Jalan Keluar Dari Dosa Dan Kematian Dari Allah

Pdt. Ir. Amin Tjung, M.Th.
Jalan Keluar Dari Dosa Dan KematianJalan Keluar Dari Dosa Dan Kematian. Semua manusia sudah berdosa, akibat dosa mati secara jasmani, rohani, dan ada hukuman kekal (kematian kedua), tidak ada jalan keselamatan, baik dari sains dan teknologi, maupun dari agama dan kepercayaan, keselamatan hanya dari Allah di dalam Yesus Kristus. 

PENDAHULUAN: 

Semua Manusia Sudah Berdosa 

Kita melihat bahwa hidup di dalam dunia yang sudah berdosa ada berbagai kesulitan, kesedihan, kesengsaraan, dan kematian. Semua manusia pernah menangis. Ini dikarenakan manusia adalah makhluk yang sudah berdosa di hadapan Allah, sehingga dalam kehidupan banyak masalah dan kesulitan (Kejadian. 3:12-19). Memang kita melihat banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan sains dan teknologi yang berkembang secara cepat. Tetapi ada yang tetap tidak bisa diatasi, yaitu adanya dosa. Dengan berkembangnya sains dan teknologi, dosa juga ikut berkembang. Dosa ada di mana-mana, karena memang semua orang di dunia sudah berdosa. Alkitab menyatakan kebenaran ini. Ini bukan hasil penyelidikan manusia, tetapi kebenaran dari Allah sendiri. Allah yang berfirman bahwa “karena semua manusia sudah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma. 3:23).

Pengertian Dosa 

Dosa pada dasarnya bukanlah sesuatu yang bersifat pasif, seperti: kelemahan, kesalahan, atau ketidaksempurnaan. Tetapi dosa merupakan suatu permusuhan yang aktif terhadap Tuhan dan secara aktif melanggar hukum atau perintah Tuhan (1Yohanes. 3:4), sehingga menyebabkan kesalahan, kelemahan. Dosa ini diakibatkan dari manusia sendiri dengan kebebasannya menolak untuk tunduk kepada Allah yang berotoritas. Dengan kebebasan sendiri, manusia memilih petunjuk Iblis, sehingga manusia tidak setia kepada 

Tuhan, melanggar hukum dan perjanjian dengan Allah. Pengertian ini dapat kita lihat dari Adam dan Hawa yang dengan kebebasannya secara aktif memilih untuk mengikuti apa yang mereka mau dan cocok dengan pendapat iblis, melawan Tuhan yang berotoritas yang seharusnya mereka percayai dan sandari sepenuhnya (Kejadian. 2-3).

Kematian adalah Akibat Dosa 

Upah dosa ialah maut (Roma. 6:23). Manusia yang berdosa ini dikatakan telah mati (Efesus. 2:1). Dikatakan bahwa kondisi manusia yang menerima surat Efesus itu dulu sudah mati, padahal mereka yang dulu sudah mati itu sedang dikirimi surat oleh Rasul Paulus. Ini berarti mereka masih hidup secara fisik. Hal ini membuat kita memperhatikan bahwa arti mati di sini bukan mati tubuh atau fisik. 

Alkitab mengajarkan tiga macam kematian, yaitu: kematian tubuh atau fisik, kematian rohani, dan kematian kedua - perpisahan kekal atau penghukuman selama-lamanya. 

1.Kematian Tubuh 

Tatkala mereka melanggar firman Tuhan, tatkala mereka memakan buah yang dilarang untuk dimakan itu, mereka berdosa. Alkitab mengatakan mereka pasti mati. Tetapi apakah mereka mati secara fisik, secara langsung? Tidak. Waktu Sokrates meminum racun itu, apakah dia langsung mati? Tidak. Tetapi dia berada di dalam proses menuju kematian. Dia sedang dying, sekarat, dalam proses kematian. Tatkala Adam dan Hawa memakan buah dari pohon itu, apakah mereka langsung mati? Tidak. Mereka berada dalam proses menuju kematian. Jadi mati adalah upah dosa, meskipun kematian fisik itu tidak langsung, tetapi dalam proses. 

Alkitab tidak memberitahukan dan tidak mengajarkan bahwa kematian itu natural, tetapi Alkitab memberitahukan dan mengajarkan bahwa manusia mati karena upah dari dosa. Allah menciptakan manusia berbeda dengan menciptakan binatang, tumbuhtumbuhan, dan alam semesta dan isinya. Yang lain hanya diciptakan berdasarkan firman-Nya dan menurut jenisnya saja, tetapi manusia diciptakan menurut gambar dan rupa dari Allah Tritunggal, oleh sebab itu tidak mungkin membawa benih kehancuran dan kematian. Jadi manusia secara natural tidak akan mati, tetapi kematian adalah akibat dosa. 

