Pendahuluan:
Keyakinan bahwa Yesus adalah Tuhan merupakan salah satu pilar utama dalam iman Kristen. Pengakuan akan keilahian Yesus Kristus tidak hanya berasal dari tradisi gereja, melainkan juga diakui melalui banyak pernyataan dalam Alkitab yang secara eksplisit dan implisit menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan. Untuk memahami konsep ini secara lebih mendalam, kita perlu menelusuri ajaran-ajaran Alkitab, pandangan teologis yang berkembang, serta bukti-bukti yang diberikan baik oleh Yesus sendiri maupun oleh para pengikut-Nya tentang keilahian-Nya.
Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa poin penting yang menjelaskan mengapa Yesus adalah Tuhan menurut iman Kristen dan Alkitab.
1. Kesaksian Perjanjian Lama tentang Kedatangan Mesias
Sebelum kedatangan Yesus ke dunia, Perjanjian Lama telah dipenuhi dengan nubuat-nubuat yang menunjuk kepada kedatangan seorang Mesias yang ilahi. Salah satu nubuat yang paling terkenal adalah yang terdapat dalam Yesaya 9:5-6:
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." (AYT)
Dalam ayat ini, Mesias disebut sebagai Allah yang Perkasa dan Bapa yang Kekal, istilah yang jelas merujuk kepada keilahian. Mesias bukan hanya seorang manusia biasa, tetapi Dia adalah Allah yang menjadi manusia. Dengan demikian, sejak awal, nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama sudah memperlihatkan bahwa Mesias yang dijanjikan memiliki sifat ilahi.
2. Inkarnasi: Allah Menjadi Manusia dalam Yesus
Keilahian Yesus paling jelas terlihat melalui konsep inkarnasi, di mana Allah mengambil rupa manusia dalam pribadi Yesus Kristus. Injil Yohanes membuka pernyataan yang sangat teologis tentang hal ini. Dalam Yohanes 1:1 dinyatakan:
"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." (AYT)
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa "Firman" (yang merujuk pada Yesus) adalah Allah sendiri. Kemudian dalam Yohanes 1:14, Yohanes melanjutkan:
"Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran." (AYT)
Melalui ayat ini, kita melihat bahwa Allah yang abadi, yaitu Firman, menjadi manusia dalam pribadi Yesus. Ini adalah misteri inkarnasi, di mana Allah yang tidak terbatas memasuki sejarah manusia dan mengambil rupa seorang hamba.
3. Kesaksian Yesus tentang Diri-Nya Sendiri
Yesus sendiri tidak pernah ragu menyatakan identitas ilahi-Nya. Dalam berbagai kesempatan, Yesus menyatakan keilahian-Nya secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu pernyataan paling terkenal terdapat dalam Yohanes 10:30 di mana Yesus berkata:
"Aku dan Bapa adalah satu." (AYT)
Pernyataan ini memicu kemarahan orang-orang Yahudi yang mendengarnya, karena mereka memahami bahwa Yesus sedang menyamakan diri-Nya dengan Allah. Dalam konteks ini, Yesus tidak hanya mengklaim kesatuan tujuan dengan Bapa, tetapi juga kesatuan esensi, sesuatu yang hanya mungkin jika Dia memang adalah Tuhan.
Pernyataan lainnya terdapat dalam Yohanes 8:58, di mana Yesus berkata:
"Sebelum Abraham jadi, Aku telah ada." (AYT)
Dalam pernyataan ini, Yesus menggunakan frasa "Aku telah ada" (Ibrani: Ego Eimi), yang merupakan istilah yang digunakan Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada Musa di semak yang menyala dalam Keluaran 3:14. Dengan mengatakan hal ini, Yesus mengidentifikasi diri-Nya sebagai "AKU" yang kekal, yaitu Allah sendiri.
4. Pengakuan dan Penyembahan dari Para Murid
Selain kesaksian Yesus tentang diri-Nya sendiri, murid-murid-Nya juga mengakui keilahian-Nya dan menyembah-Nya. Setelah kebangkitan Yesus, Tomas yang meragukan kebangkitan Yesus akhirnya mengakui keilahian Yesus dalam Yohanes 20:28, dengan berkata:
"Ya Tuhanku dan Allahku!" (AYT)
Penyembahan Tomas ini tidak pernah ditolak oleh Yesus, menunjukkan bahwa Yesus menerima pengakuan akan keilahian-Nya. Ini adalah salah satu pernyataan terkuat dari seorang murid yang secara langsung mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah.
Selain itu, dalam berbagai kesempatan, para murid dan pengikut Yesus sujud menyembah-Nya. Misalnya, setelah Yesus berjalan di atas air dan menenangkan badai, para murid-Nya menyembah-Nya, seperti yang tertulis dalam Matius 14:33:
"Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya, 'Sesungguhnya Engkau Anak Allah!'" (AYT)
Penyembahan ini hanya layak diberikan kepada Allah, dan tindakan murid-murid tersebut menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa Yesus adalah lebih dari sekadar manusia biasa—Dia adalah Tuhan.
