18 SERI TEOLOGI SALIB: INJIL SEPENUH, TETAP TEGUH DAN KEUNGGULAN KRISTUS
Pdt.Samuel Teresia Gunawan, M.Th.
gadget, otomotif, bisnis |
SERI 1. APA ITU SALIB.
Ketika saya membicarakan tentang salib, maka yang saya maksudkan bukanlah sekedar dua balok yang dipakukan bersama membentuk sebuah alat eksekusi kuno, melainkan kematian Kristus dan pengorbananNyalah yang dimaksudkan. Salib adalah pengorbanan Yesus sendiri, tempat ia dieksekusi mati bagi dosa-dosa manusia. Yesus Kristus dengan merendahkan diri menyerahkan tubuh-Nya untuk disalib bagi kita. Tetapi bahkan sebelum Yesus dipakukan di kayu salib, Ia terlebih dahulu menyerahkan tubuh-Nya untuk disiksa dengan kejam oleh para prajurit Romawi. Ia dipukuli (Markus 14:16), janggutnya dicabut dan ia diludahi (Yesaya 50:6), serta Ia dicambuk (Markus 15:15).
Cambuk yang dibuat untuk tujuan hukuman mati dirancang dan dibuat dari ikat pinggang yang dijalin dengan potongan-potongan kecil timah dan potongan-potongan tajam tulang atau gigi domba. Akibatnya, cambuk ini menusuk tubuh, mengoyak daging tubuh, dan menarik paksa darah keluar dengan setiap pukulannya. Para penyiksa juga menaruh mahkota duri di kepala-Nya, menyebabkan rasa sakit yang akut (Yohanes 19:2). Menanggung semua ini, rupa wajah dan tubuh Yesus menjadi buruk, berdarah dan penuh luka, sehingga rupanya tidak dikenali orang (Yesaya 53:2-3).
Lebih lanjut, para prajurit menaruh balok kayu yang berat di pundak dan punggung atas-Nya, dengan kondisi tubuh yang sudah mengenaskan akibat cambuk an dan siksaan. Mereka memaksa-Nya untuk memikul balok itu sampai ke tempat penyaliban-Nya, sebuah tempat yang disebut Golgotha, atau dikenal dengan bukit tengkorak. Di bukit penyaliban itu, paku-paku ditancapkan ke pergelangan tangan dan kaki-Nya, dan Ia diangkat di salib itu untuk menanggung kematian secara perlahan-lahan akibat asphyxai, yaitu dimana kondisi tubuh tidak memperoleh cukup oksigen untuk menyuplai seluruh tubuh.
Namun, puncak penderitaan Kristus bukanlah pada waktu ia didera atau saat Ia memikul kayu salib, ataupun saat paku-paku menghujam kedua pergelangan tangan dan kakinya. Puncak penderitaannya di kayu salib ialah ketika Ia berseru memanggil Allah Bapa-Nya, “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46).
Dari kekekalan sampai kekekalan, Yesus Kristus selali bersama dengan Allah Bapa. Tetapi pada peristiwa di kayu salib, Allah Bapa memalingkan wajah-Nya dari Sang Putra, yaitu saat Yesus harus menanggung seluruh dosa manusia. Penderitaan karena wajah Bapa dipalingkan dari-Nya merupakan penderitaan yang jauh lebih berat daripada semua penderitaan yang telah dialami-Nya. Demikian mengerikannya dosa-dosa manusia itu sehingga Allah Bapa pun memalingkan muka-Nya dari Putra Tunggal-Nya. Kasih-Nya lah yang menyebabkan Dia rela menanggung semua derita itu, semua karena kasih-Nya saja.
Lalu, apakah ada penderitaan dan kematian lain dengan siksaan dan perubahan bentuk tubuh yang sangat buruk seperti yang di alami Yesus? Rasanya sulit untuk dibayangkan. Tetapi sekalipun ada yang demikian, tidak ada manusia yang pernah harus menderita dalam cara yang baru saja digambarkan di atas, sementara pada waktu yang sama memikul sendiri beban semua dosa, pemberontakan, dan pelanggaran seluruh umat manusia. Dengan cara ini, “beban” yang dipakukan ke salib itu jauh lebih berat dari pada beban satu manusia. Beban di salib yang ditanggung Yesus, yaitu dosa dan pemberontakan manusia, lebih berat ketimbang penderitaan-Nya sendiri.
Kematian Kristus di kayu salib nampaknya bukan hanya merupakan suatu tontonan yang mengerikan, tetapi juga suatu penghinaan dan penolakan yang besar yang dilakukan manusia terhadap-Nya. Sehingga mungkin saja Iblis berpikir bahwa ia telah menggagalkan rencana penyelamatan Allah melaui kematian Kristus di salib. Namun ternyata hari Jumat Agung itu menjadi hari yang paling menentukan dan bersejarah di dalam sejarah penyelamatan Allah, karena pada waktu itu Iblis telah melakukan suatu kesalahan besar dengan menghasut orang-orang untuk menyalibkan Yesus. Justru di kayu salib itu Yesus mengalahkan Iblis dan menghancurkan pekerjaan-Nya (1 Yohanes 3:8).
Di kayu salib itu Kristus memberikan “Pukulan Hebat Di kepala (PHD)” si ular tua, yaitu Iblis. Di kayu salib itu ketika Yesus mati bagi dosa-dosa kita (1 Korintus 15:1-4), roh-Nya turun ke alam maut di mana Ia mengalahkan Iblis dalam alam rohani (Efesus 4:8-9). Yesus telah mengalahkan setan sepenuhnya, permanen, selamanya dan tidak dapat dibatalkan (Kolose 2:15).
Sejak saat itu, tidak ada yang Iblis dapat lakukan lagi untuk mengubah fakta bersejarah ini. Satu-satunya yang dapat dilakukan Iblis saat ini adalah menipu manusia untuk berpaling dari Injil kepada Injil lain, filsafat manusia dan ajaran setan-setan. Itulah sebabnya jika kita berusaha melawan Iblis diluar dasar salib, kita akan dikalahkan. Tetapi jika kita melawannya dengan berdiri di atas karya salib Kristus, kita akan menang.
Selain itu melalui kematian Yesus di salib itu, kuasa supranatural dilepaskan yang memampukan kita untuk bebas dari cengkeraman dosa dan setan sehingga kita bisa diselamatkan, disembuhkan, dibebaskan, dan diubahkan. Berdasarkan inilah kita bisa mengerti mengapa rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Korintus bahwa ia tidak ingin mengetahui atau memberitakan apa pun kecuali salib, dan bahwa ia tidak ingin mendengar perspektif lain atau ajaran baru lainya, tetapi hanya Kristus yang disalibkan saja (1 Korintus 2:2).
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 2. MENGAPA ADA ORANG KRISTEN TIDAK MENGERTI TENTANG SALIB
Masih banyak orang Kristen tidak mengetahui tentang manfaat salib. Alasan utamanya adalah karena musuh telah meluncurkan suatu serangan ganas terhadap pengetahuan kita akan salib. Iblis ingin memudarkan Injil Kristus dengan doktrin-doktrin manusia yang tidak menghasilkan kuasa. Saat ini kita dapat lihat adanya serangan yang hebat terhadap ajaran yang sehat dari Injil yang murni. Ada upaya dan ajakan untuk berpaling dari Injil kepada filsafat-filsafat manusia dan ajaran-ajaran setan (1 Timotius 4:1).
Ajaran-ajaran ini lebih berdasarkan pemikiran alami ketimbang ilahi; lebih berfokus pada mencoba mengubah orang-orang dengan kekuatan manusia dan pertimbangan pikiran daripada mengandalkan hikmat dan kekuatan Allah yang ada pada Injil (1 Korintus 1:22-24). Akibatnya, perubahan apa pun yang terjadi dalam hidup orang-orang yang yang bukan disebabkan oleh kuasa dan hikmat Allah di dalam Injil, hanyalah perubahan sementara dan segera akan memudar.
Namun, alasan lain yang tidak kalah pentingnya mengapa banyak orang Kristen tidak banyak mengetahui manfaat salib adalah karena banyak pemimpin gereja tidak memiliki waktu mengkhotbahkan atau mengajarkan Injil; mereka jarang berbicara tentang manfaat dan efek dari karya Yesus yang sudah tuntas itu bagi kita. Sesungguhnya, manfaat dan dampak kematian Kristus tak terhingga bagi kita.
Namun sayangnya, ketimbang mengkhotbahkan pesan Injil yang mengubahkan dan membebaskan itu, justru ada banyak pendeta dan pengkhotbah yang telah berpaling kepada pidato, politik, etika, khotbah motivasi dan inspirasional, serta lebih kecenderungan mengkhotbah teologi sosial dan kemakmuran. Sebagian dari mereka mungkin telah menganggap bahwa Injil adalah doktrin tidak berguna lagi dan ketinggalan zaman. Karena itulah rasul Paulus mengingatkan “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya” (2 Timotius 4:3).
Ketika berita salib yang dinamis dari Injil yang murni diganti dengan pesan “pertolongan terhadap diri sendiri dari Injil lain yang lebih populer dan menarik perhatian orang-orang, maka gereja Kristen akan segera kehilangan kuasa supranaturalnya. Pesan motivasi dan inspirasional yang dirangkai dengan kata-kata manis mungkin saja baik bagi emosi manusia, tetapi itu tidak dapat mengubah hati. Hanya Injil yang secara radikal dan penuh kuasa mampu mengubah hati manusia, dan itu terjadi ketika salib diberitakan.
John Piper, pemimpin gereja baptis yang terkemuka saat ini mengingatkan, “Di antara kaum Injili hari ini, ada cara-cara lain yang secara efektif merendahkan kuasa dan otoritas khotbah yang Alkitabiah. Ada epistemonologi-epistemonologi subjektif yang merendahkan pernyataan proporsional. Ada teori-teori linguistik yang mengembangkan admosfir eksegetis yang ambigu. Dan ada relativisme kultural yang populer, yang memungkinkan bagi jemaat untuk membuang sekehendaknya pengajaran Alkitabiah yang dirasakan tidak nyaman oleh mereka”.
Selanjutnya John Piper mengatakan, “Di mana hal-hal semacam ini berakar, Alkitab akan dibungkam dalam gereja, dan khotbah akan menjadi sebuah refleksi tentang isu-isu terkini dan opini-opini agamawi. Tentu saja bukan ini yang Paulus maksud ketika ia berkata kepada Timotius, ‘Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya: Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran”.
Hal senada dikatakan oleh Guillermo Maldonado, seorang pemimpin Kharismatik terkemuka saat ini, “Jika kita tidak berhati-hati, kepercayaan dan pengajaran kita akan beralih dari kuasa kebenaran Allah menjadi teori tanpa kuasa. Filsafat buatan manusia terkadang memasukkan ide-ide yang menggerakkan semangat dan informasi yang sangat menarik, tetapi mereka pada akhirnya tidak berjiwa dan tidak bernyawa karena sekali lagi, mereka tidak mampu menghasilkan perubahan yang bertahan.
Pesan salib mungkin bukan pesan paling populer pada saat ini, tetapi itu adalah kebenaran kekal; itu diberikan untuk semua orang di sepanjang masa... dan itu mendatangkan hasil yang langgeng”. Perkataan John Piper dan Guillermo Maldonado tersebut di atas sesungguhnya merupakan teguran yang positif dan tepat bagi para pemimpin gereja, pendeta, pengkhotbah dan pengajar Alkitab masa kini.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 3. ASPEK-ASPEK DASAR SALIB
Perlu bagi kita untuk memiliki pengertian yang jelas tentang apa yang Yesus telah capai melalui kematianNya di kayu salib. Berikut ini empat aspek dasar (esensial) dari salib Kristus yang harus diketahui.
1. Karya Kristus di kayu salib adalah ekspresi tertinggi dari kasih Allah.
Ketika manusia jatuh dalam dosa, Allah menyediakan jalan untuk menyelamatkan manusia. Dengan kasih-Nya yang besar dan dalam berbagai cara serta tindakan-Nya, Allah menyatakan keselamatan dari-Nya (Ibrani 1:1,2). Perjanjian keselamatan pertama diberikan kepada manusia sebagaimana tertulis dalam Kejadian 3:15. Ayat ini dikenal dengan istilah “protevangelium” karena merupakan nubuat pertama dari kabar baik tentang Kristus.
Selanjutnya Allah membuat perjanjian dengan Nuh, Abraham, Musa dan Daud. Allah menjanjikan kepada Abraham bahwa melalui keturunannya keselamatan sampai kepada bangsa-bangsa lain. Allah berjanji bahwa Mesias7 akan lahir dari keturunan Daud. Perjanjian itu telah digenapi oleh Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib. Dengan demikian, keselamatan itu berpusat pada karya Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib sebagai pernyataan kasih Allah yang terbesar (Yohanes 3:16).
Allah telah memberikan pemberian terbesar (the greatest gift). Kata Yunani yang terjemahkan dengan “mengaruniakan” dalam Yohanes 3:16 adalah “edoken”, yaitu kata kerja aktif yang berarti “memberikan, menyerahkan, atau mengorbankan”. Saat Kristus diberikan kepada kita, Kristus diberikan sebagai korban untuk menghapus dosa dunia. Yohanes Pembaptis berkata, “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).
Allah mengorbankan AnakNya sendiri merupakan demonstrasi tertinggi kasihNya bagi manusia. Rasul Paulus menyatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8). Ketika kita masih berdosa, Kristus mati bagi kita! Kita yang berdosa adalah kita yang penuh kesombongan, egois, kepahitan, penuh dendam, gosip, memfitnah, memandang rendah, penuh kebencian, hujat, serakah, sumpah serapan, iri hati, tidak adil berdusta, menipu, mencuri, membunuh, memperkosa, dan seterusnya.
Ketika kita masih berdosa itulah Kristus telah mati untuk kita. Bahkan dalam keadaan jatuh kita sebagai orang berdosa dengan hati memberontak tehadap Dia, Allah memilih mengasihi kita dengan kasihNya yang tak bersyarat (Bandingkan Eesus 1:4). Ekspresi kasihNya yang pertama dan tertinggi adalah pengorbanan Kristus di kayu salib bagi kita. Salib adalah pengingat konstan bahwa Allah mengasihi kita!
2. Karya Kristus di salib sudah tuntas dan sempurna.
Rasul Yohanes menuliskan demikian, “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yohanes 19:30). Ketika disalib sebelum mati Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Ini adalah kata yang paling berkuasa yang pernah Yesus ucapkan. Kata “sudah selesai” adalah kata Yunani “τετελεσται - tetelestai” ini berasal dari kata kerja τελεω – teleô, artinya "mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. Paul Enns menyatakan, “Karya Kristus sesuai dengan tujuan-Nya datang ke dunia, digenapkan dalam Yohanes 19:30. Setelah enam jam di atas kayu salib Yesus berseru ‘sudah selesai!’ (Yunani: Tetelestai).
Yesus tidak mengatakan ‘saya telah selesai!’, tetapi ‘sudah selesai!’. Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-Nya; karya keselamatan telah diselesaikan. Tensa bentuk lampau dari kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku”. Perlu ditambahkan, bahwa tetelestai adalah kata yang biasa diucapkan oleh seorang pemahat sewaktu ia selesai memahat sebuah patung. Sambil mengamati kembali hasil karyanya sang pemahat akan berulang-ulang berkata “tetelestai”. Artinya yang dikehendakinya tercapai secara tuntas.
Pernyataan Yesus ini melebihi suatu fakta. Ini adalah kebenaran yang harus diketahui oleh orang-orang percaya. Karya Kristus di kayu salib itu sudah tuntas, genap, sempurna dan permanen (tak dapat diubah). Tidak perlu ada ruang bagi perdebatan atau argumen tentang kebenaran ini. Tetelestai ini merupakan seruan kemenangan Yesus di kayu salib. Guillermo Maldonado mengatakan, “Pada waktu Ia membuat pernyataan ini, setiap kutuk manusia dipatahkan. Depresi, kemiskinan, penyakit, semua kuasa dosa dan maut ditiadakan”.
Selanjutnya ia mengatakan, “Jika Anda tahu bahwa karya Yesus sudah selesai. Anda tidak akan duduk dan menunggu, Anda akan bertindak hari ini. Terimalah keselamatan Anda, kesembuhan Anda, kelepasan anda, transformasi Anda, keberhasilan anda, atau mujizat anda sekarang”. Kristus telah melakukan hal-hal di mana tidak dapat dilakukan oleh siapa pun selain Allah.
Karena kasih-Nya, Ia yang tidak berdosa rela menjadi dosa karena kita, supaya kita dibenarkan oleh-Nya (1 Korintus 5:21). Ia mati di salib untuk dosa-dosa kita supaya kita diselamatkan dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh (1 Petrus 2:22-24). Karena pengorbanan Kristus kita orang berdosa menjadi orang benar, yang sebenarnya mengalami kematian kekal menjadi mendapat hidup kekal, dari musuh Allah kini kita diangkat menjadi anak-anak Allah yang berhak menjadi waris bersama dengan Kristus dalam kerajaan surga.
3. Karya Kristus di salib memberikan penyediaan total bagi manusia.
Segala sesuatu yang kita butuhkan bagi masa lalu, bagi masa kini, bagi masa depan, dan bahkan bagi kekekalan telah Kristus sediakan melalui kematian-Nya di kayu salib. Bambang Wijaya, seorang pemimpin Kharismatik di Indonesia mengatakan, “Di kayu salib semua dosa kita telah diselesaikan secara tuntas. Di sana semua hukuman dosa yang seharusnya ditimpakan kepada kita telah ditanggung-Nya secara tuntas. Hal yang kita perlukan untuk keselamatan kita telah dibayar-Nya secara lunas. Semua penderitaan dan kebutuhan kita telah diselesaikan-Nya di kayu salib” .
Segala yang kita perlukan hari ini, Yesus telah menyediakan solusinya melalui salib, kita hanya perlu menerimanya dengan iman. Ketika kita mengabaikan karya salib Kristus yang sudah tuntas bagi kita, hal itulah yang menyebabkan kita tidak menerima penyediaan total karya salib itu. Kita sering diajar secara salah bahwa karya salib Kristus hanya berurusan dengan penerimaan keselamatan, tetapi tidak berhubungan dengan menjalani kehidupan kita selanjutnya. Sampai kita memandang pada Salib, kita akan selalu mencari cara-cara lain untuk menyelesaikan masalah-masalah kita dan masalah-masalah dunia.
Tidak ada cara lain, tidak ada sumber lain, yang akan membawa kita kepada kelepasan penuh dan bertahan selain salib saja. Jika memang ada, maka pengorbanan Kristus tidak akan diperlukan. Tidak ada apa pun selain karya Kristus saja yang bisa menyelamatkan, menyembuhkan dan membebaskan. Melalui karya salib, Kristus telah membuat penyediaan penuh bagi semua kebutuhan kita. Karena itu jika orang percaya kekurangan sesuatu, itu karena mereka kurang pengetahuan tentang karya salib yang telah tuntas itu.
4. Karya Kristus di salib menjadikan kita menerima warisan rohani kita.
Melalui salib, kita menerima warisan rohani kita berdasarkan Perjanjian Baru kita dengan Allah di dalam Kristus. Rasul Paulus mengatakan, “Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama. Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu. Karena suatu wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati, sebab ia tidak berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup” (Ibrani 9:15-17).
Melalui kematian Kristus di kayu salib, warisan rohani kita yang menjadi kehendak Allah bagi kita diaktifkan, yaitu keselamatan, kesembuhan, kelepasan, dan berkat-berkat materi. Hutang dosa kita telah dibayar lunas, sehingga kita dipindahkan dari perbudakan dosa kepada Allah. Di kayu salib telah terjadi pertukaran kemiskinan kita dengan kekayaan kekal Yesus yang dimanifestasikan secara rohani maupun jasmani.
Rasul Paulus menuliskan, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga” (Efesus 1:3). Kehendak Allah telah ditetapkan di salib bahwa kita adalah waris bersama dengan Kristus, sepeti yang dikatakan Rasul Paulus, “Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah” (Galatia 4:7). Kita hanya perlu percaya dan menerima apa yang Yesus telah selesaikan bagi kita.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 4. SALIB SEBAGAI INTI INJIL DAN KEKRISTENAN
Membahas tentang teologi salib berarti berbicara tentang kematian Kristus. Jika pengertian teologi dipahami sebagai “suatu interpretasi yang rasional mengenai iman Kristen” sebagaimana yang didefinisikan oleh pakar teologi Charles C. Ryrie, maka teologi salib adalah suatu interpretasi yang rasional mengenai inti iman Kristen, yaitu salib. Teologi salib akan menjelaskan secara teratur, sistematis, dan logis berdasarkan pernyataan Alkitab tentang arti, makna, manfaat, dan jangkauan kematian Kristus di kayu salib.
Namun perlu diketahui bahwa dari sejak awalnya ajaran tentang salib memang tidak disukai dan dianggap sebagai kebodohan oleh banyak orang. Rasul Paulus mengatakan, “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan” (1 Korintus 1:23). Padahal menurut Alkitab, salib adalah pusat dari Injil, karena itu adalah pusat dari Kekristenan, sebagaimana disimpulkan oleh Leon Morris, “Sama sekali tidak diragukan bahwa saliblah pusat dari Injil Kristen sebagaimana dipahami oleh Paulus”.
Karena itu Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Korintus demikian, “Saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Korintus 2:1-2). Kepada jemaat di Galatia rasul Paulus berkata, “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu?
Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu?” (Galatia 3:1). Ayat-ayat di atas dengan tegas menunjukkan bahwa salib sangat penting bagi rasul Paulus, dan seluruh dinamika surat-suratnya menggarisbawahi hal ini. Karena itu tepat seperti yang disimpulkan oleh J. Knox Chamblin bahwa salib terletak di pusat Injil rasul Paulus ketika ia mengatakan, “Salib terletak di pusat euangelion Paulus. Injilnya adalah berita salib (1 Korintus 1:17-18)”.
Namun yang terutama, Kristus sendiri yang berkali-kali menyinggung tentang salib dalam pengajaranNya, karena untuk itulah Ia datang ke dalam dunia, yaitu mati di kayu salib (Yohanes 12:23-27). Yesus sendiri mengatakan bahwa Dia datang bukan semata-mata untuk hidup dalam ketaatan-Nya, melainkan untuk memberikan nyawanya (Markus 10:45; Yohanes 10:11-18). Dia datang untuk mati bagi dosa-dosa manusia. Hal ini dijelaskan sendiri oleh-Nya sebelum ia disalibkan (Yohanes 10:15-18).
Peristiwa itulah yang membedakan korban dan pengorbanan Yesus dari semua korban lain yang pernah disebutkan oleh Alkitab. Karena itulah, satu-satunya peristiwa yang ditetapkan oleh Kristus sendiri untuk kita peringati ialah kematian-Nya yang mendamaikan itu (Markus 14:22-14).
Itu sebabnya kita tidak perlu heran mengapa semua penulis kitab Injil kanonik berfokus pada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada minggu terakhir kehidupan Yesus dan mengabadikan sebagian besar tulisan mereka seputar peristiwa-peristiwa tersebut. Matius menggunakan 8 pasal dari 28 pasal dalam tulisannya; Markus menggunakan 6 pasal dari 16 pasal dalam tulisannya; Lukas menggunakan 6 pasal dari 24 pasal dalam tulisannya; dan Yohanes menggunakan 10 pasal dari 21 pasal dalam tulisannya.
Begitu penting dan utamanya kematian Kristus sehingga Chales C. Ryrie mengingatkan kita agar tidak kehilangan fokus, bahwa “hanya penderitaan di kayu saliblah yang merupakan penebusan. Pada saat terjadi kegelapan selama tiga jam ketika Allah meletakkan dosa seluruh dunia ke atas Kristus, penebusan itu terjadi. Siksaan dan pukulan yang dialamiNya sebelum Dia berada di kayu salib merupakan bagian penderitaan dalam hidupNya”.
Jadi, masih menurut Chales C. Ryrie yang dengan tegas mengatakan, “meskipun para ahli teologi telah membedakan antara penderitaan-penederitaan dalam kehidupan dan kematian Kristus (Ketaatan yang aktif dan pasif), itu tidak terlalu penting, karena hanya penderitaan dalam kematianNya dan ketaatanNya sebagai Anak Domba yang dikorbankanlah yang menebus dosa manusia”.
Hal senada juga dikatakan oleh Leon Morris seorang pakar Perjanjian Baru demikian, “Yang mendatangkan keselamatan bagi orang-orang berdosa adalah kematian Kristus yang membawa pendamaian dan bukan kehidupanNya yang patut diteladani itu”.
Perhatikanlah, bahwa Leon Morris menghubungkan doktrin pendamaian dengan salib (kematian) Kristus. Itulah sebabnya di dalam seri Teologi Salib ini saya memfokuskan diri mengajarkan tentang kematian Kristus yang mendamaikan ini sebagai doktrin utama dan menentukan dalam soteriologi Kristen.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 5. DOKTRIN UTAMA SOTERIOLOGI: PENDAMAIAN KRISTUS DI KAYU SALIB
Doktrin pendamaian besar (the great atonement) dalam Perjanjian Baru adalah khas rasul Paulus, suatu cara memandang salib yang tidak kita temukan pada penulis-penulis Perjanjian Baru lainnya. Ada empat bagian utama dimana rasul Paulus membicarakan pendamaian ini (Roma 5:10-11; 2 Korintus 5:18-20; Efesus 2:11-16; Kolose 1:19-22). Walau pendamaian ini merupakan khas rasul Paulus, justru pendamaian ini merupakan hal yang hakiki pada peristiwa kematian Kristus, karena konsepsi dari pendamaian itu sendiri dipahami rasul Paulus dari Perjanjian Lama dengan baik dan sarat dengan makna yang baru.
Selaku seorang Yahudi dan ahli dalam hukum Taurat, rasul Paulus tentu saja mengenal Perjanjian Lama dengan sangat baik. Kita tahu bahwa rasul Paulus lahir dan dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang ketat terhadap hukum Taurat dan tradisi Yahudi. Ia adalah seorang lulusan terbaik dari sekolah Farisi di Yerusalem, dibawah bimbingan Gamaliel (Filipi 3:5; Galatia 1:13-14; Kisah Para Rasul 5:34).
Kita juga tahu, bahwa Gamaliel yang membimbing Paulus dalam hukum Taurat dan tradisi Yahudi adalah seorang pakar hukum Taurat, satu-satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah bangsa Yahudi yang menerima sebutan “Rabban (tuan kami)”. Karena itu istilah pendamaian Perjanjian Lama seperti kata kerja Ibrani “Kippér (mengadakan pendamaian)”, kata benda “kóper (pendamaian)” dan kata lainnya “kappóret (tutup pendamaian” merupakan sangat dipahami rasul Paulus.
Istilah “kappóret” atau “tutup pendamaian” yang dipakai kepada tutup emas dari Tabut Perjanjian yaitu benda paling suci dalam seluruh Kemah Suci itu merupakan istilah yang diterapkan khusus, di mana pada Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur) imam besar besar mengambil darah dari sesekor lembu jantan dan seekor kambing lalu memercikkan darahnya ke atas tutup pendamaian itu (Imamat 16:11-15).
Inilah satu-satunya saat di mana Imam Besar dapat masuk ke tempat Maha kudus itu, dan upacara agama Yahudi inilah yang dipahami rasul Paulus paling dekat maknanya dengan karya Kristus yang mendamaikan itu (bandingkan Ibrani 9:12).
Karena itulah rasul Paulus menyatakan bahwa “Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya (2 Korintus 5:18)” dan “Allah telah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus (2 Korintus 5:19)”. Kata “mendamaikan” dalam ayat tersebut merupakan terjemahan dari kata Yunani “katallasso” yang berarti “mengubah permusuhan menjadi persahabatan”. Kata “katallasso” ini digunakan pada pendamaian antara manusia dengan Allah dan antara seorang wanita yang kembali kepada suaminya (Roma 5:10,11; 11:15; dan 1 Korintus 7:11).
George W. Peters mengatakan, “Paulus telah menanamkan banyak kebenaran, yang tak ter hapuskan, kepada dunia. Yang paling menonjol diantaranya ialah kenyataan bahwa ‘Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus’. Dengan kata lain, Allah telah menyediakan di dalam Kristus keselamatan yang cukup untuk menyelamatkan manusia dari kebinasaannya yang mutlak dan kekal serta menawarkan kemuliaan yang tak terkatakan serta tak terlukis. Paulus menekankan bahwa Allah telah memberikan seorang Juru selamat dan keselamatan yang cukup untuk semua manusia”.
Seperti halnya rasul Paulus, banyak para teolog dan ahli Alkitab telah melihat bahwa doktrin pendamaian besar merupakan doktrin utama, paling penting dan menentukan dalam soteriologi Alkitabiah. Millard J. Millard J.Erickson mengatakan, “doktrin pendamaian ini merupakan doktrin yang paling menentukan bagi kita karena di dalamnya kita berhadapan dengan titik balik dari, katakanlah, unsur obyektif kepada unsur subyektif dari teologi Kristen.
Di dalam doktrin ini kita menggeser fokus kita dari sifat Kristus kepada karyaNya yang aktif demi kita; di dalam doktrin ini teologi sistematika diterapkan langsung pada kehidupan kita. Pendamaian telah memungkinkan keselamatan kita”. Leon Morris, walau terkesan ekstrem, mengatakan demikian “Pendamaian merupakan doktrin yang paling penting dari iman Kristen. Kecuali pemahaman kita benar mengenai pendamaian ini, setidak-tidaknya bagi saya, maka tidak terlalu penting lagi pemahaman kita tentang doktrin yang lain”.
Morris Juga menyatakan, “Yang sangat penting dalam beberapa diskusi belakangan ini adalah konsep Paulus tentng pendamaian. Istilah ini dipakai dalam sejumlah kecil bagian (Roma 5:10-11; 2 Korintus 5:18-20; Efesus 2:16; Kolose 1:20-22), tetapi tersirat dalam banyak ayat lainnya, misalnya bagian-bagian yang berbicara tentang perdamaian yang terjadi antara Allah dengan manusia. Pendamaian ini dapat dipastikan merupakan suatu konsep yang penting dan adalah sangat berarti bahwa Paulus melihat kematian Kristus telah menyelesaikan permusuhan yang diakibatkan oleh dosa, dan membawa khasiat pendamaian yang berjangka uan jauh”.
Donald Guthrie mengatakan tentang doktrin pendamaian demikian, “Ini merupakan salah satu wawasan paling asasi dari amanat Kristen, karena amanat itu bertolak dari asumsi keterasingan manusia dari Allah dan lebih lanjut memperlihatkan bagaimana manusia dan Allah dapat didamaikan. Bila kita dapat mengerti pendamaian dalam kerangka pemikiran seluas ini, maka dapat dikatakan bahwa seluruh pekerjaan Kristus bersangkut paut dengan pendamaian”.
Sementara itu, Kevin J. Conner dalam menanggapi berbagai teori keliru tentang kematian Kristus seperti teori kecelakaan, teori martir, teori pengaruh moral, teori pemerintahan, teori komersial, dan teori penghapusan, mengatakan demikian, “Semua teori-teori ini tidak tepat dan dan memiliki elemen-elemen yang keliru di dalamnya.
Teori-teori tersebut merupakan pikiran alami yang berupaya menjelaskan kematian Kristus yang unik sehingga menyimpangkan kebenaran. Kristus benar-benar mati sebagai hasil kesetiaan kepada kebenaran yang Dia ajarkan dan yakini. Dia benar-benar mati sebagai ekspresi kasih Allah. Dia benar-benar mati untuk menegakkan kebenaran dari pemerintahan Allah. Dia mati untuk membayar harga pembebasan dosa. Tetapi semuanya ini hanyalah sebagian aspek dari kematian-Nya. Mereka semua menghilangkan tujuan utama dari kematianNya yakni pendamaian. Menghilangkan kematian Kristus yang mendamaikan berarti menghilangkan kebenaran mendasar dari karya Kristus”.
