2 RAJA-RAJA 4:8-37 ( ELISA DAN TINDAKAN PEREMPUAN SUNEM)

PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
2 Raja-Raja 4:8-37 - “(2 Raja-raja 4:8) Pada suatu hari Elisa pergi ke Sunem. Di sana tinggal seorang perempuan kaya yang mengundang dia makan. Dan seberapa kali ia dalam perjalanan, singgahlah ia ke sana untuk makan. (9) Berkatalah perempuan itu kepada suaminya: ‘Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus. (10) Baiklah kita membuat sebuah kamar atas yang kecil yang berdinding batu, dan baiklah kita menaruh di sana baginya sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil, maka apabila ia datang kepada kita, ia boleh masuk ke sana.’ (11) Pada suatu hari datanglah ia ke sana, lalu masuklah ia ke kamar atas itu dan tidur di situ. (12) Kemudian berkatalah ia kepada Gehazi, bujangnya: ‘Panggillah perempuan Sunem itu.’ Lalu dipanggilnyalah perempuan itu dan dia berdiri di depan Gehazi. (13) Elisa telah berkata kepada Gehazi: ‘Cobalah katakan kepadanya: Sesungguhnya engkau telah sangat bersusah-susah seperti ini untuk kami. Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?’ Jawab perempuan itu: ‘Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku!’ (14) Kemudian berkatalah Elisa: ‘Apakah yang dapat kuperbuat baginya?’ Jawab Gehazi: ‘Ah, ia tidak mempunyai anak, dan suaminya sudah tua.’ (15) Lalu berkatalah Elisa: ‘Panggillah dia!’ Dan sesudah dipanggilnya, berdirilah perempuan itu di pintu. (16) Berkatalah Elisa: ‘Pada waktu seperti ini juga, tahun depan, engkau ini akan menggendong seorang anak laki-laki.’ Tetapi jawab perempuan itu: ‘Janganlah tuanku, ya abdi Allah, janganlah berdusta kepada hambamu ini!’ (17) Mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan seorang anak laki-laki pada waktu seperti itu juga, pada tahun berikutnya, seperti yang dikatakan Elisa kepadanya. (18) Setelah anak itu menjadi besar, pada suatu hari keluarlah ia mendapatkan ayahnya, di antara penyabit-penyabit gandum. (19) Tiba-tiba menjeritlah ia kepada ayahnya: ‘Aduh kepalaku, kepalaku!’ Lalu kata ayahnya kepada seorang bujang: ‘Angkatlah dia dan bawa kepada ibunya!’ (20) Diangkatnyalah dia, dibawanya pulang kepada ibunya. Duduklah dia di pangkuan ibunya sampai tengah hari, tetapi sesudah itu matilah dia. (21) Lalu naiklah perempuan itu, dibaringkannyalah dia di atas tempat tidur abdi Allah itu, ditutupnyalah pintu dan pergi, sehingga anak itu saja di dalam kamar. (22) Sesudah itu ia memanggil suaminya serta berkata: ‘Suruh kepadaku salah seorang bujang dengan membawa seekor keledai betina; aku mau pergi dengan segera kepada abdi Allah itu, dan akan terus pulang.’ (23) Berkatalah suaminya: ‘Mengapakah pada hari ini engkau hendak pergi kepadanya? Padahal sekarang bukan bulan baru dan bukan hari Sabat.’ Jawab perempuan itu: ‘Jangan kuatir.’ (24) Dipelanainyalah keledai itu dan berkatalah ia kepada bujangnya: ‘Tuntunlah dan majulah, jangan tahan-tahan aku dalam perjalananku, kecuali apabila kukatakan kepadamu.’ (25) Demikianlah perempuan itu berangkat dan pergi kepada abdi Allah di gunung Karmel. Segera sesudah abdi Allah melihat dia dari jauh, berkatalah ia kepada Gehazi, bujangnya: ‘Lihat, perempuan Sunem itu datang! (26) Larilah menyongsongnya dan katakanlah kepadanya: Selamatkah engkau, selamatkah suamimu, selamatkah anak itu?’ Jawab perempuan itu: ‘Selamat!’ (27) Dan sesudah ia sampai ke gunung itu, dipegangnyalah kaki abdi Allah itu, tetapi Gehazi mendekat hendak mengusir dia. Lalu berkatalah abdi Allah: ‘Biarkanlah dia, hatinya pedih! TUHAN menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku.’ (28) Lalu berkatalah perempuan itu: ‘Adakah kuminta seorang anak laki-laki dari pada tuanku? Bukankah telah kukatakan: Jangan aku diberi harapan kosong?’ (29) Maka berkatalah Elisa kepada Gehazi: ‘Ikatlah pinggangmu, bawalah tongkatku di tanganmu dan pergilah. Apabila engkau bertemu dengan seseorang, janganlah beri salam kepadanya dan apabila seseorang memberi salam kepadamu, janganlah balas dia, kemudian taruhlah tongkatku ini di atas anak itu.’ (30) Tetapi berkatalah ibu anak itu: ‘Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.’ Lalu bangunlah Elisa dan berjalan mengikuti perempuan itu. (31) Adapun Gehazi telah berjalan mendahului mereka dan telah menaruh tongkat di atas anak itu, tetapi tidak ada suara, dan tidak ada tanda hidup. Lalu kembalilah ia menemui Elisa serta memberitahukan kepadanya, katanya: ‘Anak itu tidak bangun!’ (32) Dan ketika Elisa masuk ke rumah, ternyata anak itu sudah mati dan terbaring di atas tempat tidurnya. (33) Sesudah ia masuk, ditutupnyalah pintu, sehingga ia sendiri dengan anak itu di dalam kamar, kemudian berdoalah ia kepada TUHAN. (34) Lalu ia membaringkan dirinya di atas anak itu dengan mulutnya di atas mulut anak itu, dan matanya di atas mata anak itu, serta telapak tangannya di atas telapak tangan anak itu; dan karena ia meniarap di atas anak itu, maka menjadi panaslah badan anak itu. (35) Sesudah itu ia berdiri kembali dan berjalan dalam rumah itu sekali ke sana dan sekali ke sini, kemudian meniarap pulalah ia di atas anak itu. Maka bersinlah anak itu sampai tujuh kali, lalu membuka matanya. (36) Kemudian Elisa memanggil Gehazi dan berkata: ‘Panggillah perempuan Sunem itu!’ Dipanggilnyalah dia, lalu datanglah ia kepadanya, maka berkatalah Elisa: ‘Angkatlah anakmu ini!’ (37) Masuklah perempuan itu, lalu tersungkur di depan kaki Elisa dan sujud menyembah dengan mukanya sampai ke tanah. Kemudian diangkatnyalah anaknya, lalu keluar.”.
2 RAJA-RAJA 4:8-37 ( ELISA DAN TINDAKAN PEREMPUAN SUNEM)
gadget, otomotif, bisnis
I) Tindakan kasih perempuan Sunem.

