TAFSIRAN SURAT YUDAS (YUDAS 1:1-25)

TAFSIRAN SURAT YUDAS (YUDAS 1:1-25)
Bacaan : Surat Yudas 1-25.

PENGANTAR.

Surat Yudas yang terdapat di dalam Perjanjian Baru, memang adalah surat yang sulit dan yang dilupakan (diabaikan). Surat ini hanya terdiri dari satu pasal dengan 25 ayat. Barangkali dapat dikatakan bahwa kebanyakan pembaca modern apabila membaca surat ini lebih merupakan suatu pekerjaan yang membingungkan ketimbang sebagai yang membawa manfaat. Ada dua ayat yang setiap orang Kristen tahu lagu pujian yang digemakan kembali dan yang agung yang diakhiri dengan kalimat-kalimat berikut:

“Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya, Allah yang esa, Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.” 

Tetapi terlepas dari dua ayat besar ini, Surat Yudas sebahagian besar tidak dikenal dan jarang dibaca. Alasan bagi kesulitannya adalah bahwa surat ini ditulis dengan latar belakang, pemikiran, menghadapi tantangan dari suatu situasi, dengan gambaran-gambaran dan kutipan-kutipan, yang bagi kita semuanya asing. Tidak diragukan lagi bahwa bagi seseorang yang pertama kali membacanya, surat ini laksana pukulan palu. Surat ini laksana panggilan nafiri untuk mempertahankan iman. Moffat menamakan surat Yudas ini sebagai “suatu salib yang berapi-api untuk membangunkan gereja-gereja.”

Inilah satu dari alasan besar mengapa kita perlu mengarahkan perhatian kepada surat Yudas; karena, kalau kita mengerti pemikiran Yudas dan menguraikan situasi pada waktu menulis surat ini, maka surat ini akan menarik perhatian besar bagi sejarah gereja purba dan bukannya sama sekali tanpa relevansi dengan gereja masa kini.

SIAPAKAH YUDAS ?

Siapakah Yudas yang menulis surat ini? Ia menyatakan dirinya sendiri hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus. Dalam PerjanjianBaru terdapat lima orang yang bernama Yudas.

(1). Ada Yudas dari Damaskus, yaitu yang di dalam rumahnya Paulus berdoa sesudah pertobatannya di jalan ke Damaskus (Kisah Para Rasul 9:11);

(2) Ada Yudas Barsabas, seorang tokoh yang menonjol dalam konsili-konsili gerejawi yang, bersama-sama dengan Silas, membawa ke Antiokhia keputusan Konsili Yerusalem ketika pintu gereja dibukakan untuk orang-porang kafir (Kisah Para Rasul 15:22, 27,s2). Yudas ini juga seorang nabi (Kisah Para Rasul 15:32);

(3) Ada Yudas Iskariot, salah satu dari ke duabelas murid Yesus dan yang mengkhianati-Nya.

Tidak ada dari ketiganya ini yang secara serius dipandang sebagai penulis surat ini.

(4) Ada Yudas kedua dalam ikatan apostolis, Yohanes menamakan dia Yudas, bukan Iskariot (Yohanes 14:22). Dalam daftar Lukas mengenai Yang Duabelas itu, terdapat seorang rasul yang disebut saudara Yakobus (Lukas 8:16; Kisah Para Rasul 1:13). Kalau kita berpegang pada terjemahan ini, maka kita nanti akan beranggapan bahwa kita sudah menemukan calon penulis surat ini, dan memang, Tertullianus menamakan penulis itu Rasul Yudas. Tetapi dalam bahasa Yunani orang ini hanya disebut Yudas dari Yakobus. Hal ini adalah suatu idiom biasa dalam bahasa Yunani dan hampir selalu itu berarti bukan saudara lelaki dari, tetapi anak lelaki dari, sehingga Yudas dari Yakobus dalam daftar Duabelas bukan Yudas saudara lelaki Yakobus, tetapi Yudas anak lelaki Yakobus, seperti yang dikatakan oleh semua terjemahan baru.

(5) Ada Yudas yang adalah saudara Yesus (Matius 13:55; Markus 6:3). Jikalau salah seorang dari Yudas – Yidas Perjanjian Baru merupakan penulis surat ini,.maka agaknya Yudas inilah penulisnya, sebab hanya dialah yang sungguh-sungguh disebut saudara Yakobus.

Dapatkah surat pendek ini dianggap sebagai yang ditulis oleh Yudas saudara Tuhan ini? Kalau benar begitu maka ini akan menimbulkan minat yang khusus untuk mempelajarinya. Memang banyak bermunculan perdebatan mengenai hal ini. Namun yang jelas, Yudas adalah seorang Yahudi, acuan-acuan dan kiasan-kiasannya sedemikian rupa sehingga hanya seorang Yahudi yang dapat memahaminya. Surat ini sederhana dan kasar; surat itu hidup dan bersifat menggambarkan. Jelas bahwa surat ini merupakan karya dari seorang pemikir yang sederhana dan bukannya dari seorang teolog. Cocok dengan Yudas saudara Tuhan kita. Namanya dibubuhkan dan tidak ada alasan untuk memakai nama itu kecuali bahwa ia sungguh-sungguhlah yang menulisnya. Dan tidaklah salah, jika kita meyakininya bahwa surat yang pendek ini sesungguhnya karya Yudas, saudara Yesus.

Marilah kita mulai dengan sekadar mengemukakan substansi dari surat ini serta mempelajarinya dengan saksama makna yang terkandung dalam setiap tulisan Yudas, saudara Yesus Tuhan kita.

APA MAKNANYA MENJADI SEORANG KRISTEN ?

“Dari Yudas, hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus, kepada mereka, yang terpanggil, yang dikasihi dalam Allah Bapa, dan yang dipelihara untuk Yesus Kristus. Rahmat, damai sejahtera dan kasih kiranya melimpahi kamu. (Yudas 1,2)

Beberapa hal dapat menceritakan lebih banyak mengenai seseorang kalau ia menceritakan dirinya sendiri. Beberapa hal lebih menyingkapkan banyak hal daripada gelar yang dengannya seseorang mau dikenal. Yudas menyebut dirinya hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus. Dua hal sekaligus mengenai dia dikatakan kepada kita.

1) Yudas adalah seseorang yang memang puas dengan tempatnya yang kedua. Ia hampir-hampir tidak seterkenal Yakobus, dan ia puas untuk dikenal sebagai saudara Yakobus. Dalam hal ini ia sama dengan Andreas. Andreas adalah saudara Simon Petrus (Yohanes 6:8). Ia juga dilukiskan dalam hubungan dengan saudaranya yang lebih terkenal. Yudas dan Andreas dapat saja marah kepada saudara-saudara mereka yang terkenal itu, di dalam bayangan siapa mereka harus hidup; tetapi keduanya mempunyai anugerah yang besar untuk menerima dengan senang kedudukan yang kedua.

2) Satu-satunya gelar kehormatan yang Yudas mau pergunakan adalah hamba Yesus Kristus. Bahasa Yunaninya adalah ‘doulos’, dan itu berarti lebih dari sekedar hamba, melainkan itu berarti ‘budak’. Artinya, Yudas memandang dirinya sebagai seorang yang hanya mempunyai satu obyek dan tanda kehormatan dalam kehidupan untuk senantiasa berada dalam kedudukan sebagai yang melayani Yesus. Kemuliaan yang terbesar yang seorang Kristen dapat capai adalah dipergunakan oleh Yesus Kristus.

Dalam pengantar ini, Yudas mempergunakan tiga kata untuk melukiskan orang-orang Kristen.

(1) Orang-orang Kristen adalah mereka yang dipanggil oleh Allah. Bahasa Yunani dari ‘memanggil’ adalah ‘kalein’ dan kalein mempunyai tiga daerah penggunaannya yang luas: (a) Kata ini berarti memanggil seseorang pada suatu jabatan, pada suatu kewajiban, dan pada suatu tanggung jawab. Orang Kristen dipanggil pada suatu tugas, pada suatu kewajiban, pada suatu tanggung jawab dalam pelayanan kepada Kristus. (b) Itulah kata untuk memanggil seseorang pada suatu pesta atau festival. Itulah kata yang dipergunakan untuk mengundang seseorang pada suatu kesempatan yang berbahagia. Orang Kristen adalah seseorang yang dipanggil pada kegembiraan untuk menjadi tamu Allah. (c) Itulah kata untuk memanggil seseorang pada pengadilan. Itulah kata untuk memanggil seseorang pada suatu mahkamah di mana ia dapat memberikan pertanggung-jawaban mengenai dirinya sendiri. Orang Kristen pada akhirnya dipanggil untuk tampil di hadapan kursi pengadilan Kristus.

(2) Orang-orang Kristen adalah mereka yang dikasihi dalam Allah. Justru kenyataan besar inilah yang menentukan hakekat panggilan itu. Panggilan kepada seseorang adalah panggilan untuk dikasihi dan untuk mengasihi. Allah memanggil seseorang pada suatu tugas, tetapi untuk tugas tersebut adalah kehormatan, bukan beban. Allah memanggil seseorang pada pelayanan, tetapi itulah pelayanan persekutuan, bukan pelayanan tirani. Pada akhirnya itulah pengadilan kasih dan keadilan.

(3) Orang-orang Kristen adalah mereka yang dijaga oleh Kristus. Seorang Kristen tidak pernah dibiarkan sendirian. Kristus senantiasa adalah pengawal kehidupannya dan teman dalam perjalanannya.

PANGGILAN ALLAH

Sebelum kita meninggalkan ayat pembukaan ini, marilah kita memikirkan sedikit lagi mengenai panggilan Allah ini dan mencoba untuk melihat sesuatu tentang maknanya.

(1) Paulus berkata-kata mengenai pemanggilan untuk menjadi rasul (Roma 1:1; 1 Korintus 1:1). Dalam bahasa Yunani kata yangdipakai adalah ‘apostolos’ yang berasal dari kata kerja ‘aposteilein’, mengirimkan, mengutus; dan karena itu rasul adalah seseorang yang diutus. Artinya, seorang Kristen adalah duta Kristus. Ia diutus ke dalam dunia untuk berkata-kata untuk Kristus, bertindak untuk Kristus, hidup untuk Kristus. Dengan kehidupannya seorang Kristen memujikan atau gagal untuk memujikan Kristus kepada orang-orang lain.

(2) Paulus berkata-kata mengenai pemanggilan untuk dijadikan orang-orang kudus (Toma 1:7; 1 Korintus 1). Kata untuk ‘kudus’ adalah ‘hagios’, yang juga sangat umum diterjemahkan dengan ‘suci’. Gagasan akarnya adalah berbeda. 

Sabat itu adalah kudus sebab hari itu berbeda dengan hari-hari yang lainnya. Allah adalah amat kudus sebab Ia berbeda dari manusia. Dipanggil untuk menjadi orang kudus adalah untuk menjadi berbeda. Dunia mempunyai standar-standar dan skala-skala nilainya sendiri. Yang berbeda dengan orang Kristen adalah karena Kristus mempunyai satu-satunya standar, dan kesetiaan kepada Kristus adalah nilai satu-satunya.

(3) Orang Kristen dipanggil sesuai dengan maksud Allah (Roma 8:28). Panggilan Allah berlaku bagi setiap orang, walaupun tidak setiap orang menerimanya. Dalam hal ini berarti bahwa bagi setiap orang Allah mempunyai suatu maksud. Orang Kristen adalah orang yang menaklukkan dirinya kepada maksud Allah untuk dia.

