DOSA, NAFSU DIRI DAN PENCOBAAN (YAKOBUS 1:14-15)
Pdt. DR. Stephen Tong.
“Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yakobus 1:14-15).
Pengantar:
Tidak pernah ada sumber yang mengupas doktrin dosa dan doktrin manusia lebih dalam dan lebih tepat dari apa yang Tuhan berikan lewat para nabi di PL dan para rasul di PB. Itu sebabnya banyak orang berpikir, the problem of eviltidak bisa dipecahkan, tapi Alkitab dengan jelas menerangkan: dosa bukan berasal dari Allah, juga bukan dari setan, melainkan dari keinginan diri sendiri. Diri adalah pribadi yang dicipta oleh pribadi Allah, satu-satunya Pribadi yang tak mungkin ada dosa, karena diri Allah selalu sinkron dengan sifat-sifat ilahiNya.
John Stott, teolog besar di abad ke-20 berpendapat bahwa kebebasan Allahpun tidak mutlak. Kalimat itu sempat membuat saya terkejut. Kalau kebebasan Allah tidak mutlak, lalu siapa yang memiliki kebebasan mutlak? Saya menggumulinya terus. Saya tahu, maksudnya memang baik. Allahpun tidak bebas berbuat dosa. Kebebasan-Nya dibatasi oleh sifat moralNya. Tapi kalau kebebasan Allah dibatasi, bukankah berarti Allah itu pasif? Itulah point yang tidak bisa saya terima.
Karena Allah itu inisiator, Dia 100% sempurna dan aktif. Kebebasan Allah adalah kebebasan yang mutlak, lalu mengapa Allah bisa hidup dalam kesucian yang mutlak, tanpa noda, tanpa dosa? Kita perlu menggabungkan realita Allah tidak berdosa dengan Allah itu inisiator. Atas kerelaan diriNya, Allah menaklukkan kebebasan diriNya pada sifat ilahiNya yang kekal. Dengan demikian, Allah bukan pasif, bukan dipaksa, melainkan dengan rela menyerahkan kebebasan diriNya yang mutlak untuk sinkron dengan sifat moralNya, yang secara keseluruhannya baik adanya. The only good, the only holy, the only righteous, the only perfect One is God Himself.
Tidak ada sedikit pun kelemahan ataupun bayang-bayang gelap dalam diriNya. Itu sebabnya hanya Dia yang berani mengatakan, I am the only God. Dia juga punya kualifikasi mutlak menuntut kita tidak bercabang hati, hanya menyembah Dia. Semua ini kait-mengait, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan dan harus kita taati sampai selama-lamanya.
Apa bedanya Allah dengan setan? Allah adalah pemimpin yang mutlak suci, sementara setan adalah sumber yang mutlak tidak taat pada kesucian Allah, maka setan menjadi diri yang paling tidak beres dan sangat kontras dengan diri Allah yang beres. Yakobus mengerti sampai sedalam itu, maka katanya, jika seorang berdosa, jangan dia katakan, “aku digoda, karena dipengaruhi oleh si anu.”
Kemarin seorang bertanya, “Pak Tong sekarang sedang membahas kitab apa?” “Yakobus” “Adakah sesuatu yang bisa dibahas dari surat Yakobus?” “Begitu limpah, begitu dalam.”
Sayang, begitu banyak buku tafsiran Yakobus begitu dangkal, penulisannya lebih mengarah pada masalah akademis: bahasa aslinya, tensesnya, latar belakangnya, tapi kehilangan berita, dinamika, dan relevansinya. Itu sebabnya saya berdoa, agar eksposisi yang saya berikan di GRII membawa kita:
1). Mengerti apa yang Tuhan inginkan kita untuk mengerti. Kita mendapatkan beritanya. Berita berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan itu statis, berita itu hidup. Pengetahuan bisa digudangkan, sedangkan berita harus ditaati setiap saat.
2). Ada unsur dinamikanya. Tuntutan dari Allah yang hidup, yang sekarang hadir di sini. Dia menegur, mentransformasi hidup kita, agar kita semakin hari semakin sesuai dengan kehendak Tuhan.
3). Ada unsur relevansinya. Berita yang disampaikan bukan hanya untukku, bahkan harus kutaati, karena kelak aku harus mempertanggungjawabkan hidupku di hadapan Tuhan.
Itulah doa saya bagi mimbar ini, betul-betul menyalurkan suara Tuhan. Karena manusia hidup bukan hanya bersandar pada roti, melainkan pada setiap kalimat yang keluar dari mulut Tuhan (Ulangan. 8:3 ; Matius. 4:4 ).