1) Peristiwa ini dimulai dengan perginya Elisa ke suatu desa yang bernama Sunem (2 Raja-Raja 4: 8).

2 Raja-Raja 4: 8a: “Pada suatu hari Elisa pergi ke Sunem.”.

Pulpit Commentary: “Shunem was a village of Galilee, situated in the territory assigned to Issachar (Josh. 19:18).” [= Sunem adalah sebuah desa di Galilea, terletak di daerah yang diberikan kepada Isakhar (Yosua 19:18).] - hal 65.

2) Seorang perempuan Sunem melakukan tindakan kasih kepada Elisa.

a) Perempuan Sunem itu kaya.

2 Raja-Raja 4: 8b: “Di sana tinggal seorang perempuan kaya yang mengundang dia makan. Dan seberapa kali ia dalam perjalanan, singgahlah ia ke sana untuk makan.”.

TL: ‘perempuan bangsawan’.

Lit: ‘a great woman’.

Ada yang menafsirkan ‘great’ ini sebagai kaya, ada juga yang menafsirkannya sebagai ‘saleh’. Mungkin terjemahan ‘kaya’ itu yang benar.

b) Perempuan Sunem ini menyimpulkan bahwa Elisa benar-benar adalah nabi Tuhan.

2 Raja-Raja 4: 9: “Berkatalah perempuan itu kepada suaminya: ‘Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus.”.

Perempuan Sunem ini beberapa kali mengundang Elisa makan (ay 8b), dan setelah beberapa kali memperhatikan Elisa, perempuan ini menyimpulkan bahwa Elisa adalah hamba Tuhan yang sejati (2 Raja-Raja 4: 9), bukan serigala berbulu domba, yang saat itu banyak terdapat. Ini sesuatu yang baik dalam diri perempuan ini, yang tidak sembarangan menganggap semua nabi sebagai nabi.

Padahal peristiwa yang terjadi di Betel dimana Elisa mengutuk para remaja yang mengejeknya sehingga menyebabkan mereka dicabik-cabik oleh beruang, pasti sudah tersebar. Tetapi perempuan ini tetap percaya bahwa Elisa adalah nabi Tuhan yang sejati. Bandingkan ini dengan banyak orang jaman sekarang yang menganggap seseorang bukan hamba Tuhan karena mereka pernah melihatnya marah.

c) Ia lalu membuatkan sebuah kamar atas bagi Elisa (2 Raja-Raja 4: 10).

2 Raja-Raja 4: 10: “Baiklah kita membuat sebuah kamar atas yang kecil yang berdinding batu, dan baiklah kita menaruh di sana baginya sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil, maka apabila ia datang kepada kita, ia boleh masuk ke sana.’”.