Paulus telah banyak berkata-kata mengenai panggilan Allah, dan kita dapat mengemukakannbya dis ini secara ringkas. Ia menempatkan di hadapan manusia pengharapan besar (Efesus 1:18, 4:4). Ia adalah pengaruh yang mempersatukan yang mengikat manusia bersama-sama oleh keyakinan bahwa mereka semuanya mempunyai bahagian dalam maksud Allah (Efesus 4:4). Ia adalah panggilan yang mengarah ke atas (Filipi 3:14), menempatkan kaki manusia ke jalan yang menuju bintang-bintang. Ia adalah panggilan sorgawi (Ibrani 3:1), membuat manusia berpikir mengenai hal-hal yang tidak nampak dan yang kekal. Ia adalah panggilan kudus, suatu panggilan untuk menguduskan diri di hadapan Allah. Ia adalah panggilan yang meliputi tugas seseorang sehari-hari (1 Korintus 7:20). Ia adalah panggilan yang tidak berubah karena Allah tidak merubah pikirannya. Ia tidak mengenal perbedaan manusia dan memotong melalui klasifikasi dunia dan skala kepentingan (1 Korintus 1:26). Ia adalah sesuatu yang orang Kristen harus merasa layak (Efesus 4:1; 2 Tesalonika 1:11); dan seluruh kehidupan mestilah merupakan upaya yang panjang untuk membuatnya teguh (2 Petrus 1:10).

Panggilan Allah adalah hak istimewa, tantangan dan inspirasi bagi kehidupan Kristen.

MEMPERTAHANKAN IMAN

“Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.” (Yudas 3)

Kita menemukan bahwa Yudas telah diikat untuk menulis suatu risalah mengenai iman Kristen; tetapi telah tiba berita bahwa kejahatan dan penyesatan telah menyebarkan ajaran-ajaran sesat. Keyakinan itu datang padanya dan karena itu mendorong dia untuk mengabaikan risalahnya dan menulis suratnya.

Yudas sangat menyadari tugasnya sebagai penjaga kawanan domba Allah. Kemurnian iman mereka terancam dan karena itu ia cepat-cepat pergi membela mereka dan iman mereka. Itu mengakibatkan bahwa ia harus mengesampingkan pekerjaan yang mestinya ia lakukan; tetapi sering jauh lebih baik untuk menulis suatu risalah untuk saat sekarang ketimbang suatu risalah untuk masa depan. Boleh jadi Yudas tidak pernah lagi mendapatkan kesempatan untuk menulis sebuah risalah sebagaimana ia rencanakan semula; tetapi kenyataannya adalah bahwa ia berbuat lebih banyak bagi gereja dengan menuliskan surat yang penting ini ketimbang kalau ia menulis suatu risalah yang jauh lebih panjang mengenai iman.

Dalam bagian ini terdapat kebenaran-kebenaran tertentu mengenai iman yang kita pegang.

(1) Iman adalah sesuatu yang diberikan kepada kita. Kenyataan-kenyataan mengenai iman Kristen bukanlah sesuatu yang harus kita ketemukan sendiri. Dalam arti yang sebenarnya kata-kata itu berarti tradisi, sesuatu yang diturunkan dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya. Mereka dapat ditelusuri ke belakang dalam suatu mata rantai hingga pada Yesus Kristus sendiri. Ada sesuatu yang perlu ditambahkan padanya. Fakta-fakta iman adalah sesuatu yang memang tidak ketemukan untuk kita sendiri. Itu sebabnya memang benar bahwa tradisi Kristen bukanlah sesuatu yang diturunkan ke cetakan buku yang diingini; ia adalah sesuatu yang diteruskan dari orang ke orang melalui generasi-generasi. Rantai tradisi Kristen adalah suatu rantai yang hidup yang mata rantainya adalah pria dan wanita yang telah mengalami keajaiban fakta-fakta.

(2) Iman Kristen adalah sesuatu yang sekali dan untuk selama-lamanya diberikan kepada kita. Terdapat di dalamnya kualitas yang tidak terubahkan. Ini tidak berarti bahwa setiap generasi telah tidak menemukan kembali iman Kristen, tetapi hal itu berarti bahwa terdapat suatu inti yang tidak berubah-ubah di dalamnya – dan pusatnya yang permanen adalah bahwa Yesus Kristus datang ke dalam dunia dan hidup dan mati untuk membawa keselamatan bagi manusia.

(3) Iman Kristen adalah sesuatu yang dipercayakan kepada umat Allah yang sudah dikuduskan. Artinya, iman Kristen bukanlah hak milik dari seseorang tetapi dari gereja. Ia datang ke dalam gereja, ia dipeliharakan di dalam gereja, dan ia dipahami di dalam gereja.

(4) Iman Kristen adalah sesuatu yang harus dipertahankan. Setiap orang Kristen haruslah menjadi pembelanya. Jikalau tradisi Kristus beralih dari gererasi yang satu ke generasi yang berikutnya, maka setiap generasi itu harus menyerahkannya tanpa perubahan dan tanpa pemutar-balikkan. 

Ada saatnya ketika hal itu menjadi sulit. Kata yang Yudas pergunakan untuk ‘membela’ adalah ‘epagonizesthai’ , yang mengandung akar kata dalam bahasa Inggris ‘agony’ (kesengsaraan). Membela iman dapat saja merupakan hal yang mahal, tetapi pembelaan itu adalah tugas yang harus ditanggung oleh setiap generasi gereja.

BAHAYA YANG BERASAL DARI DALAM

“Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.” (Yudas 4)

Inilah bahaya yang menyebabkan Yudas mengesampingkan risalahnya yang ia hampir mau menulisnya dan dengan segera mengambil penanya untuk menuliskan surat yang hangat ini. Bahaya itu berasal dari dalam gereja!

Ternyata beberapa orang tertentu, sebagaimana diterjemahkan, “telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu.” Kata Yunani ‘pareisduein’ adalah kata yang sangat eksprewsif. Kata ini dipakai untuk kata-kata yang bersifat mencoba yang berasal dari seorang pembela yang pintar yang berupaya untuk mempengaruhi pikiran hakim atau para juri dalam pengadilan. Kata ini dipakai untuk menunjuk kepada seseorang yang sebenarnya sudah terbuang secara hukum, tetapi kemudian secara diam-diam menyelusup ke dalam negeri yang telah membuangnya itu. Kata ini dipakai untuk menunjuk kepada masuknya secara lambat dan halus inovasi-inovasi ke dalam kehidupan negara, yang pada akhirnya menghapuskan hukum-hukum yang diwarisi dari nenek moyang. Ia selalu mengindikasikan isinuasi-isinuasi yang tersebunyi dari sesuatu yang jahat ke dalam suatu masyarakat atau situasi.

Orang-orang jahat yang tertentu telah menyelusupkan dirinya ke dalam gereja. Merekalah jenis orang-orang yang ditunggu oleh pengadilan. Merekalah ciptaan - makhluk-makhluk - tak beriman dan jahat, tanpa Allah dalam pemikiran dan kehidupan mereka.Tentang mereka Yuidas mengemukakan dua karakteristik.

(1) Mereka memutar-balikkan anugerah Allah ke dalam suatu alasan untuk ketidaksopanan yang menyolok. Kata Yunani yang telah diterjemahkan untuk ‘ketidaksopanan yang menyolok’ adalah suatu kata yang suram dan mengerikan, ‘aselges’. Ajektif yang berkaitan dengan itu adalah aselges. Kebanyakan orang mencoba menyembunyikan dosa mereka; mereka mempunyai cukup respek terhadap kesopanan yang umum untuk tidak ingin diketahui. Tetapi aselges adalah orang yang sudah jauh melepaskan diri dari kesopanan sehingga ia tidak peduli lagi siapa melihat dosanya. Bukan karena ia secara arogan dan sombong memperagakan diri, hanya oleh karena ia dapat secara umum melakukan hal-hal yang sangat memalukan itu, karena ia sama sekali tidak mempedulikan lagi tentang kesopanan.

Orang-orang ini tanpa diragukan sudah bercorak Gnostisisme dan kepercayaannya yang, oleh karena anugerah Allah adalah cukup luas untuk menutup setiap dosa, seorang dapat lakukan menurut kermauannya. Lebih banyak ia berdosa, lebih besar anugerahnya; karena itu, untuk apa mencemaskan dosa? Anugerah telah diputar-balikkan ke dalam pembenaran dosa.

(2) Mereka menolak Tuhan dan Guru kita satu-satunya, Yesus Kristus. Ada lebih dari satu cara dalam mana orang dapat menolak Yesus Kristus. (a) Ia dapat menolak Dia di dalam hari penganiayaan; (b) ia dapat menolak Dia demi kesenangan hidup; (c) ia dapat menolak Dia dalam penghidupan dan kelakuan; (d) ia dapat menolak Dia dengan mengembangkan gagasan yang palsu tentang Dia.

Jikalau orang-orang ini adalah Gnostik, maka mereka akan mempunyai dua gagasan yang keliru tentang Yesus. 

Pertama, karena tubuh, yang adalah zat, jadi berarti jahat; mereka akan berpendapat bahwa Yesus hanya nampak mempunyai tubuh dan hanya merupakan sejenis hantu roh dalam bentuk rupa manusia. Kata Yunani untuk ‘nampak’ adalah ‘dokein’; dan orang-orang ini disebut Docelisti. Mereka akan menolak kemanusiaan yang benar dari Yesus Kristus.

Kedua, mereka akan menolak keunikan Yesus. Mereka percaya bahwa ada banyak tahap antara kejahatan dari dunia ini dengan Roh yang sempurna yang adalah Allah; dan mereka percaya bahwa Yesus hanyalah satu dari banyak tahap yang ada. 

Dalam suratnya, tidak heran Yudas merasa cemas. Ia dihadapkan dengan situasi di mana dengan cara licin telah masuk ke dalam gereja, orang-orang yang sedang memutarbalikkan anugerah Allah ke dalam suatu pembenaran, bahkan suatu alasan, untuk membuat dosa dalam cara yang sangat menyolok; dan yang menolak baik kemanusiaan maupun keunikan Yesus Kristus. 

CONTOH-CONTOH YANG JAHAT : NASIB ISRAEL

“Tetapi, sekalipun kamu telah mengetahui semuanya itu dan tidak meragukannya lagi, aku ingin mengingatkan kamu bahwa memang Tuhan menyelamatkan umat-Nya dari tanah Mesir, namun sekali lagi membinasakan mereka yang tidak percaya. “ (Yudas 5)

Yudas mengemukakan peringatan kepada orang jahat yang memutar-balikkan kepercayaan dan tingkah laku gereja. Ia menceritakan kepada mereka bahwa tidak ada lain yang ia perbuat selain dari mengingatkan mereka hal-hal yang sebenarnya mereka sendiri telah sadari secara sempurna. Dalam pengertian ini maka benar untuk mengatakan bahwa semua khotbah dalam gereja Kristen bukanlah membawakan suatu kebenaran baru sebagai yang mengkonfrontir mereka dengan kebenaran yang mereka sendiri telah tahu, tetapi telah dilupakan atau tidak diperhatikan. 