Disini Kevin J. Conner mengakui bahwa tujuan utama kematian Kristus adalah pendamaian. Dan apa yang dinyatakan oleh Kevin J. Conner tersebut di atas selaras dengan seluruh kebenaran Alkitab. Istilah-istilah teologis dan alkitabiah seperti pengorbanan (sakrifasi), pengantaraan (mediasi) , pencurahan darah, peredaan murka (propisiasi), penghapusan kesalahan (ekspiasi), korban pengganti (substitusi), dan penebusan (Rendempsi) merupakan bagian-bagian penting dari pendamaian besar (the great atonement) yang dikerjakan Kristus melalui kematianNya di kayu salib.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 6. TUJUAN INKARNASI KRISTUS: PENDAMAIAN MELALUI KEMATIAN DI KAYU SALIB
Ketika Kristus mengatakan kepada murid-muridNya , “sama seperti Bapa telah mengutus Aku,..” (Yohanes 2O:21), kita langsung teringat pada kata “misi”. Istilah “misi” atau “mission (Inggris)” berasal dari kata Latin “missio” yang berarti “mengutus”, hampir sama dengan kata dalam bahasa Yunani “apostello”, yang artinya “mengutus”. Kata “apostello” muncul sebanyak 135 kali dalam seluruh Perjanjian Baru, di mana sebanyak 123 kali digunakan dalam Kitab Injil dan Kisah Para rasul. George W. Peter, seorang pakar misiologi mengatakan, “kata kerja ‘apostello’ mengandung arti pengutusan seorang duta dengan satu tugas khusus. Karenanya kata itu dipakai untuk misi dari anak Allah, dan untuk rasul-rasulNya.”
Sebagai Anak, Kristus telah diutus oleh Bapa ke dalam dunia dengan satu tugas khusus, karena itu Ia disebut dengan sebutan “Rasul” (Apostle). Penulis Kitab Ibrani dengan jelas mengatakan demikian, “Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus” (Ibrani 3:1). Jadi, Allah telah mengutus Kristus ke dalam dunia melalui inkarnasiNya untuk melaksanakan tugas khusus, yaitu misi pendamaian. Injil Yohanes menyebut Yesus dengan gelar “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29,36).
Pada sebutan pertama, gelar ini diperjelas dengan keterangan tambahan “yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Gelar itu memberitahukan kita betapa pentingnya misi Yesus itu. W. Hall Harris mengatakan, “Bahwa misi itu berkaitan dengan pendamaian sangat sejalan dengan penghapusan dosa dan juga dengan pernyataan-pernyataan lain di bagian selanjutnya dalam Injil Yohanes : ‘Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkan-Nya oleh Dia’ (Yohanes 3:17); dan ‘kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kau katakan, tetapi sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia’ (Yohanes 4:42)”.
Millard J. Erickson menjelaskan tentang maksud pengutusan Yesus ke dalam dunia ini demikian, “Yesus cukup menyadari bahwa Ia diutus oleh Bapa, dan bahwa Ia harus melakukan pekerjaan Sang Bapa. Dia menyatakan dalam Yohanes 10:36 bahwa Bapa telah mengutus-Nya ke dalam dunia ini. Dalam Yohanes 3:38 Yesus mengatakan, ‘Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku’. Rasul Yohanes juga dengan jelas menghubungkan pengutusan oleh Bapa dengan karya penebusan dan pendamaian Anak, ‘Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia’ (Yohanes 3:17).
Jelas bahwa maksud kedatangan Kristus adalah untuk mengadakan pendamaian, dan Allah Bapa ikut terlibat dalam karya tersebut. Yang dimaksud dengan menekankan bahwa kedatangan Anak adalah karena diutus oleh Bapa ialah untuk menjelaskan bahwa karya Anak tidaklah terlepas dari, atau tidak bertentangan dengan, apa yang dilakukan Bapa.”
Misi pendamaian yang besar itu telah selesai dikerjakan Kristus, karena dunia telah didamaikan dengan Allah oleh Kristus melalui kematianNya (2 Korintus 5:15-20). Kapan misi itu selesai? Ketika disalib sebelum mati Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Kata “sudah selesai” adalah kata Yunani “τετελεσται - tetelestai” ini berasal dari kata kerja τελεω – teleô, artinya "mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. Paul Enns menyatakan, “Karya Kristus sesuai dengan tujuanNya datang ke dunia, digenapkan dalam Yohanes 19:30. Setelah enam jam di atas kayu salib Yesus berseru ‘sudah selesai!’ (Yunani: Tetelestai).
Yesus tidak mengatakan ‘saya telah selesai!’, tetapi ‘sudah selesai!’. Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-Nya; karya keselamatan telah diselesaikan. Tensa bentuk lampau dari kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku”.
Ditempat lain, Paul Enns mengatakan, “bagaimana Kristus mencapai pendamaian? Melalui kematianNya (Roma 5:10). Karena Kristus adalah Allah, kematianNya tak ternilai hargaNya, menyediakan pendamaian bagi dunia. Hal ini signifikan karena kematian Kristus menjadikan dunia bisa diselamatkan”.
Berita pendamaian besar yang sudah selesai Yesus kerjakan itu harus disampaikan kepada dunia oleh orang-orang percaya melalui pemberitaan Injil dengan panggilan “berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:20), dan “percayalah kepada Yesus Kristus maka engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:31).
Jadi meskipun dunia telah didamaikan dengan Allah melalui kematian Kristus, tetapi setiap orang secara pribadi harus memberi dirinya sendiri untuk didamaikan dengan Allah dengan percaya kepada Kristus. Dan hanya dengan cara demikianlah, maka keadaannya di hadapan Allah diubah. Karena pendamaian yang terjadi di dalam kematian Kristus, maka sekarang manusia dapat diselamatkan. Tetapi hal itu sendiri tidak menyelamatkan satu manusia pun, sebab pelayanan pendamaian itu harus dilaksanakan dengan setia melalui pemberitaan Injil.
Pada saat seseorang menjadi percaya, maka ia menerima pendamaian yang diberikan Allah di dalam kematian Kristus (2 Korintus 5:18-21). Dunia telah didamaikan, tetapi setiap orang secara pribadi perlu didamaikan. Pendamaian secara universal ini mengubah keadaan dunia dari tidak dapat diselamatkan menjadi dapat diselamatkan. Pendamaian secara pribadi melalui iman benar-benar membawa pendamaian itu dalam hidup orang yang bersangkutan dan mengubah keadaan orang itu dari tidak diselamatkan menjadi diselamatan.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 7.APAKAH INJIL ITU?
Roma 1:16-17 ini adalah tema sentral dari kitab Roma yang ditulis oleh Rasul Paulus. Kitab ini adalah kitab doktrinal tulisan Rasul Paulus yang paling panjang, paling teologis, logis dan sistematis yang ditulisnya sekitar tahun 56-58 M. Kitab ini telah disebut sebagai “magna carta” gereja yang berisi pernyataan doktrinal tentang iman Kristen yang berpusatkan Injil Yesus Kristus. Sehingga tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa memahami kitab Roma adalah memahami Kekristenan. Surat ini membentuk kehidupan dan pengajaran Yesus Kristus menjadi suatu batu dasar kebenaran bagi gereja sepanjang masa.
Martin Luther menganggap kitab Roma sebagai buku terutama Perjanjian Baru dan Injil yang jelas dan paling murni. Kitab ini merupakan menunjukkan cara rasul Paulus dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam jemaat di Roma dengan menjelaskan Injil Yesus Kristus dan kuasanya yang mengubahkan serta penerapan dari Injil itu dalam kehidupan sehari-hari. Karakteristik dari Injil adalah bahwa “injil itu adalah kekuatan Allah; Injil itu menyelamatkan; Injil itu adalah kebenaran Allah; Injil itu mengajarkan tentang orang yang benar hidup oleh iman; dan Injil itu adalah pernyataan Yesus sendiri” (Roma 1:16-17; Bandingkan Galatia 1:12).
INTI BERITA INJIL
Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8 dan ayat ayat lainnya maka inti dari Injil dapat diringkas sebagai berikut: bahwa Injil itu merupakan kebenaran historis dan teologis tentang Yesus Kristus dan karyaNya yang menyelamatkan manusia. Secara historis, Injil berisi kisah faktual tentang Kristus yang berinkarnasi dan hadir dalam sejarah manusia. Mulai dari kelahiran di Betlehem, kehidupanNya di Palestina, kematianNya di kayu salib di Bukit Golgotha, serta penguburan dan kebangkitanNya. Namun tanpa makna teologis, maka peristiwa-peristiwa faktual (kelahiran, kehidupan, kematian dan kebangkitan) tersebut hanya akan menjadi kisah sejarah belaka. Tetapi tidak demikian dengan Kristus!
Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut merupakan peristiwa-peristiwa yang berisi kebenaran teologis yang bermakna: (1) kelahiranNya menggenapi nubuat para nabi tentangNya; (2) kehidupannya menunjukkan ketaatanNya yang sempurna pada hukum Taurat; (3) kematianNya merupakan tujuan misiNya, yaitu pendamaian bagi dosa-dosa seluruh dunia; dan (4) kebangkitanNya bagi pembenaran orang berdosa yang percaya kepadaNya.
Injil Kristus yang menyelamatkan inilah yang menjadi inti pemberitaan rasul Paulus. Injil ini menurutnya, “... bukanlah injil manusia.Karena aku bukan menerimanya dari manusia, dan bukan manusia yang mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus” (Galatia 1:11-12).
Injil ini yang rasul Paulus sebut sebagai “Injilku” atau “Injil yang kuberitakan” oleh rasul Paulus disebut juga dengan berbagai keterangan seperti “Injil Kristus, Injil Allah, Injil keselamatan, Injil damai sejahtera dan Injil kasih karunia. Secara khusus, istilah Injil kasih karunia ini merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8).
Namun, hanya mengetahui kebenaran historis dan teologis tentang Injil saja tidaklah menyelamatkan. Setiap orang harus memberi dirinya percaya dan menerima Injil itu. “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yohanes 1:12). Jadi disini orang diselamatkan (menjadi anak-anak Allah) karena mereka percaya dan menerima Kristus melalui melalui pemberitaan Injil.
KESALAHAN PENGERTIAN TENTANG INJIL
Ada begitu banyak kebingungan yang terjadi berkenaan dengan isi maupun penyampaian Injil. Ada yang tidak menyampaikannya secara murni; ada yang tidak menyampaikannya dengan jelas; ada juga yang menyampaikannya dengan tidak sungguh-sungguh. Tetapi karena Allah Mahakasih, maka Ia seringkali memberikan terang dan iman kepada orang lain melalui kesaksian kita meskipun kesaksian kita tidak tepat. Beberapa dari kekeliruan tentang Injil itu antara lain : (1) Ada yang mengajarkan bahwa injil tidak berurusan dengan dosa. Ajaran ini jelas keliru! Karena, sebenarnya Injil adalah cara Allah menyelesaikan masalah dosa yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia (1 Korintus 15:1-4); (2) Ada yang mengajarkan bahwa kita perlu menyampaikan injil yang berbeda untuk kelompok usia yang berbeda, yaitu Injil untuk lansia, Injil untuk para pemuda, dan Injil untuk anak-anak. Ini jelas keliru! Sebab Alkitab mengajarkan Injil yang sama untuk semua orang (Roma 1:16; Galatia 3:26-28); (3) Ada yang mengajarkan bahwa Injil akan diterima bila disampaikan dengan kepandaian dan dengan metode tertentu. Ini juga salah dan bertentangan dengan keyakinan rasul Paulus (1 Korintus 1:17-31; 2:4; 4:20); (4) Ada yang menganggap bahwa kita diselamatkan karena perbuatan-perbuatan dan bukan hanya karena percaya pada Injil. Ini juga keliru karena membawa orang Kristen kepada legalisme (Galatia 3:1-8); (5) ada yang menganggap bahwa baptisan air adalah Injil yang menyelamatkan (1 Korintus 1:17). Ini juga keliru karena Alkitab menunjukkan bahwa baptisan air bukanlah anugerah yang menyelamatkan atau pun syarat keselamatan (1 Korintus 1:17).
Point 5 yang disebutkan terakhir diatas perlu saya perjelas lagi, bahwa baptisan air itu penting tetapi bukanlah syarat keselamatan! Hal ini dapat lihat dari makna baptisan air itu sendiri, yaitu : (1) Tanda (kepada) pertobatan (Matius 3:11); (2) Tanda ketataan kepada perintah Tuhan, bahwa seseorang telah lahir baru atau telah diselamatkan (Matius 28:18,19); (3) Tanda simbolik dari persatuan dengan kematian dan kebangkitan Kristus. Artinya, orang percaya yang telah lahir baru (atau dibaptis Roh Kudus), telah bersatu dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya, dan secara simbolik persatuan tersebut ditunjukkan melalui peristiwa baptisan air (Roma 6); (4) Merupakan upacara (inisiasi) masuknya seseorang ke dalam keanggotaan tubuh Kristus yang kelihatan, disebut keanggotaan gereja lokal; (5) Merupakan kesaksian bahwa kita telah dimeteraikan dan menerima hidup baru dan mengambil bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6:3-6); dan (6) Tanda bahwa kita menjadi pengikut atau murid Kristus yang sah (Matius 28:19,20).
MEMAHAMI PENGERTIAN INJIL
Di atas telah disebutkan intisari injil dan apa yang bukan Injil. Namun perlu juga bagi kita untuk mengetahui lebih jelas lagi apa yang dimaksud dengan Injil. Kata Injil berasal dari kata Yunani “euangelion” dan kata kerjanya “euangelizo”, yang berarti “kabar baik”. Namun, ada banyak kabar baik di dalam Alkitab yang berhubungan dengan berkat materi dan tidak berhubungan dengan keselamatan. Sebagai contoh, Septaguinta berkali-kali memakai kata euangelion ini yang terkait dengan berkat materi bukan keselamatan (2 Samuel 4:10; 18:19,20,22,26,27,31; 1 Raja-raja 1:42; 2 Raja-raja 7:9; 1 Tawarikh 10:9; Yesaya 40:9; 52:7; 61:1, dan lainnya). Jadi kabar baik tidak selalu sama dengan keselamatan. Karena itu, saat kita berbicara tentang Injil, maka yang dimaksud disini adalah Injil keselamatan (Efesus 1:13) yaitu kabar baik dari Allah yang berhubungan dengah keselamatan rohani. Namun kebingungan juga masih terjadi terkait istilah-istilah yang dihubungkan dengan kata keterangan yang menyertai kata Injil itu sendiri yang akan-akan menjelaskan ada banyak Injil di dalam Alkitab. Misalnya kita mendapati istilah-istilah seperti Injil Allah (Roma 1:1; 15:16; 2 Korintus 11;7; 1 Tesalonika 2:2,8,9; 1 Petrus 4:17), Injilku atau Injil Paulus (Roma 16:25-16; 2 Timotius 2:8), Injil Kristus (Roma 15:19, 9; 1 Korintus 9:12,18; 2 Korintus 2:12; 19:13; 10:14; Galatia 1:7; Filipi 1:27; 1 Tesalonika 3:2), Injil Damai Sejahtera (Roma 10:15; Efesus 6:15); Injil untuk orang-orang tak bersunat (Galatia 2:1-9); Injil untuk orang-orang bersunat (Galatia 2:7), Injil Kerajaan (Matius 4:23; 9:35; 24:14; Markus 1:14) dan Injil Anugerah (Kisah Para Rasul 20:24).
Mayoritas Perjanjian Baru memakai kata Injil tanpa prase keterangan apapun. Kelihatannya ketika para penulis Perjanjian Baru menggunakan kata Injil tanpa keterangan apapun, maka yang mereka maksudkan adalah Injil yang sedang diberitakan dan bukan Injil yang belum dinyatakan. Dengan demikian, kita tidak perlu bingung dengan banyaknya istilah-istilah keterangan dalam kata Injil tersebut. Jadi hanya ada satu Injil yaitu kabar baik yang berhubungan dengan keselamatan yang sudah dikerjakan oleh Kristus. Hal ini perlu ditegaskan sebab Injil kerajaan yang diberitakan Kristus dan rasul-rasul pada masa pelayanan Kristus di bumi sama sekali tidak mengandung pengajaran bahwa Kristus akan mati bagi dosa-dosa dunia, padahal berita tersebut (kematian Kristus bagi dosa dunia) justru menjadi jantung Injil yang diberitakan oleh para rasul setelah kenaikan Kristus ke surga. Jadi, sekali lagi, ketika kita menyebut Injil, maka yang kita maksudkan adalah semua kabar baik dari Allah yang dibungkus dalam kematian Kristus. Dengan demikian Injil itu berkaitan dengan keselamatan, yaitu penerimaan hidup kekal dan semua berkat-berkat yang terkadung didalamnya baik berkat rohani maupun berkat jasmani.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 8.INJIL SEPENUH
Segala sesuatu yang kita butuhkan bagi masa lalu, bagi masa kini, bagi masa depan, dan bahkan bagi kekekalan telah Kristus sediakan melalui kematianNya di kayu salib. Di kayu salib semua dosa kita telah diselesaikan secara tuntas. Disana semua hukuman dosa yang seharusnya ditimpakan kepada kita telah ditanggungNya secara tuntas. Hal yang kita perlukan untuk keselamatan kita telah dibayarNya secara lunas. Semua penderitaan dan kebutuhan kita telah diselesaikanNya di kayu salib. Sekali waktu, seorang pemuda datang kepada seorang penginjil yang bernama Alexander Wooten. Pemuda ini bertanya, “apa yang harus aku lakukan supaya dapat diselamatkan?”. Wooten menjawab, “sudah terlambat!”, sambil meneruskan pekerjaannya. Pemuda itu terkejut, dan kembali bertanya, “maksud anda sudah terlambat bagi saya untuk diselamatkan? Tidak adakah yang dapat lakukan?” Sekali lagi Wooten menjawab, “sudah terlambat! Semuanya sudah dilakukan oleh Yesus! Satu-satunya yang dapat anda lakukan adalah percaya!” Kata-kata Wooten ini mengingatkan kita kepada apa yang Paulus katakan kepada seorang kepala penjara dalam Kisah Para Rasul 16:28-33, “Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: "Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!" Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas. Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’ Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis”.
Kata-kata Alexander Wooten itu juga mengingatkan kita pada makna ucapan “sudah selesai” yang diucapkan Yesus saat penyalibanNya. Ungkapan “τετελεσται tetelestai)” atau “sudah selesai” (Yohanes 19:30), merupakan pernyataan tunggal yang paling penting dalam seluruh Alkitab. Kata ini berarti “menyelesaikan” dan “membawa kepada kesempurnaan”. Yesus telah mengerjakan sepenuhnya pekerjaan Allah Bapa yang telah mengirimnya untuk melakukan itu. Paulus membahas fakta ini dalam Roma 5, bahwa keselamatan kita itu pasti karena kematian Kristus secara total mengalahkan sepenuhnya efek dosa Adam. Namun kala dari verbanya, yaitu “perfect”, menyatakan bahkah lebih banyak dari apa yang Yesus katakan. Ada pengharapan untuk anda dan saya. Karena Yesus sepenuhnya telah menyelesaikan tugasnya, efek yang terus berlangsung adalah bahwa anda dan saya ditawarkan anugerah keselamatan secara cuma-cuma agar kita bisa bersamaNya selamanya. Perlu diketahui, bahwa tetelestai adalah kata yang biasa diucapkan oleh seorang pemahat sewaktu ia selesai memahat sebuah patung. Sambil mengamati kembali hasil karyanya sang pemahat akan berulang-ulang berkata “tetelestai”. Artinya yang dikehendakinya tercapai secara tuntas. Dalam budaya pada waktu itu, hanya seorang seniman yang benar-benar telah menyelesaikan karyanya dengan sempurna yang boleh berkata “tetelestai” karena melalui kata tersebut ia hendak menggambarkan hasil akhir dari karyanya yang sempurna. Jika seorang seniman saja menggunakan kata ini untuk menunjukkan karyanya yang sudah tuntas dan sempurna, lebih lagi dengan pernyataan Yesus ini. Kata tetelestai yang diucapkan Yesus tepat sebelum kematianNya ini melebihi suatu fakta. Ini adalah kebenaran yang harus diketahui oleh orang-orang percaya. Karya Kristus di kayu salib itu sudah tuntas, genap, sempurna dan permanen (tak dapat diubah). Tidak perlu ada ruang bagi perdebatan atau argumen tentang kebenaran ini. Tetelestai ini merupakan seruan kemenangan Yesus di kayu salib.
INJIL KESELAMATAN YANG SEUTUHNYA
Di atas saya telah menjelaskan apa itu Injil. Namun perlu juga bagi kita untuk mengetahui apa itu keselamatan. Hal ini terkait dengan istilah Injil Keselamatan yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 1:13). Pemakaian Kristen untuk kata keselamatan menunjukkan pada tindakan Allah di dalam Kristus yang membebaskan manusia dari kematian kekal dengan memberikan hidup yang kekal (zo’e) kepada mereka yang percaya (Yohanes 3:16,17; Kisah Para Rasul 16:30-32; 1 Yohanes 5:11-13). Istilah “keselamatan” secara etimologis berasal dari kata Yunani “soteria”. Kata soteria ini digunakan sebanyak 45 kali dalam Perjanjian Baru, dan dalam King James Version diterjemahkan dengan salvation (keselamatan) sebanyak 40 kali, health (kesehatan) sebanyak 1 kali, saving (menyelamatkan) sebanyak 1 kali, deliver (melepaskan) sebanyak 1 kali, dan saved (diselamatan) sebanyak 1 kali. Kata “soterion” muncul 5 kali dan dalam KJV selalu diterjemahkan dengan salvation. Dalam Septaguita maupun dalam Perjanjian Baru, kata kerja Yunani “sozo” dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria” biasanya merupakan terjemahan dari kata Ibrani Perjanjian Lama “yasha”. Kata “yasha” ini berarti “kebebasan dari sesuatu yang mengikat atau membatasi, dan kemudian berarti pembebasan, pelepasan, atau memberikan keluasan dan kelapangan kepada sesuatu. Sedangkan kata “sozo” (dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria”) berhubungan dengan perawatan, kesembuhan, pertolongan, penyelamatan, penebusan atau kesejahteraan, yang dihubungkan dengan pemeliharaan dari bahaya, penyakit, ataupun kematian (Matius 9:22, Kisah Para Rasul 27:20,31-34; Ibrani 5:7). Dengan demikian, penggambaran istilah keselamatan yang utuh haruslah mencakup segala manfaat dari keselamatan itu sendiri termasuk di dalamnya kesembuhan dan juga kesejahteraan.
Memahami ini membuat kita mengerti bahwa segala yang kita perlukan hari ini Yesus Kristus telah menyediakan solusinya melalui Injil dan kita hanya perlu menerimanya dengan iman. Injil yang utuh memberitahu kita tentang hal ini! Kita sering diajar secara salah bahwa karya salib Kristus hanya berurusan dengan penerimaan kehidupan kekal, tetapi tidak berhubungan dengan menjalani kehidupan kita selanjutnya. Ini salah karena tidak menggambarkan Injil secara utuh! Perhatikan dan dengarkan dengan baik! Injil bukan hanya kabar baik tentang bagaimana kita bisa diselamat pada awalnya; Injil adalah kabar baik yang kita kembali kepadanya setiap hari karena kita cenderung mengembara ke dalam narsisme (bagaimana keadaan saya? Dan apa yang perlu saya lakukan bagi keselamatan saya?). Injil menjaga kita untuk terus mengarahkan mata kita kepada Yesus, pemulai dan penyempurna iman kita (Ibrani 12:2). Jadi Injil tidak hanya membenarkan kita di awal keselamatan kita, tetapi kebenaran Injil itu juga menguduskan, membangun, menguatkan, memelihara, mendewasakan dan menyempurnakan kita karena Kristus sendirilah pusat dari Injil itu. Namun, saat ini kita dapat lihat adanya serangan yang hebat terhadap Injil yang murni. Ada upaya dan ajakan untuk berpaling dari Injil kepada filsafat-filsafat manusia dan ajaran-ajaran setan (1 TImotius 4:1). Ajaran-ajaran ini lebih berdasarkan pemikiran alami ketimbang ilahi; lebih berfokus pada mencoba mengubah orang-orang dengan kekuatan manusia dan pertimbangan pikiran daripada mengandalkan hikmat dan kekuatan Allah yang ada pada Injil (1 Korintus 1:22-24). Akibatnya, perubahan apapun yang terjadi dalam hidup orang-orang yang yang bukan disebabkan oleh kuasa dan hikmat Allah di dalam Injil, hanyalah perubahan sementara dan segera akan memudar.
INJIL YANG TIDAK UTUH
Saat ini ada sejumlah besar khotbah dan pengajaran yang tidak baik karena menggambarkan Yesus Kristus secara kurang memadai, tidak seperti yang dimaksudkan Injil. Ada yang mengajarkan Yesus Kristus sebagai seorang psikiater yang menenangkan kita dari ketakutan, memberi tujuan hidup, dan menanggani rasa bersalah. Ada yang mengajarkan Yesus sebagai seorang dokter yang menyembuhkan sakit penyakit dan membalut hati yang terluka. Ada yang mengajarkan Yesus sebagai konselor yang menolong menghadapi masalah-masalah keluarga dan masalah-masalah pekerjaan. Khotbah dan pengajaran yang mengambarkan Yesus secara tidak memadai seperti ini tidak akan pernah membawa orang percaya bertumbuh melebihi tingkat “hidup yang ditolong”. Ingatlah ini, di dalam Kristus kita memiliki segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh (2 Petrus 1:3)! Karena itu, Yesus Kristus adalah satu-satunya dan segala-galanya yang dunia dan kita butuhkan. Rasul Paulus menggambarkan keunggulan Kristus dengan menyebut Kristus sebagai Pencipta, Sumber segala sesuatu; Kepala Gereja, pendamaian kita, pengudusan kita, pengharapan kita dan penyempurna iman kita (Kolose 1:15-29). Tidak ada mahluk dari seluruh ciptaan atau dari segala waktu yang dapat membatalkan karya pendamaian Kristus. Tidak ada tuduhan yang dapat dikenakan kepada orang-orang percaya yang telah dibenarkan (dinyatakan tidak bersalah) oleh Kristus. Tidak ada kabar buruk yang dapat merusak atau meniadakan kabar baik. Ini adalah Injil yang sama yang dikabarkan kepada seluruh alam dibawah kolong langit (Kolose 1:23). Sebab tidak ada mahluk yang ada diluar jangkauan kuasa pendamaian Kristus. Sebab Yesus yang Alkitabiah sesuai dengan Injil yang seutuhnya adalah Yesus yang dapat memberikan keselamatan jauh lebih besar. Karena itu jangan pernah puas dengan penggambaran Yesus yang kurang memadai dan kurang berkuasa, dan kurang dari apa yang dikatakan oleh Injil.
Namun sayangnya, saat ini banyak pemimpin gereja tidak memiliki waktu mengkhotbahkan atau mengajarkan Injil. Sebagian dari mereka mungkin telah menganggap bahwa Injil adalah doktrin tidak berguna, tidak relevan, kuno dan dan ketinggalan zaman. Karena itulah rasul Paulus mengingatkan “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya” (2 Timotius 4:3). Ketimbang mengkhotbahkan pesan Injil yang mengubahkan dan membebaskan itu. Mimbar gereja saat ini justru dijejali dengan pengkhotbah dan pengajar yang telah berpaling kepada pidato, politik, etika, motivasional dan inspirasional, serta kecenderungan mengkhotbah teologi sosial dan kemakmuran. Saya tidak mengatakan bahwa hal-hal itu tidak perlu kita bicarakan! Namun yang ingin saya katakan ialah bahwa ketika pemberitaan kita beralih dari Injil ke isu politik, etika, sosial dan kemakmuran, maka kita telah kehilangan tujuan kita. Ketika berita Injil yang murni diganti dengan pesan “pertolongan terhadap diri sendiri” dari Injil lain yang lebih populer dan menarik perhatian orang-orang, maka gereja Kristen akan segera kehilangan kuasa supranaturalnya. Pesan motivasi dan inspirasional yang dirangkai dengan kata-kata manis mungkin saja baik bagi emosi manusia, tetapi itu tidak dapat mengubah hati. Hanya Injil yang secara radikal dan penuh kuasa mampu mengubah hati manusia, Jika kita tidak berhati-hati, kepercayaan dan pengajaran kita akan beralih dari kuasa kebenaran Allah menjadi teori tanpa kuasa. Filsafat buatan manusia terkadang memasukkan ide-ide yang menggerakan semangat dan informasi yang sangat menarik, tetapi mereka pada akhirnya tidak berjiwa dan tidak bernyawa karena sekali lagi, mereka tidak mampu menghasilkan perubahan yang bertahan. Pesan Injil mungkin bukan pesan paling populer pada saat ini, tetapi itu adalah kebenaran kekal; itu diberikan untuk semua orang di sepanjang masa dan itu mendatangkan hasil yang langgeng.
KECUKUPAN INJIL BAGI KITA
Ketika rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Kolose kira-kita tahun 60 M, maka paling sedikit ada dua alasan ia menulis surat tersebut. Alasan pertama berhubungan dengan adanya persaingan budaya yang berusaha mengalihkan perhatian orang percaya dari kesetiaannya kepada Kristus. Kolose saat itu adalah sebuah pusat perdagangan yang diminati banyak pendatang dengan tujuan bisnis, wisata, dan berbagai kepetingan lainnya. Kolose adalah sebuah kota tempat dimana berbagai gagasan, filosofi, pandangan dunia, tradisi dan budaya saling bersaing untuk dibicarakan dan dipromosikan. Semua bergerak untuk mendapatkan pengakuan dan keunggulan. Ini mungkin dapat disamakan dengan Jakartanya Indonesia, atau Holywoodnya Amerika. Dalam kondisi dan lingkungan seperti itulah orang percaya berada. Perhatian mereka seringkali dialihkan oleh kekuatan-kekuatan dan konsep-konsep budaya tersebut yang merusaha menarik mereka dari kesetiaan kepada Kristus. Alasan selanjutnya rasul Paulus menulis perlu menulis surat Kolose berhubungan dengan adanya pengajar-pengajar palsu yang muncul di kalangan orang percaya di Kolose. Pengajar-pengajar palsu ini menggoda dan menarik orang-orang percaya Kolose dengan ajaran buatan manusia, yang memberi janji keselamatan yang lebih dalam, penyelamatan yang lebih baik, kebebasan yang lebih besar, pengetahuan yang menerangi, dan kuasa yang lebih tinggi dalam hidup. Semuanya melampaui apa yang telah Kristus lakukan bagi mereka. Semua pengaruh yang memikat ini menjauhkan orang percaya dari Yesus dan membawa mereka ke sumber-sumber berkat tambahan yang mungkin dapat mereka utamakan ketimbang mengutamakan Kristus. Gagasannya ialah, bahwa Kristus tidak cukup bagi iman dan kedewasaan kehidupan orang percaya.
Karena itulah rasul Paulus menganggap ajaran ini sangat berbahaya dan merusak, sehingga ia perlu mengingatkan orang percaya di Kolose dan memberikan nasihat-nasihatnya. Paulus dengan tegas menasehati “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya” (Kolose 1:23).
Rasul Paulus di dalam surat tersebut menunjukkan keunggulan Kristus atas semua filosofi dan tradisi manusia; keunggulan Kristus atas semua pendapat, preferensi, kepribadian, dan prestasi manusia. Itu adalah sebuah keunggulan yang sangat luar biasa, sangat utama, sangat tidak terbatas sehingga orang percaya Kolose dapat berpegang teguh tanpa syarat pada kesimpulan bahwa Yesus saja cukup karena segalanya ada di dalam Dia dan Dia adalah segala-galanya. Rasul Paulus mengatakan tentang keutamaan Kristus demikian, “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia” (Kolose 1:16-19; Bandingkan Kolose 1:20-29; 2:9-10). Dalam ayat-ayat tersebut rasul Paulus mengajarkan jemaat di Kolose untuk memahami keutamaan Kristus. Kristus ditinggikan di atas segala sesuatu, termasuk kerajaan yang tidak kelihatan. Kristus sebagai sumber segala sesuatu (Pencipta) yang ada terlebih dahulu dari segala sesuatu. Ia ada sebelum segala sesuatu dan lebih utama (lebih unggul) dari segala sesuatu. Ia pemelihara dan merupakan tujuan dari segala sesuatu. Jadi Yesus tidak hanya satu-satunya yang orang-orang percaya Kolose butuhkan tetapi Yesus adalah segala-galanya bagi mereka. Demikian juga saat ini, Yesus bukan hanya satu-satunya yang kita orang percaya butuhkan, tetapi Dia adalah segala-gala bagi kita. Dia cukup untuk segalanya bagi kita.