5. Paulus dan Pengajaran Apostolik tentang Keilahian Yesus
Rasul Paulus adalah salah satu teolog pertama yang secara mendalam mengembangkan doktrin keilahian Kristus. Dalam surat-suratnya, Paulus secara konsisten menegaskan bahwa Yesus adalah Tuhan. Salah satu pernyataan paling terkenal adalah dalam Filipi 2:6-7:
"yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (AYT)
Paulus menegaskan bahwa Yesus, meskipun setara dengan Allah, memilih untuk mengosongkan diri-Nya dan menjadi manusia. Ini menggambarkan kerendahan hati Kristus, tetapi pada saat yang sama mengakui bahwa Dia adalah Tuhan yang menjadi manusia.
Paulus juga menegaskan dalam Kolose 2:9 bahwa dalam Yesus "berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan." Ini berarti bahwa Yesus bukan hanya memiliki sebagian sifat Allah, tetapi secara penuh adalah Allah.
6. Pengakuan Gereja Awal tentang Keilahian Yesus
Kepercayaan bahwa Yesus adalah Tuhan tidak hanya berkembang di kemudian hari, tetapi sudah ada sejak gereja mula-mula. Pengakuan ini tercermin dalam berbagai kredo dan pengajaran yang dipegang oleh gereja awal. Salah satu pengakuan awal yang terkenal adalah "Yesus adalah Tuhan" (Kyrios Iesous), yang ditemukan dalam surat-surat Paulus (misalnya dalam 1 Korintus 12:3) dan digunakan dalam pengakuan iman gereja mula-mula.
Selain itu, Konsili Nicea pada tahun 325 M secara resmi menegaskan keilahian Yesus dalam menghadapi berbagai ajaran sesat yang meragukan sifat ilahi-Nya. Para bapa gereja menegaskan bahwa Yesus adalah "sehakikat" dengan Bapa, dan pernyataan ini menjadi dasar dari pengakuan iman Kristen yang dianut hingga saat ini.
7. Bukti-bukti Keilahian Yesus dalam Mukjizat dan Kebangkitan
Keilahian Yesus juga dibuktikan melalui kuasa-Nya yang ilahi, yang paling nyata terlihat dalam mukjizat-mukjizat yang Dia lakukan dan kebangkitan-Nya dari kematian. Yesus melakukan banyak mukjizat yang hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan. Dia mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, dan bahkan mengampuni dosa—sesuatu yang dalam pemahaman Yahudi hanya bisa dilakukan oleh Allah sendiri. Contohnya adalah ketika Yesus mengampuni dosa orang lumpuh dalam Markus 2:5-7, dan para ahli Taurat mempertanyakan tindakan-Nya karena mereka tahu bahwa hanya Tuhan yang dapat mengampuni dosa.
Puncak dari pembuktian keilahian Yesus adalah kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Kebangkitan adalah peristiwa paling sentral dalam iman Kristen dan merupakan bukti nyata bahwa Yesus adalah Tuhan. Dalam Roma 1:4, Paulus menyatakan bahwa Yesus "dinyatakan sebagai Anak Allah yang berkuasa oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati."
Kesimpulan
Kepercayaan bahwa Yesus adalah Tuhan didasarkan pada banyak bukti Alkitab dan kesaksian dari Yesus sendiri, para murid, rasul-rasul, serta gereja mula-mula. Dari nubuat-nubuat Perjanjian Lama tentang Mesias, pernyataan eksplisit Yesus tentang diri-Nya, hingga pengakuan gereja awal dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, semua poin ini mengarah pada satu kesimpulan yang tak terbantahkan: Yesus adalah Tuhan.
Bagi orang Kristen, pengakuan ini bukan hanya pernyataan teologis, tetapi juga merupakan dasar dari iman dan hidup. Sebagai Tuhan yang menjadi manusia, Yesus telah mengorbankan diri-Nya untuk menebus dosa-dosa manusia dan membuka jalan bagi keselamatan. Pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan membawa konsekuensi penting dalam bagaimana kita menjalani kehidupan sehari-hari, bagaimana kita menyembah, dan bagaimana kita mengikuti teladan-Nya. Dengan memahami dan menerima Yesus sebagai Tuhan, kita diajak untuk hidup dalam ketaatan kepada-Nya dan menyebarkan kabar baik tentang siapa Dia kepada dunia.
Pdt.Esra Alfred Soru.
YESUS ADALAH TUHAN. Beberapa waktu yang lalu seseorang membaca 3 tulisan saya tentang keunikan Yesus Kristus yang pernah dimuat di Koran Timex di Kupang NTTdan juga yang ada dalam web ini, lalu mengirimkan sebuah email kepada saya. Demikian emailnya :
|
keuangan, bisnis, otomotif |
Salam Kenal,
Nama saya Jacko (nama samaran), saya pembaca setia Timex, dan sering membaca artikel Anda. Setelah membaca artikel Anda banyak hal yang sangat saya ingin tanyakan kepada Anda terutama tentang keilahian dari Yesus.
1) Jika Yesus adalah Tuhan kenapa Ia berdoa, kepada siapa ia berdoa dan untuk apa dia berdoa?