1. Adalah baik bahwa perempuan ini minta persetujuan suaminya, padahal dalam 2 Raja-Raja 4: 14 dikatakan suaminya sudah tua.

2. Ia membuatkan sebuah kamar atas, dan ia juga memberikan perlengkapan kamar, yaitu sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil. Meja, kursi dan kandil merupakan perlengkapan untuk belajar.

Barnes’ Notes: “The ‘chair’ and ‘table,’ unusual in the sleeping rooms of the East, indicate that the Prophet was expected to use his apartment for study and retirement, not only as a sleeping-chamber.” [= ‘Kursi’ dan ‘meja’ bukan merupakan hal yang umum dalam ruang tidur di Timur, menunjukkan bahwa sang nabi diharapkan untuk menggunakan kamarnya untuk belajar dan menyendiri, bukan hanya sebagai kamar tidur.] - hal 234.

Pulpit Commentary: “It is evident that Elisha was a man of studious habits. The furniture which the Shunammite placed in his room shows this. The stool or chair and the table were intended to afford his facilities for study. He who will teach others must store his own mind with knowledge. Paul exhorted Timothy to give attention to reading. The minister and the Sunday-school teacher need constant study to equip themselves for their important work.” [= Adalah jelas bahwa Elisa adalah seseorang yang mempunyai kebiasaan belajar. Perabot yang ditempatkan oleh perempuan Sunem dalam kamarnya menunjukkan hal ini. Kursi dan meja dimaksudkan untuk memberikan fasilitasnya untuk belajar. Ia yang akan mengajar orang lain harus menyimpan pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Paulus mendesak Timotius untuk memberi perhatian pada pembacaan (Kitab Suci). Pendeta dan guru Sekolah Minggu perlu terus belajar untuk memperlengkapi diri mereka sendiri untuk pekerjaan mereka yang penting.] - hal 75.

1Timotius 4:13 - “Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar.”.

d) Ia melakukan semua ini bukan hanya bagi Elisa, tetapi juga bagi bujangnya yaitu Gehazi. Ini terlihat dari kata-kata ‘untuk kami’ dalam 2 Raja-Raja 4: 13. Jadi, ia bukan hanya mau menerima Elisa, yang adalah nabi (orang gede), tetapi juga Gehazi, yang adalah bujang (orang rendahan).

2 Raja-Raja 4: 13a: “Elisa telah berkata kepada Gehazi: ‘Cobalah katakan kepadanya: Sesungguhnya engkau telah sangat bersusah-susah seperti ini untuk kami. Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?’”.

e) Mengapa ia melakukan semua ini?

1. Ia memang mempunyai hospitality [= keramahan menerima tamu].

Bdk. Ibrani 13:2 - “Janganlah kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.”.

2. Ia melakukannya demi Tuhan.

Pulpit Commentary: “It was because she feared God that she was moved to show this kindness to his servant.” [= Karena ia takut kepada Allah maka ia digerakkan untuk menunjukkan kebaikan ini pada pelayanNya.] - hal 86.

Penerapan: seringkah saudara melakukan kebaikan kepada seseorang KARENA IA ADALAH HAMBA TUHAN ATAU ANAK TUHAN, dan melakukan semua itu DEMI TUHAN?

f) Bandingkan apa yang dilakukan oleh perempuan Sunem ini dengan kata-kata Tuhan Yesus dalam Matius 10:40-42 yang berbunyi sebagai berikut: “(40) Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. (41) Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. (42) Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, KARENA IA MURIDKU, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.’”. Bdk. juga dengan Matius 25:34-46.

II) Balasan Elisa.

1) Elisa mau menerima kebaikan perempuan itu dan ia menggunakan kamar yang disediakan itu.

2 Raja-Raja 4: 11: “Pada suatu hari datanglah ia ke sana, lalu masuklah ia ke kamar atas itu dan tidur di situ.”.

Kalau ada orang mau berbaik hati kepada kita demi Tuhan, KITA HARUS MAU MENERIMA KEBAIKAN ITU.

2) Elisa ingin membalas kebaikan perempuan Sunem itu (2 Raja-Raja 4: 12-17).

2 Raja-Raja 4: 12-17: “(12) Kemudian berkatalah ia kepada Gehazi, bujangnya: ‘Panggillah perempuan Sunem itu.’ Lalu dipanggilnyalah perempuan itu dan dia berdiri di depan Gehazi. (13) Elisa telah berkata kepada Gehazi: ‘Cobalah katakan kepadanya: Sesungguhnya engkau telah sangat bersusah-susah seperti ini untuk kami. Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?’ Jawab perempuan itu: ‘Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku!’ (14) Kemudian berkatalah Elisa: ‘Apakah yang dapat kuperbuat baginya?’ Jawab Gehazi: ‘Ah, ia tidak mempunyai anak, dan suaminya sudah tua.’ (15) Lalu berkatalah Elisa: ‘Panggillah dia!’ Dan sesudah dipanggilnya, berdirilah perempuan itu di pintu. (16) Berkatalah Elisa: ‘Pada waktu seperti ini juga, tahun depan, engkau ini akan menggendong seorang anak laki-laki.’ Tetapi jawab perempuan itu: ‘Janganlah tuanku, ya abdi Allah, janganlah berdusta kepada hambamu ini!’ (17) Mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan seorang anak laki-laki pada waktu seperti itu juga, pada tahun berikutnya, seperti yang dikatakan Elisa kepadanya.”.

a) Ia memanggil bujangnya, yaitu Gehazi (2 Raja-Raja 4: 12).