SEBUAH AJAKAN UNTUK KEMBALI KEPADA INJIL
Akhirnya, dari mimbar ini saya berulangkali tidak henti-hentinya mengingatkan kita bahwa kuasa dalam pemberitaan Injil tidak terletak pada metode dan teknik. Bukan juga pada kata-kata yang dirangkai indah dan hikmat manusia. Tetapi terletak dalam keyakinan dan ketergantungan pada kuasa Roh dan kesetiaan pada inti berita Injil, yaitu Yesus Kristus (1 Korintus 2:1-5; Kisah Para Rasul 1:8). Karena itu, jangan pernah menyesuaikan berita Injil dengan alasan apapun hanya agar berita Injil itu dapat diterima dan relevan dengan filsafat dan pemikiran manusia, namun tidak menghasilkan kehidupan yang diubahkan. Allah telah menetapkan Injil sebagai satu-satunya kabar baik bagi dunia yang terpuruk agar diselamatkan (Roma 1:16-17). Kita harus kembali kepada esensi Injil yang benar (1 Korintus 15:3-4), walaupun hal itu nampak sederhana, tidak menarik dan tidak relevan dengan tuntutan zaman. Ingatlah ini, Allah telah mengubah kita dengan penuh kuasa hanya melalui Injil. Kita menerima warisan rohani kita dalam Yesus Kristus ketika kita percaya pada pemberitaan Injil dan berpegang teguh pada Injil itu. Di dalam Injil kita diselamatkan, dibenarkan, dikuduskan, didewasakan, dan disempurnakan. Di dalam Injil kita mendapatkan kekayaan, hikmat, dan kuasa Allah. Hanya Injil yang menjadi jaminan bagi keselamatan kita dari awal hingga akhir, di dunia dan dikehidupan yang akan datang. Dengan demikian, Injil bukan sekedar kabar baik tetapi Injil adalah satu-satunya kabar baik yang dunia dan kita butuh. Injil adalah hidup kita, jalan hidup kita, cara hidup kita, teologi kita dan pandangan hidup kita terhadap dunia. Injil adalah Jangkar kita dan pengharapan kita yang menguatkan kita. Karena itu, jangan pernah mau diegeser sedikitpun dari Injil yang telah menyelamatkan kita dan memelihara kita dari awal hingga akhirnya (Kolose 1:23). Milikilah keyakinan yang kokoh terhadap Injil! (Roma 1:16-17) bahwa Injil saja cukup bagi kita!
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 9.TETAP TEGUH DI DALAM INJIL
Rasul Paulus dalam 1 Korintus 1:30 mengatakan, “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita”. Dalam bahasa Yunani ayat ini berbunyi demikian, “δε εξ αυτου υμεις εστε εν χριστω ιησου ος εγενηθη σοφια ημιν απο θεου δικαιοσυνη τε και αγιασμος και απολυτρωσις (de ex autou humeis este en khristô iêsou hos egenêthê sophia hêmin apo theou dikaiosunê te kai hagiasmos kai apolutrôsis)” yang diterjemahkan oleh NIV dengan “It is because of him that you are in Christ Jesus, who has become for us wisdom from God – that is, our righteousness, holiness and redemption”. Namun terjemahan yang lebih tepat adalah sebagai berikut, “tetapi karena Dia kamu berada dalam Kristus Yesus yang telah menjadi (sumber) hikmat bagi kita dari Allah (sumber) kebenaran dan (sumber) kekudusan dan (sumber) penebusan”. Jadi terjemahan ini lebih jelas dibandingkan terjemahan AITB yang menerjemahkannya menjadi “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita”.
JEMAAT YANG BERGESER DARI INJIL
Perlu diketahui bahwa saat pertama kali menerima Injil, jemaat di Korintus di dominasi oleh orang-orang yang rendah menurut “ukuran manusia” atau “ukuran duniawi” (berasal dari kata Yunani “kata sarka”). Namun faktanya, Allah berkenan memilih mereka. Dengan demikian disini rasul Paulus hendak menekankan kasih karunia Allah (lihat ayat 4), bahwa mereka dipilih berdasarkan anugerah bukan karena status sosial mereka. Pilihan Allah atas hidup mereka tidak didasarkan atas kebaikan atau kelebihan mereka. Justru mereka sebenarnya tidak layak untuk dipilih, tetapi Allah berkenan memilih mereka. Pilihan berdasarkan anugerah ini bertujuan untuk “kataischune (memalukan)” orang berhikmat dan kuat serta untuk “katargese (meniadakan)” apa yang dianggap terhormat oleh dunia (ayat 27-28). Lebih lanjut di ayat 29 rasul Paulus menerangkan bahwa pilihan berdasarkan anugerah terhadap orang-orang yang dianggap rendah menurut ukuran dunia ini dilakukan agar tidak ada satu manusia pun yang “kauchaomai (memegahkan diri)” dihadapan Allah, termasuk jemaat di Korintus, seharuslah tidak boleh lupa diri dan menjadi angkuh dengan status mereka sekarang. Namun sayangnya, seiring berjalannya waktu jemaat di Korintus yang telah menjadi kaya secara materi, cerdas secara intelektual dan yang sangat kharismatik di dalam pelayanan, kini telah bergeser dari Injil dan menjadi sangat duniawi.
KEANGKUHAN, KEDUAWIAAN DAN PERPECAHAN
Dengan apa yang mereka miliki sekarang, mereka menjadi angkuh secara intelek, bejat secara moral (adanya incest, percabulan dan hawa nafsu), dan tidak dewasa secara spiritual. Karena itulah rasul Paulus menasehati mereka dalam 1 Korintus 1:11, secara positif agar mereka “to auto legete (seia sekata)”, dimana NIV menerjemahkan dengan “agree with one another (sepakat satu dengan yang lain)”. Namun terjemahan yang lebih tepat adalah “terus menerus mengatakan hal yang sama”, karena frase “to auto legete” ditulis dalam bentuk kalimat present aktif. Rasul Paulus juga menasehati agar jangan ada “schisma (perpecahan)” di antara mereka, satu sama lain. Mengapa ? Karena memang di Korintus sudah terjadi perpecahan antara kelompok (1 Korintus 1:12). Bentuk jamak “Schismata (perpecahan-perpecahan” menunjukkan berbagai perpepecahan yang telah terjadi dalam jemaat Korintus.
Adanya perpecahan dalam jemaat di Korintus ini di jelaskan rasul Paulus dengan kata Yunani “eris (perselisihan)”. Kata “eris” ini hanya muncul dalam tulisan rasul Paulus, terutama dalam daftar negatif yang harus dihindari (dibuang) oleh orang percaya. Perselihan ini disejajar dengan dosa percabulan, penyembahan berhala, sihir, 5:21 kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (Galatia 5:20; Roma 1:19; 13:13; Filipi 1:15; 1 Timotius 6:4; Titus 3:9). Dengan demikian “schisma (perpecahan)” yang terjadi dalam jemat di Korintus tersebut muncul dalam berbentuk “eris (perselisihan).” Memang benar bahwa perpecahan utama yang terjadi dalam jemaat di Korintus adalah soal favoritisme kepemimpinan, yaitu ada orang-orang yang mengelompokkan diri ke dalam golongan Kefas, Apolos, Paulus, dan golongan Kristus (1 Korintus 1:12), namun bentuk jamak dari kata Yunani “eridas (perselisihan-perselisihan)” menyiratkan keberagaman konflik yang telah terjadi, antara lain : soal legalitas (6:1-11), soal pengetahuan (8:1-13), persoalan gender (11:1-16), soal status sosial ekonomi (11:17-34), dan soal karunia rohani (pasal 12-14). Semua itu telah menjadikan jemaat tersebut berselisih! Karena itu lebih lanjut rasul Paulus menasehati orang-orang percaya di Korintus supayan “katertismenoi (disatukan) dalam nous (pikiran) dan gnome (pendapat) yang sama. Artinya ialah agar jemaat di Korintus menunjukkan kesatuan baik dalam cara berpikir (nous) maupun isi pikiran (gnome). Disini rasul Paulus tidak membicarakan tentang keseragaman tetapi kesatuan dari keberagaman. Artinya, dalam berbagai pendapat, aktivitas pelayanan dan karunia-karunia mereka memang berbeda, tetapi dalam hal Injil mereka harus memiliki pandangan yang sama (satu),bahwa hanya melalui Injil mereka diselamatkan dan di dalam Injil itu mereka menjalani kehidupan sebagai orang percaya. Rasul Paulus mengingatkan bahwa bagi orang percaya sudah merupakan hal yang final sebagaimana dinyakan di dalam Injil, bahwa “khiston theou dunamin kai theou sophian (Kristus kekuatan Allah dan hikmat Allah” (1 Korintus 1:24; Bandingkan Roma 1:16-17).
DISELAMATKAN KARENA MENERIMA INJIL
Pergeseran dari Injil segera terjadi ketika kecukupan Injil bagi keselamatan diganti dengan jasa, usaha dan perbuatan kita. Ketiganya, (legalisme, moralisme dan performanisme) walau berbeda dalam istilah tetapi merujuk pada hal yang satu, akan muncul ketika kewajiban-kewajiban perilaku terpisah dari deklarasi Injil (kasih karunia), ketika keharusan terputus dari indikasi Injil, ketika apa yang perlu kita lakukan menjadi tujuan akhir, bukan apa yang Yesus telah lakukan bagi kita. Karena alasaan tersebut di atas itulah rasul Paulus mengingatkan jemat di Korintus demikian, “Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang (1 Korintus 1:26). Kata ingatlah dalam ayat ini diterjemahan dari kata Yunani “blepete”, yang ditulis dalam bentuk kata kerja present aktif indikatif. Karena itu lebih tepat diterjemahkan dengan “pertimbangkanlah berulangkali” atau “pikirkanlah berulangkali”. Jadi Paulus sebenarnya hendak mengatakan agar jemaat di Korintus memikirkan kembali keadaan ketika pertama kali menerima Injil, bahwa kebanyakan dari mereka bukanlah orang berhikmat, berpengaruh dan terpandang. Hal ini diperkuat dengan frase Yunani “ou polloi” yang diterjemahkan dengan “tidak banyak” dan diulangi sebanyak tiga kali. Artinya bahwa hanya sebagian dari jemaat Korintus yang dapat dikategorikan sebagai orang berhikmat, berpengaruh, dan terpandang.
ESENSI INJIL
Kata “Injil” berasal dari kataYunani “euangelion” dan kata kerjanya “euangelizo” yang berarti “kabar baik”. Injil yang rasul Paulus maksud disini terkait dengan keselamatan melalui karya Kristus (Efesus 1:13). Lalu apakah esensi Injil itu? Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8, inti dari Injil adalah sebagai berikut : bahwa Injil itu merupakan kebenaran historis dan teologis tentang Yesus Kristus dan karyaNya yang menyelamatkan manusia. Secara historis, Injil berisi kisah faktual tentang Kristus yang hadir dalam sejarah manusia. Mulai dari kelahiran atau inkarnasiNya, kehidupanNya, kematianNya di salib, penguburan dan kebangkitanNya. Namun tanpa makna teologis, maka peristiwa-peristiwa faktual tersebut hanya akan menjadi kisah sejarah belaka. Tetapi, tidak demikian dengan Kristus! Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut merupakan peristiwa-peristiwa yang berisi kebenaran teologis yang bermakna: (1) kelahiranNya menggenapi nubuat para nabi tentangNya; (2) kehidupannya menunjukkan ketaatanNya yang sempurna pada hukum Taurat; (3) kematianNya merupakan tujuan misiNya, yaitu pendamaian bagi dosa-dosa manusia; dan (4) kebangkitanNya bagi pembenaran orang berdosa yang percaya kepadaNya. Injil inilah yang diberitakan rasul Paulus yang mana menurut Michael S. Horton, “Paulus tidak menemukan Injil ini, tetapi secara langsung ia memperolehnya dari Kristus yang telah bangkit”. Injil itu oleh rasul Paulus disebut sebagai Injil kasih karunia. Itu merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Namun, hanya mengetahui kebenaran historis dan teologis tentang Injil saja tidaklah menyelamatkan. Setiap orang harus memberi dirinya percaya dan menerima Injil itu. “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yohanes 1:12). Jadi disini orang diselamatkan (menjadi anak-anak Allah) karena mereka percaya dan menerima Kristus (melalui pemberitaan Injil).
KRISTUS SUMBER HIKMAT DARI ALLAH BAGI KITA
Setelah sebelumnya di ayat 24 menyebutkan bahwa Kristus adalah “sophia theou (hikmat Allah)”, rasul Paulus menjelaskan bahwa “khristô iêsou hos egenêthê sophia hêmin (Kristus Yesus telah menjadi hikmat bagi kita” (ayat 30). Kristus menjadi hikmat bukan hanya bagi jemaat di Korintus tetapi juga bagi semua orang percaya. Ini terlihat dari perubahan kata ganti “humeis (kamu)” dalam frase “humeis este en khristô iêsou (kamu berada dalam Kristus) menjadi “hêmin (bagi kita) dalam frase “egenêthê sophia hêmin apo theou (telah menjadi hikmat bagi kita dari Allah)”. Semua orang percaya baik yang terpandang maupun tidak, dapat datang kepada Kristus karena Allah telah membuat Kristus menjadi hikmat yang sesungguhnya. Kristus yang tersalib. Kristus bukan hanya sumber hikmat bagi kita dari Allah, tetapi Ia juga “dikaiosunê te kai hagiasmos kai apolut rôsis(sumber kebenaran dan sumber kekudusan dan sumber penebusan)” bagi kita”. Karena keselamatan itu adalah anugerah (Efesus 2:8-9), maka kita tidak memiliki tempat untuk memegahkan diri (Roma 4:2). Jika kita bermegah maka kita hanya boleh bermegah “en kurio (di dalam Tuhan)”. Hal ini rasul Paulus lakukan, bahwa ketika Ia bermegah dia bermegah hanya di dalam Allah (Roma 5:11) atau di dalam Kristus saja (Roma 15:17; Galatia 6:14; Filipi 3:3). Dengan memahami dasar kemegahan yang benar ini, maka kita tidak akan menaruh kesombongan pada hal-hal yang dianggap hebat oleh dunia. Sebaliknya kita akan justru memuji memuliakan Allah karena kesetiaanNya. Ketika Rasul Paulus mengatakan, “pistos ho theos (Tuhan kita adalah setia)” dalam 1 Korintus 1:9, maka ia hendak mengingatkan kepada jemaat di Korintus bahwa keyakinan akan keselamatan didasarkan pada Allah saja. Keyakinan akan kesetiaan Allah inilah yang membentuk dasar bagi pelayan rasul Paulus dan memampukannya untuk memberitakan pesan yang pasti dan meyakinkan dari Injil (2 Korintus 1:18).
JANGAN MAU DIGESER DARI INJIL
Akhirnya, sebagaimana Paulus mengingatkan jemaat di Korintus yang telah menjadi angkuh dan bergeser dari Injil, karena lebih tertarik kepada hikmat duniawi yang menyebabkan mereka tergoda memandang Injil sebagai sesuatu yang bodoh dan tidak menarik, lalu memberitakannya menurut filsafat dan hikmat duniawi. Cara yang nampaknya mampu membuat orang tertarik tetapi kontras dengan hakikat Injil, saya mengingatkan kita semua,“Kuasa dalam penberitaan Injil tidak terletak pada metode dan teknik. Bukan juga pada kata-kata yang dirangkai indah dan hikmat manusia. Tetapi terletak dalam keyakinan dan ketergantungan pada kuasa Roh dan kesetiaan pada Inti berita Injil, yaitu Yesus Kristus (1 Korintus 2:1-5; Kisah Para Rasul 1:8). Karena itu, jangan pernah menyesuaikan berita Injil dengan alasan apapun hanya agar berita Injil itu dapat diterima dan relevan dengan filsafat dan pemikiran manusia, namun tidak menghasilkan kehidupan yang diubahkan. Allah telah menetapkan Injil sebagai satu-satunya kabar baik bagi dunia yang terpuruk agar diselamatkan (Roma 1:16-17). Kita harus kembali kepada esensi Injil yang benar (1 Korintus 15:3-4), walaupun hal itu nampak sederhana, tidak menarik dan tidak relevan dengan tuntutan zaman. Ingatlah ini, Allah telah mengubah kita dengan penuh kuasa hanya melalui Injil. Kita menerima warisan rohani kita dalam Yesus Kristus ketika kita percaya pada pemberitaan Injil dan berpegang teguh pada Injil itu. Di dalam Injil kita diselamatkan, dibenarkan, dikuduskan, didewasakan, dan disempurnakan. Di dalam Injil kita mendapatkan kekayaan, hikmat, dan kuasa Allah. Hanya Injil yang menjadi jaminan bagi keselamatan kita dari awal hingga akhir, di dunia dan dikehidupan yang akan datang. Dengan demikian, Injil bukan sekedar kabar baik tetapi Injil adalah satu-satunya kabar baik yang dunia dan kita butuh. Injil adalah hidup kita, jalan hidup kita, cara hidup kita, teologi kita dan pandangan hidup kita terhadap dunia. Injil adalah Jangkar kita dan pengharapan kita yang menguatkan kita. Karena itu, jangan pernah mau diegeser sedikitpun dari Injil yang telah menyelamatkan kita dan memelihara kita dari awal hingga akhirnya (Kolose 1:23). Milikilah keyakinan yang kokoh terhadap Injil! (Roma 1:16a)”.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 10.KEUNGGULAN YESUS KRISTUS (KOLOSE 1:16-28)
Ketika rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Kolose kira-kita tahun 60 M, maka paling sedikit ada dua alasan ia menulis surat tersebut. Alasan pertama berhubungan dengan adanya persaingan budaya yang berusaha mengalihkan perhatian orang percaya dari kesetiaannya kepada Kristus. Kolose saat itu adalah sebuah pusat perdagangan yang diminati banyak pendatang dengan tujuan bisnis, wisata, dan berbagai kepetingan lainnya. Kolose adalah sebuah kota tempat dimana berbagai gagasan, filosofi, pandangan dunia, tradisi dan budaya saling bersaing untuk dibicarakan dan dipromosikan. Semua bergerak untuk mendapatkan pengakuan dan keunggulan. Ini mungkin dapat disamakan dengan Jakartanya Indonesia, atau Holywoodnya Amerika. Dalam kondisi dan lingkungan seperti itulah orang percaya berada. Perhatian mereka seringkali dialihkan oleh kekuatan-kekuatan dan konsep-konsep budaya tersebut yang merusaha menarik mereka dari kesetiaan kepada Kristus.
Alasan selanjutnya rasul Paulus menulis perlu menulis surat Kolose berhubungan dengan adanya pengajar-pengajar palsu yang muncul di kalangan orang percaya di Kolose. Pengajar-pengajar palsu ini menggoda dan menarik orang-orang percaya Kolose dengan ajaran buatan manusia, yang memberi janji keselamatan yang lebih dalam, penyelamatan yang lebih baik, kebebasan yang lebih besar, pengetahuan yang menerangi, dan kuasa yang lebih tinggi dalam hidup. Semuanya melampaui apa yang telah Kristus lakukan bagi mereka. Semua pengaruh yang memikat ini menjauhkan orang percaya dari Yesus dan membawa mereka ke sumber-sumber berkat tambahan yang mungkin dapat mereka utamakan ketimbang mengutamakan Kristus. Gagasannya ialah, bahwa Kristus tidak cukup bagi iman dan kedewasaan kehidupan orang percaya. Karena itulah rasul Paulus menganggap ajaran ini sangat berbahaya dan merusak, sehingga ia perlu mengingatkan orang percaya di Kolose dan memberikan nasihat-nasihatnya. Paulus dengan tegas menasehati “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya” (kolose 1:23).
Rasul Paulus di dalam surat tersebut menunjukkan keunggulan Kristus atas semua filosofi dan tradisi manusia; keunggulan Kristus atas semua pendapat, preferensi, kepribadian, dan prestasi manusia. Itu adalah sebuah keunggulan yang sangat luar biasa, sangat utama, sangat tidak terbatas sehingga orang percaya Kolose dapat berpegang teguh tanpa syarat pada kesimpulan bahwa Yesus saja cukup karena segalanya ada di dalam Dia dan Dia adalah segala-galanya. Rasul Paulus mengatakan tentang keutamaan Kristus demikian, “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia” (Kolose 1:16-19; Bandingkan Kolose 1:20-29; 2:9-10). Dalam ayat-ayat tersebut rasul Paulus mengajarkan jemaat di Kolose untuk memahami keutamaan Kristus. Kristus ditinggikan di atas segala sesuatu, termasuk kerajaan yang tidak kelihatan. Kristus sebagai sumber segala sesuatu (Pencipta) yang ada terlebih dahulu dari segala sesuatu. Ia ada sebelum segala sesuatu dan lebih utama (lebih unggul) dari segala sesuatu. Ia pemelihara dan merupakan tujuan dari segala sesuatu. Jadi Yesus tidak hanya satu-satunya yang orang-orang percaya Kolose butuhkan tetapi Yesus adalah segala-galanya bagi mereka.
Saat ini ada sejumlah besar khotbah dan pengajaran yang tidak baik karena menggambarkan Yesus Kristus secara kurang memadai. Ada yang mengajarkan Yesus Kristus sebagai seorang psikiater yang menenangkan kita dari ketakutan, memberi tujuan hidup, dan menangani rasa bersalah. Ada yang mengajarkan Yesus sebagai seorang dokter yang menyembuhkan sakit penyakit dan membalut hati yang terluka. Ada yang mengajarkan Yesus sebagai konselor yang menolong menghadapi masalah-masalah keluarga dan masalah-masalah pekerjaan. Khotbah dan pengajaran yang menggambarkan Yesus secara tidak memadai seperti ini tidak akan pernah membawa orang percaya bertumbuh melebihi tingkat “hidup yang ditolong”. Di dalam Kristus kita memiliki segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh (2 Petrus 1:3). Karena itu, Yesus Kristus adalah satu-satunya dan segala-galanya yang kita butuhkan. Rasul Paulus menggambarkan keunggulan Kristus dengan menyebut Kristus sebagai Pencipta, Sumber segala sesuatu; Kepala Gereja, pendamaian kita, pengudusan kita, pengharapan kita dan penyempurna iman kita (Kolose 1:15-29). Tidak ada mahluk dari seluruh ciptaan atau dari segala waktu yang dapat membatalkan karya pendamaian Kristus. Tidak ada tuduhan yang dapat dikenakan kepada orang-orang percaya yang telah dibenarkan (dinyatakan tidak bersalah) oleh Kristus. Tidak ada kabar buruk yang dapat merusak atau meniadakan kabar baik. Ini adalah Injil yang sama yang dikabarkan kepada seluruh alam di bawah kolong langit (Kolose 1:23). Sebab tidak ada mahluk yang ada di luar jangkauan kuasa pendamaian Kristus. Sebab Yesus yang Alkitabiah sesuai dengan Injil (kabar baik) adalah Yesus yang dapat memberikan keselamatan jauh lebih besar. Karena itu jangan pernah puas dengan penggambaran Yesus yang kurang memadai dan kurang berkuasa, dan kurang dari apa yang dikatakan oleh Injil.
Injil bukan hanya kabar baik tentang bagaimana kita bisa diselamat pada awalnya; Injil adalah kabar baik yang kita kembali kepadanya setiap hari karena kita cenderung mengembara ke dalam narsisme (bagaimana keadaan saya? Dan apa yang perlu saya lakukan bagi keselamatan saya?). Injil menjaga kita untuk terus mengarahkan mata kita kepada Yesus, pemulai dan penyempurna iman kita (Ibrani 12:2). Jadi Injil tidak hanya membenarkan kita di awal keselamatan kita, tetapi kebenaran Injil itu juga menguduskan, membangun, mendewasakan dan menyempurnakan kita karena Kristus sendirilah pusat dari Injil itu. Namun, saat ini kita dapat lihat adanya serangan yang hebat terhadap Injil yang murni. Ada upaya dan ajakan untuk berpaling dari Injil kepada filsafat-filsafat manusia dan ajaran-ajaran setan (1 TImotius 4:1). Ajaran-ajaran ini lebih berdasarkan pemikiran alami ketimbang ilahi; lebih berfokus pada mencoba mengubah orang-orang dengan kekuatan manusia dan pertimbangan pikiran daripada mengandalkan hikmat dan kekuatan Allah yang ada pada Injil (1 Korintus 1:22-24). Akibatnya, perubahan apapun yang terjadi dalam hidup orang-orang yang yang bukan disebabkan oleh kuasa dan hikmat Allah di dalam Injil, hanyalah perubahan sementara dan segera akan memudar.
Saat ini banyak pemimpin gereja tidak memiliki waktu mengkhotbahkan atau mengajarkan Injil. Ketimbang mengkhotbahkan pesan Injil yang mengubahkan dan membebaskan itu, justru ada banyak pengkhotbah dan pengajar yang telah berpaling kepada pidato, politik, etika, khotbah motivasi dan inspirasional, serta lebih kecenderungan mengkhotbah teologi sosial dan kemakmuran. Sebagian dari mereka mungkin telah menganggap bahwa Injil adalah doktrin tidak berguna lagi dan ketinggalan zaman. Karena itulah rasul Paulus mengingatkan “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya” (2 Timotius 4:3). Ketika berita Injil yang murni diganti dengan pesan “pertolongan terhadap diri sendiri dari Injil lain yang lebih populer dan menarik perhatian orang-orang, maka gereja Kristen akan segera kehilangan kuasa supranaturalnya. Pesan motivasi dan inspirasional yang dirangkai dengan kata-kata manis mungkin saja baik bagi emosi manusia, tetapi itu tidak dapat mengubah hati. Hanya Injil yang secara radikal dan penuh kuasa mampu mengubah hati manusia, dan itu terjadi ketika salib diberitakan. Guillermo Maldonado, seorang pemimpin Kharismatik terkemuka saat ini, mengingatkan hal ini, “Jika kita tidak berhati-hati, kepercayaan dan pengajaran kita akan beralih dari kuasa kebenaran Allah menjadi teori tanpa kuasa. Filsafat buatan manusia terkadang memasukkan ide-ide yang menggerakan semangat dan informasi yang sangat menarik, tetapi mereka pada akhirnya tidak berjiwa dan tidak bernyawa karena sekali lagi, mereka tidak mampu menghasilkan perubahan yang bertahan. Pesan salib mungkin bukan pesan paling populer pada saat ini, tetapi itu adalah kebenaran kekal; itu diberikan untuk semua orang di sepanjang masa... dan itu mendatangkan hasil yang langgeng”.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 11.HANYA ADA SATU INJIL YANG BENAR
Injil berasal dari kata Yunani “euangelion” dan kata kerjanya “euangelizo”, yang berarti “kabar baik”. Namun, ada banyak kabar baik di dalam Alkitab yang berhubungan dengan berkat materi dan tidak berhubungan dengan keselamatan. Sebagai contoh, Septaguinta berkali-kali memakai kata euangelion ini yang terkait dengan berkat materi bukan keselamatan (2 Samuel 4:10; 18:19,20,22,26,27,31; 1 Raja-raja 1:42; 2 Raja-raja 7:9; 1 Tawarikh 10:9; Yesaya 40:9; 52:7; 61:1, dan lainnya). Jadi kabar baik tidak selalu sama dengan keselamatan. Karena itu perlu ditegaskan kembali, bahwa saat kita berbicara tentang Injil maka yang dimaksud disini adalah Injil keselamatan (Efesus 1:13) yaitu kabar baik dari Allah yang berhubungan dengah keselamatan rohani. Mayoritas Perjanjian Baru memakai kata Injil tanpa prase keterangan apapun. Kelihatannya ketika para penulis Perjanjian Baru menggunakan kata Injil tanpa keterangan apapun, maka yang mereka maksudkan adalah Injil yang sedang diberitakan dan bukan Injil yang belum dinyatakan.
Walaupun ada banyak keterangan yang menyertai kata Injil yang akan-akan menjelaskan ada banyak Injil di dalam Alkitab, namun sebenarnya hanya ada satu Injil. Di dalam Perjanjian Baru kita mendapati kata Injil yang disertai keterangan-keterangan yang mengikutinya seperti : Injil Allah (Roma 1:1; 15:16; 2 Korintus 11;7; 1 Tesalonika 2:2,8,9; 1 Petrus 4:17), Injilku atau Injil Paulus (Roma 16:25-16; 2 Timotius 2:8), Injil Kristus (Roma 15:19, 9; 1 Korintus 9:12,18; 2 Korintus 2:12; 19:13; 10:14; Galatia 1:7; Filipi 1:27; 1 Tesalonika 3:2), Injil Damai Sejahtera (Roma 10:15; Efesus 6:15); Injil untuk orang-orang tak bersunat (Galatia 2:1-9); Injil untuk orang-orang bersunat (Galatia 2:7), Injil Kerajaan (Matius 4:23; 9:35; 24:14; Markus 1:14) dan Injil kasih karunia (Kisah Para Rasul 20:24; Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Kita tidak perlu bingung dengan banyaknya istilah-istilah keterangan dalam kata Injil tersebut. Karena sebenarnya hanya ada satu Injil yaitu kabar baik yang berhubungan dengan keselamatan yang sudah dikerjakan oleh Kristus. Hal ini perlu ditegaskan sebab Injil kerajaan yang diberitakan Kristus dan rasul-rasul pada masa pelayanan Kristus di bumi sama sekali tidak mengandung pengajaran bahwa Kristus akan mati bagi dosa-dosa dunia, padahal berita tersebut (kematian Kristus bagi dosa dunia) justru menjadi jantung Injil yang diberitakan oleh para rasul setelah kenaikan Kristus ke surga. Jadi, sekali lagi, ketika kita menyebut Injil, maka yang kita maksudkan adalah semua kabar baik dari Allah yang dibungkus dalam kematian Kristus. Dengan demikian Injil itu berkaitan dengan keselamatan, yaitu penerimaan hidup kekal dan semua berkat-berkat yang terkadung didalamnya baik berkat rohani maupun berkat jasmani.
INJIL KASIH KARUNIA
Salah satu keterangan yang menyertai kata Injil adalah kasih karunia atau anugerah. Injil Kasih karunia merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Injil ini jugga disebut Paulus dengan sebutan “Injilku” (Roma 16:25-16; 2 Timotius 2:8), dan sebutan lainnya seperti: Injil Allah (Roma 1:1; 15:16; 2 Korintus 11;7; 1 Tesalonika 2:2,8,9), Injil Kristus (Roma 15:19, 9; 1 Korintus 9:12,18; 2 Korintus 2:12; 19:13; 10:14; Galatia 1:7; Filipi 1:27; 1 Tesalonika 3:2), Injil Damai Sejahtera (Roma 10:15; Efesus 6:15); Injil untuk orang-orang tak bersunat (Galatia 2:1-9). Namun yang terpenting berdasarkan pengakuan rasul Paulus dalam Galatia 2;1-9 ada dua hal yang ditekankannya dalam Injil kasih karunia yang diberitakannya, yaitu : (1) bahwa Injil kasih karunia yang diberitakannya diantara orang bukan Yahudi adalah Injil yang diterimanya langsung berdasarkan pernyataan Tuhan Yesus Kristus, dan bukan didapatkannya dari 12 rasul. (2) Bahwa rasul-rasul lain tidak menambahkan kebenaran apapun kepadanya, tetapi sebaliknya ia yang yang menambahkan sesuatu kepada mereka, yaitu keselamatan bagi bangsa-bangsa Yahudi maupun non Yahudi karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus, bukan karena upaya untuk menaati hukum Taurat (Bandingkan: Kisah Para Rasul 13:38-39; Galatia 2:16).