Untuk memahami dua contoh pertama yang dikutip Yudas dari sejarah, maka kita harus memahami satu hal. Orang jahat yangmerusak gereja tidak memandang dirinya sebagai musuh-musuh gereja dan Kekristenan; mereka menganggap dirinya sebagai pemikir-pemikir yang sudah lebih maju, suatu golongan yang berada di atas orang Kristen biasa, elite spiritual. Yudas memilih contoh-contohnya untuk menjelaskan bahwa sekalipun seseorang telah menerima hak-hak istimewa yang terbesar, maka ia tetap dapat jatuh ke dalam malapetaka, dan sekalipun mereka yang telah menerima hak-hak istimewa yang terbesar dari Allah tidak dapat memandang dirinya aman tetapi harus selalu berada dalam kewaspadaan yang terus menerus terhadap hal-hal yang keliru.

Contoh yang pertama berasal dari sejarah Israel. Ia mengutip Bilangan 13 dan 14,. Tangan Tuhan yang perkasa telah membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Apakah ada perbuatan besar lain yang lebih besar dari ini? Pimpinan Allah telah mengantar umat tersebut dengan aman melintasi padang gurun sampai ke perbatasan Tanah Perjanjian. Apakah ada demonstrasi Pemeliharaan yang lebih besar dari tindakan luar biasa yang dilakukan Allah ini? Demikianlah, pada perbatasan Tanah Perjanjian itu di Kadeshtarnea, mata-mata dikirmkan untuk memata-matai negeri itu sebelum invasi yang terakhir berlangsung. Dengan kekecualian dari Kaleb dan Yosua, mata-mata telah kembali dengan pendapat bahwa bahaya yang dihadapi begitu dahsyat dan bangsa yang di hadapi itu begitu kuat, sehingga mereka tidak akan pernah menang dengan invasi mereka ke Tanah Perjanjian.

Umat itu menolak laporan Kaleb dan Yosua, yang setuju untuk meneruskan rencana, dan sebaliknya menerima laporan dari mereka yang mengatakan bahwa masalahnya tanpa pengharapan. Inilah akta ketidak-taatan yang jelas kepada Allah dan tidak adanya kepercayaan dalam Dia. Akibatnya, maka Allah menghukum mereka, dengan mengecualikan Kaleb dan Yosua, semua orang yang berumur di atas dua puluh tidak akan pernah masuk lagi ke dalam Tanah Perjanjian, tetapi mereka akan mengembara dalam padang gurun itu sampai mereka semuanya meninggal (Bilangan 14:32-33; 32:10-13).

Inilah gambaran yang menghantui pikiran, baik Paulus maupun penulis surat kepada orang-orang Ibrani (1 Korintus 10:5-11; Ibrani 3:18-4:2). Inilah bukti bahwa orang dengan hak-hak istimewa pun dapat menemui melapetaka sebelum tiba pada akhir, jikalau ia jatuh dari kesetiaan kepada Allah dan murtad imannya. Johnstone Jeffrey menceritakan mengenai seorang besar yang sama sekali menolak untuk menuliskan riwayat hidupnya sebelum ia meninggal dunia, “Saya telah melihat,” demikian ia mengatakan, “begitu banyak orang yang jatuh justru pada saat-saat terakhir.” John Wesley mengingatkan, “Karena itu, biarlah tidak ada seorang pun yang menduga-duga belas kasihan yang sudah-sudah, seolah-olah mereka sudah berada di luar bahaya.” Dalam mimpinya, John Bunyan melihat bahkan dari gerbang-gerbang sorgawi pun ada jalan yang menuju ke neraka.

Yudas memperingatkan orang-orang ini bahwa, betapa besar pun hak-hak istumewa mereka, mereka harus ekstra berhati-hati terhadap bahaya yang bakal datang. Inilah peringatan yang tetap harus kita perhatikan.

CONTOH-CONTOH MENAKUTKAN : NASIB PARA MALAIKAT

“Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar, ...” (Yudas 6)

Contoh kedua yang menakutkan yang diambil Yudas adalah para malaikat yang jatuh. 

Orang Yahudi mempunyai ajaran tentang malaikat, para pelayan Allah, yang sudah berkembang tinggi. Khususnya orang Yahudi percaya bahwa setiap bangsa mempunyai malaikat yang membimbing bangsa tersebut. Dalam LXX (Septuaginta), yaitu versi Yunani dari Kitab Suci Ibrani, Ulangan 32:8 berbunyi sebagai berikut: “Ketika Sang Maha Tinggi membagi-bagi bangsa-bangsa, ketika Ia memisahkan anak-anak Adam, maka Ia meletakkan batas bangsa-bangsa tersebut sesuai dengan jumlah malaikat-malaikat Allah.” Artinya bahwa pada setiap bangsa ada satu malaikat. 

Orang Yahudi percaya akan malaikat yang jatuh dan mengenai malaikat itu banyak dibicarakan dalam Buku Henokh yang berada dalam latar belakang pemikiran Yudas. Mengenai hal ini terdapat dua garis tradisi.

(1) Yang pertama yang melihat kejatuhan para malaikat disebabkan oleh kesombongan dan pemberontakan. Legenda itu terutama terkumpul di sekitar nama Lucifer, pembawa terang, putra pagi. Dalam Yesaya 14:32 tertulis sebagai berikut: “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar.....” Ketika Yang Tujuh Puluh itu kembali kepada Yesus dari tugas pekabaran Injil mereka dan menceritakan kepada Yesus sukses mereka, maka Ia mengingatkan mereka akan bahaya kesombongan, “Aku melihat Setan jatuh dari langit seperti kilat,” (Lukas 10:18. Gagasan yang ada di sini adalah bahwa telah terjadi perang saudara di sorga. Para malaikat bangkit melawan Allah dan kemudian dibuangkan ke laut, dan Lucifer adalah pemimpin pemberontakan itu.

(2) Arti yang kedua dari tradisi itu mempunyai gema Alkitabnya dalam Kejadian 6:1-4. Dalam garis pemikiran ini para malaikat yang dirangsang oleh kecantikan seorang perempuan yang bersifat fana, meninggalkan sorga untuk membujuk mereka dan dengan demikian berdosa.

Dalam kasus yang pertama kepatuhan para malaikat itu disebabkan oleh kesombongan; dalam kasus yang kedua hal itu disebabkan oleh karena nafsu terhadap hal-hal yang terlarang.

Akibatnya Yudas mengambil dua gagasan ini dan menyelaraskannya. Ia mengatakan bahwa para malaikat ini meninggalkan kedudukan mereka sendiri, artinya mereka menginginkan suatu jabatan yang bukan untuk mereka. Ia juga mengatakan bahwa mereka meninggalkan tempat pemukiman mereka yang layak; artinya mereka datang ke dunia untuk hidup bersama anak-anak wanita manusia.

Semuanya ini kedengarannya asing bagi kita; ia bergerak ke dalam suatu dunia pemikiran dan tradisi yang dari padanya justru kita mau keluar. 

Tetapi peringatan Yudas adalah terang. Ada dua hal yang menyebabkan kejatuhan para malaikat: kesombongan dan hawa nafsu. Sekalipun mereka itu malaikat dan sorga adalah tempat kedudukan mereka, mereka toh tetap berdosa dan untuk dosa-dosa itu mereka akan dihukumkan. Bagi mereka yang membaca kata-kata Yudas untuk kali pertama, maka seluruh garis pemikiran adalah terang, karena Henokh lebih banyak berkata-kata mengenai nasib dari para malaikat yang jatuh ini.

Demikianlah Yudas berkata-kata kepada umatnya dengan pengertian-pengertian yang mereka dapat pahami dan mengatakan kepada mereka, jikalau kesombongan dan hawa nafsu dapat menjatuhkan para malaikat, walaupun mereka mempunyai hak-hak istimewa, maka apalagi kalian. Orang-orang jahat yang ada dalam gereja cukup sombong dengan berpikir bahwa mereka mengetahui lebih baik dari ajaran gereja dan cukup bernafsu untuk memutar-balikkan anugerah Allah ke dalam suatu pembenaran dari ketidaksopanan yang menyolok.

Apapun latar belakang kuno dari kata-kata Yudas ini, peringatan Yudas tetap berlaku. Kesombongan yang menganggap diri lebih tahu dari Allah dan keinginan akan hal-hal yang terlarang, adalah jalan yang dapat merusakkan baik dalam panah waktu maupun kekekalan.

CONTOH-CONTOH YANG DAHSYAT : SODOM DAN GOMORA

“...sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.” (Yudas 7)

Contoh ketiga yang dipilih Yudas adalah pembinasaan Sodom dan Gomora. Oleh sebab dosa-dosa mereka maka kedua kota ini dibinasakan dengan api yang berasal dari Allah. Sir George Adam Smith dalam bukunya yang berjudul “The Historical Geography of the Holy Land” mengatakan bahwa, tidak ada satu peristiwa pun dalam dunia ini yang begitu mengesankan bagi orang Yahudi selain dari peristiwa Sodom dan Gomora itu, dan bahwa peristiwa itu berkali-kali dipakai di dalam Alkitab sebagai contoh “par excellence” dari dosa manusia dan penghukuman Allah. Contoh itu dipergunakan begitu rupa bahkan oleh Yesus sendiri (Ulangan 29:23; 32:32; Amsal 50:40; Zefanya 2:8; Ratapan 4:6; Yehezkiel 16:46, 49, 53, 55; Matius 10:15, 11:24; Lukas 10:12, 17:29; Roma 9:29; 2 Petrus 2:6; Wahyu 11:8). “Sorotan Sodom dan Gomora dilemparkan kepada keseluruhan panjangnya sejarah Alkitab.”

Cerita mengenai kefasikan yang terakhir dari Sodom dan Gomora diceritakan dalam Kejadian 19:1-11, dan hikayat yang tragis dari pembinasaan mereka terdapat dalam pasal yang segera menyusulnya (Kejadian 19:12-28). Dosa Sodom adalah cerita yang paling mengerikan dalam sejarah. Tyle menamakannya suatu “insiden yang mengerikan”. 

Dua pengunjung yang adalah malaikat datang mengunjungi Lot. Atas desakannya mereka masuk ke dalam rumahnya sebagai tamu-tamunya. Ketika mereka berada di sana, para penduduk Sodom mengepung rumah tersebut, menuntut Lot mengeluarkan kedua pengunjung tersebut sehingga mereka dapat memakai keduanya. Dalam bahasa Ibrani ‘memakai’ adalah sama dengan mengadakan hubungan seksual. Misalnya dikatakan, bahwa Adam mengetahui atau mengenal istrinya, dan ia mengandung, dan melahirkan Kain (Kejadian 4:1). Yang diinginkan oleh orang-orang Sodom adalah hubungan homoseksual dengan kedua tamu tersebut – kata sodomi adalah kata untuk memperingati perbuatan dosa mereka itu.

Sesudah inilah maka Sodom dan Gomora dihapuskan dari muka bumi ini. Kota-kota tetangganya adalah Zoar, Admah dan Zeboim (Elangan 29:23; Hosea 11:8). Malapetaka itu dilokalisasikan dalam suatu padang gurun yang mengerikan dalam suatu daerah Laut Mati, suatu daerah yang oleh Sir George Adam Smith dinamakan, “Lekuk yang dahsyat ini, sepotong kecil daerah neraka ini tampil ke permukaan, neraka dengan terik matahari yang menyinarinya.” Di sanalah maka kota-kota ada, dan dikatakan berada di bawah bumi yang hangus dan gersang oleh api kekal yang memusnahkan. Tanahnya mengandung aspal dengan minyak di bawahnya, dan Sir George Adam Smith menduga, “Dalam tanah beraspal ini telah terjadi ledakan yang paling dahsyat dan kebakaran besar sama dengan yang terjadi di Amerika Utara. Dalam tanah yang seperti itu, terdapat persediaan minyak dan gas, dan dengan tiba-tiba oleh tekanannya sendiri meledak dan menimbulkan gempa bumi. Gas meledak, naik tinggi ke udara dan kemudian jatuh kembali sebagai hujan api dan demikian tidak dapat dipadamkan sehingga membuat air yang terdapat di situ menyala.” Letusan yang seperti itulah yang membinasakan Sodom dan Gomora. Padang gurun yang mengerikan itu hanya sehari perjalanan dari Yerusalem dan orang tidak pernah melupakan hukuman Tuhan terhadap dosa-dosa manusia.

