6 KUALITAS MURID KRISTUS YANG SESUNGGUHNYA
“Dalam hal inilah BapaKu dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-muridKu.” (Yohanes 15:8).
gadget, bisnis, otomotif |
Amanat Agung yang diperintahkan Kristus untuk dilakukan oleh para Rasul dan setiap orang Kristen dalam Matius 28:19 adalah untuk “menjadikan murid,” bukan hanya sekedar untuk “membaptiskan” seseorang menjadi anggota gereja dari denominasi Kristen tertentu.
Baptisan adalah merupakan salah satu proses dalam rangka untuk menjadikan seseorang menjadi murid. Baptisan bukanlah merupakan akhir dari perintah Kristus dalam Matius 28:29. Bahkan baptisan bukanlah merupakan “jaminan” bahwa seseorang sudah menjadi murid yang sesungguhnya. Sebab ternyata ada banyak anggota gereja yang sudah menerima baptisan, bahkan sudah puluhan tahun menjadi anggota gereja tetapi ternyata belum menjadi murid yang sebenarnya, oleh karena mereka belum menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab (meminjam istilah Peter Wagner seorang ahli pertumbuhan gereja), mereka hanya sebagai penonton bukan menjadi murid yang sesungguhnya.
I.Definisi Murid
Sangat disayangkan bahwa saat ini, “Kekristenan” lebih identik dengan “agama” bukan dengan “hubungan,” dan kata “Kristen” saat ini nampaknya bukanlah merupakan kata yang paling tepat untuk menyatakan seseorang itu sebagai pengikut Kristus, meskipun memang kata “Kristen” pada zaman KeKristenan yang mula-mula, dulu pernah merupakan kata yang paling tepat untuk menyatakan pengikut dan murid Kristus (Kisah Para Rasul 11:26)
Menurut Larry Moore dalam tulisannya Growing Disciple! A Handbook for Discipleship bahwa pengertian dasar dari kata “murid” ialah “seseorang yang menerima, menuruti, dan menolong untuk menyebarkan ajaran dari gurunya.” Dari definisi ini jelaslah bahwa seorang murid Kristus (pengikut Kristus) yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kristen, menuntut lebih dari hanya sekedar pernyataan iman kepercayaan Kristiani. Menjadi seorang pengikut atau murid Kristus memerlukan suatu perubahan hidup, nilai-nilai hidup, cara berpikir, cara berbicara dan cara bertindak.
II. Kualitas dari Seorang Murid Kristus yang Sesungguhnya.
Untuk dapat mengetahui apakah saudara merupakan seorang murid yang sesungguhnya atau tidak, di bawah ini saya akan menguraikan 6 (enam) kualitas dari seseorang yang benar benar merupakan seorang murid.
1. Memiliki kasih yang sangat besar kepada Kristus.
Injil Lukas 14:26 mencatat mengenai kualitas pertama dari seorang murid yang sesungguhnya ini dengan mengatakan: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anak-Nya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Sepintas ayat di atas bukan hanya tidak masuk akal, tetapi nampaknya ayat itu bertentangan dengan semua ajaran-ajaran Kristus yang lainnya. Tapi sebenarnya ayat ini jika kita teliti, sebenarnya hanyalah untuk menekankan bahwa untuk menjadi seorang murid Kristus, maka tingkat dan kualitas kasih kita kepada Kristus haruslah lebih besar dari tingkat dan kualitas kasih kita kepada hubungan kita kepada orang lain, apakah itu orangtua, istri, suami, abang, kakak bahkan terhadap diri sendiri.
Sebenarnya kasih kita yang sangat besar kepada Kristus tidak akan meniadakan kasih kita kepada orang lain. Malah sebaliknya, jika kita memiliki kasih yang begitu dalam kepada Kristus maka secara otomatis kasih saya kepada yang lainnya akan semakin dalam pula, sebagaimana Kristus mengasihi saya.