Injil kasih karunia adalah pesan yang konsisten dalam pemberitaan dan pengajaran rasul Paulus. Dalam Kisah Para Rasul, Lukas mencatat demikian, “Paulus dan Barnabas tinggal beberapa waktu lamanya di situ. Mereka mengajar dengan berani, karena mereka percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya (tô logô tês kharitos autou) dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat” (Kisah Para Rasul 14:3). Selanjutnya Lukas juga mencatat pengakuan rasul Paulus demikian, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (diamarturasthai to euaggelion tês kharitos tou theou)” (Kisah Para Rasul 20:24). Jelaslah bahwa rasul Paulus adalah rasul yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk memberitakan Injil kasih karunia (Galatia 1:15; Efesus 1:4). Dibandingkan semua rasul yang lainnya, rasul Paulus adalah rasul yang paling banyak mengungkapkan isi hati Allah bagi umat Perjanjian Baru melalui surat-surat kirimannya. Lebih dari dua pertiga Perjanjian Baru di tulis oleh Paulus. Surat-surat kepada jemaat di Galatia, Tesalonika (1 dan 2 Tesalonika), Korintus (1 dan 2 Korintus), dan jemaat di Roma adalah surat-surat Paulus yang ditulis Paulus dalam Perjalanan misi pertama, misi kedua, dan misi ketiganya. Surat-surat kepada jemaat di Efesus, Kolose dan Filipi, serta surat pribadi kepada Filemon adalah surat-surat yang ditulis rasul Paulus dari balik penjara, saat ia di penjara karena pemberitaan tentang Injil kasih karunia (Efesus 3:1; 4:1). Sedangkan surat-surat penggembalaan di tujukan kepada Timotius (1 dan 2 Timotius) dan kepada Titus. Allah berkenan memakai rasul Paulus untuk menyingkapkan maksudNya bagi jemaat Perjanjian Baru.
DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH OLEH IMAN
John Calvin menyatakan bahwa “pertobatan adalah hasil yang tidak dapat dielakkan dari iman. Itu tidak pernah dipandang sebagai mendahului iman, .. tidak seorangpun akan sungguh-sungguhmemuja-muja Allah kecuali ia yang mempercayai bahwa Allah itu baik baginya. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa suatu masa waktu perlu lewat sebelum iman melahirkan pertobatan; tetapi, pertobatan pada dasarnya dan langsung mengalir dari iman. Menempatkan pertobatan sebelum iman dapat menghasilkan doktrin tentang persiapan yang salah, mirip dengan teologi Roma Katolik, yang memandang perbuatan penebusan dosa (penance) sebagai kontribusi terhadap pembenaran orang-orang percaya.” (Hall, David W & Peter A. Lillback., Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin: Esai-esai dan Analisis. hal. 335). Walaupun secara kronologis iman dan pertobatan terjadi bersamaan (satu paket yang dikenal dengan konversi), namun secara logis saya berkeyakinan (mengikuti Calvin, Murray, dan Boice) bahwa iman mendahului pertobatan, dan regenerasi mendahului konversi. Regenerasi ini memampukan seseorang untuk percaya kepada Kristus bagi keselamatannya dan bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam pertobatan melalui iman hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. Iman dan pertobatan disebut dengan istilah perpalingan (convertion). Bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).
Jadi keselamatan adalah anugerah yang diterima melalui iman. Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”. (Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263). Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi).
DIBENARKAN KARENA BERIMAN DI DALAM KRISTUS
Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. Alkitab mengajarkan bahwa setelah kematian Kristus di kayu salib, Tuhan memberikan kebenaran bukan kepada orang-orang yang mematuhi hukum Taurat (Galatia 2:16), melainkan kepada siapapun yang percaya kepada AnakNya, Yesus Kristus. Karena Kristus menanggung kesalahan kita di kayu salib dan memberikan kepada kita kebenaran (2 Korintus 5:21), saat kita percaya kepadaNya, Tuhan menganggap kita benar terlepas dari perbuatan atau kepatuhan kita (Bandingkan Roma 4:5-8). Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). Kita membutuhkan iman untuk mepercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus.
Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakukan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerimaNya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.
Rasul Paulus mengajar bahwa orang-orang percaya tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia, dan karena mereka tidak berada di bawah hukum Taurat mereka tidak bisa dihukum karena melanggar hukum Taurat. “kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia” (Roma 6:14). Dosa-dosa selanjutnya tidak mungkin bisa menyebabkan kejatuhan mereka, karena mereka ada di bawah sistem dari kasih karunia dan tidak diperlakukan sesuai dengan yang mereka layak dapatkan. Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan bahkan bagian terkecil dari keselamatannya menjadi “seorang yang berhutang untuk melakukan seluruh hukum Taurat, yaitu, memberikan ketaatan yang sempurna dengan kekuatannya sendiri dan dengan demikian layak mendapatkan keselamatannya” (Bandingkan Galatia 5:3). Selanjutnya, rasul Paulus menegaskan pentingnya hidup di dalam kasih karunia dengan berkata, “kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia” (Galatia 5:4). Bagi orang percaya, pembenaran tidak lagi tergantung kepada kepatuhannya terhadap hukum Taurat (legalisme), baik secara keseluruhan maupun sebagian (parsial) tetapi berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. Paulus mengatakan, “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (Roma 5:20-21).
Kebenaran yang kita miliki adalah sebuah anugerah (Roma 5:21). Apakah anugerah itu? Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” seringkali oleh beberapa orang disamakan dengan “belas kasihan”. Pengertian dari dua istilah ini seharusnya dibedakan. Anugerah, disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya. Sedangkan belas kasihan (mercy), yang disebut juga rahmat adalah tindakan Allah yang tidak memberikan kepada kita apa yang sepatutnya kita terima, yaitu penghakiman dan ke neraka untuk selama-lamanya. Allah yang kaya dengan rahmatNya, Ia menahan murkaNya, dan sebaliknya memberi kita anugerahNya (Efesus 2:4). Jadi, kasih Allah yang besar itu (Yohanes 3:16), dinyatakan dalam kemurahanNya melalui dua pemberian, yaitu anugerah dan rahmat. Perbedaan itu dapat digambarkan demikian, “Jika seseorang membunuh anak laki-laki anda dan dihukum mati, dan anda membiarkan hukuman berlaku itu adalah keadilan. Jika anda menyatakan supaya si pembunuh jangan dihukum mati, itulah belas kasihan atau rahmat. Jadi si pembunuh tidak menerima apa yang seharusnya dia terima karena kejahatannya. Namun, jika anda membawa si pembunuh anak anda itu ke rumah anda dan mengadopsinya sebagai anak anda, dan memberi dia seluruh kasih dan hak-hak istimewa serta warisan yang akan anda berikan kepada anak anda, itu kasih karunia atau anugerah.”
Rasul Paulus dalam Galatia 3:11, mengatakan bahwa tidak seorangpun akan dibenarkan dengan mematuhi hukum Taurat. Jika pembenaran dalam Perjanjian Lama dilihat berdasarkan perbuatan ketaatan pada hukum Taurat, maka pembenaran dalam Perjanjian Baru berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan. Kita tahu bahwa rasul Paulus lahir dan dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang ketat terhadap hukum Taurat dan tradisi Yahudi. Ia adalah seorang lulusan terbaik dari sekolah Farisi di Yerusalem, dibawah bimbingan Gamaliel (Filipi 3:5; Galatia 1:13-14; Kisah Para Rasul 5:34). Kita juga tahu, bahwa Gamaliel yang membimbing Paulus dalam hukum Taurat dan tradisi Yahudi adalah seorang pakar hukum Taurat, satu-satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah bangsa Yahudi yang menerima sebutan “Rabban (tuan kami)”. Tetapi, rasul Paulus dengan tegas menolak para pengajar Yudaiser (Yahudi Kristen) yang menghasut dan mempengaruhi orang-orang Kristen yang masih baru di Galatia agar kembali ke legalisme hukum Taurat dengan cara memaksa mereka agar disunat dan mengikat diri dengan hukum Taurat sebagai syarat utama untuk diselamatkan dan menjadi anggota gereja (Galatia 5). Paulus menyampaikan ajaran dan pendiriannya bahwa satu-satunya syarat untuk selamat adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Galatia 2:16), dan bahwa syarat-syarat yang dituntut hukum Taurat tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kasih karunia Allah dalam Kristus untuk keselamatan (Galatia 5:1-6). Perhatikan juga kalimat akhir dalam khotbah Paulus pada waktu ia berada di Antiokhia dalam Kisah Para Rasul 13:14-41, yang menegaskan, “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa” (Kisah Para Rasul 13:38-39).
AJARAN INJIL KASIH KARUNIA YANG BENAR
Pertama, ajaran Injil kasih karunia yang benar dalam Perjanjian Baru selalu berhubungan dengan Pribadi Kristus dan karyaNya yang sempurna (sudah selesai) di kayu salib. Ketika disalib sebelum mati Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Kata “sudah selesai” adalah kata Yunani “τετελεσται - tetelestai” ini berasal dari kata kerja τελεω – teleô, artinya "mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. Paul Enns menyatakan, “Karya Kristus sesuai dengan tujuanNya datang ke dunia, digenapkan dalam Yohanes 19:30. Setelah enam jam di atas kayu salib Yesus berseru ‘sudah selesai!’ (Yunani: Tetelestai). Yesus tidak mengatakan ‘saya telah selesai!’, tetapi ‘sudah selesai!’. Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepadaNya; karya keselamatan telah diselesaikan. Tensa bentuk lampau dari kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku”. (Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 167). Ditempat lain, Paul Enns mengatakan, “bagaimana Kristus mencapai pendamaian? Melalui kematianNya (Roma 5:10). Karena Kristus adalah Allah, kematianNya tak ternilai hargaNya, menyediakan pendamaian bagi dunia. Hal ini signifikan karena kematian Kristus menjadikan dunia bisa diselamatkan”. (Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 124). Berita pendamaian yang sudah selesai Yesus kerjakan itu harus disampaikan kepada dunia oleh orang-orang percaya melalui pemberitaan Injil dengan panggilan “berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:20), dan “percayalah kepada Yesus Kristus maka engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:31). Yesus selalu dimuliakan saat Injil kasih Karunia diberitakan. Tidak ada kasih karunia tanpa Yesus Kristus! Karena itu, tidak ada pengajaran kasih karunia tanpa Yesus Kristus. Kita tidak dapat memisahkan Yesus Kristus dari kasih karunia. Jika ada orang-orang yang mengajarkan kasih karunia terlepas dari Kristus atau dengan kata lain tidak memuliakan Kristus dan karya-karyaNya, itu bukanlah Injil kasih karunia.
Kedua, dalam Injil kasih karunia, Allah mengubah orang berdosa menjadi orang benar (Roma 3:21-26) dengan cara menjadikan kita benar dalam Kristus (2 Korintus 5:21) dan memberikan anugerah kebenaran kepada orang percaya (Roma 5:17). Pada saat kita menerima Kristus, kita ditempatkan dalam Kristus, dan seketika itu juga kita dibenarkan! Rasul Paulus mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan (dikaiothentes) karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1). Pembenaran adalah tindakan yudisial Allah yang mendeklarasikan bahwa orang berdosa yang percaya dalam Kristus sebagai orang yang dibenarkan. Pembenaran, berdasarkan kata Yunani “dikaioo (dibenarkan)” dalam ayat di atas memiliki baik aspek negatif maupun positif. Secara negatif, pembenaran berarti “Allah mengangkat dosa orang percaya”; dan secara positif, pembenaran berarti “Allah menganugerahkan kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya” (Bandingkan Roma 3:24, 28; 5:9; Galatia 2:16). Pembenaran menyangkut pelimpahan kebenaran atas orang percaya dan berhak atas semua berkat yang dijanjikan atas orang benar. Jadi pembenaran bukan karena kita melainkan karena Kristus. Kebenaran Kristus yang dimputasikan (dipertalikan) kepada kita telah memenuhi segala tuntutan Allah, dan kita menerima kebenaran ini dengan iman (Roma 5:1-2). Jadi, kebenaran yang dimiliki orang Kristen adalah anugerah (Roma 3:24; 5:17).
Ketiga, dalam Injil kasih karunia, pembenaran orang Kristen (yang diperhitungkan dalam kematian Kristus) dibuktikan oleh kesucian hidup. Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. Perhatikan kata-kata rasul Paulus, “Sebab siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:7). Jadi disini rasul Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan penghukuman sifat dosa yang dimiliki orang percaya (Baca: Roma 6:1-14). Artinya, kita telah dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai kita. Kita diikutsertakan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya. Hal inilah yang sesungguhnya menghasilkan pemindahan kekuasaan kehidupan lama kepada kekuasaan kehidupan baru. Kematian terhadap dosa bukanlah sesuatu yang abstrak dan sekedar harapan, melainkan kenyataan, karena Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikutsertakan dengan Dia dalam kematianNya itu. Jadi pembenaran akan terlihat dalam kehidupan yang kudus. Iman yang tidak mengasilkan buah (kehidupan) yang kudus (baik) bukanlah iman sejati (Yakobus 2:14-17). Dengan demikian, ajaran tentang kasih karunia yang sejati harus dihubungan dengan kehidupan yang kudus.
TEGURAN KARENA BERPALING DARI INJIL KASIH KARUNIA
Legalisme dalam Kekristenan adalah ajaran dan prakteknya ingin membawa Kekristenan kembali kepada adat istiadat Yahudi atau tradisi rabinik Yudaisme tertentu, padahal Yesus dan para rasulNya sudah melepaskan kita dari kuk tersebut. Rasul Paulus Paulus mengecam jemaat di Galatia yang ingin kembali kepada legalisme hukum Taurat, “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu? Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia! Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?” (Galatia 3:1-5).
Kata Yunani “bodoh” adalah “anoētos” yang berarti “tidak terpelajar; atau tidak berpengertian”. Kata ini digunakan sebanyak 6 kali dalam Perjanjian Baru Yunani (Galatia 3:1,3; bandingkan Lukas 24:25; Roma 1:14; 1 Timotius 6:9; Titus 3:3). Kata Yunani “mempesona” adalah “baskainō” yang berarti “menyihir, mempengaruhi, menipu”. Kata ini digunakan hanya 1 kali dalam Perjanjian Baru. Dibandingkan jemaat Galatia ada satu jemaat yang paling paling bermasalah, yaitu jemaat di Korintus. Jemaat Korintus ini bermasalah baik secara doktrinal, kurangnya moralitas, hubungan seksual di antara anggota keluarga (incest), hubungan dengan persembahan berhala dan sebagainya. Sekalipun demikian, Paulus tidak pernah menyebut jemaat Korintus ini sebagai “orang-orang yang bodoh”. Reaksi Paulus ini menunjukkan bahwa ia begitu tidak senang terhadap legalisme hukum Taurat bagi keselamatan yang diajarkan dalam jemaat di Galatia. Sebab bagi pakar hukum Taurat yang telah diubahkan oleh Kristus ini jelaslah bahwa “Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: "tidak ada seorang pun yang dibenarkan" oleh karena melakukan hukum Taurat” (Galatia 2:16).
Rasul Paulus menyebutkan adanya Injil lain yang berbeda dari Injil kasih karunia yang diberitakannya (Galatia 1:6-7). Terhadap hal tersebut rasul Paulus sangat marah sehingga ia menyatakan, “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah (anathema ) dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah (anathema ) dia” (Galatia 1:8-9). Kata Yunani “anathema (αναθεμα)” disini berarti “dihukum untuk binasa dan akan menerima murka Allah”. Paulus hanya dua kali menyebut anathema ini, yaitu dalam hubungannya dengan orang yang tidak mengasihi Tuhan (1 Korintus 16:22) dan orang yang memutarbalikan Injil (Galatia 1:8-9). Kepada mereka yang memberitakan Injil yang lain dari yang telah diberitakan Paulus sebagaimana yang dinyatakan oleh Kristus kepadanya, rasul Paulus menegaskan bahwa hukuman (anathema) Allah ada pada orang tersebut.
AJARAN YANG SALAH TENTANG KASIH KARUNIA
Ajaran tentang kasih karunia telah disalah mengerti. Ajaran ini oleh beberapa orang dianggap sebagai ajaran murahan karena menekankan keselamatan bukan berdasarkan perbuatan tetapi semata-mata pemberian Allah. Kesalahpahaman ini sebenarnya muncul karena ada ajaran yang keliru tentang kasih karunia dalam Kekristenan. Dua pandangan yang mengajarkan secara keliru (sesat) tentang kasih karunia adalah universalisme dan antinominianisme. Orang-orang yang tidak dapat membedakan ajaran kasih karunia yang sejati dari kedua ajaran sesat (universalisme dan antinominianisme) tersebut segera menuduh setiap orang yang mengajarkan ajaran kasih karunia itu sama dengan universalisme atau pun antinominianisme. Disinilah kekeliruannya: menyamakan dan tidak bisa membedakan universalisme dan antinominianisme dari ajaran kasih karunia yang sejati, seperti yang diajarkan dalam Alkitab! Dan inilah akar dari kesalapahaman tersebut.
Pertama, ajaran sesat universalisme. Para pengikut ajaran ini beranggapan bahwa semua orang cepat atau lambat akan diselamatkan. Mereka menyatakan bahwa karena kasih karunia Tuhan maka semua orang akan diselamatkan meskipun semuanya tidak menyadari hal itu. Ajaran yang lebih baru dari universalisme mengajarkan bahwa semua orang saat ini diselamatkan, bahkan tanpa mempercayai Yesus Kristus. Universalisme juga mengajarkan bahwa neraka dan penghukuman kekal tidak sesuai dengan sifat kasih dan kemahakuasaan Tuhan. Pandangan ini mengajarkan bahwa pada akhirnya semua orang akan diselamatkan. Pandangan dari universalisme klasik mengajarkan bahwa orang-orang yang telah hidup dengan tidak bertanggung jawab akan dihukum segera setelah kematian, tetapi tidak seorang pun akan dihukum secara kekal. Dengan kata lain, penghukuman tersebut bersifat sementara sambil menanti datangnya keselamatan. Sedangkan neo universalisme mengajarkan bawa semua orang saat ini diselamatkan, meskipun semuanya tidak menyadari hal itu. Saya menegaskan bahwa ajaran seperti itu adalah adalah dusta dari Iblis. Karena Alkitab mengajarkan bahwa keselamatan hanya melalui Yesus Kristus (Yohanes 3:16; Kisah Para Rasul 4:12).
Kedua, ajaran sesat antinominianism. Para pengikut ajaran ini beranggapan bahwa kebebasan orang Kristen sama dengan kemerdekaan dari hukum. Antinomianisme secara harafiah berarti anti hukum. Penganut pandangan ini menolak untuk melakukan hukum Allah. Kesalahan dari pandangan ini terutama adalah bahwa anugerah dipakai sebagai ijin bagi ketidaktaatan. Sebenarnya, orang Kristen memang telah dibebaskan dari hukum Taurat dan segala tuntutannya, tetapi bukan dari hukum Allah. Artinya orang Kristen bukanlah hidup tanpa hukum Allah yang mengaturnya karena saat ini mereka hidup berdasarkan hukum Kristus (Galatia 6:2). Kita dibebaskan dari hukum Taurat itu. Lalu, apakah hal ini berarti bahwa kita bebas melanggar hukum Taurat jika kita tidak lagi berada di bawah kekuasaannya? Sama sekali tidak! Dibebaskan dari hukum Taurat oleh Kristus tidak berarti bebas untuk melakukan dosa. Dibebaskan dari dosa tidaklah sama dengan bebas berbuat dosa! Karena kita tidak hanya mati bagi hukum Taurat, tetapi juga mati bagi dosa (Roma 6:2). Artinya, kita tidak lagi berada dibawah kekuasaan dosa. Dosa tidak lagi berkuasa atas orang yang percaya, hal ini karena mereka tidak lagi berada dibawah hukum Taurat. Sebab orang yang berada dibawah hukum Taurat, ia juga berada di bawah kekuasaan dosa (1 Korintus 15:56; Roma 7:5-6). Jadi, kebebasan Kristen bukan berarti hidup tanpa hukum, sebab setiap orang Kristen akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri dihadapan Tuhan (Roma 14:12). Lawan dari kebebasan adalah perhambaan, dan orang Kristen sejati telah dibawa dari perhambaan dosa menuju suatu kedudukan yang merdeka dari perhambaan tersebut di dalam Kristus (Roma 6:6, 16-22; Galatia 5:1). Lawan dari antinominianisme adalah ketaatan pada hukum. Tetapi, taat pada hukum yang mana? Tentu saja bagi orang Kristen yang dimaksud adalah taat pada hukum Kristus.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 12.MENGAPA KRISTUS HARUS MATI DI KAYU SALIB ?
Alkitab banyak menggambarkan penderitaan Kristus. Yesaya 52:14 menyatakan, “Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia- begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.” Yesus amat menderita selama diadili, disiksa dan disalibkan (Matius pasal 27, Markus pasal 15, Lukas pasal 23, Yohanes pasal 19). Sengeri apapun penderitaanNya secara fisik, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan rohani yang harus dijalaniNya. 2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”. Yesus menanggung dosa seluruh dunia di atas diriNya (1 Yohanes 2:2). Adalah dosa yang mengakibatkan Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Jadi sekeji apapun penderitaan jasmaniah Yesus, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Dia harus menanggung dosa-dosa kita dan mati bagi dosa-dosa kita (Roma 5:8).
Yesaya 53, khususnya ayat 3 dan 5 menubuatkan penderitaan Yesus, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. “ Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” Mazmur 22:14-18 adalah bagian Alkitab lain yang menubuatkan penderitaan sang Mesias, “Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.”
Penting untuk mengerti bahwa kematian Kristus adalah suatu kematian yang sungguh-sungguh unik, karena kematianNya merupakan kematian untuk pendamaian yang berbeda dari kematian manusia biasa. Karya Kristus di kayu salib menyatakan kematian Kristus dalam keunikannya sebab itu merupakan satu-satunya kematian yang memungkinkan adanya penebusan. Seluruh struktur Kekristenan terbentuk atas dasar kematian Kristus tersebut. Karena bagaimanapun harus dipahami bahwa bukanlah ajaranNya, etika hidup, ataupun teladanNya, tetapi kematianNya di kayu salib yang menyelamatkan manusia. Berikut ini 12 (dua belas) alasan kematian Kristus di kayu salib, yaitu :
1. Kematian Kristus untuk memenuhi rencana dan tujuan kekal Allah.
Kematian Kristus untuk memenuhi rencana dan tujuan kekal Allah (Wahyu 13:8; 1 Petrus 1:18-20; Kisah Para Rasul 2:22-23). Kematian Kristus di kayu salib telah dinubuatkan dalam Alkitab (1 Korintus 15:3; Bandingkan Matius 5:17-18; 11:13; Lukas 24:27, 44-45). Jadi kematian Kristus bukanlah kebetulan tetapi merupakan rencana dan tujuan kekal Allah untuk penyelamatan manusia berdosa melalui karya pendamaianNya. Jadi, jika ada yang mengatakan “misalnya Kristus ketabrak gerobak dan mati atau Kristus mati karena usia tua, identitas Kristus tetaplah sang korban”, maka saya katakan dengan tegas bahwa penyataan seperti itu menghina Allah dan sangat menyesatkan! Pernyataan seperti itu bukanlah apa yang dikatakan oleh Injil ! Itu penyataan yang absurd karena mengajarkan Kristus yang lain, bukan Kristus yang diajarkan Alkitab.
2. Kematian Kristus merupakan ekspresi tertinggi dari kasih Allah.
Kematian Kristus merupakan manifestasi kekayaan kasih dan anugerah Allah (Yohanes 3:16; Roma 5:7-8; Efesus 1:17; 1 Yohanes 3:16). Allah begitu mengasihi manusia untuk alasanNya sendiri, sehingga Ia mengaruniakan AnakNya Kristus untuk mati bagi dosa-dosa kita. Besarnya kasih Allah kepada kita ditunjukkan melalui dua hal, yaitu : (1) melalui besarnya pengorbananNya untuk menyelamatkan manusia dari hukum dosa; (2) besarnya ketidaklayakan manusia dalam mendapatkan keselamatan dariNya. Ketika manusia jatuh dalam dosa, Allah menyediakan jalan untuk menyelamatkan manusia melalui kematian Kristus di kayu salib. Dengan demikian, keselamatan itu berpusat pada karya Kistus melalui kematianNya di kayu salib sebagai pernyataan kasih Allah yang terbesar (Yohanes 3:16). Allah telah memberikan pemberian terbesar (the greatest gift). Kata Yunani yang terjemahkan dengan “mengaruniakan” dalam Yohanes 3:16 adalah “edoken”, yaitu kata kerja aktif yang berarti “memberikan, menyerahkan, atau mengorbankan”. Allah mengorbankan AnakNya sendiri merupakan demonstrasi tertinggi kasihNya bagi manusia. Rasul Paulus menyatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8). Ketika kita masih berdosa, Kristus mati bagi kita! Kita yang berdosa adalah kita yang penuh kesombongan, egois, kepahitan, penuh dendam, gosip, memfitnah, memandang rendah, penuh kebencian, hujat, serakah, sumpah serapan, iri hati, tidak adil berdusta, menipu, mencuri, membunuh, memperkosa, dan seterusnya. Ketika kita masih berdosa itulah Kristus telah mati untuk kita. Bahkan dalam keadaan jatuh kita sebagai orang berdosa dengan hati memberontak tehadap Dia, Allah memilih mengasihi kita dengan kasihNya yang tak bersyarat (Bandingkan Eesus 1:4). Ekspresi kasihNya yang pertama dan tertinggi adalah pengorbanan Kristus di kayu salib bagi kita. Salib adalah pengingat konstan bahwa Allah mengasihi kita!
3. Kematian Kristus merupakan tujuan utama inkarnasi (penjelmaan).
Kematian Kristus merupakan tujuan utama Inkarnasi (Yohanes 1:14; Roma 8:3; Galatia 4:4). Kata “inkarnasi” merupakan istilah teologi yang berasal dari bahasa Latin “in” yang artinya “di dalam” dan “carn” yang artinya “daging”. Jadi kata inkarnasi secara harafiah berarti “di dalam daging”. Meskipun kata inkarnasi tersebut tidak terdapat di dalam Alkitab, namun komponen kata tersebut “dalam” dan “daging” ada di dalam Alkitab. Misalnya, gagasan dan konsep inkarnasi tersebut muncul dalam Yohanes 1:14 dan Roma 8:3. Frase “menjadi manusia” dalam Yohanes 1:14, adalah frase Yunani “sarks egeneto” yang secara harafiah berarti “menjadi daging”. Kata “sarks” yang diterjemahan “manusia” dalam ayat tersebut sebenarnya secara harfiah berarti “daging”. Maksudnya dari ayat ini ialah bahwa Pribadi kedua Trinitas yaitu Logos, mengambil rupa manusia bagi dirinya sendiri. Rasul Paulus menyatakan, bahwa Alllah telah “.. mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging” (Roma 8:3). Harus diingat, inkarnasi bukanlah tujuan melainkan adalah sarana untuk suatu. Tujuan inkrnasi adalah agar Kristus mati di salibkan. Karena Allah tidak dapat mati, maka harus ada inkarnasi, Allah menjadi manusia sehingga Ia bisa mati bagi dosa manusia (Markus 10:54; Ibrani 9:26).
4. Kematian Kristus merupakan suatu pendamaian.
Kematian Kristus merupakan suatu pendamaian (Yohanes 1:14; Roma 8:3; Galatia 4:4). Kristus telah diutus oleh Bapa ke dalam dunia dengan satu tugas khusus, karena itu Ia disebut dengan sebutan “Rasul” (Apostle). Penulis Kitab Ibrani dengan jelas mengatakan demikian, “Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus” (Ibrani 3:1). Jadi, Allah telah mengutus Kristus ke dalam dunia melalui inkarnasiNya untuk melaksanakan tugas khusus, yaitu misi pendamaian. Ada tiga kata dalam bahasa Ibrani untuk pendamaian, yaitu : (1) khapar, yang berarti menutupi, diterjemahkan dengan kata “pendamaian atau penebusan (atonement)” sebanyak 76 kali dan pendamaian (rekonsiliasi) sebanyak 7 kali. Kata atonement ini hanya muncul satu kali dalam Perjanjian Baru (Roma 5:11, KJV) selebihnya menggunakan kata rekonsiliasi; (2) Khata, yang artinya mempersembahkansebagai korban dosa. Kata ini hanya hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (2 Tawarikh 29:24); (3) Ratsah, yang artinya membuat berkenan, memenuhi tuntutan (membayar) utang. Kata ini hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (1 Samuel 29:4).
Sementara itu, tiga kata Perjanjian Baru untuk pendamaian semuanya dibentuk dari kata Yunani “allasso” yang berarti “mengubah”. (1) Diallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan. Kata ini hanya muncul satu kali tanpa kaitannya dengan keselamatan (Matius 5:24); (2) Katallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan dan digunakan pada pendamaian antara manusia dengan Allah (Roma 5:10,11; Roma 11:15; 2 Korintus 5:18-20) dan digunakan juga untuk menggambarkan seorang wanita yang kembali kepada suami (1 Korintus 7:11); (3) Apokatallasso, yaitu suatu bentuk intensif yang berarti berdamai sepenuhnya (Efesus 2:16; Kolose 1:20-22a). Kata atonement muncul hanya sekali dalam Perjanjian Baru KJV (Roma 5:11), ditempat kata itu yang seharusnya diterjemahkan reconciliation”. Kata “atonement” ini, dalam Perjanjian Lama dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani “kaphar” yang berarti “menutupi”, dipakai sebanyak 76 kali. Dengan demikian, istilah “atonement” itu sama dengan pendamaian atau rekonsiliasi.
5. Kematian Kristus merupakan suatu sakrifasi (pengorbanan)
Rasul Paulus memandang kematian Kristus sebagai kematian korban. Di dalam beberapa ayat referensi Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan ritual Perjanjian Lama dan konsep pengorbanan. Kata “hilastérion” atau yang diterjemahkan dengan “jalan pendamaian” yang digunakan Paulus dalam Roma 3:25 menunjuk langsung kepada korban dosa yang dipersembahkan oleh imam besar pada hari Pendamaian. Paulus menggambarkan kematian Kristus sebagai korban yang harum bagi Allah (Efesus 5:2). Selanjutnya, perkataan rasul Paulus “peri hamartias” atau yang diterjemahkan dengan “karena dosa” menunjuk pada kematian Kristus yang berkorban, atau “sebagai korban dosa”. Sekali lagi, Paulus membicarakan tentang Kristus sebagai domba Paskah yang tersembelih (1 Korintus 5:7). Kematian Kristus dipandang bukan sebagai kematian biasa saja, melainkan penyerahan hidup dan pengorbanan hidup. Penulis Kitab Ibrani menyatakan bahwa sebagai ganti korban bakaran, maka tubuh Kristus dipersembahkan sebagai korban (Ibrani 10:5-18). PengorbananNya terlihat dari kerelaanNya dalam menanggung hinaan dan penderitaan sampai Ia mati di kayu salib. Penulis Kitab Ibrani mengatakan bahwa Kristus, “mengalami maut bagi semua manusia” (Ibrani 2:9).
Aspek korban dari kematian Kristus terlihat dari beberapa ayat referensi yang berbicara tentang darahNya. Allah telah membuat Kristus menjadi jalan pendamaian melalui darahNya (Roma 3:25); kita dibenarkan oleh darahNya (Roma 5:9); Kita memiliki penebusan melalui darahNya (Efesus 1:7); Kita telah didekatkan kepada Allah oleh darah Kristus (Efesus 2:13); kita memiliki damai melalui darah yang dicurahkan di salib (Kolose 1:20). Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Penulis Kitab Ibrani yang menyatakan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan (Ibrani 9:22; Bandingkan Matius 26:26-29; Yohanes 19:34-35; 1 Yohanes 1:7). Darah Yesus yang berharga dan yang tidak mungkin bercacat adalah darah Perjanjian Baru (Wahyu 12:11; Ibrani 9). Semua darah korban perjanjian sebelumnya menunjuk pada darahNya. Darah Yesus menggenapi dan mengakhiri semua darah binatang korban. Darah Yesus adalah darah Perjanjian Kekal (Ibrani 13:20).