2) Dalam artikel anda yang didukung oleh beberapa ayat terdapat tulisan yang mengatakan bahwa “Jesus setara dengan Allah”, lalu bagaimana dengan ayat yang berbunyi “sesungguhnya Bapa lebih besar dari pada aku” (Yoh..:..)” dan ayat yang mengatakan “sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya ataupun seorang utusan daripada Dia yang mengutusnya”(Yoh..:..) apa sesungguhnya arti dan makna dari ayat-ayat tersebut menurut pandangan anda berdasarkan kaca mata Ilahi, apakah ayat itu tidak ada artinya atau hanya sekedar pajangan? Anda mengatakan kalau ayat-ayat yang mengatakan kalau Jesus setara dengan Allah itu hanya perkataan orang dan bukan berasal dari Jesus sendiri tetapi pada ayat yang lain mengatakan bahwa “Aku adalah utusan Allah” dan ayat yang tertulis seperti yang “tertulis di atas” jelas berasal dari Jesus sendiri, lalu lebih percaya kepada siapa sebenarnya anda? Pada Jesus atau pada orang lain? Bukankah ayat tersebut juga jelas-jelas menegaskan kalau sebenarnya Jesus tidak setara dengan Allah karena ”Allah lebih besar daripada Jesus” (Yoh...)
3) Di bagian lain dari tulisan Anda, anda mengatakan kalau Jesus telah “melakukan / bertindak sebagai Allah”. Menurut pandangan saya berdasarkan kaca mata orang awam anda keliru (maaf kalo ternyata saya yang keliru). Karena menurut saya Jesus bukan bertindak sebagai Allah tetapi “bertindak dengan atau atas kuasa / ijin / kehendak Allah”. Karena tanpa ijin atau kuasa dari Allah, Jesus tidak akan mungkin dapat melakukannya.
4) Di bagian ketiga dari tulisan Anda, anda bertanya lebih mungkin mana? Apakah Yesus Seorang pembohong? Apakah Jesus Orang Gila? Apakah Jesus Adalah Allah? Dan dari semua kemungkinan anda merasa yakin pada kemungkinan “Jesus adalah Allah”. Menurut saya harusnya anda “menambah satu kemungkinan lagi dan disertai dengan ayat-ayat yang mendukung” yaitu “Apakah mungkin Jesus adalah seorang nabi (Utusan Allah)?”. Dan biarkan masyarakat yang akan memilihnya mana yang lebih mungkin.
Saya memohon maaf apabila saya terlalu lancang menanyakan hal ini tetapi saya tetap menunggu jawaban anda “melalui E-mail saya”.
Terima kasih atas perhatiannya.
Jawaban Esra Alfred Soru :
Salam kenal juga Jacko!
Senang sekali dapat berdiskusi dengan anda menyangkut masalah-masalah rohani/teologi. Harapan saya adalah diskusi ini berjalan baik dan semuanya mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Baiklah kita akan membahas pertanyaan anda namun sebelumnya baiklah saya jelaskan beberapa hal menyangkut Kristologi (Doktrin tentang Kristus) dan dari sinilah pertanyaan anda akan dijawab.
Dalam studi Kristologi (terutama pribadi Kristus) maka kita harus melihatnya dalam 3 konteks (1) Pra inkarnasi (Pre-existence Christ) (2) Inkarnasi (Incarnate Christ) (3) Pasca inkarnasi (Glorified Christ). Ini penting supaya pemahaman kita terhadap pribadi Kristus dapat mewakili seluruh kebenaran Alkitab dan juga agar kita dapat menafsirkan setiap ayat Alkitab dilihat dari konteks status itu.
Yesus Kristus pada masa pra inkarnasi
Yesus Kristus pada masa pra inkarnasi diperlihatkan oleh Alkitab sebagai Allah dan setara dengan Bapa. Yohanes 1:1 berkata : “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”.Dari konteks bacaan ini jelas bahwa Firman yang dimaksud di sini adalah Yesus Kristus sendiri.
Yohanes 1:1 ini juga memperlihatkan kepada kita bahwa Yesus itu sudah ada sejak semula dengan Allah. Ayat ini menjadi kesulitan bagi Kristologi kelompok Saksi Yehuwa sehingga akhirnya mereka menerjemahkan Yohanes 1:1 ini dengan menambahkan kata “suatu” di depan kata “Allah” (bagi Yesus) sehingga Yesus menjadi “suatu allah” yang tidak setara dengan Bapa.
Kata “pada mulanya” dalam Alkitab kita ini diterjemahkan dari bahasa Yunani “arche”. Menarik untuk mengetahui bahwa sekalipun kata ‘arche’ dalam bahasa Yunani yang digunakan dalam Alkitab PB bisa juga berarti ‘awal dari suatu urutan’, Rasul Yohanes (a.l. Yohanes 1:1) menggunakannya dengan pengertian ‘sumber dari segala sesuatu berasal’. Sebagai contoh kita dapat melihat bahwa Allah Bapa disebut sebagai ‘Arche dan Telos’ (awal dan akhir, Wahyu.21:6, band.Yesus.44:6;48:12) dan dalam konteks ini Yesus juga disebut sama (Wahyu.1:17;2:8;22:13).