Demikianlah, Yudas mengingatkan orang-orang fasik ini akan nasib mereka yang di dalam zaman kuno itu menyelewengkan hukum moral Allah. Adalah beralasan untuk menganggap bahwa mereka yang diserang oleh Yudas juga telah jatuh ke dalam sodomi dan bahwa mereka telah memutar-balikkan anugerah Allah untuk menutupinya.

Yudas mendesak agar mereka mestinya mengingat bahwa dosa dan penghakiman berdampingan satu dengan yang lainnya, dan bahwa mereka mestinya bertobat pada waktunya.

“Namun demikian orang-orang yang bermimpi-mimpian ini juga mencemarkan tubuh mereka dan menghina kekuasaan Allah serta menghujat semua yang mulia di sorga. Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan Iblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi Iblis itu dengan kata-kata hujatan, tetapi berkata: "Kiranya Tuhan menghardik engkau!" (Yudas 8-9)

Yudas membuka bagian Alkitab ini dengan membandingkan orang-orang fasik dengan nabi-nabi palsu yang dikutuk oleh Alkitab. Ulangan 13:1-5 menyatakan apa yang harus diperbuat dengan “nabi atau pengkhayal atau yang bermimpi-mimpi” yang merusakkan bangsa dan membujuk umat agar meninggalkan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Nabi yang seperti itu akan dibunuh secara tidak berbelas kasihan. Orang-orang yang diserang oleh Yudas ini adalah nabi-nabi palsu, para penggoda umat dan harus diperlakukan sama seperti itu. Ajaran mereka yang palsu dikemukakan dalam dua hal.

(1) Hal yang mencemarklan itu membuat mereka mencemarkan daging. Kita sudah melihat arah berganda dari ajaran mereka mengenai daging. Pertama, daging itu sama sekali jahat, dan karena itu, tidak penting; dan dengan demikian naluri tubuh dapat dituruti saja tanpa perlu pengendalian terhadapnya. Kedua, anugerah Allah sama sekali bersifat mengampuni dan cukup karena itu, dosa tidak menjadi soal karena anugerah akan mengampuni setiap dosa. Dosa hanya berperanan di sini sebagai cara untuk memungkinkan anugerah itu bekerja.

(2) Mereka menghinakan para malaikat. Kekuatan-kekuatan sorgawi dan kemuliaan para malaikat adalah nama-nama bagi tingkatan para malaikat di dalam hierarkhi malaikat. Ini dikemukakan segera setelah mengutip Sodom dan Gomora sebagai contoh yang mengerikan; dan sebagian dari dosa Sodom adalah kehendak umatnya untuk memakai secara salah para pengunjung malaikat itu (Kejadian 19:1-11). Orang-orang yang diserang oleh Yudas itu berkata-kata jahat tentang para malaikat. Untuk membuktikan betapa dahsyatnya hal yang seperti itu, maka Yudas mengutip sebuah contoh dari sebuah buku apokrip, Kenaikan Musa. Satu dari yang aneh pada Yudas adalah bahwa ia sering mengutip kitab-kitab apokrip ini. Kutipan-kutipan yang seperti itu kelihatannya aneh bagi kita; tetapi buku-buku ini sangat luas dipergunakan pada waktu Yudas menulis surat ini dan kutipan itu kelihatannya memang sangat efektif.

Cerita mengenai Kenaikan Musa berbunyi sebagai berikut. Cerita yang aneh mengenai kematian Musa diceritakan dalam Ulangan 34:1-6. Kenaikan Musa melanjutkan cerita itu dengan menambahkan bahwa tugas untuk menguburkan mayat Musa diberikan kepada penghulu malaikat, Mihkael. Iblis bertengkar dengan Mikhael mengenai siapakah yang akan memiliki tubuh itu. Ia mendasarkan tuntutannya itu atas dua hal. Pertama, tubuh Musa adalah materi; materi adalah jahat; dan karena itu, tubuh itu miliknya, oleh karena materi memang merupakan kerajaannya. Kedua, Musa adalah seorang pembunuh karena bukankah ia telah membunuh orang Mesir itu yang dilihatnya memukul orang Israel? (Keluaran 2:11-12). Dan, jikalau ia seorang pembunuh, maka iblis mempunyai klaim atas tubuh itu. Hal yang mau digaris-bawahi Yudas adalah ini. Mikhael terikat dengan tugas yang diberikan Allah kepadanya; iblis itu berupaya untuk menghentikannya dan mengklaim bahwa ia tidak mempunyai hak untuk melaksanakannya. Tetapi bahkan dalam suatu koleksi lingkungan seperti ini Mikhael tidak mengucapkan hal-hal yang jahat kepada si iblis kecuali hanya mengatakan, “Kiranya Allah menghardikmu!” Jikalau yang terbesar dari malaikat yang baik itu menolak untuk mengatakan hal-hal yang jahat kepada yang terbesar dari malaikat-malaikat yang jahat, bahkan pun dalam suatu situasi yang seperti itu, jelaslah bahwa tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengatakan hal-hal yang jahat mengenai malaikat.

Kita tidak tahu apa yang orang-orang diserang Yudas itu katakan mengenai para malaikat. Mungkin mereka katakan bahwa malaikat itu tidak ada; mungkin juga mereka katakan bahwa malaikat itu jahat. Bagian Alkitab ini tidak terlalu mempunyai makna bagi kita, tetapi tidak diragukan bahwa ini merupakan teguran yang keras bagi mereka yang dialamatkan surat ini.

INJIL KEDAGINGAN

“Akan tetapi mereka menghujat segala sesuatu yang tidak mereka ketahui dan justru apa yang mereka ketahui dengan nalurinya seperti binatang yang tidak berakal, itulah yang mengakibatkan kebinasaan mereka.” (Yudas 10)

Yudas mengatakan dua hal kepada orang-orang jahat yang ia serang.

(1) Mereka mengkritik segala sesuatu yang mereka tidak mengerti. Segala sesuatu yang berada diluar orbit pemikiran dan pemahaman mereka, mereka anggap sebagai tidak layak dan tidak relevan. “Hal-hal rohani hanya dapat dinilai dengan cara-cara rohani.” (1 Korintus 2:14). Mereka tidak mempunyai pemahaman spiritual, dan, karena itu. Mereka buta untuk, dan memandang rendah semua realitas spiritual.

(2) Mereka membiarkan diri mereka dirusakkan oleh hal-hal yang mereka mengerti. Apa yang mereka mengerti adalah naluri-naluri kedagingan yang mereka punyai sama dsengan yang dimiliki binatang buas. Cara hidup mereka adalah dengan membiarkan naluri-naluri ini mendapatkan jalannya sendiri; nilai-nilai yang dipunyai mereka adalah nilai-nilai kedagingan. Yudas menggambarkan orang-orang yang telah kehilangan segala kesadaran akan hal-hal yang spiritual dan yang satu-satunya, merupakan patokan adalah naluri-naluri kebinatangan.

Hal yang hebat adalah bahwa syarat yang pertama merupakan akibat yang langsung dari yang kedua. Tragedi adalah bahwa tidak ada seorang pun yang lahir tanpa suatu pengertian terhadap hal-hal yang spiritual tetapi dapat kehilangan pengertian itu sampai pada suatu saat hal-hal spiritual itu baginya tidak ada. Seseorang dapat saja kehilangan setiap kemampuan, jikalau ia menolak untuk mempergunakannya. Kita menemukan kebenaran tersebut pada hal-hal yang begitu sederhana seperti pada permainan dan keahlian. Jikalau kita berhenti untuk bermain suatu permainan, maka kita akan kehilangan kemampuan untuk memainkannya. Jikalau kita berhenti untuk mempraktekkan suatu keahlian – misalnya piano – maka kita akan kehilangan keahlian untuk memainkannya, Kita menemukan hal-hal tersebut dalam hal-hal seperti kemampuan-kemampuan. Kita dapat mengetahui sesuatu dalam bahasa asing, tetapi jikalau kita tidak pernah memakainya dalam percakapan atau membaca, maka kita akan kehilangan pengetahuan tersebut.

Setiap orang dapat mendengarkan suara Allah; dan setiap orang mempunyai naluri kebinatangan di atas mana masa depan umat manusia terletak dan tergantung. Tetapi jikalau ia secara konsisten menolak untuk mendengarkan Allah dan menjadikan nalurinya sebagai satu-satunya dinamika tingkah lakunya, maka pada akhirnya ia tidak akan sanggup untuk mendengarkan suara Allah dan tidak ada apa-apa lagi yang tinggal selain dari keinginan yang kasar. Adalah suatu hal yang mengerikan bagi seseorang untuk mencapai suatu taraf di mana di mana ia tuli terhadap Allah dan buta terhadap hal-hal yang baik; dan itulah taraf yang telah dicapai oleh orang-orang yang diserang oleh Yudas itu.

PELAJARAN-PELAJARAN DARI SEJARAH

“Celakalah mereka, karena mereka mengikuti jalan yang ditempuh Kain dan karena mereka, oleh sebab upah, menceburkan diri ke dalam kesesatan Bileam, dan mereka binasa karena kedurhakaan seperti Korah.” (Yudas 11)

Yudas sekarang mengacu kepada sejarah. Orang Ibrani sebagai upaya untuk mensejajarkan perbuatan kefasikan mereka itu; dan dari sejarah itu ia memngambil contoh-contoh dari tiga orang pendosa besar.

(1). Yang pertama, Kain, pembunuh saudaranya Habel (Kejadian 4:1-15). Dalam tradisi Yahudi, Kain mewakili dua hal: (a) Ialah pembunuh yang pertama dalam sejarah dunia. Dapat terjadi bahwa Yudas menerapkan kepada mereka yang mencelakakan orang-orang lain sebagai para pembunuh jiwa-jiwa dan karena itu merupakan keturunan spiritual Kain; (b) Tetapi dalam tradisi Yahudi, Kain berarti sesuatu yang lebih dari itu. Dalam ajaran Philo ia dianggap sebagai yang melambangkan egoisme. Dalam ajaran Rabinis ialah tipe dari seorang yang sinis. 

Bagi para pemikir Yahudi, Kain adalah seorang sinis, seorang yang tidak percaya yang materialistis, yang tidak percaya baik kepada Allah maupun kepada orde moral dunia dan yang karena itu melakukan apa yang persis sesuai dengan kemauannya sendiri. Demikianlah Yudas mendakwa pada oponennya sebagai yang melawan Allah dan menolak orde moral dunia. Tetaplah benar bahwa seseorang yang memilih untuk berbuat dosa harus selalu berurusan dengan Allah dan untuk belajar, senantiasa dengan kesakitan dan kadang-kadang dengan tragedi, bahwa tidak ada seorang pun dapat menolak orde moral dunia tanpa mendapat hukuman.