6. Kematian Kristus merupakan suatu mediasi (pengantaraan).
Kata Yunani “pengantara” dalam Perjanjian Baru adalah “mesites”, yang berarti “ pergi diantara, yakni secara sederhana, perwakilan, atau (dengan implikasi) seorang pendamai, seorang pensyafaat”. Seorang perantara adalah “seorang yang berada di tengah” atau “seorang yang menengahi antara pihak-pihak yang berbeda, untuk tujuan mendamaikan mereka”. Keunikan dari pengorbanan Kristus dan yang sangat penting adalah bahwa Kristus adalah korban dan sekaligus Imam Besar yang mempersembahkan korban itu. Dua pihak dalam sistem keimaman tergabung menjadi satu. Fokus utama dalam Kitab Keluaran dan Imamat terletak pada pelayanan imam besar, yang adalah pengantara di antara Allah dan bangsa Israel, dimana hari yang paling penting dalam satu tahun ialah Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur) yang jatuh pada tanggal 10 dari bulan ketujuh (September-Oktober). Pada hari itu, imam besar memasuki Tempat Mahakudus lalu memercikkan darah dihadapan Tabut Perjanjian.
Karya Kristus dalam Ibrani 9:6-15 disamakan dengan Hari Raya Pendamaian di Perjanjian Lama. Kristus digambarkan sebagai Imam Besar yang memasuki tempat yang kudus untuk mempersembahkan korban. Namun korban yang dibawa oleh Kristus bukan domba jantan atau lembu jantan melainkan diriNya sendiri. Kebanyakan ayat Perjanjian Baru yang membandingkan antara Hari Raya Pendamaian dengan kematian Kristus menekankan tersediaNya jalan masuk ke Tempat Mahakudus. Pada waktu Kristus mati, tabir di Bait Suci terbelah dua (Matius 27:51), dan Kristus sebagai Imam Besar kita “masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus ... dengan membawa darahNya sendiri” (Ibrani 9:12). Dengan demikian sebagai Imam Besar, Kristus melakukan pendamaian sebagai mediataor (pengantara). Rasul Paulus menjelaskan pekerjaan pengantaraan Kristus dalam pendamaian itu demikian, “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya” (2 Korintus 5:18a). Kristus ditunjuk sebagai Imam Besar yang telah menjadi korban pendamaian bagi dosa (Ibrani 2:17; 9:15;12:24).
7. Kematian Kristus merupakan suatu propisiasi (peredaan murka)
Propisiasi berarti seorang berdosa yang melawan Allah dijauhkan dari murka karena Allah telah dipuaskan oleh suatu pembayaran. Paul Enns menjelaskan propisiasi sebagai berikut, “propisiasi berarti bahwa kematian Kristus secara penuh memuaskan semua tuntutan kebenaran Allah terhadap orang berdosa. Karena Allah adalah kudus dan benar, maka Ia tidak dapat mengabaikan dosa; melalui karya Yesus Kristus, Allah telah dipuaskan dan standar kebenaranNya telah dipenuhi”. Propisiasi adalah tindakan yang tertuju pada Allah, yaitu dengan meredakan murka atau mengalihkan murka Allah dengan korban tebusan. Kata Ibrani yang dipakai untuk menjelaskan propisiasi adalah “khapar” yang berarti “menutupi”, merupakan kata yang menyangkut upacara menutupi dosa dalam Perjanjian Lama (Imamat 4:35; 10:17). Sedangkan kata kerja Yunani “hilaskomai” artinya “untuk mempropisiasikan”, muncul dua kali di Perjanjian Baru (Lukas 18:13; Ibrani 2:7); Kata bendanya muncul tiga kali dalam Perjanjian Baru, yaitu “hilasmos” (1 Yohanes 2:2; 4:10) dan “hilasterion” di Roma 3:25).
Kenyataan akan adanya murka Allah menimbulkan keharusan untuk meredakan murka itu. Adanya murka Allah atas manusia ini dinyatakan dengan jelas di dalam Alkitab. Lebih dari dua puluh kata yang berlainan dan yang digunakan sebanyak kira-kira 580 kali menyatakan murka Allah dalam Perjanjian Lama (2 Raja-raja 13:3; 23:26; Ayub 21:20; Yeremia 21:12; Yeheskiel 8:18; 16:38; 23:25; 24:13). Disetiap tempat selalu dinyatakan bahwa dosa merupakan penyebab murka Allah. Murka dalam Perjanjian Baru merupakan konsep dasar untuk menyatakan perlunya pendamaian. Perjanjian baru memakai kata yang terpenting, yaitu “orge” menyataan murka yang lebih tetap (Yohanes 3:36; Roma 1:18; Efesus 2:23; 1 Tesalonika 2:16; Wahyu 6:16); dan “thumos” menyatakan murka yang lebih bernafsu (Wahyu 14:10,19; 15:1,7; 16:1; 19:15). Kedua kata itu dengan jelas menyatakan permusuhan ilahi terhadap dosa secara pribadi. Untuk meredakan murka ini bukan merupakan soal balas dendam melainkan soal keadilan, dan hal itu menuntut pengorbanan Anak Allah.
Dengan demikian jelaslah bahwa propisiasi berhubungan dengan peredaan murka Allah. Karena Allah itu kudus, murkaNya ditujukan pada dan harus dialihkan supaya manusia dapat luput dari kehancuran kekal. Dan Allah menyediakan jalan keluar bagi dosa dengan mengutus Kristus sebagai pemenuhan tuntutan atas dosa-dosa manusia. AkibatNya, kematian Kristus memuaskan tuntutan Allah dan meredakan murka Allah. Kini, daripada meminta manusia melakukan sesuatu untuk mendapatkan perkenanNya, Allah justru meminta manusia untuk didamaikan denganNya melalui karya yang telah dituntaskan Kristus (2 Korintus 5:20). Rasul Yohanes menjelaskan bahwa peredaan murka ini bukan hanya bagi dosa orang-orang percaya, atau pilihan saja, tetapi juga bagi seluruh dunia ketika Ia berkata, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yohanes 2:2). Kata “pendamaian” dalam ayat ini adalah terjemahan dari kata Yunani “hilasmos”, yang dalam King James Version diterjemahkan dengan “propitiation”.
8. Kematian Kristus merupakan suatu ekspiasi (penghapusan kesalahan)
Sementara propisiasi berhubungan dengan meredakan murka Allah, maka ekspiasi berhubungan dengan penghapusan kesalahan (dosa-dosa) manusia. Ekspiasi adalah penghapusan murka, dosa atau rasa bersalah seseorang. Ekspiasi berhubungan dengan perbaikan terhadap suatu kesalahan. Ekspiasi adalah tindakan yang tertuju pada dosa, yaitu dengan menghapus dan menetralisir dosa. Jadi, ekspiasi merupakan pembayaran untuk dosa akibat kesalahan, yang membuat si pendosa dibebaskan dari berutang dosa. Yohanes Pembaptis seperti yang dicatat oleh rasul Yohanes menyebut Yesus dengan gelar “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29,36). Pada sebutan pertama, gelar ini diperjelas dengan keterangan tambahan “yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Kata “menghapus” dalam ayat itu adalah terjemahan dari kata kerja Yunani “airôn” yang berarti “menanggung atau menyingkirkan”. Kata kerja Yunani “ho airôn” yang berarti ‘mengangkut’, juga berarti “menghapus”. Pengertian yang paling logis yakni: perkataan itu menunjuk pada soal menebus dosa”. Komentar tambahan tentang arti Yohanes 1:29 adalah bahwa pelayanan Yohanes sendiri didasarkan pada kenyataan tentang dosa; pelayanan Kristus berkaitan dengan penghapusan dosa. Melalui kematianNya, Yesus memungkinkan penghapusan kesalahan dan kuasa dosa dan membuka jalan kepada Allah bagi seluruh dunia.
9. Kematian Kristus merupakan suatu substitusi (korban pengganti)
Kematian Kristus disebut sebagai korban pengganti. Kata Inggris “vicarious” berarti “dilaksanakan dengan cara mengadakan subsitusi (menggantikan)”. Doktrin penggantian ini penting sebab berhubungan dengan pemuasan yang sempurna atas tuntutan kebenaran dari Allah yang kudus melalui pembayaran yang sempurna dari Kristus untuk dosa. Atas dasar inilah Allah dapat mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang yang benar dan menerima mereka dalam persekutuan tanpa ada kompromi dari pihakNya. Semua dosa orang percaya ditanggung oleh Kristus, yang sepenuhnya menebus mereka dan membayar untuk mereka melalui kematianNya. Ada dua preposisi (kata depan) Yunani yang menekankan sifat korban pengganti dari kematian Kristus, yaitu : (1) preposisi “anti” yang mempunyai arti “persamaan, penukaran, atau pengganti”. Kata “anti” tidak pernah mempunyai arti yang lebih luas dari “demi” atau “atas nama”; (2) preposisi “huper” yang mempunyai arti “untuk kepentingan” dan juga kadangkala diberarti “pengganti”. Contoh penggunaan preposisi “anti” terdapat dalam Matius 20:28; Markus 1045, sedang contoh penggunaan preposisi “huper” (Galatia 3:13; 1 Timotius 2:6; 2 Korintus 5:1; 1 Petrus 3:18). Ada lagi ayat Alkitab, selain yang disebutkan sebelumnya di atas, yang menekankan korban penggantian Kristus bagi manusia (Yesaya 53:5; 1 Petrus 2:24; 2 Korintus 5:21).
Dengan demikian yang dimaksud dengan korban penggantian (substitusi) adalah bahwa Kristus mati bagi orang berdosa dan atau kematianNya menggantikan orang berdosa menanggung hukuman yang seharusnya ditanggung oleh orang berdosa yang percaya kepadaNya. Kesalahan orang berdosa yang percaya diperhitungkan kepadaNya secara demikian sehingga Ia mewakili mereka menanggung hukuman mereka. Namun, ada orang yang mengganggap bahwa jika Kristus mati sebagai pengganti, tentu semua orang secara otomatis akan selamat. Ini merupakan pemikiran yang keliru. Mengapa? Karena kematian Kristus sebagai korban pengganti memiliki dua aspek, yaitu : (1) Kristus mati bagi orang berdosa (preposisi Yunani “huper”); dan (2) Kristus mati menggantikan orang berdosa yang percaya (preposisi Yunani “anti”). Aspek yang pertama menghubungan kematian Kristus dengan manfaatnya yang bersifat universal bagi orang-orang berdosa, sedangkan aspek yang kedua menghubungkan kematian Kristus sebagi pengganti orang berdosa yang percaya kepadaNya. Jadi, Seperti kata Sir Robert Anderson, “bahwa Kristus mati bagi manfaat dari orang berdosa (huper) dan bukan sebagai ganti orang berdosa (anti) karena huper terutama selalu digunakan dalam pemberitaan Injil kepada mereka yang bukan orang-orang yang diselamatkan. Hanya setelah orang berdosa menerima dengan iman kematian Kristus bagi dirinya, barulah ia menerima aspek penggantian (anti) dari kematian Kristus itu”.
10. Kematian Kristus merupakan suatu redempsi (penebusan)
Kata penebusan bukanlah ajaran yang hanya khas Perjanjian Baru. Faktanya, pada KJV kata “redeem” (tebus) dengan berbagai variasinya muncul sebanyak 139 dalam Perjanjian Lama, dan hanya 22 kali dalam Perjanjian Baru. Kata penebusan berasal dari kata Yunani “agorazo” yang berarti “membeli dari pasar”. Seringkali kata ini berhubungan dengan penjualan budak dipasar. Kata “agorazo” ini digunakan untuk menggambarkan orang percaya yang dibeli dari pasar budak dosa dan dibebaskan dari ikatan dosa. Harga pembayaran untuk kebebasan orang percaya dan pembebasan dari dosa adalah kematian Kristus (1 Korintus 6:20; 7:23; Wahyu 5:9; 14:3,4). Rasul Paulus menggunakan istilah penebusan untuk menggambarkan transaksi Kristus untuk membebaskan kita dari dosa dan hukumannya, sehingga kita menerima pengampunan dari Allah. Paulus mengatakan, “Sebab di dalam Dia dan oleh darahNya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa” (Efesus 1:7; Kolose 1:14). Kita “dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam darah Kristus Yesus” (Roma 3:24).
Tiga kata Yunani lainnya untuk menjelaskan tentang penebusan adalah : (1) exagorazo, yang berarti “membayar harga, menebus, membeli dari pasar, mengambil alih dari kuasa pihak lain”. Kata ini digunakan dua kali behubungan dengan Kristus menebus atau melepaskan orang percaya dari kutuk dan kuasa hukum Taurat (Galatia 3:13; 4:5); (2) lutro, yang berarti “membebaskan melalui pembayaran tebusan”. Kata kerjanya muncul tiga kali dalam Lukas 24:21; Titus 2:14; 1 Petrus 1:18-19. Sedangkan kata benda “lutron” digunakan dua kali dalam Matius 20:28; Markus 10:45 (tebusan), dan kata benda “lutrosis digunakan tiga kali dalam Lukas 1:16; 2:38; Ibrani 9:12 (kelepasan); (3) apolutrosis, yang berarti “kelepasan yang terjadi karena pembayaran tebusan”. Digunakan sembilan kali berkenanan dengan penebusan dari dosa (Lukas 21:28; Roma 3:24; 1 Korintus 1:30; Efesus 1:7, 14; 3:30; Kolose 1:14; Ibrani 9:15). Jadi, Alkitab menunjukkan keadaan manusia yang pada dasarnya telah berada di bawah kuasa dosa, dan dari keadaan tersebut ia tidak berdaya membebaskan dirinya. Untuk membebaskan manusia, suatu tebusan dibayar. Kristus membayar tebusan yang diperlukan itu dengan kematianNya sendiri.
11. Kematian Kristus merupakan suatu amnesti (pengampunan).
Pengampunan merupakan tindakan legal dari Allah dimana Ia mengangkat tuduhan-tuduhan yang diberikan kepada orang berdosa karena pemuasan atau penebusan yang tepat untuk dosa-dosa itu telah dilakukan. Dasar obyektif yang menjamin pengampunan kepada semua orang percaya adalah pencurahan darah Kristus melalui kematianNya di kayu salib yang mendamaikan, karena “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan (Ibrani 9:22). Jadi kematian Kristus mengakibatkan pengampunan bagi orang berdosa. Allah tidak dapat mengampuni dosa tanpa pembayaran yang seharusnya. Kematian Kristus menyediakan alat yang sah secara hukum, sehingga Allah dapat mengampuni dosa. Pengampunan untuk selamanya menyelesaikan masalah dosa dalam hidup orang percaya, yaitu semua dosa yang telah lalu, sekarang dan dimasa yang akan datang (Kolose 2:13). Status hukum kita dihadapan Allah tetap tidak berubah, bahwa sekarang tidak ada penghukuman bagi kita yang ada di dalam Kristus (Roma 8:1). Kristus membayar dosa-dosa kita tanpa membedakan masa lalu,sekarang, dan dosa-dosa pada masa yang akan datang (1 Korintus 15:3). Tidak ada petunjuk di dalam Alkitab bahwa kematian Kristus hanya menebus dosa-dosa sebelum keselamatan kita, tetapi tidak efekti untuk dosa-dosa yang berikutnya. Ketika berdosa, kita masih dibenarkan di dalam Kristus – Diadopsi sebagai anak-anak Allah.
Ada beberapa kata Yunani yang digunakan untuk menjelaskan pengampunan, yaitu : (1) charizomai, yang berarti “mengampuni berdasarkan anugerah”. Dalam Kolose 2:13 mendeklarasikan bahwa Allah telah “mengampuni (kharisamenos) segala pelanggaran kita”; (2) aphiem, yang berarti “melepaskan atau membebaskan” atau “menyuruh pergi”. Kata ini paling umum digunakan untuk pengampunan. Bentuk kata benda ini digunakan dalam Efesus 1:7 dimana kata itu menekankan dosa orang percaya yang telah diampuni atau disuruh pergi kerena kekayaan dari anugerah Allah yang dinyatakan dalam kematian Kristus. Pengampunan adalah sisi negatif dari keselamatan, sedangkan sisi positifnya adalah pembenaran (jastifikasi). Tidak ada pembenaran tanpa pengampunan!
12. Kematian Kristus merupakan suatu jastifikasi (pembenaran).
Hasil lebih lanjut dari kematian Kristus adalah pembenaran bagi orang berdosa yang percaya. Pengampunan dan pembenaran, sekalipun merupakan dua ide yang terpisah, di dalam keselamatan yang dikemukakan Alkitab merupakan aspek positif dan aspek negatif dalam satu tindakan Allah membersihkan pendosa dari dosa-dosanya. Pembenaran merupakan tindakan hukum Allah sebagai hakim yang mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang yang dibenarkan. Rasul Paulus dalam Roma 5:1 mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”. Kata “dibenarkan” berasal dari kata Yunani “dikaiothentes“. Kata dasar “dikaioo” memiliki baik aspek negatif maupun aspek positif. (1) Secara negatif hal itu berarti mengangkat dosa orang percaya; (2) Secara positif hal itu berarti menganugerahkan kebenaran Kristus atas orang percaya (Roma 3:24,28; 5:9; Galatia2:16). Atau dengan cara lainnya, bahwa pembenaran adalah : (1) dilihat dari aspek negatif berarti penghapusan terhadap hukuman atas dosa. Pembenaran bukan menyatakan seseorang tidak bersalah; pembenaran menyatakan bahwa tuntutan hukum telah dipenuhi sehingga si pendosa yang percaya pada Kristus kini bebas dari hukuman (Roma 8:1); dan (2) dilihat dari aspek positif pembenaran berarti pemulihan ke dalam keadaan berkenan kepada Allah. Pembenaran berarti tindakan Allah yang menyatakan orang percaya benar dalam kapasitasNya sebagai Allah yang berkuasa, bukan berdasarkan keadaan bagaimanapun dari orang percaya, atau oleh apapun yang telah dicapai oleh orang percaya itu, tetapi semata-mata oleh iman pada diri dan karya Kristus. Pembenaran adalah tindakan yudisial yang menempatkan orang percaya pada posisi dimana Ia diperlakukan seakan-akan ia memang secara pribadi benar. Pembenaran bukan mengakibatkan dihasilkannya kebenaran manusia, tetapi kebenaran Allah bagi semua orang yang percaya (Roma 3:22).
Jadi, pembenaran adalah anugerah yang diberikan Allah kepada orang berdosa yang percaya (Roma 3:24). Dasar dari pembenaran adalah kematian Kristus (Roma 5:9), terpisah dari pekerjaan manusia dalam bentuk apapun (Roma 4:5). Pembenaran ini diterima pada saat seseorang memiliki iman kepada Kristus (Roma 5:1,17-18). Perlu ditegaskan bahwa bukan iman yang menyebabkan seseorang dibenarkan, melainkan Kristus. Tetapi iman adalah alat yang melaluinya kita menerima kebenaran Kristus (Roma 5:1). Dasar bagi pembenaran kita adalah kebenaran Kristus yang sempurna, yang dimaksudkan adalah seluruh karya yang Kristus lakukan bagi kita di dalam menderita hukuman yang harus dijatuhkan atas dosa kita, dan secara sempurna menaati hukum Taurat bagi kita. Kebenaran yang sempurna ini, yang diimputasikan atau diperhitungkan kepada kita ketika kita melalui iman menjadi satu dengan Kristus, adalah dasar yang menandai secara total bagi pembenaran kita. Jadi melalui pembenaran, Allah mempertahankan integritasNya dan standarNya, dan bersamaan dengan itu Ia dapat masuk dalam persekutuan dengan orang berdosa yang percaya, karena kebenaran Kristus telah diperhitungkan kepada mereka. Karena itu kita dapat menyimpulkan seperti yang ditunjukkan Paulus bahwa pembenaran dihadapan Allah adalah tindakan Ilahi yang di dalamnya Allah menyatakan bahwa seseorang sepenuhnya bebas dan dipulihkan berkenan kepadaNya oleh iman saja, tanpa pekerjaan atau usaha apapun dari manusia, atas dasar iman kepada kematian Kristus, dan bahwa keseluruhan pelaksanan tersebut seutuhnya disebabkan oleh anugerah Allah... Di dalam Kristus kita dijadikan orang benar Allah (2 Korintus 5:21)
SERI TEOLOGI SALIB.
SERI 13.MAKNA PENCURAHAN DARAH YESUS KRISTUS
Aspek korban dari kematian Kristus terlihat dari beberapa ayat referensi yang berbicara tentang darahNya. Allah telah membuat Kristus menjadi jalan pendamaian melalui darahNya (Roma 3:25); kita dibenarkan oleh darahNya (Roma 5:9); Kita memiliki penebusan melalui darahNya (Efesus 1:7); Kita telah didekatkan kepada Allah oleh darah Kristus (Efesus 2:13); kita memiliki damai melalui darah yang dicurahkan di salib (Kolose 1:20). Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Penulis Kitab Ibrani yang menyatakan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan (Ibrani 9:22; Bandingkan Matius 26:26-29; Yohanes 19:34-35; 1 Yohanes 1:7). Darah Yesus yang berharga dan yang tidak mungkin bercacat adalah darah Perjanjian Baru (Wahyu 12:11; Ibrani 9). Semua darah korban perjanjian sebelumnya menunjuk pada darahNya. Darah Yesus menggenapi dan mengakhiri semua darah binatang korban. Darah Yesus adalah darah Perjanjian Kekal. Darah yang mengalir dari tubuh Tuhan Yesus mulai dari peristiwa di Taman Getsemeni hingga penyalibanNya merupakan pencurahan darah bagi keselamatan kita yang sarat dengan makna. Hari ini dalam ibadah pra paskah III kita akan melihat makna dari pencurahan darah Yesus Kristus. Pencurahan darah Yesus paling jelas disebutkan sebanyak lima kali yang disebabkan oleh terkoyaknya tubuh dan luka-luka hebat yang dialamiNya.
1. PENCURAHAN DARAH YESUS DI TAMAN GETSEMANI (LUKAS 22:44)
Setelah Perjamuan Terakhir, Yesus dan murid-muridNya pergi ke Taman Getsemani untuk berdoa. Ketika Yesus berdoa, kegalauan mentalNya tidak tertahankan sehingga Ia berkata, “HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Markus 14:34). Stress tingkat tinggi yang dialami Yesus pada peristiwa di taman Getsemani itu sebenarnya menyebabkan Yesus tidak bisa menangis. Puncak dari stress tersebut secara medis dikenal dengan fenomena “hematidrosis” yang terjadi dalam situasi stress paling berat. Fenomena “hematidrosis” terjadi ketika pembuluh kapiler yang mengalirkan darah ke kelanjar keringat tiba-tiba pecah, terbuka, dan membocorkan darah kesaluran keringat yang mengakibatkan darah bercampur keringat. (Bandingkan Ibrani 12:3-4). Hal ini bisa menyebabkan rasa sakit yang hebat di kulit karena peradangan dan pembangkakan di bawah kulit dalam kelenjar keringat. Namun dalam kondisi ini saya tidak yakin bahwa Yesus menangis. Karena stress tingkat tinggi ini menyebabkan Yesus justru tidak dapat menangis. Perlu diketahui bahwa ketika tubuh kita merasakan suatu ancaman, maka sistem saraf kita akan beralih ke modus stress, dan pada saat itu proses menangis ditangguhkan. Hanya ketika seseorang rileks kegiatan menangis itu mulai terjadi. Secara fisiologis, sistem saraf parasimpatik bertanggung jawab untuk relaksasi. Tetapi, menangis atau mengeluarkan air mata juga merupakan aktivitas dari sistem saraf parasimpatik. Jadi pada saat seorang orang mengalami stres karena suatu keadaan tertentu biasanya ia tidak menangis, tetapi dalam keadaan itu tidak bahagia. Namun ketika, ia mulai menangis, itu berarti sistem sarafnya mulai nyaman atau mencapai suatu tahap bisa menerima keadaan tertentu itu.
Menurut beberapa penafsir Alkitab, Ibrani 5:7 ini merujuk pada peristiwa di taman Getsemani tersebut, dikatakan demikian, “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”. Kata kerja Yunani yang dipakai untuk “ratap tangis” dalam ayat ini adalah kata kerja “kraugazo” yang berarti menangis dengan penderitaan yang dalam”. Walaupun Matius, Markus maupun Lukas tidak ada menyebutkan bahwa Kristus sedih hingga Ia sampai menangis sewaktu Ia berdoa di taman Getsemani. Namun frase, “Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut” nampaknya mendukung peristiwa di taman Getsemani sebagai rujukan Ibrani 5:7 tersebut. Jadi kapan Yesus manangis pada peristiwa di taman Getsemani itu jika merujuk pada Ibrani 5:7, kemungkinan secara medis, Ia bisa menangis ketika sistem sarafnya mulai nyaman atau mencapai suatu tahap bisa menerima keadaan yang akan terjadi atasnya, itu terjadi persis ketika untuk ketiga kalinya Ia berkata kepada Bapa di dalam doaNya, “bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi” dan ketika seorang malaikat diutus untuk memberiNya kekuatan (Lukas 22:43). Yesus merasakan kesedihan yang dalam (Matius 26:38), Ia merasa ketakutan hingga berkeringat hebat seperti titik-titik darah. Dampak dari stress Kristus ini bukan saja menghasilkan keringat yang luar biasa bercampur darah, tetapi setelah Ia bisa menerima keadaan keharusan kematianNya Ia pun bisa menangis, bukan karena kekalahan melainkan karena pikiranNya telah menang atas pergumulanNya yang sangat hebat itu (Lukas 22:44).
PertanyaanNya: Apa yang menyebabkan Yesus mengalami stress tingkat tinggi tersebut? Jawabannya “cawan” yang akan diberikan kepadaNya (Markus 14:36; Lukas 22:42). Cawan itu adalah simbol murka Allah atas dosa manusia ( Bandingkan: Yesaya 51:17; Yeremia 25:15-16, 27-28). Dalam ayat-ayat tersebut orang-orang berdosa meminum cawan mereka yang penuh dosa. Mereka minum sampai mabuk. Namun, orang-orang ini tidak mabuk oleh anggur, tetapi mabuk oleh dosa mereka. Dan akibatnya, mereka menderita. Ketika di taman Getsemani itu, Yesus tahu bahwa Ia akan meminum cawan, yaitu murka Allah yang begitu hebat atas dosa manusia. Karena itulah Yesus tidak meminta Allah Bapa untuk menyingkirkan salib (penderitaan), melainkan cawan (murka Allah) itu. Seluruh murka Allah yang ditimpakan kepada manusia inilah yang ditanggung oleh Yesus. Dan itu telah ditanggungnya ketika 3 jam di atas kayu salib tepat ketika ia berkata: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27:46). Kristus telah meredakan murka Allah (propisiasi) melalui penyalibanNya (Roma 3:25).
Propisiasi berarti bahwa kematian Kristus secara penuh memuaskan semua tuntutan kebenaran Allah terhadap orang berdosa. Karena Allah adalah kudus dan benar, maka Ia tidak dapat mengabaikan dosa; melalui karya Yesus Kristus, Allah telah dipuaskan dan standar kebenaranNya telah dipenuhi.mPropisiasi berarti seorang berdosa yang melawan Allah dijauhkan dari murka karena Allah telah dipuaskan oleh suatu pembayaran. Itu berarti murka Allah diredakan karena telah disediakan pengganti yang setimpal yang menanggung murka itu. Melalui kematianNya, Yesus bukan hanya membatalkan penanggungan murka Allah kepada orang berdosa, tetapi Dia menanggung murka tersebut dengan mengalihkanya kepada diriNya sendiri. Murka Allah itu bukan ditiadakan, tetapi telah dipuaskan oleh kematian Kristus. Jadi propisiasi adalah tindakan yang tertuju pada Allah, yaitu dengan meredakan murka atau mengalihkan murka Allah dengan korban tebusan. Kata Ibrani yang dipakai untuk menjelaskan propisiasi adalah “khapar” yang berarti “menutupi”, merupakan kata yang menyangkut upacara menutupi dosa dalam Perjanjian Lama (Imamat 4:35; 10:17). Sedangkan kata kerja Yunani “hilaskomai” artinya “untuk mempropisiasikan”, muncul dua kali di Perjanjian Baru (Lukas 18:13; Ibrani 2:7); Kata bendanya muncul tiga kali dalam Perjanjian Baru, yaitu “hilasmos” (1 Yohanes 2:2; 4:10) dan “hilasterion” di Roma 3:25).
Kenyataan akan adanya murka Allah menimbulkan keharusan untuk meredakan murka itu. Adanya murka Allah atas manusia ini dinyatakan dengan jelas di dalam Alkitab. Lebih dari dua puluh kata yang berlainan dan yang digunakan sebanyak kira-kira 580 kali menyatakan murka Allah dalam Perjanjian Lama (2 Raja-raja 13:3; 23:26; Ayub 21:20; Yeremia 21:12; Yeheskiel 8:18; 16:38; 23:25; 24:13). Disetiap tempat selalu dinyatakan bahwa dosa merupakan penyebab murka Allah. Sementara itu, bahwa murka dalam Perjanjian Baru merupakan konsep dasar untuk menyatakan perlunya pendamaian. Perjanjian baru memakai kata yang terpenting, yaitu “orge” menyataan murka yang lebih tetap (Yohanes 3:36; Roma 1:18; Efesus 2:23; 1 Tesalonika 2:16; Wahyu 6:16); dan “thumos” menyatakan murka yang lebih bernafsu (Wahyu 14:10,19; 15:1,7; 16:1; 19:15). Kedua kata itu dengan jelas menyatakan permusuhan ilahi terhadap dosa secara pribadi. Untuk meredakan murka ini bukan merupakan soal balas dendam melainkan soal keadilan, dan hal itu menuntut pengorbanan Anak Allah.
Dengan demikian jelaslah bahwa propisiasi berhubungan dengan peredaan murka Allah. Karena Allah itu kudus, murkaNya ditujukan pada dan harus dialihkan supaya manusia dapat luput dari kehancuran kekal. Dan Allah menyediakan jalan keluar bagi dosa dengan mengutus Kristus sebagai pemenuhan tuntutan atas dosa-dosa manusia. AkibatNya, kematian Kristus memuaskan tuntutan Allah dan meredakan murka Allah. Kini, daripada meminta manusia melakukan sesuatu untuk mendapatkan perkenanNya, Allah justru meminta manusia untuk didamaikan denganNya melalui karya yang telah dituntaskan Kristus (2 Korintus 5:20). Rasul Yohanes menjelaskan bahwa peredaan murka ini bukan hanya bagi dosa orang-orang percaya, atau pilihan saja, tetapi juga bagi seluruh dunia ketika ia berkata, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yohanes 2:2). Kata “pendamaian” dalam ayat ini adalah terjemahan dari kata Yunani “hilasmos”, yang dalam King James Version diterjemahkan dengan “propitiation”.
2. PENCURAHAN DARAH YESUS AKIBAT HUKUMAN CAMBUK (YOHANES 19:1)
Walaupun Pilatus tidak menemukan kesalahan pada Yesus, namun karena keinginannya untuk menyenangkan orang banyak maka ia menyuruh menghukum Yesus dengan hukuman cambuk. Hukuman cambuk setara dengan hukuman penyaliban, tetapi hukuman cambuk tidak selalu berakhir dengan kematian. Pencabukan Romawi terkenal sangat kejam dan brutal. Biasanya pakaian narapidana dilucuti dan terhukum tersebut diikat ditiang atau ditempat hukuman pencabukan. Jika orang yang dicambuk itu bukan orang Romawi atau orang Yahudi maka para algojo akan leluasa menghajar tanpa batas bahkan sampai mati, tergantung dari suasana hati algojo yang melaksanakan hukum cambuk. Namun khusus bagi orang Yahudi, hukuman cambuk tidak boleh melebihi 40 kali cambukan. Biasanya dilakukan 39 kali cambukan. Demikian juga yang dialami oleh Yesus, sebagai orang Yahudi, Ia dicambuki sebanyak 39 kali.
Perlu diketahui, cambuk yang digunakan adalah kepangan tali kulit dengan bola-bola logam yang dijalin kedalamnya, serta potongan-potongan duri tajam atau tulang iga pada ujungnya. Dengan cemeti seperti ini maka bola-bola itu menyebabkan memar atau lebam yang dalam, duri tajam atau tulang iga akan mengiris daging pada tubuh dengan hebat. Punggung yang dipukul itu akan menjadi begitu tercabik-cabik sehingga sebagian dari tulang belakang kadangkala terlihat akibat irisan yang dalam, sangat dalam (bandingkan Mazmur 22:14-18). Pencabukan ini akan dilakukan kesegala arah, dari bahu turun ke punggung, pantat, dan kebagian belakang kaki.