Demikian juga Allah Bapa disebut sebagai ‘Alpha dan Omega’ (alpha huruf pertama dan omega huruf terakhir dari abjad Yunani) (Why.1:8;21:6) dan Yesus juga disebut demikian (Wahyu 22:13). Septuaginta (terjemahan PL ke dalam bahasa Yunani) menerjemahkan Kejadian 1:1 dengan kata ‘Arche’. Jadi di sini Yohanes 1:1 memperlihatkan bahwa Yesus itu setara dengan Bapa.
Lihat juga Filipi 2:5-6 : “…Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan…” Dalam Alkitab KJV, kalimat “walaupun dalam rupa Allah” berbunyi : 'being in the form of God' (ada dalam rupa Allah). Kata 'being' itu dalam bahasa Yunani adalah HUPARCHON dan ini menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki dan hal itu tidak bisa berubah ('It describes that which a man is in his very essence and which cannot be changed').
Karena itu, kalau dikatakan bahwa Yesus itu 'being in the form of God', maka itu berarti bahwa Yesus adalah Allah dan ini tak bisa berubah. Ketidak-bisa-berubahan ini ditunjukkan oleh bentuk present participle dari kata HUPARCHON tersebut. Ini aneh dan kontras sekali dengan penggunaan bentuk-bentuk aorist (past / lampau) pada kata-kata setelahnya, dan ini menunjuk pada 'continuance of being' (= keberadaan yang terus-menerus).
Allah memang mempunyai sifat tidak bisa berubah (Maleakhi 3:6 Mazmur 102:26-28 Yakobus 1:17), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjukkan bahwa Ia tidak sempurna! Juga kalau Filipi 2:7 yang mengatakan 'mengambil rupa seorang hamba' diartikan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia, maka konsekuensinya, ay 6 yang mengatakan bahwa Yesus ada 'dalam rupa Allah' haruslah diartikan bahwa Yesus betul-betul adalah Allah. Untuk lebih jelasnya lihat juga ayat-ayat berikut :
Yesaya 9:5 (nubuat tentang kedatangan Kristus) : Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.
Roma 9:5 : Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!
Ibrani 1:8 : Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.
Inilah pribadi Kristus pada saat pra inkarnasi di mana Ia adalah Allah dan setara dengan Bapa dalam segala hal.
Yesus Kristus pada masa inkarnasi
Ada beberapa ayat Alkitab yang berbicara tentang penjelmaan Kristus ini.
Yohanes 1 :14 : Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
1 Timotius 3:16 : Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan."
Ibrani 2:14 : Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut
1 Yohanes 4:2 : Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah
Jadi sesungguhnya Yesus Kristus ini bukan hanya manusia biasa, bukan hanya sekedar seorang nabi (seperti kemngkinan yang anda tambahkan) karena Ia adalah penjelmaan Allah sendiri. Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa sewaktu Ia menjelma menjadi manusia, Ia sama sekali tidak kehilangan keilahian-Nya. Ia masih tetap adalah Allah namun sekarang ketambahan sifat manusia. Sebagai sungguh-sungguh manusia Ia bisa lapar, haus, lelah, dll namun semuanya itu sama sekali tidak menghilangkan keilahian-Nya.
Itulah sebabnya kekristenan ortodoks percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah-Manusia. Ia adalah Allah yang sejati sekaligus manusia yang sejati. Ia 100% Allah dan 100% manusia. Ia tidak berhenti menjadi Allah saat Ia menjadi manusia. Kolose 2:9 berbunyi : Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keallahan..” .
Beberapa orang menafsirkan Filipi 2:7 dengan mengatakan bahwa pada waktu Yesus menjadi manusia, Ia kehilangan keilahian-Nya. Teori ini disebut teori Kenosis. Namun teori ini tidak dapat diterima karena :
1) Yesus adalah Allah dan karena itu Ia tidak bisa berubah (bdk. Mazmur 102:26-28; Mal 3:6; Yakobus 1:17). Allah tidak bisa berhenti menjadi Allah, sekalipun hanya untuk sementara.
2) Kalau Teori Kenosis itu benar, maka pada saat Yesus menjadi manusia, Allah Tritunggal bubar!
3) Kalau Teori Kenosis itu benar, maka Kristus bukanlah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia! Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka Ia tak bisa menjadi Pengantara antara Allah dan manusia dan penebusan-Nya tidak bisa mempunyai nilai yang tidak terbatas.
Dalam tafsirannya tentang Filipi 2:7 Calvin mengatakan bahwa istilah ‘mengosongkan diri’ itu tidak berarti bahwa Kristus melepaskan keilahian-Nya, tetapi menyembunyikannya dari pandangan manusia.
“Kristus tidak bisa melepaskan dirinya sendiri dari keilahian-Nya; tetapi menyembunyikannya untuk sementara waktu, supaya tak kelihatan, di bawah kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaan-Nya dalam pandangan manusia, bukan dengan menguranginya, tetapi dengan menyembunyikannya.”
Herman Hoeksema menambahkan bahwa sekalipun pada saat inkarnasi itu kemuliaan Kristus disembunyikan, tetapi kadang-kadang tetap bisa terlihat sekilas, misalnya pada waktu Ia melakukan mujijat.
