipakai / disentuh orang-orang suci dalam hidupnya. Relics ini dianggap mempunyai kekuatan supranatural (bisa melakukan mujijat) dan relics ini mempunyai tempat yang penting dalam gereja Roma Katolik.

Contoh relics:

· potongan kayu salib yang asli.

· paku asli yang digunakan untuk memaku Yesus.

· duri dari mahkota duri asli yang dipakaikan pada Yesus.

· jubah / kain kafan Tuhan Yesus.

· seikat rambut Maria, cincin kawin Maria, sebotol air susu Maria.

· bulu sayap Gabriel yang rontok waktu ia mengunjungi Maria dan membe-ritakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan Yesus.

· darah St. Januarius, orang suci pelindung Naples, Italia, yang setiap tahun mencair tiga kali.

· Rumah Maria di Loretto, Italia.

Rumah berukuran 28 kaki x 12 kaki ini dipercaya oleh orang Roma Katolik sebagai rumah yang ditempati Yesus dan Maria di Nazaret, Palestina. Setelah Kristus naik ke surga Maria terus hidup di situ sampai mati [Catatan: ini bertentangan dengan Yoh 19:26-27 yang mengatakan bahwa Maria diterima oleh Yohanes (= murid yang dikasihi Yesus) di rumahnya]. Ketika Nazaret diserang oleh tentara Romawi, rumah itu dijaga secara mujijat sehingga tidak dapat dimasuki atupun disentuh oleh tentara Romawi. Dikatakan bahwa pada tahun 1291, ketika Nazaret diserang oleh orang Saracen, rumah itu diangkat oleh malaikat dan dibawa menyeberang laut dan dipindahkan ke Dalmatia di Makedonia, dan diletakkan di sebuah bukit. Orang-orang Dalmatia memperlakukan rumah itu dengan baik dan menyembahnya. Selama 3 tahun 7 bulan rumah itu ada disana dan dikunjungi oleh banyak orang. Tiba-tiba rumah itu dipindah lagi, terbang melewati laut ke Italia Timur, dekat kota Loretto, 2 mil dari pantai. Beberapa bulan kemudian rumah itu dipindah lagi ke tempatnya yang sekarang, di suatu bukit di kota Loretto, disimpan dalam gereja yang indah - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 290-291.

Kepalsuan Relics:

¨ Di Spanyol pernah dipertontonkan di 2 cathedral, 2 buah kepala dari Yohanes Pembaptis. Ini mengingatkan saya pada suatu lelucon dalam Reader’s Digest sebagai berikut:

Seorang petani Skotlandia menemukan 2 buah tengkorak di ladangnya, yang satu besar dan yang lain kecil. Ia lalu membawa tengkorak yang besar ke lapangan terbang dimana ada banyak turis Amerika. Ia lalu menunjukkan tengkorak itu dan berkata: ‘Ini adalah tengkorak dari Robert Bruce, raja yang hebat dari Skotlandia. Aku mau menjualnya dengan harga murah’. Turis Amerika itupun membeli tengkorak itu. Petani itu lalu pulang dan mengambil tengkorak yang kecil, lalu kembali ke lapangan terbang. Ia menjumpai orang Amerika yang membeli tengkoraknya, lalu berkata (sambil menunjuk pada tengkorak yang kecil): ‘Ini adalah tengkorak dari Robert Bruce, raja yang hebat dari Skotlandia’. Orang Amerika itu menjawab: ‘Tetapi tadi kamu sudah menjual tengkoraknya kepadaku’. Petani itu menjawab: ‘Benar tuan, tetapi itu adalah tengkorak Robert Bruce pada waktu dewasa. Yang ini adalah tengkoraknya pada waktu ia masih remaja!’.

¨ Tulang dari Neapolitan saint, setelah diselidiki, ternyata adalah 2 tulang kambing.

¨ Bulu sayap Gabriel itu ternyata adalah bulu burung unta.