Seorang dokter peneliti hukum cambuk romawi menyatakan bahwa selagi pencambukan berlanjut, luka koyakan akan tercabik sampai ke otot-otot kerangka dibawahnya dan mengasilkan goresan-goresan daging berdarah yang gemetar. Eusebeus, seorang sejarawan abad ketiga mendeskripsikanpencambukan dengan mengatakan bahwa ketika terjadi pencabukan pembuluh-pembuluh si penderita terbuka telanjang, dan otot-otot, urat-urat, dan isi perut si korban dapat terlihat. Dengan demikian dapat dipastikan banyak orang akan mati akibat pemukulan semacam ini sebelum mereka sampai disalib. Setidaknya, si korban akan mengalami kesakitan hebat dan keguncangan hipovolemik atau efek-efek kehilangan sejumlah besar darah. Akibat dari keguncangan hipovolemik ini adalah: jantung berdetak cepat untuk mencoba memompa darah yang tidak ada disana; tekanan darah turun, menyebabkan kepingsanan atau keadaan tak sadarkan diri; ginjal berhenti menghasilkan urin untuk mempertahankan volume yang masih tinggal; orang tersebut menjadi sangat haus sewaktu tubuhnya sangat membutuhkan cairan untuk menggantikan volume darah yang hilang. Dapat dipastikan bahwa Kristus berada dalam keguncangan hipovolemik ini ketika Ia berjalan terhuyung-huyung ke lokasi hukuman mati di Kalvari, memikul batang kayu yang horizontal. Akhirnya Yesus tak sadarkan diri, dan serdadu Roma memerintahkan Simon dari Kirene untuk memikul salib bagiNya. Selanjutnya Alkitab mengatakan bahwa Yesus berkata “aku haus”, tetapi bukan air yang diterimanNya melainkan cuka (Yohanes 19:28). Karena efek-efek mengerikan dari pemukulan ini, sudah pasti bahwa Yesus sudah berada dalam kondisi yang serius sampai kritis bahkan sebelum paku-paku ditancap menembus kedua tangan dan kakiNya.
Mengapa Yesus harus mengalami hukuman cambuk ini? Apakah hal ini karena semata-mata merupakan hukuman yang berlaku pada saat itu? Atau adakah makna lain dibalik hukman cambuk yang diderita oleh Yesus ? sekitar tujuh ratus tahun sebelum peristiwa pencabukan Kristus tersebut, nabi Yesaya memberitahu alasannya demikian, “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yesaya 53:5). Melalui hukuman pencabukan ini, Yesus menanggung penyakit kita. Dalam setiap cambukan terjadi bilur-bilur pada tubuh Yesus yang menurut rasul Petrus, “oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24; Bandingkan Matius 8:17). Pengorbanan dan pencurahan darah ini berlaku satu kali untuk selamanya (Ibrani 7:26-27).
3. PENCURAHAN DARAH YESUS AKIBAT MAHKOTA DURI DAN PUKULAN DI KEPALA-NYA (MATIUS 27:28-31).
Dari tempat pencabukan, yang berada diluar istana, Yesus dibawa lagi ke istana, yaitu gedung pengadilan. Setelah disiksa, pakaianNya dikenakan kembali padaNya untuk menutupi bagian tubuhNya yang dicambuk. Setelah peristiwa pencambukan itu, hukuman yang lebih berat lagi menantinya. Mereka mengganti jubahNya dengan jubah ungu dan memberikan mahkota duri di kepalaNya. Bukan sebagai tanda penghormatan, tetapi sebagai bentuk hinaan padaNya. Perlu diketahui, bahwa mahkota duri tersebut dibuat dari ranting-ranting kering tanaman duri yang asli berasal dari Palestina yang disebut Paliurus Aculeatus, sejenis pohon yang memiliki duri-duri yang panjang sekitar 2,5 cm, sangat tajam yang dengan mudah dapat menembus kulit kepalaNya, dan sangat beracun. Mahkota duri ini dililit disekeliling kepala Yesus, bukan hanya dikening atau pinggiran kepala, tetapi bagian atas kepalaNya juga dippenuhi tanaman berduri itu. Kira-kira ada lebih dari 100 duri pada rangkaian mahkota duri itu. Yang lebih mengerikan lagi, mereka memukuli kepadaNya dengan tongkat buluh yang tadinya diberikan kepada Yesus. Akibatnya, duri-duri itu manancap dikepalaNya, bahkan serpihan serpihan duri itu masuk dan tertinggal dibagian dalam kepalaNya. Racun dari duri-duri yang menancap di kepala Yesus itu, tidak hanya menyebabkan gatal, tetapi membuat darah tidak dapat membeku, dan terus mengalir keluar. DarahNya tercurah karena luka mahkota duri dan pukulan itu! Dalam kondisi seperti ini Yesus harus berjalan memikul salib menuju bukit Golgota.
Mengapa Yesus harus mengalami hukuman mahkota duri dan pukulan tersebut? Bagi orang Kristen, mahkota duri yang dipakaikan di kepala Yesus adalah peringatan bahwa Yesus memang benar-benar raja. Suatu hari, seluruh alam semesta akan tunduk di hadapan Yesus sebagai "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan" (Wahyu 19:16). Apa yang dianggap para prajurit Romawi sebagai hinaan, justru mewakilkan kedua peran Yesus, yakni hamba yang menderita (Yesaya 53), dan Sang Mesias yang Rajani (Wahyu 19). Namun, mahkota duri juga menunjukkan kesediaan Yesus menanggung penderitaan dan hinaan demi kita. Pencurahan darah karena mahkota duri dan pukulan di kepala Yesus tersebut bertujuan untuk menebus dan melepaskan kita dari kutuk. Ketika manusia jatuh dalam dosa, manusia terkena kutuk (Kejadian 3:17-19). Semak duri dan rumput duri yang dihasilkan tanah merupakan kutuk akibat dosa manusia, sekaligus menujukkan kemiskinan dan kemelaratan manusia. Bukan hanya kutuk itu yang ditanggung oleh Yesus, bahkan seluruh kutuk hukum Taurat telah ditanggungnya bagi kita (Galatia 3:17-18). Kutuk ditanggung oleh Yesus supaya kita dapat menikmati berkat-berkatNya. Namun sangat disayangkan, masih ada orang Kristen yang meragukan kebenaran tentang berkat di dalam Kristus ini. Jika Tuhan memang tidak menghendaki orang Kristen hidup dalam berkat-berkatNya, seperti yang dipikirkan dan diajarkan oleh beberapa orang tertentu, maka ayat yang ditulis oleh rasul Paulus kepada jemaat Galatia yang menyatakan bahwa kematian Kristus di kayu salib agar kita menerima berkat-berkatNya harus dibuang. Dan, tentu saja pemikiran yang demikian jelas keliru. Rasul Paulus mengatakan “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’ Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu... Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Galatia 3:13-14, 26-29).
4. PENCURAHAN DARAH YESUS AKIBAT PENANCAPAN PAKU PADA TANGAN DAN KAKI-NYA (LUKAS 23:33).
Peristiwa penyaliban Yesus dengan tangan dan kakiNya yang dipaku sudah dinubuatkan dalam Mazmur 22:17. Ketika Yesus tiba ditempat penyaliban inilah yang terjadi pada Kristus: Ia akan dibaringkan, dan kedua tangannya dipakukan dalam posisi terentang ke batang kayu horizontal. Balok salib ini, (yang dipikul Kristus dari tempat pencambukan) disebut patibulum, dan pada tahap ini balok tersebut dipisahkan dari batang kayu vertikal, yang secara permanen ditancapkan ditanah. Paku yang ditancapkan ditangan dan kaki Yesus adalah paku besar yang panjangnya 5 sd 7 inci (12 sd 18 cm) dan meruncing ke suatu ujung tajam. Paku ini ditancapkan menembus pergelangan tangan sekitar 1 inci dibawah telapak tangan. Ini adalah posisi pemakuan yang kokoh yang akan mengunci posisi tangan. Tetapi akibatnya, paku ini akan menembus dan meremukkan tempat dimana urat syaraf tengah berada, ini adalah urat syarat terbesar yang menuju ketangan. Rasa sakit yang amat sangat sakit dan tak tertahankan. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada satu kata pun yang dapat mendeskripsikan penderitaan hebat yang ditimbulkan selama penyaliban. Kemudian, Yesus dinaikkan selagi balok horizontal dipasangkan ketiang (balok) vertikal, selanjutnya paku-paku ditancapkan menembus kedua kakiNya. Karena disana ada urat syaraf kaki, maka rasa sakit akibat penancapan paku ini sama dengan yang terjadi pada pergelangan tangan. Urat syaraf yang hancur dan putus, suatu kondisi yang amat sangat menyakitkan. Dalam posisi tergantung ini, kedua lengan Kristus langsung terentang dan kedua bahuNya akan berubah posisi. Dengan posisi dan kondisi demikian Kristus tergantung dikayu salib.
Apakah makna paku-paku yang menancap pada kaki dan tangan Yesus tersebut? Kerumunan orang banyak yang berada di sana dengan pasti menyimpulkan bahwa tujuan pemakuan itu adalah hanya sekedar untuk penyaliban, agar kedua tangan dan kakiNya mampu menahan tubuhnya yang tergantung pada kayu salib. Namun, Alkitab memberitahu kita makna yang jauh lebih penting dari peristiwa pemakuan itu, rasul Paulus mengatakan, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka.” (Kolose 2:13-14). Jadi, secara teologis, ketika tangan dan kaki Yesus dipakukan, pada saat yang sama semua pelanggaran kita telah dipakukan dikayu salib. Artinya, diantara tangan dan kaki Yesus terdapat sebuah daftar panjang pelanggaran dan kejahatan kita, disebut sebagai surat hutang yang oleh ketentuan hukum mendakwa kita. Semua pelanggaran itu telah dihapus oleh Yesus! Pencurahan darah dari tangan dan kaki yang tertancap paku itu bertujuan untuk menghapus dosa-dosa kita. Itulah peristiwa pendamaian bagi kita!
5. PENCURAHAN DARAH YESUS AKIBAT LAMBUNG-NYA DITIKAM (YOHANES 19:34).
Orang yang digantung dikayu salib dalam posisi vertikal akan mengalami suatu kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi yaitu sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, ini karena: tekanan-tekanan pada otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas. Agar dapat bernafas individu harus mendorong kakinya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulang-tulang tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat rileks dan menarik nafas lagi. Kemudian ia harus mendorong tubuhnya naik untuk menghembuskan nafas, menggesek punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang kasar. Ini akan berlangsung terus menerus sampai kepayahan sepenuhnya, dan orang itu tidak akan mampu mengangkat diri dan bernafas lagi. Saat nafas orang tersebut semakin perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan yaitu karbon dioksida dalam darah larut sebagai asam karbonik, menyebabkan keasaman darah meningkat. Ini menyebabkan detak jantung yang tidak menentu, inilah saat-saat menjelang kematian. Kita ingat inilah saat-saat dimana Yesus berkata “Ya, Bapa, ke dalam tanganMu, kuserahkan nyawaKu”. Dan kemudian Ia mati akibat berhentinya detak jantung.
Keguncangan hipovolemik akan menyebabkan jantung berdebar dengan kencang terus menerus yang akan mengakibatkan kegagalan jantung, menyebabkan terkumpulnya cairan dalam membran disekitar jantung yang disebut pericardia effusion, dan ini juga terjadi disekitar paru-paru yang dikenal pleural effusion. Inilah yang menyebabkan serdadu Roma menusukkan tombak ke pinggang kananNya (diantara tulang-tulang rusuk) untuk menegaskan bahwa Yesus telah mati. Tombak yang ditusuk itu menembus paru-paru kanan dan ke jantung. Saat tombak itu ditarik keluar, sejumlah cairan (pericardial effusion dan pleural effusion) keluar. Ini terlihat sebagai cairan jernih seperti air diikuti dengan banyak darah (Yohanes 19:4). Dengan demikian kesimpulanNya, sama sekali tidak ada keraguan bahwa Yesus benar-benar mati, sebagai korban bagi dosa seluruh dunia (1 Korintus 15:1-4). Namun peristiwa penikaman lambung Yesus ini bukan hanya sekedar memastikan kematianNya, melainkan peristiwa ini mengandung makna supranatural. Peristiwa ini hanya ditulis oleh rasul Yohanes untuk menunjukkan bahwa kematian Kristus adalah untuk kehidupan kita. Setiap kelahiran selalu diawali dengan keluarnya air dan darah. Air dan darah yang mengalir dari tubuh Yesus merupakan awal kelahiran baru kita. Di atas kayu salib, Tuhan Yesus tidak hanya menghapus dosa dunia, tetapi juga menjamin kehidupan baru bagi mereka yang berada di dalam Dia (2 Korintus 5:17; Efesus 2:1-5).
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 14.PENDERITAAN KRISTUS DAN KEMATIANNYA DI KAYU SALIB
(DARI MALAM PERJAMUAN TERAKHIR HINGGA PENANGKAPAN DITAMAN GETSEMANI)
Jadi, di dalam minggu itu benar-benar minggu penuh dengan penderitaan bagi Yesus. Penderitaan-penderitaan Yesus ini benar-benar nyata. Malam sebelum disalibkan pada saat Perjamuan Terakhir Yesus sudah mengungkapkan jalan penderitaan yang harus dilaluiNya. Karena penderitaan dan penyaliban ini sudah diketahui olehNya, maka malan itu Yesus kemungkinan mulai mengalami stress. Stress adalah istilah kedokteran dan secara harafiah diartikan sebagai tekanan atau ketegangan yang memiliki kecenderungan menggangu tubuh. Stress pada Yesus datang dari ketegangan tubuh ketika beradaptasi menghadapi kenyataan bahwa Ia akan menderita dan mati dengan cara disalibkan. Kita tahu bahwa lama sebelum penyaliban Kristus tahu bahwa Ia akan mati dengan cara disalibkan (Bandingan Yohanes 12:27,23). Karena telah mengetahui apa yang akan terjadi disertai dengan ketegangan saat makan bersama pengkhiat, dapat menyebaban Yesus tidak nafsu makan. Secara medis, mengetahui lebih dulu dapat mengakibatkan respon fisik diluar kemauan sperti tachycardia (detak jantung yang cepat), nausea (muntah), pusing, gemetar, diaphoresis (berkeringat), dan mungkin sakit kepala. Ketika seseorang menghadapi situasi yang sulit, satu bagian otak tertentu akan mengeluarkan zat kimia yang disebut neurotransmitter, dan kelenjar adrenalin akan mengeluarkan hormon sperti cortisol (yaitu cortisone), epinephrine (yaitu adrenalin), dan norepinephrine (yaitu noradrenalin). Hormon dan zat kimi itu menekan jantung dan menyebabkan tachycardia; mendorong kelenjar eringat mengeluarkan keringat; pembuluh darah akan mengalir deras, dan menyebabkan pusing, dan perubahan sistem syaraf menimbulkan sakit kepala dan gemetar. Kondisi fisik diluar kemauan ini dikenal dalam istilah kedokteran sebagai proses “lawan atau lari”. Ini adalah tahap pertama respon terhadap stress, yaitu melawan penyebab stress atau melarikan diri. Ada kemungkinan jika pada saat itu homon stress (cortisol, norepinephrine, dan epinephrine) dalam pembuluh darah Yesus dapat diukur, hormon tersebut pastilah sangat tinggi, karena ini memang merupakan respon alami untuk mengantisipasi hal-hal mengerikan yang akan datang.
Setelah Perjamuan Terakhir, Yesus dan murid-muridNya pergi ke Taman Getsemani untuk Berdoa. Ketika Yesus berdoa, kegalauan mentalNya tidak tertahankan sehingga Ia berkata, HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Markus 14:34). Disini para penafsir Alkitab terbagi atas dua pendapat, yaitu (1) Yesus sedih tetapi tidak menangis karena ia sedang berada dalam tingkat kesedihan yang tinggi, sehingga tidak bisa menangis, dan (2) Yesus sedih disertai dengan ratapan dan tangisan sesuai dengan Ibrani 5:7. Saya berpendapat bahwa Yesus sedang menghadapi stress tingkat tinggi. Hal ini disebabkan kegalauan jiwaNya tidak diragukan semakin meningkat dalam hitungan jam (Lukas 22:43-44). Fenomena yang dialami Yesus ini dikenal sebagai “hematidrosis” dan telah dilaporkan terjadi dalam situasi stress berat. Pembuluh kapiler yang mengalirkan darah ke kelanjar keringat tiba-tiba pecah, terbuka, dan membocorkan darah kesaluran keringat yang mengakibatkan darah bercampur keringat. Hal ini bisa menyebabkan rasa sakit yang hebat di kulit karena peradangan dan pembangkakan di bawah kulit dalam kelenjar keringat. Namun dalam kondisi ini saya tidak yakin bahwa Yesus menangis. Karena stress tingkat tinggi ini menyebabkan Yesus justru tidak dapat menangis. Jadi pada saat itu, Yesus merasakan kesedihan yang dalam (Matius 26:38), Ia merasa ketakutan hingga berkeringat hebat seperti titik-titik darah. Dampak dari stress Kristus ini bukan air mata melainan keringat yang luar biasa bercampur darah (Lukas 22:44). Karena stress yang tinggi seorang malaikat diutus untuk menguatkanNya (lukas 22:43). Dan yang terpenting dalam teks Matius, Markus dan Lukas tidak ada menyebutkan bahwa Kristus sedih hingga Ia sampai menangis sewaktu berdoa di taman Getsemani. Yesus bisa stress karena memang dalam natur kemanusiaanNya, Kristus juga memiliki dan merasakan kelemahan-kelemahan manusia, hanya tidak berdosa (Ibrani 4:15).
Lalu bagaimana dengan Ibrani 5:7 yang mengatakan bahwa “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”. Sedangkan di dalam Ibrani 5:7 dikatakan demikian, “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”. Kata kerja Yunani yang dipakai untuk “ratap tangis” dalam ayat ini adalah kata kerja “kraugazo” yang berarti menangis dengan penderitaan yang dalam”. Menurut beberapa penafsir Alkitab, Ibrani 5:7 ini merujuk pada peristiwa di taman Getsemani. Dimana setelah Perjamuan Terakhir, Yesus dan murid-muridNya pergi ke Taman Getsemani untuk Berdoa. Ketika Yesus berdoa, kegalauan mentalNya tidak tertahankan sehingga Ia berkata, “HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Markus 14:34). Walaupun Matius, Markus maupun Lukas tidak ada menyebutkan bahwa Kristus sedih hingga Ia sampai menangis sewaktu Ia berdoa di taman Getsemani. Namun frase, “Ia telah mempersembahkandoa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut” nampaknya mendukung peristiwa di taman Getsemani sebagai rujukan Ibrani 5:7 tersebut. Stress tingkat tinggi yang dialami Yesus pada peristiwa di taman Getsemani itu sebenarnya menyebabkan Yesus tidak bisa menangis. Puncak dari stress tersebut secara medis dikenal dengan fenomena “hematidrosis” yang terjadi dalam situasi stress paling berat. Fenomena “hematidrosis” terjadi ketika pembuluh kapiler yang mengalirkan darah ke kelanjar keringat tiba-tiba pecah, terbuka, dan membocorkan darah kesaluran keringat yang mengakibatkan darah bercampur keringat. Hal ini bisa menyebabkan rasa sakit yang hebat di kulit karena peradangan dan pembengkakan di bawah kulit dalam kelenjar keringat. Namun dalam kondisi ini saya tidak yakin bahwa Yesus menangis. Karena stress tingkat tinggi ini menyebabkan Yesus justru tidak dapat menangis. Jadi kapan Yesus manangis pada peristiwa di taman Getsemani itu jika merujuk pada Ibrani 5:7, kemungkinan secara medis, Ia bisa menangis ketika sistem sarafnya mulai nyaman atau mencapai suatu tahap bisa menerima keadaan yang akan terjadi atasNya, itu terjadi persis ketika ia berkata “bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi” dan ketika seorang malaikat diutus untuk memberiNya kekuatan (Lukas 22:43). Yesus merasakan kesedihan yang dalam (Matius 26:38), Ia merasa ketakutan hingga berkeringat hebat seperti titik-titik darah. Dampak dari stress Kristus ini bukan saja menghasilkan keringat yang luar biasa bercampur darah, tetapi setelah Ia bisa menerima keadaan keharusan kematianNya Ia menangis, bukan karena kalah melainkan karena kemenangan atas pergumulanNya yang sangat hebat itu (Lukas 22:44).
Probelem fisik lainnya yang mungkin mempengaruhi Yesus pada saat itu adalah bahwa keringat pada suhu dingin dimalam hari kemunginan besar membuat Yesus kedinginan dan gemetar, yang sangat tidak mengenakkan. Mungkin Yesus pada kondisi ini mengalami penurunan suhu badan (hypothrmia) terutama jika ada angin semilir yang dingin. Problem lainnya, Yesu mengalami kelemahan fisik karena asupan makanan dan air yang kurang, Ingat, selama minggu Paskah Yesus sudah mengetahui pengkhianatan dan kematian yang akan dialami, dan tidak diragukan, Dia gelisah. Stess mental yang berat bisa menyebabkan anorexia atau kehilangan nafsu makan. Saat Perjamuan Terakhir, Yesus memang makan dan dimimun, namun ada kemungkinan hanya sedikit. Akibatnya, ketika tiba di taman Getsemani dari perjalanan Yerusalem, Yesus mungkin sudah dehidrasi ringan. Jika demikain, hal ini akan diperparah denan kehilangan cairan tubuh dari kelringat, yang dalam istilah medis disebut kehilangan cairan yang tidak dapat dirasakan. Kurangnya asupan kalori dan cairan bisa menyebabkan tekanan darah rendah, keemahan fisik, pusing dan gemetaran. Mungkin Yesus mengalami Selain itu, jika seseorang tidak mendapat makanan yang cukup selama lebih dari 24 jam, maka cadangan glikogen yang menyuplai gula ke liver menjadi berkurang, dan tubuh akan membakar bahan bakar lainnya yang disebut keton, yang dibentuk dalam otot dan liver. Jadi saat tiba di taman Getsemani sebenarnya tubuh Yesus sudah dalam keadaan lemah.
Faktor lain yang perlu diketahui mengenai konsidi fisik Yesus saat berada di taman Getsemani adalah kurang tidur. Sepanjang minggu Paskah dapat dipastikan bahwa Yesus kurang istirahat, khususnya pada malam sebelum penyalibanNya. Sejak Perjamuan Terakhir, di taman Getsemani dan hingga penyalibanNya Yesus tidak tidur. Tidur sangat penting untuk perbaikan dan regenerasi berbagai sistem organ tubuh, dan untuk membuat fungsi otak dan sistem syaraf optimal. Jika tidak beristirahat secukupnya selama beberaa hari, seseorang akan mengalami kelemahan, kelelahan, mual, kelhilangan nafsu makan, sakit-sakit di otot, dan sakit kepala. Selain itu, respon terhadap tuga motorik mungkin terganggu, dan ini bisa menyebabkan kecelakaan dan terjatuh. Ditaman Getsemani ketika prajurit-prajurit menagkapNya, Yesus diperlakukan dengan kasar, bagai seorang penjahat. Dia mungkin di dorong-dorong yang bisa mengakibatkan lezet atau luka. Saat Kristus meninggalkan taman Getsemani untuk menghadap pengadilan Hanas, Kayafas, Herodes, dan Pilatus, kondi fisiknya sudah buruk karena perlakuan kasar para prajurit, stress, kurang makan dan minum, kurang tidur, dan kedinginan di udara malam. Yesus benar-benar menderita.
PENDERITAAN YESUS (DARI PENGADILANNYA HINGGA KEMATIANNYA DI SALIB)
Alkitab mencatat, “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu” (Kisah Para Rasul 4:27-28). Supaya kita mengerti betapa mahalnya harga yang harus dibayar Kristus bagi dosa-dosa kita, berikut ini deskripsi singkat penderitaan yang dialami Kristus hingga kematianNya dikayu salib yang saya ringkas karya Lee Strobel, berdasarkan hasil investigasinya yang ditulis dalam buku The Case For Christ.
Pertama, Alkitab banyak menggambarkan penderitaan Kristus. Yesaya 52:14 menyatakan, “Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia- begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.” Yesus amat menderita selama diadili, disiksa dan disalibkan (Matius pasal 27, Markus pasal 15, Lukas pasal 23, Yohanes pasal 19). Sengeri apapun penderitaanNya secara fisik, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan rohani yang harus dijalaniNya. 2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”. Yesus menanggung dosa seluruh dunia di atas diriNya (1 Yohanes 2:2). Adalah dosa yang mengakibatkan Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Jadi sekeji apapun penderitaan jasmaniah Yesus, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Dia harus menanggung dosa-dosa kita dan mati bagi dosa-dosa kita (Roma 5:8). Yesaya 53, khususnya ayat 3 dan 5 menubuatkan penderitaan Yesus, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. “ Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” Mazmur 22:14-18 adalah bagian Alkitab lain yang menubuatkan penderitaan sang Mesias, “Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.”
Kedua, pencabukan Romawi terkenal sangat kejam dan brutal. Biasanya dilakukan 39 kali, tetapi sering kali lebih banyak dari pada itu, tergantung dari suasana hati algojo yang melaksanakan hukum cambuk. Cambuk yang digunakan adalah kepangan tali kulit dengan bola-bola logam yang dijalin kedalamnya, serta potongan-potongan duri tajam atau tulang iga pada ujungnya. Dengan cemeti seperti ini maka bola-bola itu menyebabkan memar atau lebam yang dalam, duri tajam atau tulang iga akan mengiris daging pada tubuh dengan hebat. Punggung yang dipukul itu akan menjadi begitu tercabik-cabik sehingga sebagian dari tulang belakang kadang kala terlihat akibat irisan yang dalam, sangat dalam (bandingkan Mazmur 22:14-18). Pencabukan ini akan dilakukan kesegala arah, dari bahu turun ke punggung, pantat, dan kebagian belakang kaki. Seorang dokter peneliti hukum cambuk romawi mengatakan “Selagi pencambukan berlanjut, luka koyakan akan tercabik sampai ke otot-otot kerangka dibawahnya dan mengasilkan goresan-goresan daging berdarah yang gemetar”. Eusebeus, seorang sejarawan abad ketiga mendeskripsikan pencambukan dengan mengatakan “pembuluh-pembuluh si penderita terbuka telanjang, dan otot-otot, urat-urat, dan isi perut si korban dapat terlihat”. Dengan demikian dapat dipastikan banyak orang akan mati akibat pemukulan semacam ini sebelum mereka sampai disalib. Setidaknya, si korban akan mengalami kesakitan hebat dan keguncangan hipovolemik atau efek-efek kehilangan sejumlah besar darah. Akibat dari keguncangan hipovolemik ini adalah: jantung berdetak cepat untuk mencoba memompa darah yang tidak ada disana; tekanan darah turun, menyebabkan kepingsanan atau keadaan tak sadarkan diri; ginjal berhenti menghasilkan urin untuk mempertahankan volume yang masih tinggal; orang tersebut menjadi sangat haus sewaktu tubuhnya sangat membutuhkan cairan untuk menggantikan volume darah yang hilang. Dapat dipastikan bahwa Kristus berada dalam keguncangan hipovolemik ini ketika Ia berjalan terhuyung-huyung ke lokasi hukuman mati di Kalvari, memikul batang kayu yang horizontal. Akhirnya Yesus tak sadarkan diri, dan serdadu Roma memerintahkan Simon dari Kirene untuk memikul salib bagiNya. Selanjutnya Alkitab mengatakan bahwa Yesus berkata “aku haus”, tetapi bukan air yang diterimanNya melainkan cuka. Karena efek-efek mengerikan dari pemukulan ini, sudah pasti bahwa Yesus sudah berada dalam kondisi yang serius sampai kritis bahkan sebelum paku-paku ditancap menembus kedua tangan dan kakiNya.
Ketiga, kondisi Kristus dilokasi penyaliban. Ketika Yesus tiba ditempat penyaliban inilah yang terjadi pada Kristus: Ia akan dibaringkan, dan kedua tangannya akan dipakukan dalam posisi terentang ke batang kayu horizontal. Balok salib ini, (yang dipikul Kristus dari tempat pencambukan) disebut patibulum, dan pada tahap ini balok tersebut dipisahkan dari batang kayu vertikal, yang secara permanen ditancapkan ditanah. Paku yang ditancapkan ditangan dan kaki Yesus adalah paku besar yang panjangnya 5 sd 7 inci (12 sd 18 cm) dan meruncing ke suatu ujung tajam. Paku ini ditancapkan menembus pergelangan tangan sekitar 1 inci dibawah telapak tangan. Ini adalah posisi pemakuan yang kokoh yang akan mengunci posisi tangan. Tetapi akibatnya, paku ini akan menembus dan meremukkan tempat dimana urat syaraf tengah berada, ini adalah urat syarat terbesar yang menuju ketangan. Rasa sakit yang amat sangat sakit dan tak tertahankan. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada satu kata pun yang dapat mendeskripsikan penderitaan hebat yang ditimbulkan selama penyaliban. Kemudian, Yesus dinaikkan selagi balok horizontal dipasangkan ketiang (balok) vertikal, selanjutnya paku-paku ditancapkan menembus kedua kakiNya. Karena disana ada urat syaraf kaki, maka rasa sakit akibat penancapan paku ini sama dengan yang terjadi pada pergelangan tangan. Urat syaraf yang hancur dan putus, suatu kondisi yang amat sangat menyakitkan. Dalam posisi tergantung ini, kedua lengan Kristus langsung terentang dan kedua bahuNya akan berubah posisi. Dengan posisi dan kondisi demikian Kristus tergantung dikayu salib.
Keempat, kematian Kristus dilokasi penyaliban. Orang yang digantung dikayu salib dalam posisi vertikal akan mengalami suatu kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi yaitu sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, ini karena: tekanan-tekanan pada otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas. Agar dapat bernafas individu harus mendorong kakinya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulang-tulang tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat rileks dan menarik nafas lagi. Kemudian ia harus mendorong tubuhnya naik untuk menghembuskan nafas, menggesek punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang kasar. Ini akan berlangsung terus menerus sampai kepayahan sepenuhnya, dan orang itu tidak akan mampu mengangkat diri dan bernafas lagi. Saat nafas orang tersebut semakin perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan yaitu karbon dioksida dalam darah larut sebagai asam karbonik, menyebabkan keasaman darah meningkat. Ini menyebabkan detak jantung yang tidak menentu, inilah saat-saat menjelang kematian. Kita ingat inilah saat-saat dimana Yesus berkata “Ya, Bapa, ke dalam tanganMu, kuserahkan nyawaKu”. Dan kemudian Ia mati akibat berhentinya detak jantung. Keguncangan hipovolemik akan menyebabkan jantung berdebar dengan kencang terus menerus yang akan mengakibatkan kegagalan jantung, menyebabkan terkumpulnya cairan dalam membran disekitar jantung yang disebut pericardia effusion, dan ini juga terjadi disekitar paru-paru yang dikenal pleural effusion. Inilah yang menyebabkan serdadu Roma menusukkan tombak ke pinggang kananNya (diantara tulang-tulang rusuk) untuk menegaskan bahwa Yesus telah mati. Tombak yang ditusuk itu menembus paru-paru kanan dan ke jantung. Saat tombak itu ditarik keluar, sejumlah cairan (pericardial effusion dan pleural effusion) keluar. Ini terlihat sebagai cairan jernih seperti air diikuti dengan banyak darah. (Yohanes 19:4). Dengan demikian kesimpulanNya, sama sekali tidak ada keraguan bahwa Yesus benar-benar mati, sebagai korban bagi dosa seluruh dunia. Rasul Paulus mengatakan, “Dan sekarang, saudara-saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri. Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu -- kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya. Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (1 Korintus 15:1-4).