Pulpit Commentary: “He seems to have been Elisha’s ‘servant’ in a lower sense than Elisha had been Elijah’s. Still, his position was such that on one occasion (ch. 8:4,5) a king of Israel did not disdain to hold a conversation with him.” [= Ia kelihatannya menjadi pelayan Elisa dalam arti yang lebih rendah dari pada Elisa dulu menjadi pelayan Elia. Sekalipun demikian kedudukannya adalah sedemikian rupa sehingga pada suatu peristiwa (pasal 8:4,5) seorang raja Israel tidak memandang hina untuk berbicara dengannya.] - hal 65.

Ini lagi-lagi menunjukkan betapa tingginya kedudukan seorang nabi pada saat itu.

b) Ia menyuruh bujangnya memanggil perempuan Sunem itu dan Pulpit Commentary (hal 65) mengatakan bahwa Elisa berbicara dengan perempuan Sunem itu di dalam kamar melalui bujangnya (perhatikan ay 13a), atau setidaknya di hadapan bujangnya. Mengapa? Untuk menghindari kecurigaan bahwa Elisa dan perempuan Sunem itu ‘ada main’ di dalam kamar. Ini sikap yang bijaksana.

Penerapan: Bandingkan dengan hamba Tuhan yang ‘melakukan counseling’ dalam kamar hotel dengan seorang perempuan, sampai jadi berita tidak karuan. Kalaupun hamba Tuhan ini tidak berzinah atau membunuh perempuan itu, tetap tindakan ini adalah salah. Sekalipun saudara bukan hamba Tuhan, tetapi dalam persoalan seperti ini saudara harus mempunyai kebijaksanaan yang sama.

c) Elisa ingin perempuan Sunem ini meminta sesuatu (2 Raja-Raja 4: 13).

Elisa mengatakan ‘Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?’, karena ia memang mempunyai pengaruh di istana (bdk. 6:9-12,21-23 8:4-6). Mungkin pengaruh ini dimulai sejak ia ‘membantu’ raja dengan nubuat dan petunjuknya dalam 2Raja-raja 3:16-19.

d) Perempuan Sunem itu tidak ingin apa-apa (2 Raja-Raja 4: 13b)!

Perempuan Sunem ini menjawab: ‘Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku!’.

Artinya adalah: aku tinggal di sini dan aku damai dengan orang-orang sekitarku, jadi istana / raja / kepala tentara tak ada urusannya dengan aku. Dengan kata lain, ia tidak minta apa-apa. Ia melakukan kebaikan kepada nabi Tuhan ini, semata-mata untuk menghormati nabi Tuhan ini, bukan untuk mendapatkan apapun sebagai balasan.

Adam Clarke: “How few are there like this woman on the earth! Who would not wish to be recommended to the king’s notice, or get a post for a relative in the army, &c.? Who would not like to change the country for the town, and the rough manners of the inhabitants of the villages for the polished conversation and amusements of the court? Who is so contented with what he has as not to desire more? Who tremble at the prospect of riches; or believes there are any snares in an elevated state, or in the company and conversation of the great and honourable? How few are there that will not sacrifice every thing - peace, domestic comfort, their friends, their conscience, and their God - for money, honours, grandeur, and parade?” [= Betapa sedikitnya orang seperti perempuan ini di bumi! Siapa yang tidak ingin diberi rekomendasi pada perhatian raja, atau mendapatkan jabatan bagi seorang kerabat dalam angkatan perang, dsb? Siapa yang tidak ingin menukarkan desa dengan kota, dan tatakrama yang kasar dari orang desa dengan pembicaraan dan hiburan yang halus dari istana? Siapa yang begitu puas dengan apa yang dimilikinya sehingga tidak menginginkan lebih banyak? Siapa yang gemetar terhadap prospek dari kekayaan; atau yang percaya bahwa ada jerat dalam keadaan yang tinggi, atau dalam kumpulan dan pembicaraan dari orang berkedudukan dan terhormat? Betapa sedikitnya orang yang tidak mau mengorbankan segala sesuatu - damai, kesenangan rumah tangga, teman-teman mereka, hati nurani mereka, dan Allah mereka - demi uang, kehormatan, kemuliaan / kebesaran, dan pameran?] - hal 492.