¨ Ada banyak sekali ‘paku asli’ yang digunakan untuk memaku Tuhan Yesus.

¨ Hampir setiap kota di Italia dan Perancis mempunyai 1 atau 2 duri asli dari mahkota duri Tuhan Yesus.

¨ Hampir setiap kota di Silicia mempunyai 1 gigi atau lebih dari St. Agatha, orang suci pelindung kota itu.

¨ Rumah Maria itu pasti rumah palsu karena 2 hal:

* Bata yang digunakan dibakar dengan oven sedangkan pada jaman Tuhan Yesus di Palestina bata dikeringkan dengan sinar matahari.

* Rumah itu punya cerobong asap sedangkan rumah di Palestina pada jaman itu tidak ada yang menggunakan cerobong asap.

¨ Serpihan kayu salib yang asli tersebar di seluruh dunia dalam jum­lah yang banyak sekali. Loraine Boettner mengutip Calvin yang berkata bahwa kalau semua itu dikum­pulkan akan menjadi muatan 1 kapal dan membutuhkan 300 orang untuk mengangkatnya padahal dalam Kitab Suci kayu salib itu bisa diangkat oleh 1 orang saja - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 289.

Tetapi St. Paulinus, seorang ahli apologetics Roma Katolik khusus bagian relics, berkata: “a portion of the true cross kept at Jerusalem gave off fragments of itself without diminishing” (= sebagian dari salib yang asli yang disimpan di Yerusalem mengeluarkan potongan-potongan dari dirinya sendiri tanpa mengurangi dirinya sendiri) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 289.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘True Cross’: “Christian relic, reputedly the wood of the cross on which Jesus Christ was crucified. Legend relates that the True Cross was found by St. Helena, mother of Constantine the Great, during her pilgrimage to the Holy Land about 326. The earliest historical reference to veneration of the True Cross occurs in the mid-4th century. By the 8th century the accounts were enriched by legendary details describing the history of the wood of the cross before it was used for the Crucifixion. Adoration of the True Cross gave rise to the sale of its fragments which were sought as relics. John Calvin pointed out that all the extant fragments, if put together, would fill a large ship, an objection regarded as invalid by some Roman Catholic theologians who claimed that the blood of Christ gave to the True Cross a kind of material indestructibility, so that it could be divided indefinitely without being diminished. Such beliefs resulted in the multiplication of relics of the True Cross wherever Christianity expanded in the medieval world, and fragments were deposited in most of the great cities and in a great many abbeys. Reliquaries designed to hold the fragments likewise multiplied, and some precious objects of this kind survive. The desire to win back or obtain possession of the True Cross was claimed as justification for military expeditions, such as that of the Byzantine emperor Heraclius against the Persians (622-628) and the capture of Constantinople by the crusaders in 1204. The Feast of the Finding of the Cross was celebrated in the Roman Catholic Church on May 3 until it was omitted from the church calendar in 1960 by Pope John XXIII” (= ).

Mungkin orang-orang Katolik ini diilhami oleh 5 roti dan 2 ikan yang dipakai oleh Yesus untuk memberi makan 5000 orang (Yoh 6:1-15), atau oleh minyak yang keluar terus tanpa berkurang dalam 2Raja-raja 4:1-7. Tetapi kalau dalam 2 kasus dalam Kitab Suci itu mujijat tersebut memang berguna dalam menolong orang, maka ‘mujijat’ tentang relics dari kayu salib ini bukan hanya tidak berguna, tetapi justru menjatuhkan banyak orang ke dalam pemberhalaan benda-benda tersebut. Ada 2 kemungkinan:

* mujijat tersebut hanyalah isapan jempol.

* mujijat itu sungguh-sungguh terjadi, tetapi datang dari setan.