(2) Kedua, ada Beliam. Dalam pikiran Perjanjian Lama, dalam ajaran Yahudi dan bahkan dalam Perjanjian Baru (Wahyu 2:14), Bileam adalah contoh besar dari mereka yang mengajar Israel untuk berbuat dosa. Mengenai Bileam ini terdapat dua cerita dalam Perjanjian Lama. Yang satu sangat terang, dan sangat hidup dan dramatis. Yang satunya lagi sedikit kabur, tetapi lebih ngeri; dan yang kedua inilah yang meninggalkan kesan yang mendalam pada pemikiran dan ajaran Ibrani.

Yang pertama terdapat dalam Bilangan 22 sampai 24. Diceritakan di sana bagaimana Balak dicoba untuk membujuk Bileam agar mengutuki Israel, oleh karena ia takut akan kekuaran mereka. Lima kali Bileam ditawarkan hadiah yang besar. Bileam menolak untuk dibujuk oleh Balak tetapi kelobaannya mengusai dia dan jelaslah bahwa hanya ketakutan terhadap apa yang akan dilakukan Tuhan padanya yang mencegah dia untuk melakukan persetujuan murah yang menakutkan. Bileam telah tampil sebagai watak yang menjijikkan.

Dalam Bilangan 25 terdapat cerita yang kedua. Israel dicobai untuk terjerumus ke dalam ibadah kepada Baal dengan konsekuensi-konsekuensi moral yang mengerikan dan menjijikkan. Seperti kita kemudian membacanya (Bilangan 31:8, 16); maka Bileamlah yang bertanggung jawab terhadap adanya percobaan itu, dan ia binasa dengan cara mengerikan karena ia mengajar orang lain untuk berbuat dosa.

Bertolak dari dua cerita yang di susun ini maka Bileam menampilkan dua hal: (a) Ia berarti orang yang loba yang menyiapkan diri untuk berdosa agar dapat memperoleh keuntungan; (b) Ia berarti orang yang jahat yang bersalah dengan dosa yang terbesar – yaitu mengajar orang lain untuk berbuat dosa. 

Demikianlah Yudas menjelaskan mengenai orang-orang fasik pada zamannya bahwa mereka siap untuk meninggalkan jalan kebenaran untuk mempweroleh keuntungan; dan bahwa mereka mengejar orangh lain untuk berbuat dosa. Berdosa demi mencapai keuntungan adalah buruk; tetapi mengajar orang lain untuk berdosa adalah paling buruk dari semuanya.

(3) Ketiga, terdapat Korah. Ceritanya terdapat dalam Bilangan 15:1-35. Dosa Korah adalah bahwa ia memberontak terhadap kepemimpinan Musa ketika anak-anak Harun dan suku Lewi dijadikan imam bangsa itu. Itu adalah suatu keputusan yang tidak mau diterima oleh Korah. Ia mau menjalankan suatu fungsi yang sebenaranya ia tidak berhak melaksanakannya; dan ketika ia melakukannya maka ia binasa dengan cara yang mengerikan beserta semua sekutunya. Korah di sini sebagai seorang yang tidak mau menerima kewibawaan dan yang mau memperoleh hal-hal yang sekurangnya tidak berhak ia memperolehnya.

Demikianlah, maka Yudas mendakwa para oponennya dengan penolakan mereka terhadap kewibawaan gereja, yang sah dan karena itu, lebih menyukai jalan mereka dan bukannya jalan Allah. Kita harus mengingat bahwa jikalau kita mengambil hal-hal tertentu karena didorong oleh kesombongan, maka akibatnya adalah malapetaka.

POTRET ORANG-ORANG FASIK

“Mereka inilah noda dalam perjamuan kasihmu, di mana mereka tidak malu-malu melahap dan hanya mementingkan dirinya sendiri; mereka bagaikan awan yang tak berair, yang berlalu ditiup angin; mereka bagaikan pohon-pohon yang dalam musim gugur tidak menghasilkan buah, pohon-pohon yang terbantun dengan akar-akarnya dan yang mati sama sekali.” (Yudas 12)

Inilah satu dari bagian-bagian dari Perjanjian Baru yang bersifat celaan. Ia menyalakan perasaan berang moral sampai ke taraf yang paling panas. Sebagaimana dikatakan oleh Moffat: “Langit, bumi dan laut, dibongkar untuk menggambarkan watak orang-orang ini.” Di sini terdapat satu seri dari gambaran yang hidup, setiap orang dengan maknanya. Marilah kita meninjaunya satu demi satu.

(1) Mereka laksana karang, yang tersembunyi, yang mengancam untuk merusak Perjamuan-perjamuan kasih Gereja. Inilah satu kasus di mana terdapat keraguan mengenai apa yang Yudas sesungguhnya mengatakan tetapi untuk satu hal tidak ada keraguan bahwa orang-orang jahat merupakan bahaya bagi Perjamuan (Pesta) Kasih. Pesta Kasih, Agape, adalah satu dari ciri-ciri Gereja. Ia merupakan perjamuan persekutuan yang diselenggarakan pada hari Tuhan. Pada hari itu setiap orang membawa apa yang ia bisa bawa, dan semuanya mengambil bahagian di dalamnya. Adalah gagasan yang indah bahwa orang-orang Kristen dalam setiap rumah gereja yang kecil duduk bersama pada Hari Tuhan itu dan makan bersama. Tidak diragukan bahwa ada orang yang membawa banyak dan ada juga yang membawa sedikit. Bagi banyak para budak barangkali itu adalah satu-satunya makanan yang mereka pernah makan.

Tetapi dengan segera Agape mulai dilaksanakan melakukan kesalahan secara keliru. Kita lihat itu terjadi di gereja Korintus, ketika Paulus menyatakan bahwa Perjamuan Kasih di Korintus terjadi tak lain dari perpecahan. Mereka dibagi-bagi ke dalam klik-klik dan seksi-seksi; ada yang mendapat begitu banyak dan yang lainnya kelaparan; dan makanan untuk beberapa telah dijadikan suatu tempat untuk bermabuk-mabukan (1 Korintus 11:17-22). Kecuali kalau Agape tidak merupakan persekutuan yang sejati, maka ia akan menjadi tempat pengejekan, dan dengan segera mulai mengingkari namanya.

Para oponen Yudas menjadikan Pesta Kasih itu sebagai ejekan saja. Hal ini diterjemahkan dengan “noda dalam perjamuan kasihmu” (ayat 12); dan itu sesuai dengan bahagian yang paralel dalam 2 Petrus – “Kotoran dan noda” (2 Petrus 2:13). Kita bisa menterjemahkan ini dengan “batu karang yang tersembunyi”.

Kesulitannya adalah bahwa Petrus dan Yudas tidak mempergunakan kata yang sama, walaupun mereka mempergunakan kata-kata yang sangat serupa. Kata dalam surat 2 Petrus adalah ‘spilos’ yang berarti ‘kotoran dan noda’ ; sedangkan kata dalam surat Yudas adalah ‘spilas’ yang sangat jaeang. Sangat mungkin kata itu berarti “noda”, karena dalam bahasa Yunani yang kemudian kata itu dipergunakan untuk noda-noda dan tanda pada suatu batu yang opal. Tetapi dalam bahasa Yunani yang biasa sejauh itu maknanya yang paling biasa, adalah batu karang yang tersembunyi atau setengah tersembunyi di bawah air di mana kapal dengan mudahnya dapat terkandas. Menurut kita arti kedua inilah yang lebih mungkin di sini.

Dalam Perjamuan Kasih orang-orang sangat rapat satu sama lainnya dalam hati dan ada juga cium perdamaian. Orang-orang fasik ini mempergunakan Pesta Kasih itu sebagai suatu selimut di mana mereka memuaskan hawa nafsu mereka. Adalah sesuatu yang mengerikan, jikalau orang masuk ke dalam gereja dan mempergunakan kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh persekutuan itu untuk tujuan-tujuan yang keji. Orang-orang seperti ini laksana karang yang tersembunyi di mana peresekutuan dari Perjamuan Kasih itu berada dalam bahaya akan dikaramkan.

EGOISME ORANG-ORANG FASIK

(2) Orang-orang fasik ini bersukaria di dalam klik mereka sendiri dan tidak mempunyai perasaan bertanggung jawab untuk orang lain kecuali bagi diri mereka sendiri. Kedua hal ini berjalan bersama-sama karena keduanya menekankan egoisme mereka yang esensial.

(a) Mereka bersukaria di dalam klik mereka tanpa suatu perasaan cemas. Inilah persis situasi yang dikutuk oleh Paulus dalam 1 Korintus. Perjamuan Kasih dipandang sebagai suatu tindakan persekutuan itu diperlihatkan dengan mengambil bahagian dalam segala sesuatu. Ketimbang mengambil bahagian, orang-orang fasik justru tetap tinggal di dalam kliknya masing-masing dan segala yang mereka punyai diperuntukkan hanya bagi mereka sendiri. Dalam 1 Korintus Paulus sebenarnya mengatakan bahwa Perjamuan Kasih dapat menjadi tempat bersekutu dan bermabuk-mabukan di mana setiap orang merebut bagi dirinya apa yang ia dapat rebut (1 Korintus 11:21). Tidak ada seorang pun yang pernah dapat dan tetap tinggal di dalam lingkungannya sendiri yang kecil.

(b) Kita telah menterjemahkan frase yang berikut: “Mereka tidak mempunyai perasaan bertanggungjawab bagi orang lain kecuali bagi diri mereka sendiri.” Secara harfiah bahasa Yunaninya berarti “menggembalakan diri mereka sendiri.” Tugas pemimpin gereja adalah untuk menggembalakan kawanan domba Allah (Kisah Para Rasul 20:28). Gembala yang palsu akan memeliharakan dirinya sendiri saja ketimbang kawanan domba itu yang diharapkan akan dipelihara mereka. Yehezkliel menggambarkan gembala-gembala palsu ini dari siapa segala hak istimewa akan diambil dari mereka: “Demi Aku yang hidup, demikianlah Firman Tuhan Allah, sesungguhnya oleh karena domba-domba-Ku menjadi mangsa dan menjadi makanan bagi segala binatang buas, dan karena para gembala-Ku tidak mencari domba-domba-Ku, melainkan mereka itu menggembalakan dirinya sendiri, dan domba-dombaKu tidak diberi makan, oleh karena itu, hai gembala-gembala, dengarlah Firman Tuhan ALLAH: Aku sendiri akan menjadi lawan gembala-gembala itu dan Aku akan menuntut kembali domba-domba-Ku dari mereka dan akan memberhentikan mereka menggembalakan domba-domba-Ku. Gembala-gembala itu tidak akan terus lagi menggembalakan dirinya sendiri, Aku akan melepaskan domba-domba-Ku dari mulut mereka, sehingga tidak terus lagi menjadi makanannya.” (Yehezkiel 34:8-10). Orang yang tidak mempunyai perasaan bertanggung jawab bagi orang lain kecuali bagi dirinya sendiri dikutuk.

Demikianlah, Yudas mengutuk egoisme yang menghancurkan persekutuan dan tidak adanya perasaan tanggung jkawab bagi orang lain.

(3) Orang fasik adalah laksana awan yang ditiup oleh angin, yang tidak akan menghasilkan hujan dan laksana pohon-pohon dalam musim panen yang tidak menghasilkan buah. Kedua ungkapan ini berlaku bersama, karena keduanya menggambarkan orang-orang yang mempunyai klaim yang besar tetapi sebenarnya tidak berguna apa-apa. 