Selain itu, kematian bukanlah suatu hal yang natural, apalagi menyenangkan, tetapi hal yang menakutkan dan menggentarkan, karena ini adalah hukuman, penghakiman dan kutukan dari Allah atas dosa manusia (Roma. 1:32; 5:16; Galatia. 3:13). Manusia tidak seharusnya mati. Manusia mati akibat pelanggarannya terhadap perintah Tuhan. Tatkala manusia melanggar perintah Tuhan, memang tidak langsung mati; ini akibat dari anugerah umumNya. Selain itu, tidak semua manusia mati. Ada yang tidak mati, tetapi diangkat ke sorga, seperti Henokh (Kejadian. 5:24) dan Elia (2 Raja-Raja. 2:11). 

Ketika Tuhan Yesus datang kembali, yang belum mati tidak akan mati, tetapi akan diangkat untuk menyongsong Tuhan (1Tesalonika. 4:17). Jadi pengamatan manusia yang mengatakan kematian itu natural adalah salah, karena hal itu tidak sesuai dengan firman Allah. Tetapi jelas Alkitab menyatakan bahwa kematian fisik terjadi akibat dosa, meskipun tidak langsung mati atau mungkin tidak mati kalau dikehendaki Allah, atau Tuhan Yesus datang kembali.

2.Kematian Rohani 

Kematian yang pasti langsung terjadi setelah Adam dan Hawa berbuat dosa adalah kematian rohani. Ini yang dikatakan Kitab Kolose: ‘Kamu dahulu mati karena pelanggaran’ (Kolose. 2:13, bandingkan Efesus. 2:1). Apa artinya mati secara rohani? Artinya adalah putus atau terlepas hubungannya dengan Tuhan. Sebelumnya Adam datang kepada Tuhan, bersekutu dengan Tuhan. Hal itu begitu indah. Tetapi tatkala Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, segala sesuatu berubah. Ketika Tuhan datang kepada mereka, mereka bersembunyi. Mengapa? Saat itu bagi mereka, Allah bukan lagi Allah yang mengasihi dan mereka ingin bersekutu dengan-Nya, Allah dilihat sebagai hakim yang akan 

menghakimi. Manusia putus hubungan dengan Allah. Manusia mati secara rohani. Alkitab mengatakan dengan jelas manusia bukan mencari Allah, tidak ada seorang pun yang mencari Allah (Roma. 3:10-12). Manusia melarikan diri dari Allah. Tatkala Allah mencari manusia, manusia bersembunyi, lari dari hadapan-Nya (Kejadian. 3:9-10). 

Tetapi karena ada seed of religion, ada benih agama, manusia harus mencari. Dan manusia mencoba beribadah pada “allah’ yang sesuai dengan keinginannya. Allah yang benarlah yang mencari manusia. Yang dicari oleh manusia bukanlah Allah yang benar, karena manusia terbatas, tidak mungkin mengenal Allah yang benar. 

Ludwig A. Feuerbach (1804-1872) berkata bahwa theologi itu sebenarnya antropologi. Theologi itu, ketuhanan itu, sebenarnya refleksi dari manusia. ‘Allah’ itu manusia. Maksudnya bagaimana? Saya sebagai pribadi itu terbatas, misalnya tidak bisa memenuhi segala sesuatu sendiri, tetapi ada manusia lain yang bercocok-tanam, menjadi nelayan, membangun rumah, membuka bank, dan sebagainya. Maka saya memang terbatas, tetapi manusia tidak terbatas. Tetapi melalui agama manusia berkata: manusia itu terbatas, tetapi Allah tak terbatas. 

Manusia ingin banyak tahu dan ingin menjadi mahatahu, tetapi tidak bisa, maka ada Allah yang Mahatahu. Manusia hadir, mencoba dengan pesawat, terbang cepat ke mana-mana. Mungkin pagi hari dia bisa di Jakarta, berangkat, mampir sebentar di Hong Kong untuk sarapan pagi, bekerja sebentar, lalu sore ke Beijing, tidur di sana. Dalam sekejap mata dia seperti mahahadir. Dia ingin hadir di mana-mana tetapi tidak bisa. Bagi Feuerbach, manusia menciptakan Allah menurut gambar dan rupa manusia. Dia membalik kebenaran dari Kejadian 1:26-27. 