¨ ‘kain kafan’ Yesus sudah dibuktikan berasal dari abad 13 atau 14 (1260-1390). Pembuktian ini diceritakan dalam suatu artikel dalam Reader’s Digest bulan Nopember 1989, hal 34-38, yang berjudul ‘The Saga of the Shroud’. Artikel itu juga mengatakan bahwa pembuktian ilmiah itu akhir-nya diakui oleh gereja Roma Katolik. Padahal kain kafan itu sudah dipuja selama lebih dari 600 tahun.

Tidak perduli relics itu asli atau palsu tetapi tidak boleh dipuja / disembah!
---------------------     

Catatan tambahan:

Katolik dan hukum kedua.

a) Perubahan hukum ke 2 dalam Gereja Roma Katolik.

Merupakan suatu fakta bahwa Gereja Roma Katolik dipenuhi dengan patung yang disembah. Bagaimana mereka bisa melakukan hal itu dengan adanya hukum kedua ini? Jawabannya adalah: dalam Katolik 10 hukum Tuhannya berbeda.

Matthew Henry: “The use of images in the church of Rome, at this day, is so plainly contrary to the letter of this command, and so impossible to be reconciled to it, that in all their catechisms and books of devotion, which they put into the hands of the people, they leave out this commandment, joining the reason of it to the first; and so the third commandment they call the second, the fourth the third, &c.; only, to make up the number ten, they divide the tenth into two. Thus have they committed two great evils, in which they persist, and from which they hate to be reformed; they take away from God’s word, and add to his worship” (= Penggunaan patung-patung dalam gereja Roma, pada jaman ini, adalah dengan begitu jelas bertentangan dengan huruf dari hukum ini, dan begitu tidak mungkin / mustahil untuk diperdamaikan / diharmoniskan dengannya, sehingga dalam semua katekisasi dan buku-buku pembaktian / ibadah mereka, yang mereka letakkan di tangan dari umat / orang-orang, mereka menghapuskan hukum ini, menggabungkan artinya dengan hukum yang pertama; dan dengan demikian hukum ketiga mereka sebut kedua, keempat mereka sebut ketiga, dst.; hanya, untuk membuat / mengejar bilangan sepuluh, mereka membagi hukum kesepuluh menjadi dua. Dengan demikian mereka telah melakukan dua kejahatan besar, dalam mana mereka berkeras, dan dari mana mereka tidak senang untuk direformasi; mereka mengambil / membuang dari firman Allah, dan menambah pada ibadah / penyembahanNya).

Adam Clarke: “To countenance its image worship, the Roman Catholic church has left the whole of this second commandment out of the decalogue, and thus lost one whole commandment out of the ten; but to keep up the number they have divided the tenth into two commandments. This is totally contrary to the faith of God’s elect and to the acknowledgment of that truth which is according to godliness. ... This corruption of the word of God by the Roman Catholic Church stamps it, as a false and heretical church, with the deepest brand of ever-enduring infamy!” (= Untuk merestui / mendukung penyembahan berhalanya, gereja Roma Katolik telah membuang seluruh hukum kedua dari 10 hukum Tuhan, dan dengan demikian kehilangan / menghilangkan satu hukum penuh dari sepuluh; tetapi untuk menjaga / mengejar bilangan 10 itu mereka telah membagi hukum ke 10 menjadi dua hukum. Ini bertentangan secara total dengan iman / ajaran dari orang-orang pilihan dan dengan pengakuan terhadap kebenaran itu yang sesuai dengan kesalehan. ... Perusakan firman Allah ini oleh Gereja Roma Katolik mencapnya sebagai gereja yang palsu / sesat dan bersifat bidat, yang merupakan cap / merk yang paling dalam dari keburukan yang bertahan selama-lamanya!).

10 Hukum Tuhan versi Katolik (ini saya ambil dari ‘Catechism of the Catholic Church’ tahun 1992):

1. I am the LORD your God: you shall not have strange Gods before me (= Akulah TUHAN Allahmu: jangan mempunyai Allah-allah asing di hadapanKu).