Perhatikan: Jika kau berbuat dosa, jangan kau katakan, aku dicobai oleh Allah. Karena Allah tidak mencobai, Allah juga tidak dicobai (Yakobus 1:13 ). Maksudnya:
Allah tidak mungkin menjadi sumber: perencana kejahatan, Dia tidak mungkin mempunyai motivasi jahat dan menginginkan manusia jatuh di dalam dosa dengan cara mencobainya. Firman Allah lewat nabi Yeremia, “Hai Israel, segala sesuatu yang Kulakukan untukmu didasarkan pada niat baikKu.”
Benarkah setan menginginkan kita berdosa? Betul. Benarkah setan adalah pencoba? Betul. Motivasi, maksud, rencana setan ialah menginginkan manusia berdosa. Jadi saat dicobai, bolehkah kau berkata, aku dicobai oleh setan? Jawab Yakobus: tidak! Karena kau dicobai oleh keinginanmu sendiri. Jadi soal pencobaan itu menyangkut diri pribadi, self, yang kadang disebut soul oleh psikologi, filsafat, antropologi.
Leibniz, seorang rasionalis Jerman pernah berkata, “Allah tidak mungkin menciptakan ciptaan yang sesempurna diriNya, karena Dia adalah Allah yang Esa.” Maka bagi saya, Leibniz adalah salah seorang yang paling pintar di dalam sejarah Jerman. Seumur hidupnya dia menyesalkan dua perkara:
a. Tidak dilahirkan sebagai orang Tionghoa, melainkan orang Jerman.
b. Dia ingin mengabarkan Injil di Tiongkok, tetapi waktu diuji, ternyata doktrinnya tidak beres, tidak ada badan Misi di Jerman yang mau mengutusnya sebagai misionari.
Eropa pernah begitu ketat, tapi sekarang sudah memasuki Post-Christian era. Apa sebabnya? Hanya mementingkan akademis, tidak lagi mementingkan iman konservatif yang diturunkan dari rasul Tuhan Yesus. Berbeda dengan keadaan sekarang dimana untuk menjadi pendeta, ada banyak gereja yang tidak menguji pengajarannya, sehingga doktrin semakin hari menjadi semakin simpang siur.
Allah bukan sumber dosa, setan juga tidak boleh dipandang sebagai sumber dosa, karena kita dicobai oleh keinginan diri sendiri. Allah adalah diri yang mutlak sempurna, sementara diri yang ada di luar diri Allah berkemungkinan menjadi beres, juga berkemungkinan menjadi tidak beres. Artinya, Only God is the eternal being, sementara diri yang di luar diriNya adalah being of becoming. Apakah yang dimaksud dengan diri yang di luar diri Allah? Diri yang dicipta, yang berpribadi. Ciptaan Allah bisa dibagikan menjadi dua unsur: pasif dan aktif.
Menurut stoiksisme (filsafat orang Yunani): dunia dicipta terdiri dari unsur aktif, yaitu manusia, dan unsur pasif, yaitu materi. Maka manusia ber-relativisasi dengan dunia materi, mendayagunakan sumber daya alam, mengelola, menghancurkan… yang menentukan manusia adalah unsur aktif hanya satu: manusia punya kemungkinan mengerti Logos: Firman, maka manusia disebut sebagai logicos (logos kecil), lebih dominan dari materi. Jadi, mana yang lebih tinggi? Kebenaran yang dimengerti oleh manusia atau manusia yang mengerti kebenaran?
Pada umumnya orang menganggap manusia lebih tinggi, karena manusia itu aktif. Tapi menurut Stoa, manusia bukan aktif, dia hanya ingin kembali pada induknya: Logos. Karena manusia telah terpisah dari induknya. Ajaran stoiksisme ini pernah menjadi ancaman terbesar bagi penginjilan di abad ke-1 sampai pertengahan abad ke-4. Karena orang-orang Stoik menganggap diri sudah mengerti kebenaran, moral mereka juga tidak lebih rendah barang sedikit pun dari orang Kristen, mereka merasa tidak butuh Kristus, tidak butuh Alkitab, tidak perlu diinjili.