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 15.KRONOLOGI MINGGU SENGSARA YESUS
Pada kesempatan ini saya mengajak kita untuk meninjau kronologis minggu sengsara Yesus berdasarkan kitab Injil. Penderitaan-penderitaan yang dialami Yesus dalam kematianNya telah dinamakan ketaatan yang pasif dalam teologi Protestan. Ketaatan yang pasif ini berbeda dengan ketaatanNya yang aktif selama hidupNya. HidupNya tentu saja merupakan hidup yang penuh ketaatan. Diawali dengan kesediaanNya untuk menerima inkarnasi (Ibrani 10:5-10), dan diteruskan sepanjang hidupNya di dunia (Lukas 2:52; Yohanes 8:29), dan melalui penderitaan Ia telah belajar menjadi taat (Ibrani 5:8).
Enam hari sebelum paskah orang Yahudi (Yohanes 12:1) yang dilaksanakan pada tanggal 14 bulan Nisan diperingati oleh umat Kristen sebagai “minggu sengsara Yesus”. Paskah orang Yahudi Dilaksanakan selama 7 hari mulai tangal 14 bulan Nisan. Selama 7 hari itu paskah tersebut orang Yahudi tidak boleh makan roti yang beragi. (Keluaran 13:5-7; Ulangan 16:3-6). Karena Kristus bangkit pada hari pertama Paskah (Minggu), maka secara kronologis yang dimaksud enam hari sebelum paskah ketika Yesus berada di Betania (Yohenes 12:1) adalah hari Sabtu. Jadi, yang dimaksud dengan minggu sengsara Yesus adalah dari sabtu di Betania hingga hari Jumat menjelang kematianNya di kayu salib di Golgota. Karena hari sabtu adalah hari sabat, maka pada Jumat sore setelah mati, mayat Yesus diturunkan untuk dikuburkan di kuburan milik Yusuf Arimatea. Dengan demikian, Perjamuan Terakhir (The Last Supper) dan Pergumulan di taman Getsemani terjadi pada Kamis malam, yaitu 2 hari sebelum paskah. Lebih jelasnya berikut ini kronologis minggu sengsara Yesus.
(1) Yesus tiba di Betania sabtu sore dalam perjalanan dari Yerikho. Betania adalah nama sebuah Desa di sisi Gunung Zaitun yang terjauh dari Yerusalem, kira-kira 3 km di jalan menuju ke Yerikho. Desa itu disebut dalam Kitab-kitab Injil, terutama sebagai tempat tinggal dari sahabat-sahabat Yesus, yaitu Maria, Marta dan Lazarus. Pada malam itu di rumah lazarus : (a) Diadakan perjamuan yang dilayani oleh Marta untuk menyambut Yesus (Yohanes 12:1-8). (b) Sementara itu Maria meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya dengan menggunakan setengah kati minyak Narwastu yang mahal, mencapai harga 300 dinar (Yohanes 12:3-5). (c) Pada waktu yang hampir bersamaan, disini kebiasaan Yudas mencuri uang kas yang dipegangnya disingkapkan (Yohanes 12:6-8). (d) Disini, banyak orang Yahudi yang percaya kepada Yesus karena mereka melihat lazarus yang bangkit. Karena itu mereka juga merencanakan membunuh Lazarus (Yohanes 12:9-11).
(2) Keesokan harinya pada hari Minggu : (a) Yesus mengutus muridNya ke Yerusalem untuk menyiapkan jalan bagiNya dengan naik keledai muda (Markus 11:1-16; Lukas 19:28-34; Matius 21:1-6); (b)Yesus ke Yerusalem dengan menunggang keledai muda dan orang banyak mengelu-elukanNya (Markus 11:7-10; Lukas 19:35-40; Matius 21:7-11; Yohanes 12:12); (c) Yesus mengujungi Bait Allah (Markus 11:11; Lukas 19:41-44; Matius 21:12-16), tetapi kemudian Ia kembali ke Betania (Matius 21:17).
(3) Keesokan harinya, yaitu pada hari Senin : (a) ketika Yesus masuk lagi ke Yerusalem, dia mengutuk pohon ara (Markus 11:12-14; Matius 21:18-22). (b) Pada hari yang sama mengusir orang-orang yang berjual beli di Bait Allah (Markus 11:15-17; Lukas 19:45-46). (c) Hal ini yang membuat Imam-iman Kepala marah dan lebih lagi ingin membunuhNya (Markus 11:18). (d) Pada malam hari Yesus kembali lagi ke Betania (Markus 11:19).
(4) Pada hari Selasa bagi Yesus adalah hari yang penuh pertanyaan dan waktu bagiNya untuk mengajar murid-muridNya : (a) Para murid memperhatikan dan membicarakan pohon ara yang dikutuk Yesus telah kering (Markus 11:20-25), (b) Para Murid bertanya tentang kuasa (Markus 11:27-33; Lukas 19:47-20:8; Matius 21:23-27) dan Yesus membicarakan kepada mereka tentang pertobatan (Matius 21:28-32). (c) pada hari yang sama ini Yesus ditanya tentang : membayar pajak kepada kaisar (Markus 12:13-17; Lukas 20:20-26; Matius 22:15-22), tentang kebangkitan (Markus 12:18-27; Lukas 20:27-40; Matius 22:23-33), dan tentang hukum yang terutama (Markus 12:28-34; Matius 22:34-40). (d) Yesus juga bertanya kepada murid-muridNya tentang Mazmur pasal 2 (Markus 12:35-37; Lukas 20:41-44; Matius 22:41-46). (e) Ia juga berbicara tentang kemunafikan ahli Taurat (Markus 12:38-40; Lukas 20:45-47; Matius 23:1-39) dan membandingkannya dengan kemurahan hati seorang janda (Markus 12:41-44; Lukas 21:1-14). (f) Pada saat mereka meninggalkan Bait Allah, Yesus memberi Khotbah di Bukit Zaitun (Markus 13:1-37; Lukas 21:5-36; Matius 24:1-25:46), lalu kembali ke Betania.
(5) Selanjutnya, Markus 14:1a menyebutkan hari bahwa “Hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi akan mulai dua hari lagi”, dengan demikian menyebut hari yang baru yaitu hari Rabu. Pada hari Rabu ini : (a) Di Yerusalem Imam-imam Kepala dan ahli-ahli Taurat merencanakan untuk membunuh Yesus tanpa keributan sebelum hari perayaan Paskah (Markus 14:1-2; Lukas 21:37-22:2; Matius 26:1—5). Pada hari yang sama di Betania, Yesus dan murid-muridNya di jamu dalam suatu perjamuan makan di rumah Simon yang telah disembuhkan dari sakit kustanya, namun tetap dikenali sebagai “Simon Si Kusta” (Markus 12:3). (c) Disini ada seorang perempuan yang membawa buli-buli berisi minyak wangi yang mahal dan mencurahkannya di kepala Yesus serta mengurapinya (Mrakus 14:3-9; Matius 26:6-13). Kemungkinan bahwa wanita ini adalah Maria adik Marta, atau pun Maria Magdalena belum bisa dibuktikan. Lebih tepat menyebutnya sebagai seorang perempuan yang “terkenal berdosa” di kota itu yang telah diampuni dosanya (bandingkan Lukas 7:36-50). (d) Pada larut malam Yudas mengkhianati Yesus melalui suatu konspirasi dengan para pemimpin Yahudi. (Markus 14:10-11, Lukas 22:3-6; Matius 26:14-16). Harga dari yang dibayar kepada Yudas untuk pengkhianatan ini adalah 30 keping uang perak (Matius 26:14-15).
(6) Selanjutnya, pada hari Kamis ada 2 peristiwa yang terjadi di tempat yang berbeda, yaitu di Peristiwa Perjamuan Terakhir di Ruang atas Yerusalem dan Peristiwa Di Taman Getsemani. Nampaknya Yesus dan orang-orang Galilea lainnya merayakan Paskah 1 hari lebih awal dari orang-orang di Yerusalem (Markus 14:12; Luks 22:7; Matius 26:17). Pada hari itu dari Betania : (a) Yesus mengutus dua murid untuk mengadakan persiapan perjamuan malam di Yesrusalem (Markus 14:13); (b) Seorang laki akan menuntun mereka ke suatu ruang atas di sebuah rumah di Yerusalem yang sudah lengkap dengan persiapan untuk jamuan paskah (Markus 14:13-16; Lukas 22:8-12; Matius 26:18-20). (c) Setelah berada di ruang atas di Yerusalem itu maka Yesus : melakukan pembasuhan kaki murid-muridNya (Yohanes 13:1-17), memperingati Yudas (Yohanes 13:18-30), menyampaikan khotbah terpanjang sebelum perpisahan (Yohanes 13:31-16:33). (d) Yesus dan murid-murid melakukan perjamuan Paskah malam hari itu (Markus 14:17-25;Matius 26:17-25; Lukas 22:7-14; Yohanes 13:21-30). Yesus memerintahkan agar upacara Perjamuan ini diulangi lagi dikemudian hari oleh murid-muridNya untuk mengingat Dia (Markus 14:22-25; Lukas 22:19-20; Matius 26:26-29). (e) Yesus juga berdoa untuk diriNya (Yohanes 17:1-5) dan untuk murid-muridNya (Yohanes 17:6-19) serta untuk setiap orang yang akan datang kepada iman dalam Yesus (Yohanes 17:20-26). (f) Setelah itu mereka menyanyikan nyanyian pujian lalu pergi ke Bukit Zaitun (taman Getsemani) dengan menyebarangi lembah Kidron (Markus 14:26; Yohanes 18:1). Malam hari ditaman getsemani Yesus berdoa, dan memberitahu murid-muridNya untuk berdoa juga agar tidak jatuh ke dalam pencobaan (Lukas 22:39-40). Yesus sendiri berdoa DoaNya secara pribadi dengan penuh hormat (Matius 22:41-44). Ia berdoa dengan sungguh-sungguh berdoa dan menyelidiki apakah ada cara lain selain “meminum cawan penderitaan” untuk menyelamatkan dunia. Tidak ada pilihan lain kecuali melalui Kematian di salib. Ia begitu hebatnya bergumul dalam suatu ketakutan yang sangat, hingga seorang malaikat memberi kekuatan, dan dalam pergumulan doa ini peluhnya menjadi seperti titik-titik darah (Lukas 22:42-44). Doa ini dilakukannya tengah malam hingga dini hari atau memasuki hari Jumat.
(7) Pada jumat dini hari, selesai berdoa dan ketika Ia masih berbicara dengan murid-muridNya : (a) Datanglah Yudas yang menciumNya dengan ciuman pengkhianatan, beserta dengan tentara untuk menangkap Yesus (Lukas 22:47-53). (b) Disini, Petrus menghunus pedang hingga memutuskan telinga memutuskan telingga kanan Malkus (Yohanes 18:10-11; Matius 26:51-52). (c) Setelah itu, seketika semua murid melarikan diri meninggalkan Yesus (Markus 14:50-52). Peristiwa ini terjadi kira-kira pukul 3 dini hari atau jumat dini hari. (d) kemudian Yesus ditangkap dan di bawa ke Kota ke rumah Hanas untuk diperiksa. Rumah Hanas dan rumah kayafas terletak di bagian barat daya kota, tidak jauh dari ruang atas yang telah mereka pakai untuk merayakan paskah, kemudian pengadilan itu dipindahkan kerumah Kayafas, imam besar pada saat itu (Markus 14:53-65; Matius 26:57-68; Lukas 22:54-55; Yohanes 18:12-14, 19-24). (e) Ketika hari sudah pagi semua anggota sidang Sanhendrin berkumpul dan sepakat menjatuhkan hukuman terhadap Yesus. (f) Namun, karena orang-orang Yahudi tidak mempunyai otoritas untuk melaksanakan hukuman mati, maka mereka membawa Yesus kehadapan Pilatus, gubernur wilayah pada saat itu (Markus 15:1-5; Matius 27:1-2,11-14; Lukas 23:1-5; Yohanes 18:28-38). Peristiwa ini terjadi sekitar jam 6 pagi. Ruang pengadilan Pilatus berada dekat sudut barat laut Bait Allah, diseberang kota dari tempat kediaman Kayafas. Pada saat inilah kita diberitahu bahwa Yudas bunuh diri (Matius 27:3-10). (g) Karena Yesus adalah orang Galilea maka Ia dikirim oleh Pilatus ke Herodes, penguasa wilayah Galilea ada saat itu. Istana Herodes terletak di dinding kota bagian barat, dengan demikian Tuhan Yesus melintasi kota itu sekali lagi (Lukas 23:6-12). Yesus berada di pengadilan Herodes kira-kira 1 jam. (h) Herodes mengirim kembali Yesus ke Pilatus, dengan demikian Yesus harus melintasi kota itu sekali lagi dari Galilea ke Yerusalem. Pilatus tidak menemukan kesalahan apapun pada Yesus, namun karena tuntutan pemimpin agama Yahudi dan orang banyak saat itu, akhirnya pilatus menjatuhi hukuman atas Yesus (Markus 15:6-14; Lukas 23:13-24; Matius 27:11-25; Yohanes 18:39-19:15), dan menyerahkanNya untuk disalibkan (Yohanes 19:16; Markus 15:15; Lukas 23:25; Matius 27:26)
(8) Pagi itu hari jumat kira-kira pukul 8 pagi telah diputuskan bahwa Yesus disalibkan. Ada beberapa peristiwa yang terjadi yang tercatat dalam Markus 15:16-47; Lukas 23:26-56; Matius 27:27-61; Yohanes 19:17-42) , yaitu : (a) Yesus diejek oleh para prajurit dan disesah dengan hukuman cambuk. (b) Yesus diberi jubah ungu, mahkota duri dan pukulan di kepalaNya (matius 27:28-31). (c) Yesus kemudian di arak ke Golgota tempat Ia disalibkan kira-kira jam 9 pagi (Markus 15:25). (d) Yesus disalibkan dan digantung pada kayu salib, disini ia masih juga diolok-olok, termasuk oleh penyamun yang disalibkan disebelah kiriNya. (e) sekitar 3 yaitu dari jam 12 sampai dengan jam 3 Yesus mengalami penderitaan yang amat sangat di atas kayu salib dan kegelapan terjadi selama 3 jam tersebut. Disitulah terjadi penebusan dosa. (f) Setelah jam 3 Yesus menyerahkan nyawaNya kepada Bapa dan mati. KematianNya disaksika oleh beberapa perempuan yang setia mengikutiNya dan para prajurit yang menjagaNya. Karena Yesus sudah mati maka kakiNya tidak perlu dipatahkan, namun untuk memastikan kematianNya maka lambungNya ditikam dengan tombak. (f) Sebelum jam 6 sore mayat Yesus diturunkan untuk dikuburkan oleh Yusuf Arimatea, alasannya karena Yesus sudah mati dan mayatnya harus dikuburkan sebelum sabat (Sabtu) yang pada saat itu merupakan persiapan menyambut hari pertama Paskah orang Yahudi. Jadi Yesus berada dalam kubur dari jumat sore sebelum jam 6 dan bangkit pada pagi minggu hari pertama Paskah Yahudi yang jatuh pada tanggal 14 bulan Nisan.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 16.TANGGAPAN TERHADAP BERBAGAI TEORI YANG MENYANGKALI KEBANGKITAN KRISTUS
Kebangkitan Kristus merupakan peristiwa yang unik dalam sejarah peradaban manusia yang sangat berbeda dari banyak pemimpin agama besar di dunia yang tak dipermasalahkan lagi setelah kematian mereka. Kebangkitan Yesus dari kematian merupakan hal penting dalam pengajaran iman Kristen, sebagiamana yang dikatakan D. James Kennedy, “Kebangkitan Kristus merupakan inti dari iman Kristen. Bersama inti ini segala sesuatu berdiri atau jatuh. Karena itu semua kaum skeptis selama sembilan belas abad mengarahkan senjata api terbesar mereka kepada kebangkitan Kristus”. Orang-orang yang memusuhi Kekristenan hampir selalu memusatkan serangan mereka pada kebangkitan Kristus karena jika mereka dapat menjadikan kebangkitan Yesus tidak berlaku, maka semua pernyataan lainnya dari Kekristenan akan tumbang. Jika tidak ada kebangkitan, tidak akan ada Kekristenan.
Banyak orang yang tidak mempercayai kebangkitan Kristus dengan alasan bahwa mereka tidak melihat langsung peristiwa itu. Selain itu, pengalaman dan cara berpikir rasional membawa manusia untuk mengganggap mustahil mempercayai kebangkitan tubuh yang telah mati. Sebenarnya, berpikir kritis dan rasional adalah sikap yang bijak dan memang sangat diperlukan; tetapi justru akan menjadi masalah bila rasionalitas mengaburkan dan membutakan seseorang serta membawa pada sikap menolak pernyataan Kitab Suci. Itulah sebabnya selama bertahun-tahun telah banyak muncul berbagai teori yang keliru dan menolak fakta kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Berikut ini beberapa teori keliru yang berusaha menyangkal realitas kebangkitan Kristus yang dihimpun dari bebeberapa sumber, yaitu: Teori Pingsan, Teori Pengganti, Teori Pencurian, Teori Halusinani, Teori Penampakan, Teori Dusta, Teori Salah Keburan, dan Teori Mitos. Semua teori tersebut secara lansung menyangkal kebangkitan Kristus, kecuali teori pingsan dan teori pengganti yang menyangkal kematian Kristus, tetapi pada akhirnya juga sama tujuannya berusaha menggiring orang pada kesimpulan bahwa tidak ada kebangkitan karena Kristus tidak benar-benar mati.
Namun, tidak satu pun dari teori-teori yang menyangkal kebangkitan Kristus di atas mampu menjelaskan dengan cara yang memuaskan fakta kebangkitan Kristus tersebut. Karena itu tidak heran banyak juga di antara orang-orang skeptis itu telah menjadi percaya ketika mereka mereka berusaha untuk menyangkali kebangkitan. Yesus bukan hanya sungguh-sungguh mati, melainkan Ia juga sungguh-sungguh bangkit dengan tubuh jasmani yang sama ketika Ia telah mati. Jika kita melihat pada teori-teori keliru yang menyangkal kebangkitan Kristus tersebut, justru kita akan memiliki kesempatan juga melihat bukti-bukti yang secara tegas menunjukkan bahwa hanya kebangkitan Kristus yang bisa menjelaskan semua fakta tersebut.
1. Teori Pencurian. Penganut teori ini mengatakan bahwa para murid datang ke kubur dan mencuri mayat Yesus kemudian menceritakan kisah kebangkitan. Sebab itu ketika pada hari ketiga para wanita yang datang ke kubur hendak merempahi mayat Yesus mendapati kubur itu kosong, batu sudah terguling, dan tidak ada mayat Yesus.
Tanggapan: Dua pertanyaan perlu diajukan untuk menyanggah Teori Pencurian ini. (1) Bagaimana para murid bisa berada di dalam kubur dan mencuri mayat Yesus sedangkan kubur itu dijaga oleh satu regu pengawal? (2) Apa alasan para murid menginginkan dan mencuri tubuh Yesus, sedangkan pada saat yang bersamaan mereka sedang dilanda ketakukan karena kehilangan Yesus? (Matius 28:11-15). Jawaban dari kedua pertanyaan ini jelas, bahwa mustahil para murid mencuri mayat Yesus. Kesedihan dan ketakutan para murid merupakan suatu alasan jitu bahwa mereka tidak mungkin tiba-tiba berubah menjadi sedemikian berani dan nekat untuk menerobos sepasukan prajurit yang sedang menjaga kubur Yesus. Justru kebenaran terungkap ketika Matius melaporkan dalam tulisannya demikian, “Ketika mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: ‘Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.’ Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini” (Matius 28:11-15).
2. Teori Halusinasi. Penganut teori ini dengan yakin menyatakan bahwa para murid yang sangat mengharapkan kebangkitan Yesus membanyangkan (berkhayal) dalam pikiran dan benak mereka bahwa telah melihat Yesus dan percaya terjadinya kebangkitan.
Tanggapan: Pertanyaan yang muncul untuk menyanggah Teori Halusinasi ini adalah: Apakah ada bukti-bukti yang menujukkan bahwa murid-murid Yesus yang berjumlah 11 orang itu semua berhalusinasi? Dan bagaimana dengan 500 orang saksi kebangkitan lainnya, apakah mereka juga berhalusinasi? (1 Korintus 15:1-8). Teori halusinasi ini dibantah dengan argumentasi psikologis berikut ini : (1) Halusinasi biasanya hanya berlangsung beberapa detik atau beberapa menit dan jarang berlangsung berjam-jam. Namun peristiwa penampakkan diri Yesus setelah kebangkitanNya berlangsung selama 40 hari (Kisah Para Rasul 1:3); (2) Halusinansi biasanya terjadi satu kali, kecuali pada orang-orang yang tidak waras. Sedangkan penampakan diri Yesus setelah kebangkitanNya terjadi berulang kali kepada orang-orang biasa dan waras (Yohanes 20:19-21:14; Kisah Para Rasul 1:3); (3) Halusinasi biasanya datang dari dalam, yaitu dari hal-hal yang telah diketahui atau dikenal, minimal secara tidak sadar. Sedangkan peristiwa penampakan Yesus merupakan hal yang terjadi secara tiba-tiba dan mengejutkan, nyata dan bukan mimpi (kisah Para Rasul 1:4,9); (4) Halusinani biasanya bersifat pribadi dan cenderung subjektif. Sedangkan Yesus telah menampakkan diri kepada banyak orang yang berbeda, tidak hanya pada satu orang (1 Korintus 15:3-8). Karena itu mustahil pada waktu bersamaan semua murid itu berhalusinasi tentang kebangkitan Kristus.
3. Teori Penampakan. Penganut teori ini menyatakan bahwa Kristus tidak benar-benar bangkit secara fisik dari kematian, tetapi RohNya menampakkan diri kepada para muridNya. Teori ini disebut juga Teori Hantu.
Tanggapan: Pertanyaan perlu diajukan untuk menyanggah Teori Hantu ini adalah: Jika Yesus hanya menampakkan diri dalam rohNya, bagaimanakah Ia bisa makan dan minum dengan para muridNya? Hal ini tidak bisa dilakukan oleh roh-roh (Lukas 24:36-43; Yohanes 21:1-14). Penting untuk diketahui bahwa peristiwa kebangkitan Kritus ini merupakan hal yang pada awalnya tidak dipercayai bahkan oleh murid-murid Kristus sendiri, sampai mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa Yesus benar-benar telah bangkit. Bahkan mereka telah menyangka bahwa Ia adalah hantu. Karena itu Yesus harus makan sesuatu untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah hantu (Lukas 24:36-43). Hantu tidak bisa makan, sedangan Kristus yang telah bangkit itu bisa makan bersama-sama dengan mereka.
4. Teori Dusta. Penganut teori ini berpendapat bahwa kisah tentang kebangkitan Kristus adalah hasil dari murid-murid yang putus asa dan bahwa ini merupakan hasil dari kepura-puraan yang disengaja. Dengan kata lain para murid berdusta tentang kebangkitan Yesus.
Tanggapan: Pertanyaan yang dapat diajukan untuk menyanggah Teori Dusta ini adalah “Apakah para murid akan bersedia untuk hidup dan mati hanya untuk mempertahankan cerita dusta dengan konsekuensi kehilangan nyawa mereka (Kisah Rasul 5:41; 7:56; 2 Korintus 11:23-27)? Dibalik cerita dusta biasanya ada motif keuntungan pribadi. Tetapi keuntungan apakah yang di dapat para murid untuk sebuah cerita dusta yang mereka buat? Sebaliknya, sebagai akibat dari pemberitaan mereka tentang kebangkitan Kristus tersebut mereka dibenci, diejek, dianiaya, dikucilkan, dipenjara, disiksa, disalibkan, dan direbus hidup-hidup, dipanggang, dipancung kepalanya, dicincang untuk dilemparkan kepada singa-singa yang buas. Mustahil para murid ini mempertaruhkan nyawa mereka hanya untuk sebuah cerita dusta. Dan lagi, bila kebangkitan Kristus merupakan berita dusta dari para murid, maka seharusnya orang-orang Yahudi pasti bisa mendapatkan mayat Yesus dan cerita itu akan langsung terhenti tersebar. Mereka dapat saja langsung pergi ke kubur dan mengambil mayat Yesus untuk membuktikan bahwa Ia tidak pernah bangkit dari kematianNya. Jadi, apabila memang ada kebohongan dari para murid, maka seharusnya hal itu dapat diungkapkan dengan mudahnya baik oleh orang Yahudi maupun oleh pemerintah sipil pada saat itu. Namun Justru sebaliknya, kita mendapati bahwa para imam telah bersengkokol dengan para prajurit penjaga makam Yesus untuk sebuah cerita dusta tentang pencurian mayat Yesus oleh para muridNya (Matius 28:11-15).
5. Teori Salah Kuburan. Para penganut teori ini menjelaskan bahwa para murid dan pengikut Yesus datang ke kubur yang salah. Hal ini dikarenakan pada saat itu merupakan minggu yang mengerikan sehingga mereka sangat ketakutan, tidak dapat tenang dan berkonsentrasi sehingga pergi ke kubur yang salah, yaitu kubur yang kosong karena belum digunakan.
Tanggapan: Teori ini dapat disanggah dengan pertanyaan: Kain kafan siapakah yang ditemukan dalam kubur itu? Apakah yang perlu ditunggu malaikat di sebuah kubur kosong? Apakah semua murid yang ada pada saat itu telah hilang ingatan sehingga tidak hafal jalan ke kubur Yesus? Jika hari itu gelap, mengapa Maria berpikir bahwa Yesus adalah penjaga kebun (Yohanes 20:15)? Mengapa Petrus dan Yohanes membuat kesalahan yang sama dalam terang pagi yang cerah (Yohanes 20:6)? Dan terutam, mengapa para penguasa tidak pergi ke kuburan yang benar dan menunjukkan mayat Yesus masih ada dikubur itu? Ini dengan mudah menyangkal semua klaim tentang kebangkitan Kristus.
6. Teori Mitos. Para penganut teori ini menyatakan bahwa kisah kebangkitan di mulai seperti mitos-mitos lainnya sampai akhirnya diterima sebagai sebuah fakta. Mereka beranggapan bahwa kebangkitan Kristus adalah sebuah legenda yang secara berangsur-ansur menjadi besar.
Tanggapan: Teori ini dapat dibantah dengan kenyataan ini: (1) Gaya penulisan dari Injil-Injil kanonik yang mengisahkan kebangkitan Kristus sangat berbeda sekali dengan gaya penulisan seluruh cerita mitos. Setiap pakar sastra yang mengenal dan menghargai tulisan-tulisan yang bersifat mitos pasti mengetahui perbedaan ini. Tidak ada peristiwa-peristiwa yang terlalu dibesar-besarkan. Segala sesuatu yang ditulis dalam Injil tepat dan sesuai, serta merupakan kisah yang bermakna; (2) Kisah kebangkitan Kristus tidaklah mungkin merupakan mitos sebab Perjanjian Baru jelas menolak mitos. Rasul Paulus memerintahkan Timotius demikian, “Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah” (1 Timotius 4:7). Rasul Petrus mengingatkan, “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaranNya” (2 Petrus 1:16). Gery Harbemas mengatakan, “Jika kebangkitan adalah suatu legenda belaka, kubur itu akan terisi. Bagaimanapun juga, kubur itu kosong pada pagi Paskah”. Dengan demikian, kisah kebangkitan tidak mungkin merupakan mitos.
7. Teori Pingsan. Penganut teori ini berpendapat bahwa Kristus pingsan di atas salib dan tidak benar-benar mati. Kemudian setelah berada dalam kubur yang sejuk, dingin dan lembab Dia mendapatkan kembali kesadaranNya , kemudian pergi menyelinap keluar dan menampakkan diri kepada para murid. Teori ini berpandangan bahwa para murid Yesus percaya bahwa Dia mati, padahal sebenarnya belum mati (hanya pingsan).
Tanggapan: Kita perlu mempertanyakan Teori Pingsan ini. Apakah mungkin seorang Yusuf dari Arimatea bersedia mengafani orang yang tidak benar-benar mati? Atau apakah para murid terlalu bodoh sehingga tidak dapat membedakan orang yang sudah mati atau hanya pingsan? Lagi pula, bagaimana mungkin Yesus akan dapat bertahan hidup setelah kondisi penyiksaan dan penyaliban yang sangat mengerikan itu? Justru fakta yang tidak terbantahkan bahwa Yesus benar-benar mati saat di salib dan dikuburkan adalah: (1) Bahwa prosedur pemeriksaan yang digunakan oleh prajurit Romawi sangat teliti dan ketat sehingga mustahil Yesus hanya pingsan saja. Undang-undang Romawi mengancam hukuman mati, termasuk hukuman penyaliban terhadap prajurit yang lalai atau ceroboh, yang membiarkan narapidana utama melaikan diri; (2) Bahwa prajurit Romawi yang menjaga Yesus ketika di salib, tidak mematahkan kaki Yesus seperti yang dilakukan terhadap dua penjahat lainnya yang disalibkan bersama Yesus pada hari yang sama, menunjukkan bahwa prajurit Romawi itu benar-benar yakin bahwa Yesus telah mati (Yohanes 19:31-33); dan (3) Rasul Yohanes sebagai saksi mata, melaporkan bahwa ia melihat air dan darah keluar dari lambung Yesus saat Ia ditikam oleh salah seorang prajurit (Yohanes 19:34-35). Tombak yang ditusuk itu menembus paru-paru kanan dan ke jantung. Saat tombak itu ditarik keluar, sejumlah cairan (pericardial effusion dan pleural effusion) keluar. Ini terlihat sebagai cairan jernih seperti air diikuti dengan banyak darah. Hal ini menujukkan bahwa paru-paru Yesus tidak berfungsi lagi dan Ia mati karena asfiksiasi. Orang yang digantung dikayu salib dalam posisi vertikal akan mengalami suatu kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi yaitu sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, ini terjadi karena tekanan-tekanan pada otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas. Dengan demikian kesimpulannya jelas, mustahil Yesus hanya pingsan, Ia benar-benar mati.
8. Teori Pengganti. Para penganut teori ini berpendapat bahwa tidak mungkin seorang utusan Allah yang benar itu mati dengan cara sedemikian hina. Menurut teori ini, Allah meraibkan Yesus dan menggantikan dengan membuat orang yang serupa.
Tanggapan: Sanggahan untuk teori ini adalah: Jika memang itu bukan Yesus, bagaimana mungkin orang yang menggantikan (mirip) Yesus ini bisa mengenal dan menyebut nama para murid Yesus? Dan bagaimana mungkin orang ini berani menjamin keselamatan penjahat yang disalibkan disebelah kananNya? Hal ini benar-benar mustahil.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 17. MAKNA KEBANGKITAN KRISTUS DARI KEMATIAN
Setelah melihat pentingnya kebangkitan Kristus, berikut kita meninjau alasan perlunya kebangkitan Tuhan Yesus. Henry C. Thiessen menyebutkan empat hasil dari kematian Kristus, yaitu: (1) Peristiwa kebangkitan membuktikan keilahian Kristus; (2) Peristiwa kebangkitan itu menjamin bahwa pengorbanan Kristus diterima; (3) Peristiwa kebangkitan menjadikan Kristus Imam Besar kita; (4) Kebangkitan Kristus menyediakan banyak berkat tambahan. Charles C. Ryrie menyebutkan hasil dari kebangkitan Kristus sebagai berikut: (1) Wujud lama namun tubuh baru; (2) bukti pengakuan-pengakuanNya; (3) Suatu syarat utama bagi semua pelayananNya selanjutnya. Tony Evans menyebutkan makna kematian Kristus sebagai berikut: (1) Kebangkitan itu menggenapkan nubuat; (2) Kebangkitan menegaskan keselamatan kita; (3) Kebangkitan mengalahkan maut. Charles F, Beker menyebutkan alasan-alasan perlunya kebangkitan Kristus, yaitu : (1) Kebangkitan adalah meterai dan bukti bahwa kematiannya sejatinya merupakan penggenapan atas hal yang Ia serta Alkitab katakan akan terjadi; (2) Kebangkitan Kristus untuk pembenaran kita; (3) KebangkitanNya adalah jaminan bagi kebangkitan kita. Paul Enns menyabutkan alasan kebangkitan Kristus sebagai berikut: (1) Kebangkitan itu menentukan validitas iman Kristen; (2) Hal itu merupakan jaminan penerimaan Bapa dari karya Putra Allah; (3) Esensial bagi rencana Allah; (4) Hal itu menggenapi nubuat tentang kebangkitanNya.Frenchh L. Arrington menyebutkan makna kebangkitan Kristus sebagai berikut: (1) Kebangkitan Kristus menunjukkan bahwa orang percaya adalah anggota komunitas baru; (2) Orang-orang percaya sekarang dibangkitkan dengan Kristus kepada corak hidup baru; (3) Kebangkitan Kristus adalah janji dan jaminan kebangkitan orang percaya di waktu mendatang. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas berikut ini makna penting dari kebangkitan Kristus.