“ini tidak berarti bahwa Anak Allah untuk sementara waktu mengesampingkan hakekat ilahi, untuk menukarnya dengan hakekat manusia. Ini mustahil, karena hakekat ilahi tidak bisa berubah. ... Tetapi itu berarti bahwa Ia masuk ke dalam keadaan manusia sedemikian rupa sehingga di depan manusia kemuliaan dan keagungan ilahi-Nya tersembunyi, sekalipun bahkan dalam saat perendahanpun itu kadang-kadang memancar keluar, seperti misalnya dalam pelaksanaan / pertunjukan keajaiban-Nya” (Reformed Dogmatics, hal 399).
Jadi jelaslah sudah bahwa sewaktu Yesus menjelma menjadi manusia, Ia sama sekali tidak berhenti sebagai Allah melainkan Ia dengan rela tidak menggunakan sifat-sifat ilahi-Nya yang relatif dan menempatkan diri-Nya di bawah Bapa sebagai seorang utusan bahkan bergantung pada Bapa. Itulah sebabnya kita menjumpai banyak catatan Alkitab bahwa Ia berdoa kepada Bapa.
Jadi Ia tetap mahatahu, mahakuasa, mahahadir sejauh ini diijinkan oleh Bapa-Nya di sorga. Itulah sebabnya kadang Alkitab memperlihatkan bahwa Ia mahatahu dan tahu segala sesuatu (Yohanes 2:24-25 : Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.; Yohanes 18:4 : Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: "Siapakah yang kamu cari?"; Yohanes 21:17 : “…"Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau….”) namun kadang Alkitab memperlihatkan ada hal yang tidak Ia ketahui (Matius 24:36 : Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri."). Jadi sesungguhnya Yesus telah menyerahkan kemuliaan yang Ia miliki bersama Bapa sebelum dunia dijadikan (Yohanes 17:5), lalu mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:7).
Herlianto menulis :
Dari terang ‘incarnate Christ’ kita perlu melihat konteks ayat-ayat yang menunjukkan kemanusian Yesus yang lebih rendah dari Allah Bapa, namun sekalipun dalam ‘kemanusiaannya’ ke ‘Allah’an-Nya juga tidak hilang, sebab ‘Yesus ditolong dan dilayani malaekat” (Matius 4:6,11). Yesus mengidentikkan diri-Nya dengan Bapa dan menyebut diri-Nya sebagai ‘Ego Eimi’ (Yohanes 8:58).
Dalam Septuaginta, Yahweh berkata mengenai namanya: ‘Aku Adalah Aku’ (Keluaran 3:14, I Am That I Am) diterjemahkan menjadi ‘Ego Eimi’, dan Yesus selagi menjadi manusia menggunakan Septuaginta dan membacanya dari situ, itu berarti Yesus mengidentikkan dirinya dengan Allah Bapa, sebagai ‘Ego Eimi’ (Aku adalah Aku). Itulah sebabnya dalam konteks ayat itu Ia akan dibunuh oleh orang Yahudi, band. Yohanes 5:18). Demikian juga di kayu salib Ia menunjukkan otoritasnya dengan memasukkan penjahat di sisinya ke Firdaus (Lukas.23:43).
Inilah keadaan Kristus pada saat berinkarnasi.
Yesus Kristus pada masa pasca inkarnasi
Karena inkarnasi sifatnya sementara maka keadaan Kristus yang terjadi pada masa inkarnasi juga bersifat sementara. Setelah Yesus bangkit, ia belum menyatakan ke’Allah’annya secara penuh karena Ia belum kembali kepada Bapa, namun Thomas sudah menyebutnya “Tuhanku dan Allahku” (Yohanes 20:28). Yohanes menyebutnya “Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal” (1Yohanes 5:20). Petrus menyebutnya : Allah dan Juru selamat kita, Yesus Kristus. (2 Petrus 1:1). Setelah kenaikan Tuhan Yesus ke surga, kita dapat melihat ke’Allah’an-Nya secara penuh (glorified Christ). Kitab Ibrani menunjukkan bahwa ‘Yesus adalah Allah’ :
Ibrani 1:3 : Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Maha besar, di tempat yang tinggi
Ibrani 1:8-9 :Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran. Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu."
Perhatikan baik-baik Ibrani 1:8, bahkan Allah Bapa sendiri menyebut Yesus sebagai “Allah”. (band. Yohanes 20:17: Yesus menyebut Allah Bapa sebagai “Allah-Ku”). Dalam Kitab Wahyu kita dapat melihat bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan juga Allah, di mana Ia disebut juga sebagai ‘arche dan telos’ (awal dan akhir) dan juga sebagai ‘alpha dan omega’ (yang pertama dan terakhir dari abjad Yunani) yang mana menunjuk bahwa Ia sama dengan Allah Bapa’.
Inilah Kristologi Alkitabiah. Setelah memahami 3 konteks ini maka dalam menafsirkan ayat-ayat Alkitab, kita harus sungguh-sungguh memperhatikan dalam konteks yang mana ayat tersebut dibicarakan. Dari terang inilah saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan anda :
1) Jika Yesus adalah Tuhan kenapa Ia berdoa, kepada siapa ia berdoa dan untuk apa dia berdoa?