e) Rupanya perempuan Sunem itu lalu meninggalkan kamar itu dan Elisa lalu bertanya kepada Gehazi apa kira-kira yang dibutuhkan perempuan Sunem itu, dan Gehazi mengatakan bahwa perempuan Sunem itu tidak mempunyai anak dan suaminya sudah tua (2 Raja-Raja 4: 14). Gehazi tahu bahwa ‘tidak mempunyai anak’ merupakan keadaan memalukan dan menyebabkan seseorang menjadi bahan tertawaan / ejekan, dan karena itu ia menduga bahwa perempuan Sunem ini pasti ingin mempunyai anak.

f) Elisa menyetujui kata-kata Gehazi dan lalu menyuruh memanggil perempuan Sunem lagi, dan menubuatkan bahwa tahun depan perempuan Sunem itu akan mendapatkan anak laki-laki (2 Raja-Raja 4: 15-16).

Kata-kata perempuan Sunem itu dalam 2 Raja-Raja 4: 16b menunjukkan ketidak-percayaan perempuan Sunem itu. Tetapi nubuat Elisa menjadi kenyataan, dan perempuan Sunem itu mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki (2 Raja-Raja 4: 17).

III) Kematian dan kebangkitan anak perempuan Sunem.

1) Setelah anak itu besar, mungkin berusia 4-5 tahun, terjadilah bencana, dimana anak itu mati (2 Raja-Raja 4: 18-20). Mungkin yang ia alami adalah sunstroke.

2 Raja-Raja 4: 18-20: “(18) Setelah anak itu menjadi besar, pada suatu hari keluarlah ia mendapatkan ayahnya, di antara penyabit-penyabit gandum. (19) Tiba-tiba menjeritlah ia kepada ayahnya: ‘Aduh kepalaku, kepalaku!’ Lalu kata ayahnya kepada seorang bujang: ‘Angkatlah dia dan bawa kepada ibunya!’ (20) Diangkatnyalah dia, dibawanya pulang kepada ibunya. Duduklah dia di pangkuan ibunya sampai tengah hari, tetapi sesudah itu matilah dia.”.

2 Raja-Raja 4: 20: ‘sesudah itu matilah dia’. Bdk. 2 Raja-Raja 4: 31: ‘tidak ada tanda hidup’, dan 2 Raja-Raja 4: 32: ‘anak itu sudah mati’.

Pulpit Commentary: “There is no ambiguity here, no room for doubt; the child not only became insensible, but died. The historian could not possibly have expressed himself more plainly.” [= Tidak ada arti ganda di sini, tidak ada tempat untuk keraguan; anak itu bukan hanya pingsan tetapi mati. Sang ahli sejarah tidak bisa menyatakannya dengan lebih jelas.] - hal 66.

2) Perempuan Sunem itu lalu membaringkan anaknya yang mati itu di tempat tidur Elisa.

2 Raja-Raja 4: 21: “Lalu naiklah perempuan itu, dibaringkannyalah dia di atas tempat tidur abdi Allah itu, ditutupnyalah pintu dan pergi, sehingga anak itu saja di dalam kamar.”.

Mengapa, dan untuk apa? Mungkin ia mendengar bahwa pada waktu Elia ingin membangkitkan anak janda di Sarfat, ia meletakkan anak itu di tempat tidurnya (1Raja 17:19). Karena itu ia membaringkan anak itu di tempat tidur Elisa. Tentu saja ini bukanlah sesuatu untuk kita tiru pada jaman sekarang ini.

3) Ia merahasiakan hal itu terhadap siapapun.

2 Raja-Raja 4: 21b: ‘ditutupnyalah pintu’. Bagian ini terus sampai 2 Raja-Raja 4: 26 menunjukkan bahwa ia hendak merahasiakan kematian anaknya dari siapapun, bahkan dari suaminya (yang mungkin mengira bahwa problem anaknya itu tidak terlalu berarti), dan juga dari Gehazi, dan hanya mau memberitahukannya kepada Elisa.

Sekalipun mensharingkan problem / kesukaran itu sebetulnya penting, tetapi kadang-kadang kita juga mengalami problem / persoalan, yang tidak ingin kita bicarakan dengan orang lain. Kita hanya ingin membicarakannya dengan Tuhan. Mungkin inilah keadaan dari perempuan Sunem ini.

4) Ia pergi kepada Elisa (2 Raja-Raja 4: 22-26).