1. KebangkitanNya meneguhkan KeilahianNya, bahwa Ia adalah Tuhan (Roma 1:4). Sifat KeilahianNya sendiri mengharuskan kebangkitanNya. Kristus adalah Allah-manusia dalam satu pribadi yang kudus dan tidak berdosa, maut tidak berkuasa atas Dia. Juruselamat haruslah seorang manusia supaya Ia bisa mati untuk membayar dosa-dosa dan harus Allah supaya bisa bangkit (Kisah Para Rasul 2:24). Charles F. Beker mengatakan, “Yesus kristus adalah Allah, dan Allah adalah Allah yang hidup: Karena itu tak akan mungkin Ia dikuasai kematian (Kisah Para Rasul 2:24)”. Henry C. Thiesen menyatakan, “Paulus mengajarkan bahwa Kristus menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa (Roma 1:4). Kristus telah menunjuk kepada KebangkitanNya sebagai suatu tanda yang akan diberikan kepada umat Israel (Matius 12:38-40; Yohanes 2:18-22), dan Paulus menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan bukti keilahian Kristus”. Norman L. Geisler mengatakan, “Untaian bukti ketiga yang mendukung pernyataan bahwa sebagai Allah adalah yang teragung dan terbesar dari semuanya. Tidak ada yang seperti ini yang pernah dinyatakan oleh agama lainnya, dan tidak ada mujizat yang memiliki bukti historis yang lebih banyak untuk meneguhkan hal itu. Yesus Kristus bangkit dari kematian dengan tubuh yang diubahkan pada hari ketiga setelah kematianNya”.
2. KebangkitanNya adalah meterai yang sah dari kematian dan karya kurban pendamaianNya yang sempurna (Roma 1:4; 4:25). Kebangkitan Kristus sungguh-sungguh perlu untuk melengkapi pekerjaan penebusan, karena jika Kristus tidak dibangkitkan dari kematian, maka kita semua masih berada dalam dosa (1 Korintus 15:16-20). Hanya kematian dan kebangkitanNya yang menyelamatkan manusia (Roma 5:8-10). Bukti bahwa Kristus telah menaklukkan dosa, setan, penyakit dan maut (kematian) adalah dengan kebangkitanNya dari kematian. (Ibrani 2:9-14; Wahyu 1:18). Lebih lagi, bahwa kebangkitan Kristus merupakan bukti bahwa kurban pendamaianNya yang sempurna telah diterima oleh Allah. Paull Enns mengatakan, “Kebangkitan mengindikasikan bahwa karya salib telah selesai. Kristus berdoa supaya kiranya cawan itu lalu dari padaNya (Matius 26:39); Itu bukan merupakan doa untuk menghindari kematian di atas kayu salib, tetapi untuk kematian yang mengakibatkan kebangkitan (Mazmur 16:10). Bapa mendengarkan doa itu (Ibrani 5:7) dan membangkitkan Sang Putra dari kematian, mengindikasikan penerimaan karya Kristus”. Henry C. Thiessen menuliskan, “Rasul Paulus mengatakan bahwa Kristus telah diserahkan karena pelanggaran kita dan bangkit karena pembenaran kita (Roma 4:25). Kita bisa yakin bahwa Allah telah menerima pengorbanan Kristus karena Ia telah bangkit dari antara orang mati”. Charles F. Beker mengatakan, “Karya penebusan, penanggungan dosa, pendamaian dunia kepada Allah, pemenuhan terhadap semua tuntutan kebenaran Allah, segalanya terjadi di atas kayu salib. Segalanya telah tuntas sebelum kebangkitan. Tetapi kebangkitan adalah jawaban dan jaminan dari Allah bahwa karya keselamatan telah dituntaskan dalam kematian tersebut”.
3. KebangkitanNya meneguhkan bahwa Ia hidup dan mampu memberi kehidupan yang menyelamatkan semua orang percaya (Yohanes 10:11; 11:25). Tuhan kita, Yesus Kristus pernah berkata “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10b). Selanjutnya, Ia katakan pula “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yohanes 11:25). Leon Moris yang mengakui bahwa pada dasarnya Yohanes memakai kata “zôên aiônion” dengan maksud untuk menunjukkan “kehidupan yang berlangsung pada masa yang akan datang. Kehidupan yang oleh orang lain dinanti-nantikan untuk zaman yang akan datang, oleh Yohanes dibicarakan sebagai kehidupan yang sudah ada sekarang ini. Sekarang ini juga orang beriman mengalami hidup kekal itu. Tidak perlu mereka menanti sampai mereka mati dulu untuk bisa mengenal hidup menurut arti yang paling mendalam. ... Yohanes berbicara tentang mereka yang akan dibangkitkan Yesus pada akhir zaman (Yohanes 6:39-40,44,54). Akan tetapi pemikiran utama Yohanes adalah bahwa hidup kekal itu sudah dimiliki sekarang ini oleh orang-orang yang datang kepada Kristus”.
4. KebangkitanNya merupakan Jaminan bagi kebangkitan orang percaya di masa yang akan datang (1 Kor 15:20-23; 51-57). Rasul Paulus menegaskan perlunya kebangkitan Kristus sebagai jaminan kebangkitan kita di masa yang akan datang. Inilah yang menjadi dasar pengharapan kita. sebab jika Kristus tidak bangkit dari kematian maka sia-sialah kepercayaan kita kepadaNya. Henry C. Thiessen mengatakan, “Kebangkitan Kristus merupakan jaminan bahwa suatu hari kelak tubuh kita pun akan dibangkitkan dari antara orang mati (Yohanes 5:28-29; 6:40; Kisah Para Rasul 4:2; Roma 8:11; 1 Korintus 15:20-23; 2 Korintus 4:14; 1 Tesalonika 4:14). Serupa itu Charles F. Beker mengatakan, “KebangkitanNya adalah jaminan bagi kebangkitan kita. Karena Ia bangkit kita juga akan bangkit. KebangkitanNya merupakan yang sulung bagi kebangkitan semua orang percaya (1 Korintus 15:20-23)”. Charles C. Ryrie mengatakan, “KebangkitanNya juga sebagai suatu prototip dari kebangkitan orang-orang percaya. Dua kali Yesus dinyatakan sebagai yang sulung dari antara orang-orang mati (Kolose 1:18; Wahyu 1:5). Hal ini berarti bahwa Ia adalah yang pertama memiliki suatu tubuh yang dibangkitkan. Tubuh-tubuh kebangkitan kita, seperti tubuhNya, akan berbeda dari tubuh duniawi kita”.
5. Kristus harus bangkit untuk menjadi Kepala Gereja (Efesus 1:19-23) yang membaptis orang percaya dengan Roh Kudus (Yohanes 1:33; Kisah Rasul 2:32-33). Gereja secara sah berdiri pada pada hari Pentakosta pada peristiwa pencurahan Roh Kudus, seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2. Kristus sendiri yang mendirikan Gereja. Dia berkata “.. I will build my church, and death itself will not have any power over it” (Matius 16:18 terjemahan TEV). Pada saat Yesus mengucapkan perkataan tersebut, Gereja belum berdiri tapi akan berdiri di masa yang akan datang. Jadi Kristus harus bangkit untuk mendirikan GerejaNya dan menjadi kepala Gereja yang adalah tubuhNya. Charles C. Ryrie mengatakan, “Gereja baru dapat memiliki Kepala yang berfungsi setelah kebangkitan Kristus. Karena itu gereja tidak mungkin ada sebelum Ia bangkit dari antara orang mati (Efesus 1:20)”.
6. KebangkitanNya diperlukan untuk memenuhi tugas lainnnya. Charles C. Ryrie mengatakan, “Andaikata Kristus tidak bangkit, maka hidup dan pelayananNya berakhir di kayu salib, dan mulai saat itu Ia tidak melakukan apa-apa lagi. Melalui kebangkitan dan kenaikanNya ke surga, Tuhan masuk ke dalam pelayananNya di masa sekarang dan yang akan datang”. Tugas yang akan dipenuhi oleh Tuhan kita, Yesus Kristus di masa yang akan datang antara lain: Kristus harus bangkit untuk menjadi Imam besar, pengantara dan pembela bagi kita di surga (1 Timotius 2:5-6; Ibrani 7:26-28; 8:1-4). Di masa yang akan datang Ia adalah Raja dia atas segala Raja (Wahyu 19:16), dan Hakim yang akan menghakimi dengan adil ( 2 Korintus 5:10; Wahyu 20:11-15). Charles F. Beker mengatakan, “Tanpa kebangkitanNya, saat ini tidak akan ada kehadiranNya di sebelah kanan Allah; Tidak akan ada juga kedatangan kembali Kristus yang kelihatan saat semua mata akan memandangNya dan juga akan melihat ketika Ia memerintah sebagai Raja di atas segala raja”.
7. KebangkitanNya untuk meneguhkan bahwa yang diucapkanNya sungguh benar dan tidak ada dusta (Matius 16:21; 20:19) dan ayat pararel). Perlu bagi Kristus untuk bangkit dari kematian untuk meneguhkan kebenaran pernyataan-pernyataanNya sendiri mengenai kebangkitanNya (Matius 12:39-40; 16:21; 17:22-23; 27:62-64; Markus 8:31; 10:45; Yohanes 2:18-22). Tony Evans mengatakan, “Jika Yesus salah mengenai kebangkitanNya, maka kita tidak akan percaya lagi kepada apa pun yang dikatakanNya”. Charles C. Ryrie menyatakan, “Jika Kristus tidak dibangkitkan dari antara orang mati, maka tentu saja Ia seorang pendusta, karena Ia meramalkan bahwa Ia akan bangkit (Matius 16:21; 20:19)... Kebangkitan-Nya memberikan tanda keabsahan Tuhan selaku seorang Nabi Sejati. Tanpa kebangkitanNya, maka semua yang Dia katakan dapat menjadi hal yang diragukan”.
SERI TEOLOGI SALIB
SERI 18. .PENTINGNYA KEBANGKITAN KRISTUS DAN BUKTI-BUKTI KEBANGKITANNYA.
Elmer L. Towns, pendiri Liberty University di Lynchburg, Virginia menjelaskan bahwa ada banyak agama di dunia ini, tetapi tidak satu pun yang membuat pernyataan bahwa pendirinya bangkit dari kematian seperti Kekristenan. Sang Budha, pendiri Budhisme, hidup, mati, dan meninggalkan sebuah agama yang memiliki 300 – 400 juta pengikut di seluruh dunia. Tetapi mayatnya masih ada di dalam kuburan. Tidak ada satu bagian pun di dalam literaturnya maupun pengikut-pengikutnya yang mengatakan bahwa ia sudah bangkit dari kematian. Hal yang sama juga berlaku pada Konfusius, Muhammad, dan semua pendiri seluruh agama. Semuanya mati, dan tetap ada di dalam kubur. Kekristenan merupakan satu-satunya agama di dunia yang menegaskan bahwa pendirinya tidak hanya mati bagi orang lain, tetapi juga bangkit kembali secara jasmani dari kematian. Sementara para pendiri agama lain mati dan tetap berada di dalam kubur, tidak demikian halnya dengan Kristus! Setelah mati dan dikuburkan, Ia hidup kembali dan melangkah keluar dari makam-Nya pada hari ketiga.
Sesungguhnya, Kristus “mati bagi pelanggaran-pelanggaran kita dan bangkit bagi pembenaran kita” (Roma 4:25). Kematian dan kebangkitan Kristus tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Seperti dua sisi pada satu mata uang yang sama pentingnya, demikian kematian dan kebangkitan Kristus saling melengkapi karyaNya. Injil yang lengkap selalu mencakup pemberitaan kematian dan kebangkitan Kristus. Kita diselamatkan oleh kematianNya lebih dahulu dan juga oleh kebangkitanNya (1 Korintus 15:3-5). Menurut Rasul Paulus, inti sari Injil adalah kematian dan kebangkitan Kristus. Ini merupakan dua tiang yang mendukung seluruh kebenaran agama Kristen. Bahkan Rasul Paulus tidak hanya membuat kebangkitan Kristus sebagai bagian yang sangat penting dalam pemberitaannya,tetapi juga mengklaim dirinya telah melihat Tuhan Yesus Kristus dalam tubuh kebangkitan-Nya (1 Korontus 15:8).
Charles C. Ryrie menyatakan, “Injil didasarkan atas dua kenyataan pokok: Seorang Penebus telah mati dan Ia hidup. Penguburan itu membuktikan kenyataan kematian-Nya... Ia telah mati dan dikuburkan; Ia bangkit dan tampak. Paulus menulis penekanan ganda tersebut dalam Roma 4:25 bahwa Kristus telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita. Tanpa kebangkitan tidak akan ada Injil”.
PENTINGNYA KEBANGKITAN KRISTUS BAGI IMAN KRISTEN
Kebangkitan Kristus dari sejak awal telah di anggap sebagai doktrin utama dalam Kekristenan. Sejak awal berdirinya Kekristenan, gereja telah memberikan kesaksian yang tak terbantahkan ini. Profesor Milligan mengatakan, “Ternyata bahwa dari sejak awal mula sejarah berdirinya Gereja Kristen bukan hanya percaya pada kebangkitan Tuhannya, tetapi bahwa kepercayaannya pada hal ini telah mendarah daging dengan seluruh keberadaannya”.
Serupa itu, Peter Kreeft dan Roland K. Tacell menuliskan, “Setiap Khotbah yang disampaikan oleh setiap orang Kristen dalam Perjanjian Baru terpusat pada kebangkitan. Injil atau kabar baik pada dasarnya berarti kabar tentang kebangkitan Kristus. Berita yang berkumandang di dunia pada masa lalu yang membangkitkan semangat, mengubah kehidupan dan menggemparkan dunia pada waktu itu bukanlah ‘kasihilah sesamamu manusia’. Setiap orang yang waras secara moral mengetahui; jadi hal itu bukanlah tergolong berita. Berita yang menggemparkan itu adalah bahwa seseorang yang mengklaim diri-Nya Anak Allah dan Juru selamat dunia telah bangkit dari antara orang mati”.
Khotbah Petrus pada hari Pentakosta, sepenuhnya dan seutuhnya dibangun di atas dasar kebangkitan Kristus. Kebangkitan bukan hanya merupakan tema utamanya, tetapi kalau ajaran ini dihilangkan maka tidak ada lagi ajaran lain yang tertinggal dalam Kekristenan. Karena kebangkitan Kristus, menurut Josh McDowell, diajukan sebagai:
(1) penjelasan tentang kematian Kristus;
(2) Nubuat yang dinantikan tentang pengalaman Mesianis;
(3) Kesaksian apostolis;
(4) Penyebab tercurahnya Roh Kudus, dan dengan demikian menjelaskan fenomena religius yang tidak mungkin dijelaskan dengan cara lain; dan
(5) Pengesahan kedudukan Yesus dai Nazareth sebagai Mesias dan Raja. Jadi stabilitas seluruh argumentasi dan kesimpulan bergantung sepenuhnya pada kebangkitan Kristus. Tanpa kebangkitan, kedudukan Yesus sebagai Raja dan Mesias sulit untuk di pertahanan. Tanpa kebangkitan, pencurahan Roh Kudus akan tetap merupakan misteri yang tidak terpecahkan. Tanpa kebangkitan, kesaksian para rasul akan kehilangan bobot.
Tanpa kebangkitan, Injil yang diberitakan bukanlah kabar baik, melainkan kabar buruk tentang kematian Kristus. Tanpa kebangkitan Kristus, agama Kristen pasti sudah mati waktu lahir. Kita tidak bisa punya agama yang hidup jika yang kita miliki hanyalah juruselamat yang mati. Tanpa kebangkitan, iman Kristen bisa saja menjadi cara hidup yang patut dianjurkan, tetapi Yesus hanya akan merupakan satu guru besar lagi yang sudah menjalani hidup-Nya dan kembali ke tanah. Agama Kristen tidak akan merupakan kebenaran dari Allah jika Yesus tidak bangkit dari antara orang mati.
D. James Kennedy mengatakan, “Bahkan salib Kristus tanpa kebangkitan sekedar melambangkan Dia yang di tolak, Dia yang digantung dan di kutuk Allah. Tetapi melalui kebangkitan, Kristus dinyatakan sebagai Anak Allah dengan kuasa, dan melalui kebangkitan, pengorbanan-Nya yang menebus dinyatakan diterima Allah”.
Signifikansi dari kebangkitan Kristus disebutkan rasul Paulus dengan begitu jelas di dalam berbagai kesempatan. Ketika rasul Paulus menguraikan Injil keselamatan, ia memasukkan bukan hanya fakta bahwa Kristus mati bagi dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci, tetapi juga bahwa Ia dikuburkan, dan dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci (1 Korintus 15:3-4).
Ketika berbicara tentang keselamatan dalam Roma 10:9-10, rasul Paulus mengatakan demikian, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”.
Di sini rasul Paulus menekankan hubungan keselamatan dengan iman terhadap kebangkitan Kristus. Ketika Rasul Paulus berkhotbah di Atena, ia begitu memberikan penekanan terhadap kebangkitan Kristus, sehingga para pendengarnya mendapat kesan bahwa ia sedang memberitakan dua dewa baru: Yesus dan Anastasis. Anastasis adalah dianggap sebagai dewa kebangkitan oleh orang-orang di Atena (Kisah Para Rasul 17:18). Bahkan di hadapan Wali Negeri yang bernama Perkius Festus, rasul Paulus bersikukuh mempertahankan pendiriannya bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian-Nya (Kisah Para Rasl 25:19).
Karena itulah Charles F. Beker menyimpulkan demikian, “Pernyataan-pernyataan ini dan banyak yang lainnya lagi, menunjukkan pentingnya serta penekanan yang Paulus khususnya berikan pada kebangkitan Kristus sebagai bagian dari karya penebusan-Nya”.
BUKTI-BUKTI YANG MENEGUHKAN KEBANGKITAN KRISTUS
Setelah meninjau teori yang keliru mengenai kebangkitan Kristus dan memberikan tanggapan terhadap keberatan-keberatan yang diajukan dalam teori tersebut, maka perlu bagi kita untuk memberikan pembuktian rasional tentang kebangkitan Kristus. Hal ini wajar sesuai tuntutan rasionalitas dan ilmiah yang disertai data dan catatan sejarah yang dapat dipercaya. Kriteria untuk catatan sejarah adalah: Peristiwa yang dicatat harus didukung oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya dan bukti yang menyertai haruslah asli. Dengan kriteria tersebut, berikut ini bukti-bukti kebangkitan Tuhan Yesus Kristus yang terdokumentasi dalam Kitab Suci.
Jikalau Kristus tidak dibangkitkan dari kematian, maka Injil yang kita kabarkan bukanlah kabar baik, melainkan kabar buruk tentang kematian yang menyedihkan. Namun kebenarannya tidaklah demikian, karena Kristus benar-benar bangkit dari kematian-Nya. Kitab Suci mendokumentasi dengan baik kejadian kebangkitan Kristus dalam Perjanjian Baru dengan saksi-saksi yang jujur dan dapat dipercaya. Publik terakhir kali melihat Yesus di kayu salib, yaitu pada saat kematian-Nya. Namun saksi-saksi pilihan telah melihat Dia hidup, yaitu dalam hidup kebangkitan-Nya. Sesungguhnya banyak bukti yang tidak bisa salah dan tidak terbantahkan mengenai Tuhan kita Yesus Kristus yang bangkit dari kematianNya (Kisah Para Rasul 1:3; 10:39-41; 1 Korintus 15:1-4; Wahyu 1:17-18).
1. Kematian Kristus. Para rasul dan murid-murid Kristus lainnya meyakinkan bahwa Kristus benar-benar mati di atas kayu salib sebelum Ia di turunkan dari salib dan dikuburkan. Kepala pasukan dan prajurit-prajurit yang menyalibkan Yesus dan menjaganya selama di salib mengakui bahwa Kristus sudah mati, bahkan Pilatus sendiri juga mengakui kematian Kristus (Markus 15:44,54; Yohanes 19:33). Sesudah Pilatus mengetahui bahwa Kristus sudah mati maka Pilatus mengizinkan mayat Yesus diberikan kepada Yusuf dari Arimatea untuk dikuburkan (Matius 27:57,58). Beberapa wanita telah datang ke kubur Yesus dengan maksud untuk meminyaki mayat-Nya karena mereka memang mengetahui dengan pasti bahwa Yesus benar-benar telah mati (Markus 16:1).
Selain itu, Tuhan Yesus sendiri juga menyaksikan bahwa Ia benar-benar mati, ketika Ia mengatakan, “Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, selama-lamanya” Wahyu 1:18). Kematian Kristus bukan hanya mendahului kebangkitan-Nya, melainkan harga yang harus dibayar untuk mendapatkan kebangkitan-Nya. Kebangkitan menunjukkan upah dan bukti dari apa yang Kristus telah capai melalui kematian-Nya.
Artinya, apa yang Ia kerjakan begitu lengkap dan sempurna. Kebangkitannya dari kematian menjadi dasar bagi pengharapan kita akan kebangkitan di masa yang akan datang (1 Korintus 15:17-20). Para skeptis yang menolak kebangkitan Kristus, menggunakan teori pingsan dan teori pengganti untuk menyatakan bahwa Kristus tidak benar-benar mati. Sebab jika Kristus tidak mati maka tidak berita kebangkitan Kristus tidak valid. Tetapi karena Kristus benar-benar mati, maka validitas berita kebangkitan Kristus tidak diragukan lagi.
2. Para Saksi Yang Bertemu Dengan Tuhan Yesus. Begitu banyak saksi-saksi dari kebangkitan Tuhan Yesus. Selama empat puluh hari mulai dari kebangkitan hingga kenaikkan-Nya ke surga, Yesus berulang kali menampakkan diri dan berbicara kepada para rasul dan murid-murid lainnya.
(1) Saksi-saksi sesudah kebangkitan Kristus: Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus dan Salome (Markus 16:9; Yohanes 20:11-18); Petrus (Matius 28:9; Markus 16:7; Lukas 24:1); Yakobus (1 Korintus 15:7); Para murid tanpa kehadiran Tomas (Yohanes 20:19-23); Para murid dan Tomas (Yohanes 20:24-29); Dua orang ke Emaus (Markus 16:12-13; Lukas 24:13-35); Lima ratus orang murid (1 Korintus 15:6).
(2) Saksi-saksi sesudah kenaikkan Kristus ke sorga: Stefanus (Kisah Para Rasul 7:54); Paulus (Kisah Para Rasul 9:1-7; 22:9; 26:16-18; 1 Korintus 15:8; Galatia 1:11-18); Yohanes Murid Yesus (Wahyu 1:7,10-16). Kesaksian para murid tentang Kristus yang dibangkitkan adalah lengkap. Sangat mustahil untuk mengatakan ratusan saksi ini pendusta yang membuat cerita kebangkitan dengan risiko ancaman hidup mereka sendiri. Demi kesaksian dan bukti-bukti kebangkitan Kristus, mereka semua rela mati dan tetap teguh pada pendirian mereka.
3. Kubur Kosong dan Tubuh Yesus Yang Hilang. Tubuh Yesus sebenarnya ditempatkan dalam kubur Yusuf dari Arimatea, dalam suatu taman setelah dibalut dengan rempah-rempah. Ketika murid-murid datang ke kubur pada hari pertama minggu itu, kubur tersebut kosong. Para murid terkejut seperti semua orang lainnya.
Keterkejutan semacam itu tak akan terjadi jika salah satu dari mereka mencuri tubuh tersebut, seperti para prajurit yang disuap untuk mengatakan dusta. Kubur yang telah kosong membuktikan kebangkitan-Nya (Matius 27:57-60; Markus 15:42-25; Lukas 23:50-53; Yohanes 19:38-41). Jika memperhatikan tubuh Yesus yang hilang, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan.
(1) Para murid adalah orang-orang Yahudi dan sangat terikat pada hukum-hukum Allah, moral, sipil, dan upacara. Salah satu hukum upacara adalah mengenai menyentuh tubuh atau tulang orang mati. Siapa pun yang melakukan hal ini tercemari atau najis (Bilangan 19:11-12). Para murid harus memenuhi hukum upacara pentahiran bila memegang mayat Yesus.
(2) Tetapi jauh lebih hebat dari semua ini adalah lenyapnya tubuh Yesus. Para murid takut karena semua peristiwa yang berhubungan dengan penyaliban. Bagaimana mereka bisa mengumpulkan cukup keberanian untuk merusak kubur yang di meterai, mempecundangi penjaga Bait Suci, dan kemudian mencuri tubuh Kristus yang rusak? Apa yang mereka lakukan dengan tubuh tersebut jika mereka memang mencurinya kecuali menguburnya di tempat lain? Para murid sendiri heran atas lenyapnya tubuh Yesus. Mereka sendiri tidak mengerti dan tidak percaya kebangkitan yang dinubuatkan-Nya. Jawaban dari misteri hilangnya tubuh Yesus adalah kebangkitan-Nya (Kisah Para Rasul 2:24-32).
4. Meterai Romawi. Kubur tersebut dimeterai dengan meterai resmi Roma, sehingga membuat tubuh Yesus menjadi milik Romawi. Bagi siapa pun yang menyentuh atau berupaya merusak meterai Romawi dan mencuri tubuh Yesus pasti akan berada di bawah hukuman mati. Tidak seorang pun berani merusak meterai Romawi.
Meterai tersebut merupakan tanda kepemilikan yang sangat penting dalam segala bangsa di zaman kuno. Malaikat Tuhanlah yang merusakkan meterai pada kubur itu dan menggelindingkan batu tersebut, bukannya beberapa murid yang ketakutan (Matius 27:66). Cara memeteraikan kuburan Yesus mungkin dilakukan dengan cara merentangkan seutas tali dan di segel kedua ujungnya (bandingkan Daniel 6:18).
Josh McDowell mengatakan, “Melihat cara pengamanan kubur Yesus yang seperti itu, meterai Romawi yang dipasang di sana dimaksudkan untuk mencegah segala macam usaha untuk merusakkan makam itu. Siapa pun yang berusaha memindahkan batu itu dari depan pintu kubur pasti akan merusakkan meterai itu dan itu berarti membangkitkan murka huku Romawi”.
5. Batu Terguling. Kubur tersebut di tutup dengan sebuah pintu batu. Bahkan para wanita, dalam kesederhanaan mereka, ketika mereka pergi untuk membalut tubuh tersebut dengan lebih banyak rempah, bertanya-tanya siapa yang akan menggelindingkan batu tersebut bagi mereka. Namun, ketika mereka berada di taman kubur, mereka melihat batu tersebut telah digelindingkan. Batu tersebut digelindingkan, bukan untuk membiarkan Tuhan yang bangkit keluar, tetapi untuk membiarkan para murid masuk. Batu yang digelindingkan tersebut adalah bukti lain dari kebangkitan (Lukas 24:2).
6. Para Penjaga. Penjaga ditunjuk untuk mengawasi kubur Yesus yang di meterai selama 3 hari. Ini disebabkan ketakutan bahwa para murid akan mencuri tubuh Yesus dan menyebarkan kisah kebangkitan palsu. Penjaga tersebut dikejutkan oleh gempa bumi dan kehadiran malaikat Tuhan yang menggelindingkan batu tersebut dan duduk di atasnya. Maka kisah yang dikarang oleh para pemimpin agama agar dikatakan oleh para penjaga adalah palsu dan ironi.
Karena jika, sebagaimana mereka diajar untuk mengatakan, para murid datang dan mencuri tubuh Yesus sementara mereka tertidur, penjaga itu sendiri pasti dikutuk. Tidur saat tugas bisa di hukum mati. Selain itu, jika mereka tertidur, bagaimana mereka tahu dengan pasti bahwa para murid mencuri tubuh tersebut? Dan mengapa membayar penjaga-penjaga dengan sejumlah besar uang jika kisah kebangkitan adalah suatu dusta? Para penjaga tahu bahwa sesuatu yang tidak alamiah terjadi, dan tidak ada uang atau kebohongan yang bisa mengubah fakta tersebut, Kristus bangkit dari kematian (Matius 27:65; 28:4).
7. Kain Kafan. Salah satu bukti kebangkitan yang paling menakjubkan dan meyakinkan adalah kain kafan Yesus. Tubuh Yesus telah dibungkus dan dirempah-rempah dalam kain kafan. Petrus dan Yohanes masuk ke dalam kubur dan melihat kain kafan masih di situ, tetapi tubuh-Nya tidak ada. Kain kafan yang membungkusnya terletak di tempat-Nya, tampak dalam bentuk asli, masih tidak terbuka. Siapa yang bisa mengambil tubuh keluar dari kain tersebut? Dan mengapa meninggalkan kainnya? Mukjizat kebangkitan adalah jawaban atas kain kafan yang kosong. Ini adalah “bukti lain yang bisa dipercayai” (Yohanes 20:6).
8. Kain Peluh Yang Rapi Tergulung. Hal yang ganjil adalah bahwa kain peluh yang dipakai membungkus kepala Tuhan Yesus, terlipat di suatu tempat dengan sendirinya. Ada seseorang yang telah merapikannya. Mustahil penjaga, dan para murid yang melakukannya. Ini membuktikan kebangkitanNya (Yohanes 20:7).
Setelah Yesus disalibkan dan mati, para murid dan pengikut Tuhan dinaungi oleh awan ketakutan, kesedihan dan kecemasan. Mereka tidak tahu apa yang hendak mereka lakukan. Kemudian tersebar berita di seluruh Yerusalem, bahwa jenazah Yesus tidak ditemukan dalam kuburan-Nya. Hal ini sangat membingungkan para murid Tuhan. Karena takut serangan dari orang Yahudi mereka berhimpun di suatu tempat dan mengunci pintu-pintu. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak yakin kalau Yesus yang mati dan dikubur itu telah bangkit kembali.
Namun setelah Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya kepada mereka, dan meyakinkan mereka bahwa Ia telah bangkit dari kematian, maka percayalah murid-murid itu. Dengan penuh kuasa dan semangat, mereka memberitakan kabar kesukaan ini dari Yerusalem sampai ke ujung bumi. “Yesus yang diserahkan karena pelanggaran kita dan bangkit karena pembenaran kita” (Roma 4:25). Inilah berita yang disampaikan oleh rasul Paulus dan sampai pada hari ini, tetap diberitakan oleh gereja-gereja di seluruh permukaan bumi.
Catatan:
Kebangkitan Kristus merupakan peristiwa faktual dan historikal! Faktual karena memang kebangkitan Kristus merupakan salah satu fakta yang paling lengkap tercatat dalam Perjanjian Baru. Historikal karena memang peristiwa dan kejadian kebangkitan Kristus tersebut benar-benar terjadi pada masa lampau. Kebangkitan Kristus merupakan salah satu ajaran paling mendasar dalam Kekristenan. Terdapat sekitar 104 rujukan dan catatan tentang kebangkitan Kristus dalam Perjanjian Baru. Keempat kitab Injil semuanya memberikan catatan tentang kebangkitan Kristus. Pemberitaan para rasul dan murid-murid Kristus dalam kitab Kisah Para Rasul semuanya berpusat pada Kristus yang telah mati dan bangkit dari kematian pada hari yang ketiga. Secara berkesinambungan surat-surat kiriman Perjanjian Baru menunjukkan fakta kebangkitan Kristus ini secara konsisten
SERI TEOLOGI SALIB
18 SERI TEOLOGI SALIB: INJIL SEPENUH, TETAP TEGUH DAN KEUNGGULAN KRISTUS.