Jawaban Saya :
Semua ayat yang memperlihatkan Yesus berdoa adalah ayat-ayat dalam konteks inkarnasi. Kebergantungan-Nya pada Bapa adalah hal yang wajar karena memang pada saat berinkarnasi Ia dengan rela menempatkan diri-Nya di bawah Bapa. Itulah sebabnya Ia berdoa. Kepada siapa Ia berdoa? Kepada Bapa! Untuk apa Ia berdoa? Tergantung isi doa-Nya! (Baca saja ayat-ayat di mana Yesus berdoa.
2) Dalam artikel anda yang didukung oleh beberapa ayat terdapat tulisan yang mengatakan bahwa “Jesus setara dengan Allah”, lalu bagaimana dengan ayat yang berbunyi “sesungguhnya Bapa lebih besar dari pada aku” (Yoh..:..)” dan ayat yang mengatakan “sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya ataupun seorang utusan daripada Dia yang mengutusnya”(Yoh..:..) apa sesungguhnya arti dan makna dari ayat-ayat tersebut menurut pandangan anda berdasarkan kaca mata Ilahi, apakah ayat itu tidak ada artinya atau hanya sekedar pajangan? Anda mengatakan kalau ayat-ayat yang mengatakan kalau Jesus setara dengan Allah itu hanya perkataan orang dan bukan berasal dari Jesus sendiri tetapi pada ayat yang lain mengatakan bahwa “Aku adalah utusan Allah” dan ayat yang tertulis seperti yang “tertulis di atas” jelas berasal dari Jesus sendiri, lalu lebih percaya kepada siapa sebenarnya anda? Pada Jesus atau pada orang lain? Bukankah ayat tersebut juga jelas-jelas menegaskan kalau sebenarnya Jesus tidak setara dengan Allah karena ”Allah lebih besar daripada Jesus” (Yoh...)
Jawaban Saya :
Sekali lagi ayat-ayat yang Anda kutip di atas “Bapa lebih besar dari Aku”, “sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya ataupun seorang utusan daripada Dia yang mengutusnya”, “Aku adalah utusan Allah” adalah ayat-ayat dalam konteks inkarnasi. Memang pada saat inkarnasi Yesus mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:7) dan karenanya Ia mengatakan kalimat-kalimat demikian.
Di atas telah saya jelaskan sewaktu berinkarnasi, Yesus tidak kehilangan keilahian-Nya. Ia memang pernah berkata “Bapa lebih besar dari Aku” tetapi Ia juga pernah berkata “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30). Kata-kata-Nya ini menunjukkan bahwa Ia adalah Allah sendiri. Ini jelas terlihat dari reaksi orang Yahudi. Lihat beberapa ayat setelah itu : “Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah." (Yohanes 10:33).
Satu hal lagi yang perlu saya tambahkan adalah bahwa dalam menafsirkan suatu ayat Alkitab perlu diperhatikan supaya tafsiran tersebut tidak bertentangan dengan ayat-ayat Alkitab yang lain (tentunya dengan memperhatikan kaidah-kaidah hermeneutik).
Kalau kita mensurvei semua ayat Alkitab yang berkenaan dengan Kristus pada masa inkarnasi maka kita akan menemukan 2 kelompok ayat
(1) ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa (seperti yang anda kutip)
(2) ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus setara dengan Bapa.
Dari data-data Alkitab ini, jika kita berkesimpulan bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa maka kita harus bisa memberikan jawaban atas ayat-ayat yang menunjukkan kesetaraan Yesus dengan Bapa yang tentunya harus berlandaskan konsep Alkitab.
Jika kita berkesimpulan bahwa Yesus setara dengan Bapa maka kita harus bisa menjelaskan ayat-ayat yang menunjukkan Yesus lebih rendah dari Bapa. Saya berkata bahwa Yesus setara dengan Bapa dan telah menjelaskan ayat-ayat yang memperlihatkan bahwa Yesus lebih rendah yakni sesuai dengan konteks inkanasi.
Anda berkata bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa dan mengutipkan beberapa ayat (tanpa mempedulikan konteksnya) lalu bagaimana Anda menafsirkan Yoh 1:1 (“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”.) dan Filipi 2:5-6 (“…Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan…”). Anda bertanya : “...lalu lebih percaya kepada siapa sebenarnya anda? Pada Jesus atau pada orang lain?” Bagi saya persoalannya bukan pada percaya atau tidak percaya kata-kata Yesus melainkan memahami mengapa dan dalam konteks apa Yesus mengatakan kalimat itu. Maafkan saya jika saya balik bertanya : “Apakah anda mau percaya kata-kata Yesus? Apakah anda mau percaya kata-kata Yesus : “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30)? Apakah anda mau percaya kata-kata Yesus : “...memang Akulah Guru dan Tuhan. (Yohanes 13:13)? Apakah anda mau percaya kata-kata Yesus :”supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.(Yohanes 5:23)? Apakah anda mau percaya kata-kata Yesus : “...Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.(Yohanes 14:9)? Apakah anda mau percaya kata-kata Yesus :”Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; ...” (Yohanes 14:11)? Apakah anda mau percaya kata-kata Yesus :”Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga Bapa-Ku. (Yohanes 15:23)? Kalau anda tidak mau percaya maka apakah ayat-ayat itu tidak ada artinya atau hanya sekedar pajangan?