Tuhan Yesus bukan mengajar kita kembali pada logos, melainkan kembali pada Bapa melalui diriNya. Terlihat di sini, buah pikiran manusia yang penting jadi tidak terlalu bernilai bila dibandingkan dengan Kitab Suci, karena mereka tidak bisa menjawab dari mana Logos berasal, hanya Alkitab menjelaskan: Logos adalah perantara Allah menciptakan segala sesuatu. Di antara ciptaan Allah, hanya sedikit yang memiliki diri, kekekalan.
Kekekalan Allah berbeda dengan kekekalan manusia: kekekalan Allah adalah kekekalan sang Pencipta. Kekekalan manusia adalah kekekalan yang dicipta. Kekekalan Allah adalah dari kekal sampai kekal. Kekekalan manusia dimulai saat dia dicipta sampai kekal—suatu perbedaan kualitas. Meskipun begitu, ciptaan yang memiliki kekekalan sadar akan eksistansi dirinya, dia menjadi inisiator, penguasa atas unsur pasif materi, karena dia memiliki sifat relativitas Allah.
Self atau diri manusia mungkin beres, mungkin tidak beres. Satu-satunya diri yang beres mutlak: Allah. Namun diri yang mungkin beres, mungkin tidak beres itu ciptaan Allah, setelah dia menikah akan melahirkan anak, yang Tuhan cipta lewat law of genetics in our family.
Permisi tanya, apa yang membedakan diri yang di luar diri Allah itu ada yang beres ada yang tidak beres? Diri itu kembali pada Allah atau hidup di dalam dirinya diri. Diri yang kembali pada diri Allah, hidupnya beres, sementara diri yang menginginkan segalanya hanya untuk diri, hidupnya tidak beres. Itulah hal yang begitu sederhana tapi begitu dalam, maka tidak heran, filsuf Post-modern yang paling pintar, seperti Michel Foucault, Violist Jerman, Christian Ferras, bintang film tenar seperti Marylin Monroe, Zhan Guo Rong dan lain-lain mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri. Karena mereka tidak kembali pada diri Allah.
itu juga sebabnya, Alkitab berseru-seru dari awal manusia berdosa sampai di kitab Wahyu: return to Me. Hai anakKu, palingkanlah hatimu padaKu, biar matamu menyukai FirmanKu dan jalanKu. Return to Me is a glorious invitation, juga merupakan semangat Reformed. Mengajak seluruh gereja kembali pada Alkitab, kembali pada Tuhan, agar menjadi beres.
BACA JUGA: AMOS 5:21-27 (MENJADI PENYEMBAH YANG SEJATI)
Doktrin tidak beres timbul karena manusia mendapatkan banyak inovasi tapi tidak mau dikoreksi oleh Alkitab, akhirnya menyeleweng dari Firman. Hidup tidak beres terjadi karena manusia tidak mau menaklukan kebebasan diri pada sifat moral Allah, bebas berdosa, berzinah, berjudi, tidak berpaling pada Allah.
Mengapa Allah selalu menuntut kita berpaling padaNya? Karena diri yang tidak mau takluk pada diri Allah pasti menyeleweng, padahal hanya Allah satu-satunya diri yang mutlak baik, mutlak suci, mutlak kasih, saat diri kita kembali bersatu dengan diri Allah baru disebut righteousness, union with God. Inilah sasaran yang Allah tetapkan di dalam Kristus, topik penting dalam teologi Ortodoks, yang kemudian diadopsi oleh Protestan. Union with God in Jesus Christ.
Pada waktu setiap diri (individu) di dalam satu organisasi berbuat semau gue, organisasi itu pasti kacau balau. Tetapi kalau setiap diri sinkron dengan diri yang tertinggi, Allah, semuanya akan beres. Itu pula yang dimaksudkan Yesus adalah kepala gereja. Dengan hak apa Yesus menjadi kepala gereja? TeladanNya: saat di Getsemani. Dia berkata, “Bukan kehendakKu, melainkan kehendakMu yang jadi.”
Waktu saya masih muda sekali, saya pernah menanyakan pada guru sekolah minggu saya: apa artinya menyangkal diri (terjemahan bahasa Mandarinnya adalah membuang diri)? Jawabnya, “Saya tidak mengerti.” Maka saya mencari jawabnya dari Alkitab, akhirnya menemukan bahwa yang dimaksud menyangkal diri adalah menaruhkan diri kita ke dalam diri Allah.
Kemarin, saya merenungkan ayat ini sampai jam 00:30, saya mendapatkan penerobosan baru. Sekarang ini banyak pendeta yang tidak mau memikul salibnya sendiri, hanya mau memperalat atasannya.