Ada saatnya di tanah Palestina ketika orang-orang berdoa untuk turunnya hujan. Pada waktu yang seperti itu maka awan-awan dapat saja melintasi langit, yang memberi pengharapan untuk turunnya hujan. Tetapi ada saatnya apabila pengharapan itu hanya merupakan ilusi saja, awan bertiup lagi dan hujan tidak akan pernah turun. Dalam suatu masa panen ada pohon-pohon yang kelihatannya sarat dengan buah, tetapi kemudian ternyata, apabila orang mau mengumpulkan buahnya, maka pohon itu tidak memberi buah sama sekali. 

Pada inti dari ini terletak suatu kebenaran yang besar. Janji tanpa pemenuhannya adalah tidak bermanfaat dan di dalam Perjanjian Baru tidak ada yang dikutuk dengan begitu keras seperti halnya sesuatu yang tanpa manfaat itu. Tidak ada hal-hal yang bersifat lahiriah ataupun kata-kata yang manis yang dapat menggantikan hal berguna seseorang bagi orang lain,. Sebagaimana dikatakan: “Jikalau seseorang tidak baik bagi sesuatu; maka ia juga tidak akan baik bagi apa pun.”

NASIB KETIDAK-TAATAN

“Mereka bagaikan ombak laut yang ganas, yang membuihkan keaiban mereka sendiri; mereka bagaikan bintang-bintang yang baginya telah tersedia tempat di dunia kekelaman untuk selama-lamanya. Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: "Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan." (Yudas 13-15)

Yudas terus mempergunakan gambaran yang hidup mengenai orang-orang jahat ini. “Mereka laksana gelombang laut yang ganas yang mnembuihkan perbuatan-perbuatan mereka yang tidak bermalu.” Gambarannya adalah ini. Sesudah angin ribut, ketika gelombang telah menghantam pantai dengan percikannya yang berbusa dan buihnya maka selalu tertinggal di pantai suatu lingkaran rumput laut dan pelampung dan segala macam sampah dan ini merupakan pemandangan yang jelek. Tetapi dalam halnya satu laut maka hal itu lebih mengerikan dari yang lainnya. Air dari Laut Mati dapat digerakkan menjadi gelombang, dan gelombang ini juga mendamparkan pelampung ke pantai, tetapi dalam keadaan ini terdapat keadaan yang unik. Air Laut Mati begitu dipenuhi dengan garam sehingga mereka mengupas kulit pelampung; dan apabila kayu yang seperti itu terlempar di pantai, maka ia bersinar lokos dan putih, lebih sebagai tulang kering ketimbang sebagai kayu. 

Perbuatan-perbuatan orang fasik adalah laksana rumputan-rumputan yang tidak bermanfaat yang diserak-serakkan di pantai sesudah topan dan menyerupai relik-relik yang laksana tengkorak dari topan Laut Mati. Gambaran ini melukiskan secara hidup keburukan dan perbuatan-perbuatan penentang Yudas.

Yudas mempergunakan lagi gambaran yang lain. Orang fasik adalah laksana bintang-bintang yang menjelajah yang tetap berada dalam jurang kegelapan karena ketidak-taatan mereka. Contoh ini diambil secara langsung dari Buku Henokh. Di dalam buku itu bintang-bintang dan malaikat-malaikat kadang-kadang diidentikkan; dan terdapat gambaran mengenai nasib bintang-bintang yang, tidak taat kepada Allah, meninggalkan orbit yang telah ditetapkan bagi mereka dan kemudian dihancurkan. Nasib dari bintang penjelajah itu khas merupakan nasib dari mereka yang tidak taat kepada perintah Allah dan seakan-akan mengambil jalannya sendiri.

Yudas kemudian menegaskabn semua ini dengan suatu nubuatan; tetapi nubuatan itu lagi-lagi diambil dari Buku Henokh. Bahagian itu berbunyi sebagai berikut: “Dan sesungguhnya! Ia datang dengan sepuluh ribu orang kekudusannya untuk pengadilan ke atas semuanya, dan untuk membinasakan semua yang tidak bertuhan; dan untuk meyakinkan semua daging akan segala karya mereka yabng tanpa Tuhan itu, yang telah mereka kerjakan, dan tentang semua hal-hal yangsuliut yang oleh para pendosa yang tidfak bertuhan itu telah diucapkanb melawan dia.” (Henokh 1:9). Bandingkan kalimat itu dengan tulisan Yudas di ayat ke 15, “Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan."

Kutipan ini telah menimbulkan banyak pertanyaan mengenai Yudas dan Henokh. Tidak ada keraguan bahwa pada zaman Yudas, dan juga dalam zaman Yesus, Henokh merupakan buku yang sangat populer yang oleh setiap orang Yahudi yang saleh diketahui dan dibaca. 

Biasanya, apabila para penulis Perjanjian Baru mau meneguhkan kata-kata mereka, maka mereka melakukannya dengan mengutip Perjanjian Lama, mempergunakannya sebagai Firman Allah. Kalau begitu, haruskah kita memandang Henokh sebagai kitab suci, sebab Yudas mempergunakannya sama persis dengan ia mempergunakan salah seorang dari nabi-nabi? Ataukah seperti yang dikatakan Jerome, justru Yudas yang tidak boleh dipandang sebagai kitab suci, sebab ia telah melakukan kesalahan dengan mempergunakan suatu tulisan sebagai kitab suci yang sesungguhnya bukanlah kitab suci?


Tidak perlu menghabiskan waktu untuk perdebatan yang seperti ini. Kenyataannya adalah bahwa Yudas, seorang Yahudi yang saleh, mengetahui dan mencintai Buku Henokh dan telah bertumbuh di dalam suatu lingkungan di mana buku itu dipandang dengan hormat dan bahkan dengan takzim; dan bahwa ia mengambil kutipannya dari buku itu dengan sempurna, sudah tentu mengetahui bahwa para pembacanya akan mengakuinya dan menghormatinya. Ia hanya sekedar melaksanakan apa yang semua penulis Perjanjian Baru lakukan, sebagaimana setiap penulis harus lakukan dalam setiap zaman, dan berkata-kata kepada manusia dalam bahasa yang akan mereka akui dan pahami.

WATAK DARI ORANG FASIK

“Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan.” (Yudas 16)

Selanjutnya dalam ayat 16, Yudas mengemukakan tiga watak terakhir dari orang-orang fasik.

(1) Merekalah para penggerutu, yang senantiasa tidak puas dengan kehidupan yang Allah berikan kepada mereka. Dalam gambaran ini ia mempergunakan dua kata, satu yang sangat lazim bagi para pembaca Yahudinya, dan yang lainnya bagi para pembaca Yunaninya.

a). Kata yang pertama adalah ‘goggustes’ (dalam bahasa Yunani Gg diucapkan sebagai ng). Kata ini menggambarkan suara-suara yang tidak puas dari para penggerutu danm adalah sama seperti yang sering dipergunakan dalam Perjanjian Lama Bahasa Yunani untuk ‘sungut-sungutan’ dari anak-anak Israel kepada Musa ketika ia memimpin mereka melalui hutan belantara (Keluaran 15:24, 17:3; Bilangan 14:29). Suaranya melukiskan sungut-sungutan yang rendah dari ketidakpuasan yang timbul dari umat yang memberontak. Orang-orang fasik ini dalam zaman Yudas merupakan rekan modern dari sungutan bangsa Israel di dalam padang gurun, orang-orang yang penuh gerutuan terhadap tangan bimbingan Allah.

b) Kata yang kedua adalah ‘mempsimoiros’. Kata ini terdiri atas dua kata Yuinani, ‘memphesthai’ yang berarti menyalahkan; dan ‘moira’ yang berarti nasib atau kehidupan yang diperuntukkan bagi seseorang. Seorang mempsimoiros adalah seseorang yang senantiasa merengut mengenai kehidupan pada umumnya. Theophrastus adalah seorang yang menguasai watak Yunani, dan ia mempunyai studi yang bersifat mengolok-olok terhadap mempsimoiros, yang patut dikutip secara lengkap:

Suka bersungut adalah suatu pengeluhan yang tidak pantas terhadap nasib seseorang; orang yang bersungut akan mengatakan kepada yang membawanya suatu porsi dari meja sahabatnya: “Engkau menyesalkan aku atau anda telah mengajak aku untuk makan bersama secara pribadi.” Ketika nyonya rumahnya menciumnya ia berkata, “Saya ingin tahu apakah anda mencium aku dengan begitu hangat memang bersumber dari hatimu.” Ia tidak senang dengan Zeus, bukan karena ia tidak memberikan hujan, tetapi sebab ia sudah begitu lama memberikannya. Ketika ia menemukan dompet di jalan, ia berkata: “Ah! Tetapi saya tidak pernah mendapatkan harta benda.” Ketika ia telah membeli seorang budak dengan murah dengan banyak mendesak penjualan, ia berteriak: “Saya ingin tahu apakah yang saya beli dengan murah ini benar-benar mempunyai mutu yang baik.” Ketika orang menyampaikan kabar baik kepadanya bahwa anaknya sudah lahir, kemudian ia berkata: “Jikalau engkau menambahkan bahwa aku telah kehilangan separuh dari perhitunganku, maka engkau mengatakan hal yang benar.” Jikalau orang ini memenangkan perkara, melalui keputusan suara bulat maka pasti ia akan menemukan kesalahan dengan penulis-pidatonya yang telah menghilangkan begitu banyak unsur-unsur pembelaannya. Dan jikalau suatu langganan telah diperoleh baginya di antara sahabat-sahabatnya, dan salah seorang dari mereka berkata kepadanya, “Engkau bisa beriang-gembira sekarang,” ia akan berkata: “Apa? Kapankah aku harus membayar kembali bagian seseorang dan berterima kasih padanya dalam persetujuan ini?”

Di sini, secara hidup digambarkan oleh pena Theophrastus yang halus adalah gambaran dari seseorang yang senantiasa bersungut-sungut dalam setiap situasi apapun. Ia dapat menemukan kesalahan dengan persetujuan-persetujuan yang paling baik, perbuatan-perbuatan yang paling baik, keberhasilan-keberhasilan yang paling lengkap, keberuntungan yang paling kaya. 

“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” (1 Timotius 6:6); tetapi orang-orang fasik secara kronis tidak puas dengan kehidupan dan dengan tempat dalam kehidupan yang Tuhan telah berikan kepada mereka. Ada beberapa orang yang lebih tidak populer dari para perengut yang kronis dan semuanya sebaiknya mengingat bahwa sungutan-sungutan yang demikian merupakan juga hujat kepada Allah.

(2) Yudas mengulangi suatupokok mengenai orang-orang fasik ini, yang telah berkali-kali ia lakukan – tingkah lkaku mereka ditentukan oleh keinginan mereka. Bagi mereka disiplin pribadi dan pengekangan diri bukanlah apa-apa; bagi mereka hukum moral hanyalah suatu beban dan suatu gangguan; kehormatan dan kewajiban tidak mempunyai arti bagi mereka, mereka tidak mempunyai keinginan untuk melayani dan tidak mempunyai perasaan pertanggungan jawab. Nilai mereka yang satu adalah kesenangan dan dinamika mereka yang satu adalah keinginan. Jikalau semua orang sama seperti itu, maka dunia akan kacau balau sama sekali.

(3) Mereka berkata-kata dengan sombong dan pongah, namun pada saat yang sama mereka siap untuk menjadi kaki tangan kejahatan yang besar, jikalau mereka berpikir bahwa mereka akan memperoleh apa saja dari situ. Sangat mungkin bagi seseorang pada saat yang sama menjadi makhluk yang bombastis bagi orang-orang yang ia ingin pengaruhi dan suatu penjilat pantat kepada orang-orang yang memuliakan diri mereka sendiri dan pengrayu orang-orang lainnya, kalau mereka berpikir bahwa situasinya memang menuntut dimikian; dan keturunan mereka tetap berada di antara mereka.