Sering sekali kita berkata, “Saya sangat mengasihi Kristus.” Tapi tunggu dulu, “Apakah saya benar- benar sangat mengasihi-Nya?” Dalam cara apakah saya tunjukkan kasih saya ini? Berapa lama saya menyediakan waktu untuk bersama-sama dengan Dia? Kapan terakhir kali saya gunakan waktu saya sehari penuh bersama-sama dengan Dia? Apakah Kristus mendapat tempat yang utama dalam hidup saya? Dalam bank account saya? Dalam rekreasi saya?
Apakah kita menyadari bahwa kasih yang besar kepada Kristus memerlukan banyak waktu untuk bersama dengan Dia, merenungkan Dia, melayani Dia, dan bekerja untuk Dia. Apakah Kristus mendapat tempat yang pertama dalam hidup kita? Apakah kita sering mengadakan pergaulan yang intim dengan Dia?
2. Total Komitmen.
Kualitas kedua dari seorang murid yang sesungguhnya dicatat dalam Injil Lukas 14:27 “Barang siapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, Ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Salib adalah merupakan lambang kematian. Yesus dengan sukarela telah memberikan hidup-Nya untuk kita.
Untuk menjadi murid Kristus, masing-masing kita harus mati untuk semua kepentingan diri kita dan kita harus hidup untuk Dia. Mengikuti seseorang adalah merupakan lambang dari penyerahan diri. Sebagai seorang murid masing-masing kita harus menyerahkan kemauan kita, sikap kita, keinginan kita, impian kita, tujuan kita, hidup kita dan segala sesuatunya untuk Kristus. Semuanya ini memerlukan komitmen total dari masing-masing kita kepada Kristus
Rasul Paulus adalah merupakan murid yang memiliki kualitas ini, dia berkata: “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2:19,20) . Apakah masih ada suatu daerah di dalam hidup kita ini yang belum kita serahkan secara total kepada Kristus? Apakah kita sudah mematikan kepentingan diri kita dan menyerahkan diri kita secara total kepada Kristus?
3. Pengorbanan yang Lengkap (Komplit)
Kualitas ketiga dari seorang murid yang sesungguhnya dicatat dalam Injil Lukas 14:33 “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” Untuk menjadi murid Kristus memerlukan pengorbanan yang komplit.
Ayat ini berarti, agar menjadi seorang murid Kristus yang sesungguhnya saya harus mempersembahkan istri saya, anak-anak saya, rumah saya, mobil saya, pakaian saya, bank account saya, hobby saya. Segalanya! Tetapi mengapa? Mengapa saya harus menyerahkan dan mengorbankan segalanya?
Sering kali orang bertanya-tanya, Untuk menjadi murid Kristus saya sudah menyerahkan diri saya, tapi kenapa sekarang saya disuruh untuk mempersembahkan semua harta milik saya? Apakah menyerahkan diri saya kepada Kristus belum cukup? Apa salahnya saya memiliki semua harta benda ini?
Kisah John Bunyan menolong saya untuk dapat mengerti Lukas 14:33 ini. Diceritakan Pendeta John Bunyan adalah merupakan seorang pendeta di sebuah gereja kecil, merupakan seorang pengkhotbah yang sangat berkuasa.
Suatu hari utusan pemerintah datang menemui John dan berkata bahwa setiap pendeta harus memiliki izin untuk berkhotbah agar dia dapat berkhotbah. Setelah berpikir untuk beberapa saat lamanya, John bertanya, apakah surat izin yang akan diberikan itu juga akan menentukan mana yang dapat di khotbahkan dan mana yang tidak dapat dikhotbahkan? Utusan pemerintah itu berkata, ya! Kemudian John menolak untuk mendapatkan surat izin itu sambil berkata, hanya Allah saja yang dapat menentukan mana yang dapat saya khotbahkan dan mana yang tidak dapat saya khotbahkan.
Utusan pemerintah itu berkata kepada John bahwa surat izin ini bukanlah merupakan pilihan tetapi adalah merupakan keharusan, dan jika tidak memiliki surat izin ini John tidak akan dapat berkhotbah dan malah John akan dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian John berkata, “Kamu boleh memasukkan saya ke penjara, tetapi aku tidak akan mengambil surat izin itu.”
