ARTI MEMBERI (MATIUS 5:42)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Matius 5: 42: “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu”.

1. ‘Berilah kepada orang yang meminta kepadamu’.
ARTI MEMBERI (MATIUS 5:42)
otomotif, gadget, bisnis
a. Yang membingungkan dari bagian ini adalah: apakah si peminta ini seorang musuh yang meminta secara paksa / setengah memaksa, atau ia adalah peminta biasa?

· Kontexnya menunjukkan bahwa peminta ini adalah musuh, dalam arti ia adalah orang yang meminta secara paksa / setengah memaksa.

Kalau ini memang adalah musuh, maka artinya adalah: dari pada gegeran / berkelahi untuk mempertahankan hak, lebih baik memberikan apa yang ia minta.

· Kebanyakan penafsir mengartikan orang ini sebagai peminta biasa.

Kalau kita menerima penafsiran yang kedua ini, maka kita harus mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:

* Sekalipun Matius 5: 42 ini kelihatannya berlaku mutlak, tetapi tidak boleh diartikan secara mutlak. Mengapa? Karena Kitab Suci mengajar bahwa hanya orang yang miskin dan yang berhak ditolong, yang perlu diberi.

Ulangan 15:7-8 - “Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu, tetapi engkau harus membuka tangan lebar-lebar baginya dan memberi pinjaman kepadanya dengan limpahnya, cukup untuk keperluannya, seberapa ia perlukan”.

Amsal 3:27-28 - “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: ‘Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,’ sedangkan yang diminta ada padamu”.

Kalau kita menafsirkan Matius 5: 42 ini secara mutlak, dalam arti kita harus memberi kepada seadanya orang yang meminta kepada kita, maka kita akan bertentangan dengan Ulangan 15:7-8 dan Amsal 3:27-28 ini.

* Sekalipun memberi itu merupakan kebiasaan yang baik, tetapi ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.

Calvin: “Though the words of Christ, which are related by Matthew, appear to command us to give to all without discrimination, ... it is certain, that it was the design of Christ to make his disciples generous, but not prodigals: and it would be a foolish prodigality to scatter at random what the Lord has given us. ... Let us therefore hold, first, that Christ exhorts his disciples to be liberal and generous; and next, that the way of doing it is, not to think that they have discharged their duty when they have aided a few persons, but to study to be kind to all, and not to be weary of giving, so long as they have the means” (= Sekalipun kata-kata Kristus, yang diceritakan oleh Matius kelihatannya memerintahkan kita untuk memberi kepada semua orang tanpa pandang bulu, ... adalah jelas bahwa tujuan Kristus adalah untuk membuat murid-muridNya dermawan, tetapi tidak boros / royal: dan merupakan keroyalan yang tolol untuk menyebarkan secara sembarangan apa yang Tuhan berikan kepada kita. ... Karena itu hendaknya kita pertama-tama memegang / mempercayai bahwa Kristus mendesak murid-muridNya untuk menjadi dermawan dan murah hati; dan selanjutnya, bahwa cara melakukannya adalah, bukan dengan berpikir bahwa mereka telah melaksanakan kewajiban mereka pada waktu mereka telah menolong beberapa orang, tetapi dengan belajar untuk menjadi baik kepada semua orang, dan tidak jemu-jemu dalam memberi, selama mereka mempunyai kekayaan / cara) - hal 301.

Barnes’ Notes: “It is good to be in the habit of giving. At the same time, the rule must be interpreted so as to be consistent with our duty to our families, (1Tim 5:8) and with other objects of justice and charity. It is seldom, perhaps never, good to give to a man that is able to work, 2Tes 3:10. To give to such is to encourage laziness, and to support the idle at the expense of the industrious” [= Adalah baik untuk terbiasa memberi. Pada saat yang sama, perintah ini harus ditafsirkan sedemikian rupa sehingga konsisten dengan kewajiban kita terhadap keluarga kita (1Timotius 5:8), dan dengan obyek-obyek keadilan dan kasih yang lain. Jarang, mungkin tidak pernah, merupakan hal yang baik untuk memberi kepada orang yang bisa bekerja (2Tesalonika 3:10). Memberi kepada orang seperti itu sama dengan menganjurkan kemalasan, dan menyokong orang malas dengan mengorbankan orang rajin] - hal 27.

William Barclay: “It is clear that the effect of the giving on the receiver must be taken into account. Giving must never be such as to encourage him in laziness and in shiftlessness, for such giving can only hurt” (= Adalah jelas bahwa akibat dari pemberian itu pada si penerima harus diperhitungkan. Memberi tidak pernah boleh dilakukan sehingga mendorong-nya dalam kemalasan dan dalam keseganan untuk bekerja, karena pemberian seperti itu hanya bisa merugikan) - hal 172.

Matthew Poole: “These precepts of our Saviour must be interpreted, not according to the strict sense of the words, as if every man were by them obliged, without regard to his own abilities, or the circumstances of the persons begging or asking of him, to give to every one that hath the confidence to ask of him; but as obliging us to liberality and charity according to our abilities, and the true needs and circumstances of our poor brethren, and in that order which God’s word hath directed us; first providing for our own families, then doing good to the household of faith, then also to others, as we are able, and see any of them true objects of our charity” (= Perintah-perintah Juruselamat kita ini harus ditafsirkan, bukan menurut arti kata yang ketat, seakan-akan setiap orang diwajibkan oleh perintah-perintah ini untuk memberi kepada setiap orang yang mempunyai keberanian untuk meminta kepadanya, tanpa memandang kemampuannya sendiri, atau keadaan dari orang yang mengemis atau meminta kepadanya; tetapi mewajibkan kita kepada kedermawanan dan kasih sesuai dengan kemampuan kita, dan kebutuhan yang sungguh-sungguh dan keadaan dari saudara-saudara kita yang miskin, dan dalam urut-urutan sesuai dengan pengarahan Firman Allah; pertama-tama pemeliharaan terhadap keluarga kita sendiri, lalu berbuat baik kepada saudara-saudara seiman, lalu juga kepada orang-orang lain, sesuai dengan kemampuan kita, dan memastikan setiap dari mereka sebagai obyek yang benar dari kasih kita) - hal 213.