Ini ada benarnya untuk agama ciptaan manusia. Tetapi salah dan tidak sesuai sama sekali dengan Alkitab. Agama yang sejati adalah Allah yang menciptakan manusia, dan manusia harus beribadah kepada-Nya. Allahlah yang mencari manusia, bukan manusia yang mencari Allah. Roma 1:25 mengatakan: manusia itu mengganti Allah yang seharusnya disembah selama-lamanya dengan creature, makhluk ciptaan. Manusia cenderung melarikan diri dari Allah. Manusia secara rohani dikatakan mati.

3.Kematian Kedua 

Pemisahan kekal dari Allah disebut Alkitab sebagai kematian yang kedua (Wahyu. 2:11; 20:6, 14; 21:8). Itu adalah kematian yang menakutkan, penghukuman di neraka selamalamanya. Perhatikan orang yang di neraka itu berkata, “Aku meminta kepadamu, Bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya memperingatkan mereka dengan sungguh-sungguh agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini” (Lukas 16:27-28). Tidak ada orang di neraka yang bisa tolong menolong, tidak ada yang bisa saling menemani dan saling menghiburkan. Alkitab mengatakan, di situ hanya ada: kesakitan, penderitaan, ratapan, dan kertak gigi, tanpa penghiburan sama sekali selama-lamanya (Lukas. 16:24, 28; Matius. 25:30). Hukuman Allah itu bersifat permanen. 

Orang boleh saja berkata bahwa mati itu selesai. Tetapi itu tidak bisa. Mereka tahu sesudah mati, itu belum selesai. Manusia harus bertanggung jawab di hadapan Allah. Alkitab menyatakan bahwa manusia ditetapkan mati satu kali, setelah itu dihakimi (Ibrani. 9:27). Jadi setelah mati, ada penghakiman dari Allah.

Setiap manusia telah berdosa kepada Allah. Allah adalah Allah yang Mahabesar, sehingga setiap kita melanggar perintah-Nya, itu adalah dosa yang besar dan layak masuk neraka. Selain itu, Allah adalah Allah yang adil dan tidak mungkin bisa disuap. Allah juga adalah Allah yang Mahahadir dan Mahatahu, jadi tidak mungkin manusia dapat bersembunyi dan berdebat. 

Di samping itu, ada yang sering disalah mengertikan, Allah adalah Allah yang kekal. Apa artinya kekal? Kekal artinya melampaui waktu, tidak di dalam waktu. Allah yang kekal adalah Allah yang tidak berubah. Maka tatkala manusia dihukum, hukumannya bersifat kekal, bersifat permanen. Dunia sering kali menjadikan hal yang menakutkan ini sebagai bahan guyonan supaya tidak terlihat menakutkan; Ini tipuan iblis. Tetapi Allah memberitahukan kita melalui Alkitab, bahwa hukuman itu bersifat kekal, kematian kedua itulah hukuman selama-lamanya. 

Jalan Keluar Sains dan Teknologi 

Semua takut terhadap kematian, tetapi yang menjadi masalah adalah setelah mati tidak selesai, ada penghukuman kekal. Kalau begitu, bagaimana manusia melepaskan diri, bagaimana manusia lolos dari penghukuman kekal itu? Di zaman modern menuju postmodern ini, mereka mengatakan bahwa jalan keluarnya adalah sains dan teknologi. Dulu manusia sakit kusta dianggap karena dikutuk, ternyata sekarang bisa diobati. Dulu orang bisa salah-mengerti tentang tata surya dan menyatakan geosentris, bumi menjadi pusat. 

Tetapi terjadi perubahan setelah Kopernikus, Galileo Galilei, dan Johannes Kepler membuktikan heliosentris, bahwa mataharilah yang menjadi pusat tata surya. Selain itu, ada kemajuan dalam sains, misalnya melalui Isaac Newton, karena melalui penjelasan fisika orang dapat melihat alam semesta dengan jelas, dapat mengerti, misalnya mengapa benda yang dilempar ke atas tidak melayang, tetapi jatuh lagi, yaitu karena ada gravitasi. Segala sesuatu mulai bisa dihitung. Apabila kita naik pesawat, bisa ditentukan akan tiba di tujuan pukul berapa. Semua karena kemajuan teknologi. Manusia menjadikan dirinya sebagai jawaban bagi permasalahnya. 