2. You shall not take the name of the LORD your God in vain (= Jangan menggunakan nama TUHAN Allahmu dengan sia-sia).

3. Remember to keep holy the LORD’S Day (= Ingatlah untuk menguduskan Hari TUHAN).

4. Honor your father and your mother (= Hormatilah bapa dan ibumu).

5. You shall not kill (= Jangan membunuh).

6. You shall not commit adultery (= Jangan berzinah).

7. You shall not steal (= Jangan mencuri).

8. You shall not bear false witness against your neighbor (= Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu).

9. You shall not covet your neighbor’s wife (= Jangan menginginkan istri sesamamu).

10. You shall not covet your neighbor’s goods (= Jangan menginginkan barang-barang / harta benda sesamamu).

Jadi, mereka menghapuskan hukum ke 2 lalu menjadikan hukum ke 3 sebagai hukum ke 2, hukum ke 4 sebagai hukum ke 3 dst. Lalu mereka memecah hukum ke 10 menjadi 2, yaitu hukum ke 9 dan ke 10, untuk tetap mendapatkan bilangan 10.

Penghapusan hukum ke 2 ini jelas merupakan suatu tindakan menginjak-injak Kitab Suci, dan menunjukkan betapa tidak Alkitabiahnya gereja Katolik! Disamping itu, merupakan sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak Alkitabiah untuk membagi hukum ke 10 menjadi 2, karena:

a. Kalau ‘jangan mengingini istri sesamamu’ disebutkan sebagai hukum ke 9 seperti dalam versi Katolik, itu mungkin masih bisa disesuaikan dengan Ul 5, dimana kata-kata ‘istri sesamamu’ menduduki tempat pertama, dan lalu disusul dengan ‘rumah, ladang, hamba, lembu, keledai sesamamu’.

Ul 5:21 - “Jangan mengingini isteri sesamamu, dan jangan menghasratkan rumahnya, atau ladangnya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya, atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu”.

Tetapi bagaimana hal itu bisa disesuaikan dengan Kel 20:17, dimana kata-kata ‘rumah sesamamu’ menduduki tempat pertama, dan sesudah itu baru ‘istrinya’?

Kel 20:17 - “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.’”.

b. Pada waktu Paulus mengutip hukum ke 10 ini, ia memperlakukannya sebagai satu kesatuan.

Calvin (tentang Kel 20:12): “the prohibition of God to covet either our neighbour’s wife or his house, is foolishly separated into two parts, whereas it is quite clear that only one thing is treated of, as we gather from the words of Paul, who quotes them as a single Commandment. (Rom. 7:7.) ... the fact itself explains how one error has grown out of another; for, when they had improperly hidden the Second Commandment under the First, and consequently did not find the right number, they were forced to divide into two parts what was one and indivisible” [= larangan Allah untuk mengingini istri sesama kita atau rumahnya, secara bodoh dipisahkan menjadi 2 bagian, padahal adalah cukup jelas bahwa hanya satu hal yang dibicarakan, seperti yang bisa kita dapatkan dari kata-kata Paulus, yang mengutip mereka sebagai satu Hukum (Ro 7:7). ... fakta itu sendiri menjelaskan bagaimana satu kesalahan telah tumbuh dari kesalahan yang lain; karena, pada waktu mereka secara tidak benar telah menyembunyikan Hukum kedua di bawah Hukum pertama, dan karena itu tidak bisa mendapatkan bilangan yang benar (tak bisa mendapatkan bilangan 10), mereka terpaksa membagi menjadi 2 bagian apa yang seharusnya adalah satu dan tidak bisa dibagi-bagi] - hal 6.

Bdk. Ro 7:7 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: ‘Jangan mengingini!’”.

Apa yang mengejutkan adalah: susunan / urut-urutan 10 hukum versi Katolik itu didapatkan dari Agustinus, dan juga diikuti oleh Luther / gereja Lutheran.