2 Raja-Raja 4: 22-26: “(22) Sesudah itu ia memanggil suaminya serta berkata: ‘Suruh kepadaku salah seorang bujang dengan membawa seekor keledai betina; aku mau pergi dengan segera kepada abdi Allah itu, dan akan terus pulang.’ (23) Berkatalah suaminya: ‘Mengapakah pada hari ini engkau hendak pergi kepadanya? Padahal sekarang bukan bulan baru dan bukan hari Sabat.’ Jawab perempuan itu: ‘Jangan kuatir.’ (24) Dipelanainyalah keledai itu dan berkatalah ia kepada bujangnya: ‘Tuntunlah dan majulah, jangan tahan-tahan aku dalam perjalananku, kecuali apabila kukatakan kepadamu.’ (25) Demikianlah perempuan itu berangkat dan pergi kepada abdi Allah di gunung Karmel. Segera sesudah abdi Allah melihat dia dari jauh, berkatalah ia kepada Gehazi, bujangnya: ‘Lihat, perempuan Sunem itu datang! (26) Larilah menyongsongnya dan katakanlah kepadanya: Selamatkah engkau, selamatkah suamimu, selamatkah anak itu?’ Jawab perempuan itu: ‘Selamat!’”.

a) Suaminya heran dan berkata: ‘Mengapakah pada hari ini engkau hendak pergi kepadanya? Padahal sekarang bukan bulan baru dan bukan hari Sabat’ (2 Raja-Raja 4: 23).

Matthew Poole: “New moon and sabbath were the chief and usual times in which they resorted to the prophets for instruction,” [= Bulan baru dan hari Sabat merupakan saat-saat utama dan biasa dimana mereka pergi kepada nabi-nabi untuk mendapatkan pengajaran,] - hal 723.

Kata-kata ini menunjukkan bahwa mencari pengajaran nabi pada bulan baru / Sabat merupakan kebiasaan perempuan Sunem itu.

b) Ia menjawab: ‘Jangan kuatir’ (2 Raja-Raja 4: 23). Ini salah terjemahan.

KJV: ‘It shall be well’ [= Semua akan baik-baik saja].

Dalam bahasa Ibrani digunakan kata SHALOM.

c) Jaraknya dari Sunem ke Karmel adalah sekitar 16-17 mil (Barnes’ Notes hal 235). Jadi pada waktu Elisa sampai kepada anak itu, anak itu sudah mati cukup lama.

d) 2 Raja-Raja 4: 26: kembali digunakan kata SHALOM (4 x kata SHALOM), dan yang terakhir diucapkan oleh perempuan Sunem itu dengan tujuan untuk ‘menyingkirkan’ Gehazi. Apakah ini harus dianggap sebagai dusta? Belum tentu, karena bisa saja kata-kata ini menunjukkan imannya, dimana ia yakin bahwa anaknya akan dibangkitkan. Disamping itu, kata ‘selamat’ ini bisa diartikan selamat secara jasmani atau selamat secara rohani (masuk surga).

5) Pada waktu bertemu Elisa, perempuan Sunem itu memegang kaki Elisa (2 Raja-Raja 4: 27a).

2 Raja-Raja 4: 27: “Dan sesudah ia sampai ke gunung itu, dipegangnyalah kaki abdi Allah itu, tetapi Gehazi mendekat hendak mengusir dia. Lalu berkatalah abdi Allah: ‘Biarkanlah dia, hatinya pedih! TUHAN menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku.’”.

Pulpit Commentary: “It has always been usual in the East to embrace the feet or the knees, in order to add force to supplication.” [= Adalah sesuatu yang biasa di Timur untuk memeluk kaki atau lutut, untuk menambah kekuatan permohonan.] - hal 67.

Bdk. Matius 18:29 Markus 5:22 Markus 7:25 Lukas 8:41 Yohanes 11:32.

Gehazi menganggap tindakan ini kurang ajar, dan mau mengusirnya, tetapi Elisa melarangnya dengan berkata: ‘Biarkanlah dia, hatinya pedih!’ (2 Raja-Raja 4: 27b).

Pulpit Commentary: “He saw that she was in deep distress, and, if there was anything unseemly in her action according to the etiquette of the time, excused it to her profound grief and distraction. The ordinary mind is a slave to conventionalities; the superior mind knows when to be above them.” [= Ia melihat bahwa perempuan itu ada dalam kesedihan yang dalam, dan jika ada apapun yang tidak pantas dalam tindakannya berdasarkan sopan santun pada saat itu, itu dimaafkan karena kesedihan dan kebingungannya yang mendalam. Pikiran yang biasa adalah budak dari adat / kebiasaan; pikiran yang lebih tinggi tahu kapan harus ada di atas adat / kebiasaan.] - hal 67.

Elisa menambahkan dengan berkata: ‘Tuhan menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku’ (2 Raja-Raja 4: 27c).

Ini menunjukkan bahwa sekalipun nabi / rasul seringkali diberi tahu oleh Tuhan tentang hal-hal yang tersembunyi, tetapi tidak selalu demikian.

6) 2 Raja-Raja 4: 28: “Lalu berkatalah perempuan itu: ‘Adakah kuminta seorang anak laki-laki dari pada tuanku? Bukankah telah kukatakan: Jangan aku diberi harapan kosong?’”.