Pulpit Commentary: “beneficence must be with discretion (Ps. 112:5), else the idle and worthless may carry away what should have been reseved for the worthy” [= kemurahan hati harus dilakukan dengan kebijaksanaan (Maz 112:5), atau orang-orang yang malas dan tidak layak akan mengangkut apa yang seharusnya disediakan untuk orang yang layak mendapatkannya] - hal 220.

Mazmur 112:5 - “Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya”.

KJV: ‘with discretion’ (= dengan kebijaksanaan).

RSV/NIV: ‘with justice’ (= dengan keadilan).

NASB: ‘in judgment’ (= dalam penghakiman / penilaian).

Leon Morris (Tyndale): “it is the spirit of the saying that is important. If Christians took this one absolutely literally there would soon be a class of saintly paupers, owning nothing, and another of prosperous idlers and thieves. It is not this that Jesus is seeking, but a readiness among His followers to give and give and give. The Christian should never refrain from giving out of a love for his possessions. Love must be ready to be deprived of everything if need be. Of course, in a given case it may not be the way of love to give. But it is love that must decide whether we give or withhold, not a regard for our possessions” (= arti dari kata-kata inilah yang penting. Jika orang kristen menerima / menuruti perintah ini dalam arti hurufiah sepenuhnya, maka segera akan ada segolongan orang kudus yang miskin, yang tidak mempunyai apa-apa, dan golongan lain yang makmur yang terdiri dari orang-orang malas dan pencuri-pencuri. Bukan ini yang dicari oleh Yesus, tetapi suatu kesediaan di antara para pengikutNya untuk memberi dan memberi dan memberi. Orang kristen seharusnya tidak pernah menahan diri dari memberi karena cinta kepada miliknya. Kasih harus siap untuk kehilangan segala sesuatu jika itu diperlukan. Tentu saja, dalam kasus tertentu, memberi bukanlah merupakan jalan kasih. Tetapi adalah kasih, dan bukannya perhatian / penilaian terhadap milik kita, yang harus menentukan apakah kita memberi atau menahan) - hal 130.

Catatan Matthew Henry:Kita harus bersikap dermawan dan murah hati (Matius 5:42), bukan saja tidak boleh menyakiti sesama, malah sebaliknya, kita harus berusaha sedapat mungkin untuk berbuat baik kepada mereka.

(1) Kita harus siap memberi, "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu. Bila engkau memiliki kemampuan, anggaplah permintaan orang miskin sebagai kesempatan untuk memberikan derma." Saat seseorang yang benar-benar patut menerima derma muncul, kita harus bersedia memberi pada kesempatan pertama. Berikanlah bagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang. Namun, perbuatan dermawan kita haruslah dilakukan dengan sewajarnya (Mazmur 112:5), supaya jangan kita memberikannya kepada orang yang malas dan tidak layak menerimanya. Kita harus memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkannya dan memang layak menerimanya. Apa yang dikatakan Allah kepada kita harus kita sampaikan juga kepada sesama kita yang miskin, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu."


(2) Kita harus siap memberikan pinjaman. Adakalanya hal ini hampir sama dermawannya dengan memberi, karena tindakan ini bukan saja meringankan keadaan darurat saat itu, tetapi juga menuntun si peminjam kepada pengelolaan yang lebih baik, ketekunan yang berdedikasi, dan kejujuran. Oleh sebab itu, "Mengenai orang yang mau meminjam sesuatu dari padamu agar bisa hidup atau untuk berdagang, janganlah menolaknya. Janganlah kautolak orang-orang yang kauketahui mempunyai permintaan seperti itu kepadamu, dan jangan mengarang alasan untuk mengusir mereka." Jadilah orang yang mudah ditemui oleh dia yang mau meminjam walaupun ia merasa malu dan kurang percaya diri untuk menyampaikan masalahnya dan meminta pertolongan. Engkau mengetahui baik kebutuhan maupun keinginannya, dan oleh karenanya, tawarkan kebaikan kepadanya. Exorabor antequam rogor; honestis precibus occuram -- aku akan dibujuk sebelum diminta, aku akan bersiap-siap menyambut permohonan yang akan datang (Seneca, dalam De Vitâ Beatâ). Oleh karena itu, kita harus siap siaga dalam berbuat baik, sebab sebelum kita berseru, Allah sudah mendengar kita dan menyambut kita dengan berkat melimpah.

Kesimpulan: 

Jadi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memberi, yaitu:

. kita tidak boleh memberi secara royal dan sembarangan / ngawur.

.kewajiban untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau kita terus memberi kepada seadanya orang yang meminta sehingga keluarga kita sendiri tidak tercukupi, maka ini salah. Bdk. 1Timotius 5:8 - “Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman”.

. adanya orang-orang lain yang juga harus diberi / berhak untuk diberi. Kalau kita terus memberi kepada seseorang yang tidak tahu diri dalam meminta dan yang sebetulnya tidak layak untuk diberi, maka akhirnya kita tidak bisa memberi kepada orang lain yang sebetulnya lebih berhak. Ini jelas salah.

. kasih kepada manusia, dan bukannya kasih kepada milik / uang kita, yang menentukan apakah harus memberi atau tidak. Kalau pemberian itu menjadikannya makin malas maka ini justru tidak kasih.ARTI MEMBERI (MATIUS 5:42).

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post