Keil & Delitzsch: “The second view was brought forward by Augustine, and no one is known to have supported it previous to him. In his Quaest. 71 on Ex., when treating of the question how the commandments are to be divided ... He then proceeds still further to show that the commandment against images is only a fuller explanation of that against other gods, but that the commandment not to covet is divided into two commandments by the repetition of the words, ‘Thou shalt not covet,’ ... In this division Augustine generally reckons the commandment against coveting the neighbour’s wife as the ninth, according to the text of Deuteronomy; although in several instances he places it after the coveting of the house, according to the text of Exodus. Through the great respect that was felt for Augustine, this division became the usual one in the Western Church; and it was adopted even by Luther and the Lutheran Church” (= Pandangan kedua diajukan oleh Agustinus, dan tak diketahui adanya seorangpun yang mendukung pandangan ini sebelum dia. Dalam buku / tulisannya Quaest. 71 tentang Ex. / Kel., pada waktu membahas pertanyaan bagaimana hukum-hukum harus dibagi ... Ia lalu melanjutkan lebih jauh lagi untuk menunjukkan bahwa hukum terhadap patung-patung hanyalah penjelasan yang lebih lengkap dari hukum terhadap allah-allah lain, tetapi bahwa hukum untuk tidak mengingini dibagi menjadi dua hukum oleh pengulangan ‘Janganlah engkau menginginkan’, ... Dalam pembagian ini Agustinus secara umum menganggap hukum terhadap menginginkan istri sesama sebagai yang kesembilan, sesuai dengan text dari Ulangan; sekalipun dalam beberapa hal ia menempatkannya setelah menginginkan rumah, sesuai dengan text dari Keluaran. Melalui rasa hormat yang besar yang dirasakan terhadap Agustinus, pembagian ini menjadi sesuatu yang biasa di Gereja Barat; dan itu diadopsi bahkan oleh Luther dan Gereja Lutheran).

Catatan: bagian yang saya garis-bawahi menunjukkan bahwa kita harus hati-hati terhadap rasa hormat / kagum terhadap seorang hamba Tuhan, tak peduli siapapun dia adanya. Semua hamba Tuhan ada di bawah Firman Tuhan!

Keil & Delitzsch: “It must be decided from the text of the Bible alone. Now in both substance and form this speaks against the Augustinian, Catholic, and Lutheran view, and in favour of the Philonian, or Oriental and Reformed. In substance; for whereas no essential difference can be pointed out in the two clauses which prohibit coveting, so that even Luther has made but one commandment of them in his smaller catechism, there was a very essential difference between the commandment against other gods and that against making an image of God, so far as the Israelites were concerned, as we may see not only from the account of the golden calf at Sinai, but also from the image worship of Gideon (Judg 8:27), Micah (Judg 17), and Jeroboam (1 Kings 12:28ff.)” [= Itu harus ditentukan dari text Alkitab saja. Baik dalam isinya maupun bentuknya ini berbicara menentang pandangan Agustinus, Katolik, dan Lutheran, dan berpihak pada Philonian, atau Timur dan Reformed. Dalam isinya; karena sementara tidak ada perbedaan yang hakiki bisa ditunjukkan dalam kedua anak kalimat yang melarang untuk menginginkan, sehingga bahkan Luther telah membuat mereka menjadi hanya satu hukum dalam katekisasi kecilnya, ada perbedaan yang sangat hakiki antara hukum menentang allah-allah lain dan perintah / hukum menentang pembuatan patung dari Allah, sejauh berkenaan dengan bangsa Israel, seperti bisa kita lihat bukan hanya dari cerita tentang anak lembu emas di Sinai, tetapi juga dari penyembahan patung dari Gideon (Hak 8:27), Mikha (Hak 17), dan Yerobeam (1Raja 12:28-dst)].