Maksud perempuan itu: adalah lebih baik tidak pernah diberi anak dari pada diberi anak lalu mati.

7) Elisa menyuruh Gehazi pergi dan meletakkan tongkatnya di atas anak itu, tetapi ini tidak membangkitkan anak itu (2 Raja-Raja 4: 29-31).

2 Raja-Raja 4: 29-31: “(29) Maka berkatalah Elisa kepada Gehazi: ‘Ikatlah pinggangmu, bawalah tongkatku di tanganmu dan pergilah. Apabila engkau bertemu dengan seseorang, janganlah beri salam kepadanya dan apabila seseorang memberi salam kepadamu, janganlah balas dia, kemudian taruhlah tongkatku ini di atas anak itu.’ (30) Tetapi berkatalah ibu anak itu: ‘Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.’ Lalu bangunlah Elisa dan berjalan mengikuti perempuan itu. (31) Adapun Gehazi telah berjalan mendahului mereka dan telah menaruh tongkat di atas anak itu, tetapi tidak ada suara, dan tidak ada tanda hidup. Lalu kembalilah ia menemui Elisa serta memberitahukan kepadanya, katanya: ‘Anak itu tidak bangun!’”.

a) ‘janganlah beri salam kepadanya’ (2 Raja-Raja 4: 29 bdk. Lukas 10:4).

Maksud perintah Elisa kepada Gehazi ini adalah ia harus cepat-cepat, tidak membuang waktu.

Keil & Delitzsch: “the people of the East lose a great deal of time in prolonged salutations” [= orang-orang Timur kehilangan banyak waktu dalam salam yang berkepanjangan] - hal 312.


Catatan: ini akan saya bahas dengan lebih terperinci dalam pembahasan Lukas 10:4.

b) Tongkat Elisa tidak bisa membangkitkan anak itu.

Ada yang berpendapat bahwa bukan maksud Elisa untuk membangkitkan anak itu dengan tongkatnya. Tetapi lalu apa maksud Elisa menyuruh Gehazi melakukan hal itu? Ada juga orang yang beranggapan bahwa Elisa salah dalam mendelegasikan pembangkitan anak ini kepada Gehazi / tongkatnya.

Pulpit Commentary (hal 68) mengatakan bahwa sekalipun pada beberapa peristiwa Tuhan melakukan mujijat melalui benda-benda kepunyaan Yesus / nabi / rasul, seperti:

1. Pembangkitan mayat oleh tulang Elisa (2Raja-raja 13:21).

2. Penyembuhan perempuan yang sakit pendarahan oleh jubah Yesus (Markus 5:25-34).

3. Penyembuhan orang sakit / pengusiran setan oleh sapu tangan Paulus (Kisah Para Rasul 19:12).

tetapi ini jarang terjadi, dan merupakan perkecualian dalam cara Allah melakukan mujijat.

8) Elisa membangkitkan anak itu (2 Raja-Raja 4: 33-36).

2 Raja-Raja 4: 32-36: “(32) Dan ketika Elisa masuk ke rumah, ternyata anak itu sudah mati dan terbaring di atas tempat tidurnya. (33) Sesudah ia masuk, ditutupnyalah pintu, sehingga ia sendiri dengan anak itu di dalam kamar, kemudian berdoalah ia kepada TUHAN. (34) Lalu ia membaringkan dirinya di atas anak itu dengan mulutnya di atas mulut anak itu, dan matanya di atas mata anak itu, serta telapak tangannya di atas telapak tangan anak itu; dan karena ia meniarap di atas anak itu, maka menjadi panaslah badan anak itu. (35) Sesudah itu ia berdiri kembali dan berjalan dalam rumah itu sekali ke sana dan sekali ke sini, kemudian meniarap pulalah ia di atas anak itu. Maka bersinlah anak itu sampai tujuh kali, lalu membuka matanya. (36) Kemudian Elisa memanggil Gehazi dan berkata: ‘Panggillah perempuan Sunem itu!’ Dipanggilnyalah dia, lalu datanglah ia kepadanya, maka berkatalah Elisa: ‘Angkatlah anakmu ini!’”.

a) ‘ditutupnyalah pintu’ (2 Raja-Raja 4: 33a).

Ini dilakukan supaya bisa lebih berkonsentrasi dalam doa.

b) Ia berdoa untuk anak itu (2 Raja-Raja 4: 33b).

Pulpit Commentary: “So it must be in all efforts for the revival of dead souls. Parents must have recourse to prayer if they would see their children converted.” [= Demikianlah harus dilakukan dengan segala usaha untuk menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang mati. Para orang tua harus berdoa jika mereka ingin melihat anak-anak mereka bertobat.] - hal 77.