Apakah MRI-MRI mau memikul salibnya sendiri tapi tetap mengikut GRII pusat? Pada umumnya orang tahu, pikul salib, tapi harus tetap ikut, itu rugi. Lebih baik kalau kau yang menanggung semua beban, aku yang menyandang kemuliaan. Ajaran Yesus justru terbalik: you bare your cross, and deny yourself, and follow Me. Memang tidak gampang, tapi itulah cara Yesus berani dan mungkin menjadi Kepala gereja: kesulitan apapun Dia tanggung sendiri, dan Dia taat pada Allah Bapa. Saat cawan yang paling berat harus diminumNya, kataNya: kalau mungkin, singkirkan… Dia memang berhak meminta, tapi lanjutNya, “Bukan kehendakKu yang jadi, kehendakMulah yang jadi.”
Lalu, Why God created me with the possibility of committing sin? Karena Dia memberimu kebebasan. Why God implanted the freedom to choose good and evil within me? Kemarin seorang yang sudah 45 tahun menjadi orang Kristen berkata: saya sudah berusia 60 tahun, saat melihat wanita cantik, masih susah untuk tidak berminat bersetubuh dengannya.
Itulah yang Yakobus maksudkan bahwa kau digoda oleh keinginanmu sendiri. Musuhmu yang terbesar adalah dirimu sendiri. Orang yang semakin ingin hidup suci semakin tergoda oleh keinginan yang tidak bersih. Bukan saja orang belum percaya, orang Kristen bahkan pemimpin gereja pun sama. Itu sebabnya, Alkitab mengajar kita memerangi nafsu yang ada di dalam diri kita. Untuk itu hanya ada satu cara: takluk pada Roh Kudus. Karena hanya Dia yang sanggup memampukanmu melawan nafsu dirimu.
When you are tempted, you are not tempted by God, you are not even necessarily tempted by satan, mostly you are tempted by your own lust, your own desire. Orang Buddha menganggap keinginan adalah sumber penderitaan, tetapi Alkitab mengajarkan: keinginan adalah bibit yang membuahi dosa.
Minggu lalu kita sudah menyinggung istilah logoi spermatikoi, istilah yang membawa kita mengerti hal ini lewat pengetahuan genetika: apakah yang bisa membuahi sel telur? Sperma: Saat sperma masuk ke dalam satu sel telur, jadilah janin. Janin akan bertumbuh sampai lahirnya si bayi. Jadi, sebelum sel telur dibuahi oleh sperma, tak akan mungkin menjadi satu hidup yang baru.
Perhatikan: Paulus berkata kepada orang di Korintus, “Aku menderita kesusahan melahirkan.” Bagaimana mungkin Paulus, seorang pria tahu susahnya melahirkan? Dia melahirkan anak rohani. Dia membuahi anak rohaninya dengan apa? Logos. Firman yang dia beritakan adalah bibit hidup baru. You must be born again, you must born from above, you must be born from God, you must be born from the Holy Spirit and water, you must be born by the Word, you must be born by the Gospel. Keenam sebutan itu menunjukkan, kita beroleh hidup baru karena bibit Firman masuk ke dalam diri kita.
Yohanes. 1, pada mulanya (bukan permulaan dunia, melainkan permulaan Allah, permulaan kekekalan) adalah Firman. Jadi, Logos adalah Firman yang paling mula. Hidup kekal itu membuahi diri kita. Perhatikan: Menurut teologi Reformed, saat kita diinjili, mendengar Firman, kita pasif. Firman masuk ke dalam diri kita sebagai anugerah yang datang dari luar. Tapi saat kita menerima keinginan diri, konsep dosa, kita terus-menerus memikirkan nafsu sampai akhirnya melakukan dosa, itu bukan karena unsur dari luar, melainkan karena bibit yand ada di dalam diri kita.
Penutup:
Mengapa Tuhan memberi kita kebebasan? Karena tanpa kebebasan, kita tidak punya potensi menjadi moral being. Itu sebabnya, kita perlu sangat waspada terhadap keinginan yang timbul di dalam diri kita. Ketika Daud menikmati pemandangan indah di sekitarnya, tiba-tiba matanya tertuju pada pandangan yang paling bagus. Seorang wanita yang tubuhnya begitu aduhai, sedang mandi dengan telanjang. Dia mulai menerima pembuahan keinginan, membentuk janin dosa. Jadi, tidak perlu mempersalahkan orang lain. Dirimu sendiri telah menjadi penggoda.
Amin.