Utusan pemerintah itu mengingatkan agar John berpikir secara hati-hati sebelum mengambil keputusan itu. Sebab bisa jadi dia akan dimasukkan ke penjara Bedford, suatu penjara yang sangat mengerikan, dingin dan kotor. Biasanya orang-orang yang dipenjarakan di Bedford mengalami penyakit arthritis dan pneumonia. Mereka kembali menanyakan John apakah dia memang mau dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian John berkata, “Saya tidak mau masuk penjara, tetapi saya juga tidak mau menerima surat izin itu.’
Singkat cerita akhirnya John dimasukkan ke penjara Bedford. Setelah beberapa bulan berada di sana, utusan pemerintah itu datang lagi kepada John dan berkata bahwa anggota jemaatnya sudah tidak mendukungnya lagi. Mereka tidak lagi pergi ke gereja. Kemudian utusan pemerintah itu berkata, “Mengapa kamu tidak ambil saja surat izin ini lalu kamu kembali lagi kepada anggota jemaatmu?” John berkata: “Saya mau untuk kembali kepada anggota jemaatnya tetapi dia tidak mau menerima surat izin itu.”
Beberapa tahun telah berlalu, utusan pemerintah itu berkata kepada John, “Gerejamu sudah ditutup. Pintu-pintu dan jendelanya sudah ditutup. Mengapa kamu tidak menerima surat izin itu? Sekali lagi John berkata bahwa dia tidak dapat menerima surat izin itu.
Suatu waktu pegawai pemerintah itu kembali menemui John, kemudian dia melemparkan surat izin itu ke lantai penjara yang sangat kotor itu dan berkata, “Jika kamu mau hanya mengambil surat izin itu saja dari lantai kamu dapat pergi dan dibebaskan.” Akhirnya ngengat memakan surat izin itu karena John tidak kunjung mengambil surat izin itu.
Utusan pemerintah itu kemudian menemui istri John dan berkata sekiranya istri John dapat menemui John dan meminta agar John mengambil surat izin itu. Kemudian istri John berkata, suamiku tidak akan mau mengambil surat izin itu.
Setelah lima tahun lebih lamanya, utusan pemerintah itu kembali menemui John dan berkata bahwa putri John sangat sakit dan hampir mati. Mereka kembali meminta John untuk mengambil surat izin itu kemudian dia dapat ke rumah dan menemui putrinya yang sudah hampir mati itu. John hanya memiliki seorang anak saja, yaitu seorang wanita yang saat ini hampir mati.
Putri John ini adalah seorang buta dan menderita penyakit epilepsi. John berusaha untuk mengalahkan emosinya dan akhirnya dia berkata: “Saya mengasihi putri saya lebih dari mengasihi hidup itu sendiri, Tetapi saya lebih mengasihi Allah dari pada mengasihi putri saya, Saya tidak akan mengambil surat izin itu.”
Dalam bukunya Pilgrim’s Progress yang ditulisnya di penjara Bedfor itu, John Bunyan menulis: “Orang Kristen, orang Kristen, dapatkah engkau mendengarkan saya orang Kristen? Sudahkah engkau menghitung harganya? Dengarkanlah saya orang Kristen.
Apakah kita sudah menghitung harganya? Apakah masih ada lagi yang belum kita serahkan kepada Kristus?
4. Menuruti Perintah Kristus.
Injil Yohanes 8:31 mencatat kualitas keempat dari seorang murid yang sesungguhnya, “Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar- benar adalah murid-Ku.” Implikasi dari ayat ini, “tetap dalam firman-Ku” berarti “menurut segala perintah Kristus.”