Sekalipun kata-kata ini benar, tetapi ini merupakan ‘perohanian arti’ yang tidak pada tempatnya, karena anak ini mati secara jasmani, bukan secara rohani.

c) Elisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Elia (2 Raja-Raja 4: 34 bdk. 1Raja 17:21). Karena itu saya tidak mengulang apa yang sudah saya ajarkan pada waktu membahas tentang pembangkitan anak janda di Sarfat oleh Elia.

1. Adam Clarke mengatakan bahwa Elisa berjalan kesana kemari dalam ruangan itu (ay 35) untuk memanaskan tubuhnya, yang lalu ia pakai untuk memanaskan tubuh anak itu.

2. Keil & Delitzsch mengatakan bahwa waktu Elia melakukan hal ini anak itu langsung bangkit. Tetapi waktu Elisa melakukannya (ay 34), anak itu tidak langsung bangkit, dan Elisa harus mengulang tindakannya (ay 35), dan barulah anak itu bangkit. Ini ia gunakan sebagai bukti untuk mengatakan bahwa mujijat Elia lebih hebat dari mujijat Elisa, dan bahwa Elisa tidak mempunyai 2 bagian roh Elia.

Keil & Delitzsch: “This raising of the dead boy to life does indeed resemble the raising of the dead by Elijah (1Kings 17:20 sqq.); but it differs so obviously in the manner in which it was effected, that we may see at once from this that Elisha did not possess the double measure of the spirit of Elijah. It is true that Elijah stretched himself three times upon the dead child, but at his prayer the dead returned immediately to life, whereas in the case of Elisha the restoration to life was a gradual thing. And they both differ essentially from the raising of the dead by Christ, who recalled the dead to life by one word of His omnipotence (Mark 5:39-42; Luke 7:13-15; John 11:43,44), a sign that He was the only-begotten Son of God, to whom the Father gave to have life in Himself, even as the Father has life in himself (John 5:25 sqq.),” [= Pembangkitan anak yang mati ini memang mirip dengan pembangkitan orang mati oleh Elia (1Raja 17:20-dst); tetapi berbeda begitu jelas dalam cara dimana pembangkitan itu dilakukan, sehingga kita bisa langsung melihat bahwa Elisa tidak mempunyai 2 bagian roh Elia. Adalah benar bahwa Elia merentangkan dirinya sendiri 3 x di atas anak yang mati itu, tetapi atas doanya anak yang mati itu langsung hidup kembali, sedangkan dalam kasus Elisa pemulihan pada kehidupan itu terjadi secara bertahap. Dan kedua hal ini berbeda secara hakiki dengan pembangkitan orang mati oleh Kristus yang mengembalikan orang mati kepada kehidupan dengan satu kata dari kemahakuasaanNya (Markus 5:39-42; Lukas 7:13-15; Yohanes 11:43-44), suatu tanda bahwa Ia adalah Anak Tunggal Allah, kepada siapa

Bapa memberiNya untuk mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri (Yohanes 5:25-dst),] - hal 313-314.

Saya sendiri sangat meragukan apakah penafsiran ini bisa dibenarkan. Yesus sendiri pernah menyembuhkan orang buta dalam 2 tahap (Markus 8:22-25).

9) Perempuan Sunem sujud menyembah kepada Elisa (2 Raja-Raja 4: 37).

2 Raja-Raja 4: 37: “Masuklah perempuan itu, lalu tersungkur di depan kaki Elisa dan sujud menyembah dengan mukanya sampai ke tanah. Kemudian diangkatnyalah anaknya, lalu keluar.”.

Penyembahan seperti ini diijinkan dalam Perjanjian Lama, tetapi dilarang dalam Perjanjian Baru sejak Yesus mengucapkan Matius 4:10.

Penutup.

Untuk apa, atau mengapa, Tuhan melakukan semua ini?

Pulpit Commentary: “Perhaps she was beginning to make an idol of this child, and God took this way of reminding her that the child was his, that on earth there is none abiding, and that he himself should have the supreme homage of the human heart. Ah yes, she knew something of God’s love before, but she never would have known half so much of it but for this trial.” [= Mungkin ia mulai memberhalakan anak ini, dan Allah menggunakan cara ini untuk mengingatkannya bahwa anak itu adalah milikNya, bahwa di bumi tidak ada yang menetap / kekal, dan bahwa Ia sendiri harus mendapatkan penghormatan tertinggi dari hati manusia. Ah ya, tadinya ia sudah mengenal kasih Allah, tetapi ia tidak pernah akan mengenal setengahnya jika bukan karena pencobaan / ujian ini.] - hal 76.

Karena itu, hati-hatilah dengan anak / cucu. Jangan menjadikannya ‘allah lain’ dalam hidup saudara.2 RAJA-RAJA 4:8-37 ( ELISA DAN TINDAKAN PEREMPUAN SUNEM)
-AMIN-
Next Post Previous Post