WATAK DARI KESALAHAN

“Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, ingatlah akan apa yang dahulu telah dikatakan kepada kamu oleh rasul-rasul Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab mereka telah mengatakan kepada kamu: "Menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek yang akan hidup menuruti hawa nafsu kefasikan mereka." Mereka adalah pemecah belah yang dikuasai hanya oleh keinginan-keinginan dunia ini dan yang hidup tanpa Roh Kudus.” (Yudas 17-19)

Yudas mengacu umatnya sendiri bahwa tidak akan ada sesuatu yang terjadi dari apa yang mereka tidak harapkan. Para Rasul telah memperingatkan bahwa pada saat-saat akhir justru orang-orang fasik seperti itu akan hilang. Kata-kata sesungguhnya dari kutipan Yudas tidak terdapat dalam suatu kitab Perjanjian Baru. Ia mungkin melakukan satu dari tiga hal. Ia mungkin tidak mengutip suatu buku rasuli yang kita tidak punyai lagi. Ia mungkin mengutip bahan suatu buku, tetapi tradisi lisan dari khotbah rasuli atau suatu khotbah yang ia sendiri dengar dari para rasul. Ia mungkin memberikan suatu pengertian yang umum terhadap suatu bagian Alkitab seperti 1 Timotius 4:1-3. Dalam suatu peristiwa ia menceritakan umatnya bahwa kesalahan akan dinantikan di dalam gereja. Dari sini kita dapat melihat kepastian dari watak orang-orang fasik ini.

(1) Mereka menghinakan kebaikan danb tingkah laku mereka dikuasai oleh keinginan-keinginan mereka sendiri yang fasik. Dua hal berjalan bersama. Para penentang Yudas ini mempunyai dua watak, seperti telah kita lihat. Mereka percaya kepada tubuh, yang adalah materi itu sebagai kejahatan, karena itu, tidak ada perbedaan jikalau seseorang mengikuti saja kemauannya. Selanjutnya, mereka memperdebatkan bahwa, oleh karena anugerah dapat mengampuni dosa apa saja, maka dosa bukan merupakan persoalan. Bidat-bidat ini mempunyai watak ketiga. Mereka percaya bahwa merekalah pemikir-pemikir yang maju; dan mereka memandang orang-orang yang memberlakukan standar-standar moral yang tua sebagai ketinggalan zaman dan “out of date”.

Pandangan seperti ini bukannya sama sekali mati. Masih tetap ada orang yang percaya bahwa standar-standar moral yang sekali sudah diterima khususnya dalam perkara-perkara seks, sudah ketinggalan zaman. Terdapat ayat yang dahsyat dalam Perjanjian Lama: “Orang bebal berkata dalam hatinya, tidak ada Allah.” (Mazmur 53:1). Dalam teks itu, bebal tidak berarti orang yang tanpa otak; tetapi seseorang yang sedang mempermainkan kebebalannya. Dan kenyataan bahwa ia mengatakan tidak ada Allah sama sekali disebabkan oleh impian khayal. Ia tahu bahwa, jikalau ada Allah, maka ia salah dan dapat mencari penghakiman; karena itu, ia menghapuskan Allah. Pada akhirnya mereka yang menghapuskan hukum moral dan yang membiarkan kehendak dan hawa nafsu mereka meraja lela, melakukan demikian, karena mereka mau melakukan apa yang mereka kehendaki. Mereka mendengar dirinya sendiri dan bukannya mendengar Allah – dan mereka melupakan bahwa akan tiba saatnya mereka dipaksa untuk mendengarkan-Nya.

(2) Orang-orang fasik ini mempunyai watak yang kedua. Mereka menyebabkan perpecahan – mereka adalah makhluk-makhluk daging, tanpa Roh. Di sini terdapat pemikiran yang paling bermakna – menciptakan perpecahan dalam gereja senantiasa adalah dosa. Dalam dua cara orang-orang ini menciptakan perpecahan.

(a) Seperti telah kita lihat, bahkan pada Perjamuan Kasih mereka mempunyai klik-kliknya sendiri. Oleh kelakuan mereka senantiasa menghancurkan persekutuan di dalam gereja. Mereka menciptakan suatu lingkaran untuk menutup orang lain di luar dan bukannya justru untuk memasukkan orang-orang itu dalam lingkaran tersebut.

(b) Tetapi mereka melangkah lebih jauh lagi. Terdapat pemikir-pemikir tertentu dalam gereja purba yang mempunyai cara melihat sifat manusia yang secara esensial memecah manusia dalam dua kelas. Untuk memahami hal ini maka kita harus mengetahui sesuatu mengenai fisiologi Yunani. Bagi orang Yunani, manusia adalah tubuh (soma), Jiwa (psuche) dan roh (pneuma). Soma adalah konstruksi fisik manusia. Psuche, sulit untuk dipahami. Bagi orang Yunani jiwa, psuche, hanyalah kehidupan fisik; segala sesuaytu yang hidup dan bernapas mempunyai psuche. Pneuma, roh, agak berbeda, ia hanya dipunyai manusia, dan itu menyebabkan manusia menjadi makhluk yang berpikir, yang mempunyai hubungan rapat dengan Allah, sanggup berbicara kepada Allah, dan juga sanggup mendengarkan-Nya.

Para pemikir ini selanjutnya memperdebatkan pandangan bahwa semua orang mempunyai pseuche, tetapi hanya beberapa saja yang memiliki pneuma. Hanya yang sungguh-sungguh inteleklah, kaum elite, yang memiliki pneuma; dan, karena itu, hanya beberapa orang itu yang dapat menyebabkan agama yang benar. Selebihnya harus puas dengan berjalan pada tingkat yang lebih rendah dari pengalaman religius.

Karena itu, mereka membagi manusia atas dua kelas. Ada yang disebut kaum psuchekoi, yang secara fisik memang hidup tetapi yang secara intelek dan spiritual sudah mati. Mereka dapat disebut makhluk yang bersifat daging. Yang mereka punyai hanyalah kehidupan darah dan daging; kemajuan intelektual dan spiritual sudah berada di atas jangkauan mereka. Kemudian ada kaum pneumatikoi, yang mampu untuk kehidupan intelektual, yang benar pengenalan akan Allah dan pengalaman spiritual yang benar. Di sinilah diciptakan suatu aristoktasi intelektual dan spiritual terhadap orang-orang biasa.

Selanjutnya orang-orang ini, yang meyakini dirinya sebagai kaum pneumatikoi, percaya bahwa mereka bebas dari segala hukum-hukum yang biasa menguasai tingkah laku manusia. Orang-orang biasa memang harus mengikuti segala standar moral yang diterima tetapi mereka sendiri berada di atasnya. Bagi mereka dosa tidak ada. Mereka begitu maju sehingga apa pun dapat mereka lakukan tanpa kuatir akan terjatuh dalam dosa. Kita mungkin mengingat bahwa masih ada orang yang percaya bahwa mereka berada di atas hukum, yang mengatakan dalam hati mereka bahwa hal itu tidak pernah terjadi kepada mereka dan percaya bahwa mereka dapat lolos dengan apa saja.

Kita sekarang dapat melihat betapa pintarnya Yudas menangani orang-orang ini yang berkata bahwa sisa dunia ini adalah kaum psuchekoi, sedangkan mereka sendiri adalah kaum pneumatikoi. Yudas mengambil alih kata-kata mereka dan dengan jitu membalikkannya. “Adalah kalian,” demikian Yudas membentak, “yang sebenarnya termasuk kaun psuchekoi, yang didominasi oleh daging. Kalianlah yang tidak memiliki pneuma, yang tidak mempunyai pengetahuan yang riil dan tidak mempunyai pengalaman tentang Allah.” Yudas mengatakan kepada orang-orang ini bahwa, walaupun mereka memandang dirinya sendiri sebagai satu-satunya orang beragama yang sejati, mereka sebenarnya tidak mempunyai agama yang sungguh-sungguh. Sedangkan orang-orang yang mereka hinakan justru lebih baik dari mereka.

Sesungguhynya orang-orang yang disebut intelek dan spiritual ini menginginkan untuk berdosa dan kemudian memutar-balikkan agama untuk membenarkan dosa-dosa mereka.

WATAK DARI KEBAIKAN

“Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus. Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal.” (Yudas 20-21)

Dalam pembahasan surat Yudas yang lalu, Yudas menggambarkan watak kesalahan, di sini ia melukiskan watak kebaikan.

(1) Orang yang baik membangun kehidupannya atas dasar iman yang paling kudus. Artinya, kehidupan Kristen dialaskan, bukan atas sesuatu yang ia ciptakan sendiri, tetapi atas sesuatu yang ia terima. Ada mata rantai dalam memindahkan iman. Iman itu berasal dari Yesus kepada para rasul, kemudian dari rasul kepada gereja; dan dari gereja datang kepada kita. Ada sesuatu yang hebat di sini. Itu berarti bahwa iman yang kita pegangi bukanlah sekedar pendapat pribadi seseorang. Iman itu adalah penyataan yang berasal dari Yesus Kristus dan dipeliharakan dan diteruskan dalam gereja-Nya, senantiasa di bawah pemeliharaan dan bimbingan Roh Kudus dari generasi yang satu ke generasi yang berikutnya.

Iman itu adalah iman yang paling kudus. Lagi-lagi kita melihat makna kata kudus ini. Makna akarnya berbeda. Yang kudus berbeda dari hal-hal lain, seperti imam berbeda dari orang-orang lainnya yang beribadah. Bait Allah berbeda dari bangunan-bangunan lainnya, Sabat berbeda dari hari-hari lainnya, dan Allah tentu saja sangat berbeda dari manusia.

Dalam dua cara iman kita berbeda. (a) Iman kita itu berbeda dari imam-imam lainnya dan dari filsafat-filsafat dalam arti bahwa ia bukan ciptaan manusia, melainkan berasal dari Allah. Bukan pemikiran tetapi penyataan, bukan hanya menduga-duga tetapi kepastian. (b) Iman kita itu berbeda dalam hal bahwa ia mempunyai bukan hanya sekedar perubahan pemikiran tetapi yang juga merubahkan kehidupan; bukan hanya sekedar kepercayaan secara intelektual tetapi juga suatu dinamika moral.

(2) Orang baik adalah orang yang berdoa. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut: “Agama yang riil berarti ketergantungan.” Esensi agama adalah pengakuan akan ketergantungan total kita kepada Allah; dan doa adalah pengakuan terhadap ketergantungan itu dan pengarahan pengharapan kita kepada Allah untuk pertolongan yang kita butuhkan. Moffat mendefinisikannya sebagai berikut: “Doa adalah kasih yang dibutuhkan yang menghendaki kasih dalam kekuatan.”

Orang Kristen haruslah merupakan orang-orang yang berbeda atas dasar sedikitnya dua alasan: (a) Ia tahu bahwa ia harus menguji segala sesuatu kepada kehendak Allah dan karena itu, ia harus membawa segala sesuatu kepada Allah untuk memintakan persetujuan-Nya; (b) Ia tahu bahwa dirinya sendiri tidak dapat berbuat apa-apa tetapi bahwa dengan Tuhan maka segala sesuatu mungkin dan, karena itu, ia haruslah senantiasa membawa ketidak-cukupannya itu kepada kecukupan Allah.