3) Di bagian lain dari tulisan Anda, Anda mengatakan kalau Jesus telah “melakukan / bertindak sebagai Allah”. Menurut pandangan saya berdasarkan kaca mata orang awam anda keliru (maaf kalo ternyata saya yang keliru). Karena menurut saya Jesus bukan bertindak sebagai Allah tetapi “bertindak dengan atau atas kuasa / ijin / kehendak Allah”. Karena tanpa ijin atau kuasa dari Allah, Jesus tidak akan mungkin dapat melakukannya.
Jawaban Saya :
Kelihatannya anda tidak dapat melihat keseluruhan data Alkitab. Saya tegaskan kembali prinsip penafsiran bahwa kita tidak boleh menafsirkan satu ayat sehingga bertentangan dengan ayat lainnya. Memang ada beberapa ayat yang menunjukkan bahwa Yesus bergantung pada Allah/atas ijin Allah dalam tindakan-tindakan-Nya. (Cth. Yohanes 11:41-43) dan juga di beberapa bagian menunjukkan ketergantungan-Nya pada kuasa Roh Kudus.
Namun sekali lagi konteksnya adalah konteks inkarnasi. Namun demikian ada juga ayat Alkitab yang menunjukkan bahwa Yesus melakukan mukjizat dengan kuasa-Nya sendiri. Lihat Matius 9:28 : Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka: "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami percaya."
Patut diingat, tindakan-tindakan Yesus bukan hanya dalam hal membuat mukjizat. Kalau hanya membuat mukjizat mungkin kesimpulan Anda itu bisa diterima. Masalahnya adalah bahwa ada tindakan-tindakan Yesus yang mau tidak mau membuat kita berkesimpulan bahwa Ia bertindak sebagai Allah dan bukan “bertindak dengan atau atas kuasa/ijin/kehendak Allah” seperti yang Anda katakan. Perhatikan beberapa ayat di bawah ini :
Menyuruh / memerintah malaikat
Matius 13:41 : Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya.
Matius 24:31 : Dan Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dengan meniup sangkakala yang dahsyat bunyinya dan mereka akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain.
Markus 13:27: Dan pada waktu itu pun Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dan akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung langit.
Yesus menyuruh/memerintahkan malaikat-malaikat yang adalah milik Allah (Lukas 12:8; 15:10). Apakah di sini Yesus bertindak atas ijin Allah atau sebagai Allah? Pikirkan sendiri!
Mengampuni dosa
Markus 2:5 : Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!"
Yesus dengan begitu tegas mengampuni dosa orang. Apakah Allah memberikan ijin kepada-Nya? Atau memang Ia adalah Allah! Orang Yahudi memahami betul bahwa hanya Allah yang berhak mengampuni dosa dan karenanya mereka menuduh Yesus menghujat Allah : "Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?" (Markus 2:7). Dan Yesus akhirnya memberikan statement yang tegas : Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" Jelas dari kata-kata Yesus bahwa untuk mengampuni dosa Ia bukan bertindak atas ijin Allah melainkan Ia bertindak sebagai Allah. Harap direnungkan !
Menghakimi dunia
Bacalah Matius 25 :31-36 ! Di sana dijelaskan bahwa Yesus akan duduk di takhta kemuliaan-Nya serta memisahkan kambing dari domba. Millard Erickson berkata : ‘Kuasa untuk menghakimi keadaan rohani seseorang serta menentukan nasib abadinya merupakan hak yang dimiliki oleh Yesus. Pastilah hak semacam ini hanya dapat dijalankan oleh Allah.(Christian Theology ; hal. 319). Apakah Yesus bertindak atas ijin Allah ataukah sebagai Allah ? Pikirkan sendiri!!!
Mengenai Sabat
Sabat adalah hari yang ditentukan Allah sendiri untuk ditaati oleh umat-Nya. Tidak boleh seorangpun membatalkannya atau mengubahnya kecuali Allah. Ketika Yesus diprotes oleh karena Ia (sesuai dengan tafsiran mereka) melanggar hukum Sabat ini, Ia berkata :
Markus 2:27-28 : Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat."
Yesus jelas menuntut hal untuk menetapkan ulang status hari Sabat, suatu hak yang pasti hanya dimiliki oleh Allah. Jadi Yesus bertindak atas ijin Allah atau sebagai Allah? Pikirkan sendiri!!
Masih ada lagi hak-hak istimewa Yesus tapi cukuplah sudah. Jika Anda cukup jujur dan obyektif, beberapa hal di atas telah memperlihatkan bahwa Yesus bukan bertindak atas kuasa/ijin/kehendak Allah melainkan bertindak sebagai Allah. Anda berkata : Menurut pandangan saya berdasarkan kaca mata orang awam anda keliru (maaf kalo ternyata saya yang keliru)…” Maafkan saya juga kalau saya harus berkata bahwa dalam hal ini andalah yang keliru dan saya tidak keliru.
4) Di bagian ketiga dari tulisan Anda, Anda bertanya lebih mungkin mana? Apakah Jesus Seorang pembohong? Apakah Jesus Orang Gila? Apakah Jesus Adalah Allah? Dan dari semua kemungkinan Anda merasa yakin pada kemungkinan “Jesus adalah Allah”. Menurut saya harusnya Anda “menambah satu kemungkinan lagi dan disertai dengan ayat-ayat yang mendukung” yaitu “Apakah mungkin Jesus adalah seorang nabi (Utusan Allah)?”. Dan biarkan masyarakat yang akan memilihnya mana yang lebih mungkin.