BACA JUGA: IMAN DAN AGAMA 

Apakah kemajuan sains memberikan jawaban? Ternyata tidak. Meskipun membantu kemajuan atau kenikmatan hidup, tetapi dengan kemajuan sains manusia semakin berbuat dosa dengan cara yang canggih dan hebat. Kemajuan teknologi membuat pembunuhan terjadi secara lebih luar biasa, kekejamannya pun lebih luar biasa. Sains dan teknologi tidak memberikan jalan keluar untuk mengatasi dosa. Sains tidak bisa mengatasi masalah kematian fisik. Sains dan teknologi juga tidak bisa menjangkau hal setelah kematian. Sains dan teknologi tidak memberikan jalan keluar.

Jalan Keluar dari Agama atau Kepercayaan 

Bagaimana agama atau kepercayaan memberikan jawaban atas hal ini? Agama-agama non-wahyu tidak memberikan jawaban yang jelas. Agamaagama tertentu mencoba menentukan jalan mereka melalui pencerahan yang mereka dapat. Mereka memberikan jalan keluar dengan kelahiran kembali 

- ada terus kesempatan. Padahal ini bertentangan dengan konsep bahwa Allah itu kekal dan hukuman-Nya adalah kekal pula. Selain itu, kita melihat bahwa semua itu adalah cara manusia untuk mendapatkan keselamatan, bukan cara Allah. Sesungguhnya manusia bersalah kepada Allah, jadi bukan manusia yang menentukan pengampunan, melainkan Allah.

Agama lain yang digolongkan sebagai agama wahyu menetapkan pelaksanaan syariat tertentu dengan menjalankan amal ibadah mereka (sembahyang, puasa, amal) sebagai jawaban. Tetapi sesungguhnya, sembahyang apa yang tidak ada cacatnya, perbuatan baik apa 

yang tidak ada cacatnya? Seperti pohon ara buahnya ara, pohon apel buahnya apel, pohon semangka buahnya semangka, maka pohon dosa pun buahnya dosa. Manusia adalah makhluk yang berdosa, yang mati. Manusia tidak mungkin melakukan yang baik, hanya dosa, sehingga tidak bisa membayar di hadapan Allah. Kita terus berhutang kepada Allah, maka kita harus dihukum kekal. 

Jalan Keluar dari Allah 

Allah sendiri yang memberikan jalan keluar atas dosa dan kematian, yaitu dengan sistem penggantian atau substitusi. Setelah manusia berdosa, dijalankan sistem penggantian dengan darah yang dicucurkan, binatang yang mati dibunuh. Tetapi sistem korban orang Israel tidak mencapai puncaknya, hanya merupakan satu simbol atau bayang-bayang yang akan datang. 

Kalau kita bandingkan dengan Ibrani 10:1-5, binatang tidak mungkin menggantikan manusia karena ada perbedaan kualitas. Yang bisa menggantikan manusia haruslah manusia juga. Maka dikatakan, tidak ada cara lain, Allah Bapa menentukan Tuhan Yesus Kristus menjadi jalan pendamaian, yakni harus mati menebus dosa, harus mati untuk membayar hutang dosa dengan memakukan surat dakwaan, surat hutang itu di kayu salib (Roma. 3:25; Kolose. 2:14-15).

Mengapa Kristus yang tidak bersalah dihukum, dijadikan berdosa, dan kita yang bersalah di dalam Dia dibenarkan? Kalau demikian, apakah ada keadilan Allah? Ada. Yang salah tetap dihukum, tetapi Allah menggunakan sistem substitusi atau sistem penggantian. Dan sistem penggantian adalah satusatunya cara yang Allah tentukan. Kalau begitu, apakah Kristus Yesus dipaksa? Tidak. Dia rela. Dia mau. “Aku datang untuk menjalankan kehendak-Mu, Aku datang untuk memberikan nyawa-Ku bagi tebusan untuk banyak orang.” (Ibrani. 10:7; Matius. 20:28). Dia tahu apa yang dilakukan-Nya. Ia jalankan itu di dalam kerelaan, jadi tidak ada pemaksaan.

Apakah satu orang bisa menggantikan seluruh dunia? Ya, karena beda secara kualitas. Tuhan Yesus adalah manusia sejati dan Allah yang sejati. Kita percaya Kristus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, untuk membayar harga, menebus kita, membeli kita ulang. Apa pantas? Ya, karena Dia Allah, kualitasnya lain. Kristus adalah Allah yang sejati, maka Dia bisa menggantikan semua manusia yang berdosa. Hal ini Dia lakukan melalui kematian-Nya di kayu salib. Seumur hidup-Nya, Dia dikatakan sebagai “the man of sorrow”, manusia yang menderita. 