Doa, kata Yudas, haruslah dalam Roh Kudus. Yang ia maksudkan adalah ini. Doa manusiawi kita paling tidak kadang-kadang terikat dengan egoisme dan kebutaan. Hanyalah kalau Roh Kudus memiliki kita selengkapnya bahwa kehendak kita adalah sangat murni sehingga doa kita juga menjadi doa yang benar. Kebenaran adalah bahwa sebagai Kristen kita diikat untuk berdoa kepada Allah, tetapi Ia saja yang dapat mengajar kita bagaimana berdoa dan apa yang patut didoakan.

(3) Orang yang baik menjaga dirinya untuk selalu berada dalam kasih Allah. Apa yang dipikirkan Yudas di sini adalah hubungan perjanjian yang lama antara Allah dan umat-Nya sebagaimana digambarkan dalam Keluaran 24:1-8. Allah datang kepada umat-Nya menjanjikan bahwa Ia akan menjadi Allah mereka dan bahwa mereka akan menjadi umat-Nya; tetapi bahwa hubungan mereka itu tergantung pada penerimaan dan ketaatan akan hukum yang Ia berikan kepada mereka.

“Kasih Allah,” kata Moffat, “mempunyai syarat-syarat persekutuannya sendiri.” Itu benar dalam satu pengertian bahwa kita tidak pernah melayang di luar kasih dan pemeliharaan Allah; tetapi juga benar bahwa, jikalau kita ingin tetap berada dalam persekutuan dengan Allah, kita harus memberi kepadanya kasih dan kekuatan yang sempurna yang selalu harus berjalan bersama.

(4) Orang yang baik menanti dengan pengharapan. Ia menantikan kedatangan Yesus Kristus dalam belas-kasihan, kasih dan kuasa; karena ia tahu bahwa maksud Kristus baginya adalah untuk membawanya kepada kehidupan kekal, yang tidak lain dari kehidupan Allah sendiri.

MEMPEROLEH KEMBALI YANG HILANG

“Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api. Tetapi tunjukkanlah belas kasihan yang disertai ketakutan kepada orang-orang lain juga, dan bencilah pakaian mereka yang dicemarkan oleh keinginan-keinginan dosa.” (Yudas 22-23)

Berbagai-bagai penerjemah memberikan terjemahan yang berbeda-beda terhadap bagian Alkitab ini. Alasannya adalah bahwa terdapat banyak keraguan mengenai apakah terjemahan bahasa Yunanilah yang tepat. Namun tentunya terjemahan yang tepat adalah menurut yang paling dekat dengan teks aslinya. 

Bahkan bagi kaum bidat yang paling buruk pun, bahkan mereka yang sudah berjalan begitu jauh dalam kesalahan pun, dan mereka yang kepercayaannya paling berbahaya, orang Kristen mempunyai suatu tugas yang mengikat bukan untuk membinasakan tetapi untuk menyelamatkan. Tujuannya mestilah, bukan untuk membuang mereka dari gereja Kristen, tetapi untuk memenangkan mereka kembali ke dalam persekutuan Kristen. Seperti yang nampak dari bagian Alkitab ini, Yudas membagi para pembuat gaduh dalam gereja itu dalam tiga kelas, yang terhadapnya pendekatan yang berbeda-beda juga dibutuhkan.

(1) Mereka yang bercumbu-cumbu dengan kepalsuan. Mereka tertarik dengan cara yang salah dan berada dalam kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang salah; tetapi tetap ragu-ragu sebelum melakukan hal-hal yang salah, tetapi tetap masih ragu-ragu sebelum mengambil langkah akhir. Kepada mereka harus diberikan argumen-argumen agar mereka keluar dari kesalahan mereka sementara waktu masih ada. Dari dua hal ini diambil sebagai suatu tugas.

a). Kita harus belajar agar sanggup dan mampu membela iman untuk memberikan alasan bagi pengharapan yang terdapat di dalam kita. Kita harus tahu apa yang kita percayai sehingga kita dapat menemui kesalahan berdasar kebenaran; dan kita harus menyanggupkan diri kita untuk membela iman dalam cara yang sedemikian rupa sehingga keluwesan dan kejujuran kita boleh memenangkan orang lain. Untuk dapat melakukan ini maka kita harus menangggalkan segala ketidak-pastian dari pemiiran kita dan segala kesombongan dan intoleransi kita dari pendekatan kita kepada orang-orang lainnya.,

b) Kita harus siap berbicara pada waktunya. Banyak orang dapat diselamatkan dari kesalahan berpikir dan tindakan, jika ada orang yang telah berbicara tepat pada waktunya. Kadang kala kita ragu-ragu untuk berbicara, tetapi banyak kali berdiam diri adalah pengecut dan dapat mengakibatkan lebih banyak kerugian daripada yang diakibatkan oleh kata-kata. Satu dari tragedi terbesar daklamn kehidupan adalah bila seseorang datang kepada kita dan berkata, “Saya tidak pernah terlibat dalam kekacauan yang sedang saya alami, bila seseorang mungkin anda – telah berbicara dengan saya.”

(2) Ada orang yang harus direnggut dari api. Mereka sebenarnya telah memulai pada jalan yang salah dan harus dihentikan, kalau perlu, secara keras, sekalipun bertentangan dengan kemauan mereka. Memang ada baik untuk mengatakan bahwa kita harus membiarkan kebebasan orang dan ia mempunyai hak untuk berbuat apa yang ia kehendaki, semua ini adalah benar, tetapi ada waktunya ketika seseorang harus ditolong sekalipun dengan kekeliruan.

(3) Ada orang yang harus kita sayangi dan takuti pada waktu yang bersamaan. Di sini Yudas memikirkan mengenai sesuatu yang selalu benar. Ada bahaya bagi seorang berdosa, tetapi juga terdapat bahaya bagi seorang penyelamat. Ia yang mau menyembuhkan penyakit menular dan mengalami dan mengalami resiko akan ditulari pula.

Yudas berkata bahwa kita harus membenci sepotong pakaian yang dinodai dengan daging, Hampir pasti ia berpikir di sini mengenai peraturan-pedraturan yang terdapat di dalam Imamat 13:47-52, di mana ditetapkan bahwa sepotong kain yang dipakai oleh seseorang yang ternyata mengidap sakitr lepra haruslah dibakar. Peribahasa lama tetap benar – kita harus mengasihi orang-orang berdosa tetapi membenci dosa. Sebelum seseorang menyelamatkan yang lain, ia sendiri harus kuat dalam iman. Kakinya sendiri haruslah teguh pada tanah yang kering sebelum ia dapat melemparkan pelampung kepada seseorang yang rupanya akan hanyut. Fakta yang sederhana adalah bahwa penyelamatan terhadap mereka yang berada dalam kesalahan bukanlah sesuatu yang dicobakan kepada setiap orang. Mereka yang mau memenangkan orang-orang lain bagi Kristus mestilah sendiri mempunyai kepastian tentang Dia; dan mereka yang mau memerangi penyakit-penyakit mestilah sendiri memiliki antiseptik yang kuat dari iman yang sehat. Ketidaktahuan tidak pernah dapat ketemu dengan ketidaktahuan; bahkan juga tidak dengan pengetahuan yang sebahagian. Ketidaktahuan hanya dapat ketemu dengan penegasan dan peneguhan. “Aku tahu terhadap siapa aku percvaya.”

PENENTUAN SEBAB PUJIAN YANG TERAKHIR

“Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya, Allah yang esa, Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.” (Yudas 24-25)

Yudas sudah tiba pada akhir suratnya dengan suatu penentuan pujian yang mengesankan.

Tiga kali dalam Perjanjian Baru puji-pujian diberikan kepada Allah itu yang mampu. Dalam Roma 16:25 Paulus menaikkan puji-pujian kepada Allah yang mampu untuk menguatkan kita. Allah adalah satu pribadi yang dapat memberikan kita dasar bagi kehidupan yang tidak akan pernah seorang pun mengguncangnya. Dalam Efesus 3:20 Paulus memanjatkan puji-pujian kepada Allah yang mampu melakukan sesuatu yang lebih dari yang kita minta atau pernah memimpikannya. Ia adalah Allah yang anugerah-Nya tidak pernah dapat dihabiskan dan kepada Siapa tidak akan pernah ada klaim yang demikian banyaknya.

Di sini Yudas menyampaikan pujiannya kepada Allah yantg mampu.

(1) Allah mampu untuk mencegah kita dari kesilapan. Kata yang dipakai adalah ‘aptaistos’. Kata ini dipakai baik untuk seekor kuda yang kakinya kuat, yang tidak akan terantuk maupun untuk seseorang tidak terjatuh ke dalam kesalahan. “Ia tidak akan membiarkan kakimu terantuk.” Ataupun seperti dikatakan dalam Mazmur 121:3, “Ia takkan membiarkan kakimu goyah”. 

Berjalan bersama Allah adalah berjalan dalam keamanan sekalipun pada jalan yang paling berbahaya dan paling licin. Dalam upaya untuk mendaki gunung, para pendaki diikat bersama sehingga jikalau seorang pendaki yang tidak berpengalaman pun akan terjatuh, maka pendaki yang ahli akan mengambil alih bebannya dan menyelamatkannya. Demikianlah juga, kalau kita mengikatkan diri kita kepada Allah, maka Ia akan menyelamatkan kita.

(2) Ia dapat membiarkan kita berdiri di hadapan kemuliaan-Nya tidak bercela. Kata yang dipakai untuk tidak berecela adalah ‘amomos’. Ini secara wataknya adalah suatu kata yang bersifat berkorban; dan secara umum dan teknis dipakai untuk seekor binatang seekor binatang yang tanpa cacat atau noda; dan karena itu, layak untuk dipersembahkan kepada Allah. Hal yang mengagumkan adalah bahwa apabila kita menundukkan diri kita kepada Allah, maka anugerah-Nya dapat menjadikan kehidupan kita tidak kurang dari suatu korban yang layak untuk dipersembahkan kepada-Nya.

(3) Ia dapat membawa kita ke dalam kegembiraan-Nya. Memang cara yang lazim untuk memikirkan hal masuk ke dalam hadirat Allah adalah dalam ketakutan dan malu. Tetapi oleh karya Yesus Kristus dan dalam anugerah Alah, kita tahu bahwa kita dapat datang kepada Allah dengan kegembiraan dan segala ketakutan ditiadakan. Melalui Yesus Kristus, Allah, Hakim yang teguh, telah menjadi dikenal oleh kita sebagai Allah Bapa yang mengasihi.

Kita mencatat lagi satu hal terakhir. Biasanya kita mengaitkan kata Juruselamat dengan Yesus Kristus, tetapi di sini Yudas mengaitkannya dengan Allah. Bukan hanya Yudas yang melakukan hal seperti ini, karena Allah sering dipanggil Juruselamat dalam Perjanjian Baru (Lukas 1:47; 1 Timotius 1:1, 2:3, 4:10; Titus 1:3, 2:10, 3:4). Dengan demikian kita akhiri dengan kepastian yang besar dan yang menghiburkan bahwa di belakang segala sesuatu terdapatlah kepastian bahwa di dalam dunia ini ada Allah yang namanya Juruselamat. Orang Kristen mempunyai kepastian yang menggembirakan bahwa di dalam dunia ini ia hidup dalam kasih Allah dan di dalam dunia yang akan datang ia akan pergi kepada kasih itu. Kasih Allah sekaligus adalah suasana dan tujuan dari segala kehidupannya.

Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :


Amin.
Next Post Previous Post