Jawaban Saya :
Tiga kemungkinan yang saya berikan di atas dihasilkan dari suatu sistem logika yang memang tidak memberikan kemungkinan yang lain dari 3 kemungkinan yang sudah disebutkan. Argumentasi rasional ini didasarkan pada statement Yesus bahwa Ia adalah Tuhan/Allah.
Jika Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Allah maka terdapat 2 kemungkinan
(1) Yesus berbohong
(2) Yesus jujur.
Jika Yesus berbohong maka masih ada lagi 2 kemungkinan
(1) Yesus sadar bahwa Ia sementara berbohong
(2) Yesus tidak sadar bahwa Ia sementara berbohong.
Jika Yesus sadar bahwa Ia berbohong maka Ia secara sengaja membohongi pengikut-pengikut-Nya maka Ia adalah penipu. Jika Yesus tidak sadar bahwa ia sementara berbohong maka Ia adalah orang gila. Jika kemungkinan kedua bahwa Yesus jujur sewaktu mengatakan demikian maka Ia adalah Allah.
Argumentasi ini begitu ketat sehingga tidak ada tempat bagi kemungkinan lain seperti yang anda usulkan bahwa Yesus adalah seorang nabi (utusan Allah). Bahkan tidak ada kemungkinan juga bahwa Yesus adalah seorang guru moral yang baik. Mengapa? Sebab jika Yesus guru moral yang baik maka Ia tidak mungkin mengklaim diri-Nya sebagai Allah jika tidak demikian adanya.
Kalau Yesus bukan Allah dan Ia mengklaim diri-Nya sebagai Allah maka Ia sesungguhnya bukan guru moral yang baik. Jadi tidak ada kemungkinan lain dalam sistem berlogika di atas selain 3 kemungkinan yang sudah saya berikan.
Lalu apakah Yesus Kristus adalah seorang nabi? (Ini dibahas di luar 3 kemungkinan di atas). Alkitab memang memperlihatkan Yesus sebagai nabi (Kisah Para Rasul 3 :22-24 ; Matius 13 :57 ; Markus 6 :4 ; Lukas 4 :24 ; 13 :33 ; Yohanes 4 :44) tapi Alkitab tidak berkata bahwa YESUS HANYALAH SEORANG NABI melainkan YESUS JUGA SEORANG NABI sama seperti Ia juga adalah seorang imam (baca surat Ibrani) dan raja. Ia disebut nabi karena Ia datang juga untuk melaksanakan apa yang dilakukan oleh para nabi yaitu menyampaikan amanat Allah (Bapa) kepada manusia (Yohanes 8 :26 ; 12 :49-50 ; 15 :15 ; 17 :8). Jadi Yesus adalah Allah sekaligus utusan Allah dan bukan hanya sekedar utusan Allah.
Jika kesimpulan Anda bahwa Yesus hanyalah seorang nabi maka tentulah Ia hanya manusia biasa yang sama seperti Musa, Elia, Elisa, Yesaya, dll. Untuk itu cobalah perhatikan beberapa ayat Alkitab
Yohanes 8:58 : Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada."
Ayat ini sebagai bukti praeksistensi Yesus (ada sebelum dilahirkan). Manusia/nabi macam apakah Yesus yang sudah ada sebelum dilahirkan?
Yohanes 17:5 : Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.
Permisi tanya, manusia/nabi apakah yang sudah ada sebelum dunia ada? (Lihat juga Ibrani 1:11-12; Wahyu 1:8; 22:13)
Ibrani 4:15 : Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
Nabi/manusia manakah yang tidak berbuat dosa? Alkitab berkata semua manusia telah berbuat dosa (Roma 3:23)
Matius 18:20 : Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."
Matius 28:20 : dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Nabi/manusia manakah yang bisa seperti ini yang bisa hadir di mana-mana dan menyertai semua pengikutnya?
Yohanes 2:24-25 : Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorang pun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.
Yohanes 21:17 : “…"Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.
Nabi/manusia mana yang bisa tahu segala sesuatu sampai di dalam hati manusia? Seorang nabi mungkin diberikan kuasa oleh Allah untuk mengetahui suatu rahasia namun bukan untuk mengetahui segala sesuatu.
Yohanes 1:3 : Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
Kolose 1:16 : karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
Ibrani 1:2 : maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.
Permisi tanya, manusia/nabi manakah yang turut menciptakan alam semesta ini ?
Ibrani 1:3 : Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Maha besar, di tempat yang tinggi
Manusia/nabi manakah yang bisa menopang semesta ini ?
Yohanes 10:28 : dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.
Yohanes 17:2 : Sama seperti Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yang hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepada-Nya.
Terakhir, nabi manakah yang bisa menjaminkan/memberikan hidup kekal bagi pengikut-pengikut-Nya.
Semua ini memperlihatkan bahwa Yesus Kristus bukan hanya manusia biasa, bukan hanya sekedar seorang nabi. Ia adalah Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia dan diam di antara manusia.
Demikian jawaban saya! Saya tetap menunggu respons balik dari Anda.