Serigala punya lubang, burung punya sarang, tetapi Dia, Anak Manusia, tidak ada tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Lukas. 9:58). Dia Pencipta alam semesta, tapi tatkala Dia datang pada alam ciptaan-Nya, dunia, bahkan umat pilihan-Nya, yaitu bangsa Israel menolak Dia (Yohanes. 1:10-11). Dia mengalami sengsara, dan puncaknya adalah di kayu salib. Penderitaan-Nya bisa menggantikan. Lukas mencatat bahwa pada malam Dia menyerahkan diri setelah berdoa di Taman Getsemani, keringat-Nya seperti titik-titik darah (Lukas. 22:44). Dia yang tidak berdosa dijadikan berdosa karena kerelaan-Nya, supaya kita dibenarkan (2 Korintus. 5:21). Yesus berseru dengan suara nyaring, “Allah-Ku, AllahKu, mengapa Kau meninggalkan Aku?” 

Kita tidak bisa mengerti mengapa Allah bisa meninggalkan Allah. Mengapa Allah dalam persekutuan yang kekal itu mengalami suatu perpisahan? Tetapi yang kita mengerti adalah melalui perpisahan itu, kita yang tadinya berpisah dari Allah, boleh dipersekutukan lagi di dalam Kristus. Perpisahan itu menggambarkan penghakiman, penghukuman yang kekal. Kita memang seharusnya dihukum kekal, permanen. Tetapi Kristus menggantikan kita, supaya kita bisa dilepaskan dari penghukuman Allah. 

Murka Allah ditimpakan kepada Kristus untuk memuaskan hati Allah. Alkitab mencatat dalam kata propisiasi, dalam Roma 3:25 tadi, Kristus ditentukan menjadi jalan pendamaian. Kata propisiasi berbeda dengan kata rekonsiliasi yang berarti pendamaian. Propisiasi itu menggambarkan Allah yang murka. Murka-Nya tidak bisa dihentikan dan menuntut semua manusia dihukum selama-lamanya. Hanya satu saja yang dapat memuaskan, yaitu Kristus, korban yang bisa menghentikan murka Allah sekaligus membuat Allah tidak lagi menghukum karena Dia puas. Kristus satu-satunya jalan, tidak ada yang lain. Melalui kematian di kayu salib, Dia merobek tirai pemisah. Dia menebus. 

Dia membayar hutang dosa kita. Kita yang terjual di bawah kuasa dosa, kita yang berhutang di hadapan Allah, Kristus membeli kita ulang dengan membayarkan diri-Nya sebagai pengganti. Dialah yang memberikan kita hidup, yang menjadikan kita hidup, memberi kita hidup yang kekal, hidup yang digabungkan dengan Allah kembali, bersekutu atau berelasi dengan Allah, union with Christ, disatukan dengan Kristus. Dan ini tidak bisa dipisahkan. 

Penutup: 

Seorang pelukis membuat lukisan mengenai penderitaan Kristus. Tatkala pada hari Jumat Agung lukisan tersebut dipamerkan, seorang anak muda, Zinzendorf, menatapnya lama sekali dan membaca satu kalimat yang tertulis di bagian bawah lukisan tersebut: “Nyawa-Ku Kuberikan bagimu, apa yang kauberi pada-Ku?” Anak muda itu terus merenungkan kata-kata tersebut, dan pada hari itu juga ia menyerahkan dirinya menjadi seorang misionaris, karena dia mengerti kasih Allah baginya. Apakah yang sudah kita mengerti tentang apa yang dikerjakan Tuhan Yesus? Apakah yang sudah kita berikan kepada Yesus, yang telah memberikan nyawa-Nya, menebus, mensubstitusikan kita? 


Harusnya kita yang menerima penderitaan, perpisahan, dan hukuman kekal dari Allah Bapa, tetapi Dia menggantikan kita. Apakah Saudara sudah menerima keselamatan dari-Nya? Apa yang kauberikan kepada Dia? Apakah Saudara percaya dan memercayakan diri kepada Dia sepenuhnya? _AMIN_
Apakah yang sudah kita mengerti tentang apa yang dikerjakan Tuhan Yesus? Apakah yang sudah kita berikan kepada Yesus, yang telah memberikan nyawa-Nya, menebus, mensubstitusikan kita? 

“Nyawa-Ku Kuberikan bagimu, apa yang kauberi pada-Ku?””’Eli, Eli, lama sabakhtani?’; Allah meninggalkan Kristus. Kalimat yang paling tuntas, sulit, dan kejam ini justru menjadi titik kembalinya relasi antara Allah dan manusia. Jikalau Kristus tidak pernah ke situ, maka tempat itu akan menjadi tempat bagi Anda dan saya.” -Pdt. Dr. Stephen Tong

https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post