Mungkin Keil & Delitzsch memberikan ayat-ayat referensi di atas untuk menunjukkan bahwa sekalipun orang-orang itu menyembah Allah, dan tidak menyembah allah lain, tetapi karena penyembahan itu dilakukan melalui patung, mereka tetap berdosa. Ini secara jelas membedakan hukum pertama dan hukum kedua.

Wycliffe Bible Commentary: “There are different ways of dividing the Commandments. The Lutheran and Roman Catholic churches follow Augustine in making verses 2-6 the first commandment, and then dividing verse 17, on covetousness, into two. Modern Judaism makes verse 2 the first commandment and verses 3-6 the second. The earliest division, which can be traced back at least as far as Josephus, in the first century A.D., takes Exo 20:3 as the first command and 20:4-6 as the second. This division was supported unanimously by the early church, and is held today by the Eastern Orthodox and most Protestant churches” (= Ada cara-cara yang berbeda tentang pembagian dari Hukum-hukum ini. Orang-orang Lutheran dan Roma Katolik mengikuti Agustinus dengan membuat ay 2-6 hukum pertama, dan lalu membagi ay 17, tentang keinginan / menginginkan, menjadi dua hukum. Yudaisme modern membuat ay 2 sebagai hukum pertama dan ay 3-6 hukum kedua. Pembagian yang paling awal, yang bisa ditelusuri jejaknya sejauh Yosephus, pada abad pertama Masehi, menganggap Kel 20:3 sebagai hukum pertama dan 20:4-6 sebagai hukum kedua. Pembagian ini didukung dengan suara bulat oleh gereja awal, dan dipegang / dipercayai sekarang oleh Gereja Orthodox Timur dan kebanyakan gereja-gereja Protestan).

Catatan: bagaimana Yudaisme bisa menganggap ay 2 sebagai hukum pertama, padahal ay 2 berbunyi: “‘Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”? Ini suatu pernyataan, bukan hukum / perintah / larangan!

b) Penyembahan atau penghormatan?

Calvin mengatakan bahwa Gereja Roma Katolik berusaha menghindari hukum kedua ini dengan membedakan istilah LATRIA dan DULIA. Mereka mengatakan bahwa LATRIA merupakan penyembahan terhadap Allah, sedangkan DULIA hanya merupakan penghormatan, yang mereka tujukan kepada malaikat, orang-orang suci, dan patung (Catatan: untuk Maria mereka menggunakan istilah lain lagi, yaitu Hyper Dulia, yang tetap mereka anggap sebagai penghormatan, bukan penyembahan).

BACA JUGA: SAULUS BERTOBAT

Mereka menganggap bahwa yang dilarang oleh hukum kedua hanyalah LATRIA, bukan DULIA. Tetapi Calvin mengatakan bahwa ini suatu penghindaran yang sia-sia, karena kalau dilihat dari Kel 20:5a, Musa melarang segala bentuk dan upacara penyembahan, dengan menggunakan istilah ‘menyembah’, lalu menggunakan istilah kedua, yaitu kata Ibrani AVAD, yang arti sebenarnya adalah ‘to serve’ (= melayani / beribadah). Calvin menganggap bahwa istilah kedua ini mencakup penghormatan.

Bdk. Kel 20:5a - “Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya”.

KJV: ‘Thou shalt not bow down thyself to them, nor serve them’ (= Jangan membungkuk / menyembah mereka, ataupun melayani mereka / beribadah kepada mereka).

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah:

1. Biarpun mereka membedakan istilahnya, tetapi apa yang mereka lakukan dalam melakukan penyembahan dan penghormatan, adalah persis sama. Bukankah lucu kalau istilahnya dibedakan, tetapi tindakannya persis sama?

2. Mengapa mereka menghapus hukum kedua dari 10 hukum mereka, kalau mereka memang tidak salah dalam hal ini?
ROMA KATOLIK (PAUS, MARIA, API PENYUCIAN DAN SAKRAMEN)
-AMIN-
Next Post Previous Post