Inilah yang harus dilakukan oleh para pengikut Kristus pada saat mereka berusaha untuk melakukan Amanat Agung itu, yakni “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Matius 28:20) Inilah bukti bahwa kita mengasihi Kristus, yaitu “Jika kamu mengasihi Aku, turutilah segala perintah-Ku.” (Yohanes 14:15)
Berjalan dalam penurutan berarti hidup kita akan sesuai dengan lidah kita. Itu juga berarti bahwa tindakan kita akan sesuai dengan perkataan kita. Apakah yang merupakan standar penurutan kita? Apakah kita dapat berkata sama seperti rasul Paulus, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.” (1Korintus 11:1)
5. Memiliki Kasih yang tidak tergantung kepada keadaan kepada orang lain.
Kualitas kelima dari seorang murid yang sesungguhnya terdapat dalam Yohanes 13:34,35 yang berbunyi “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”
Dalam Matius 22:39 Yesus telah berkata bahwa kita harus mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Tetapi sekarang, Yesus berkata bahwa kita harus mengasihi orang lain seperti Dia mengasihi kita. Bagaimana Kristus mengasihi kita? Jawabnya: Tidak tergantung kepada keadaan! (Unconditionally) Dalam kasih Kristus tidak ada keadaan, tidak ada “jika” Mengasihi orang lain tanpa tergantung kepada keadaan adalah merupakan suatu pekerjaan yang sulit.
gadget, bisnis, otomotif |
Mengasihi orang lain seperti Kristus mengasihi kita adalah mengasihi dengan “tindakan dan dalam kebenaran” bukan hanya mengasihi melalui “kata-kata.” Tidak cukup hanya mengatakan “Saya mengasihi engkau.” Harus ada tindakan!! Untuk menjadi murid yang sesungguhnya kita harus memiliki kasih yang tidak tergantung kepada keadaan kepada setiap orang.
Apakah kita sudah mengasihi orang lain sama seperti Kristus mengasihi kita?
6. Memiliki Buah untuk Dipanen.
Kualitas keenam dari seorang murid yang sesungguhnya terdapat dalam Yohanes 15:8 “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”
Apa artinya berbuah banyak? Beberapa orang berkata bahwa hal itu berhubungan dengan buah-buah Roh yang dinyatakan dalam hidup kita. Yang lainnya berkata bahwa hal itu berhubungan dengan jiwa-jiwa yang kita bawa kepada Kristus. Sebenarnya hal itu berhubungan dengan keduanya.
Keseluruhan konsep dari berbuah banyak adalah menggambarkan hidup kita, proses hidup kita, kualitas hidup kita. Jika saya adalah seorang murid Kristus akan ada proses untuk menjadi seperti Dia di dalam hidup saya. Saat yang sama saya juga akan memiliki kerinduan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa bagi Kristus. Jika saya adalah seorang murid Kristus yang sesungguhnya, saya akan selalu aktif mencari jiwa-jiwa yang hilang dan berusaha aktif di dalam menjadikan semua bangsa menjadi murid Kristus.
BACA JUGA: MENJADI MURID YESUS YANG TANGGUH
Saudara, apakah kita sudah turut ambil bahagian dalam mejadikan murid? Buah yang bagaimanakah yang ada dalam kehidupan kita?
Pekerjaan sebagai seorang murid sangat jelas diberikan. Tetapi sangat dibutuhkan seseorang untuk menjadikan seseorang. Sangat dibutuhkan untuk menjadi murid yang sesunguhnya agar kita dapat menghasilkan murid. Artinya kalau kita mau menjadikan murid, kita harus lebih dahulu menjadi murid yang sesungguhnya.
Apakah masing-masing kita adalah seorang “murid” yang sesungguhnya? Apakah kita memiliki kasih yang sangat besar kepada Kristus? Sudahkah kita memiliki total komitmen kepada-Nya? Apakah kita sudah menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Dia?
Apakah kita sudah menuruti perintah-Nya? Sudahkah kasih kita kepada orang lain bebas dari pengaruh keadaan? Dan Sudahkah kita berbuah banyak? Apakah kita sudah menjadi murid yang sesungguhnya? Saudara, jawaban yang benar hanya diketahui oleh saudara sendiri! Yang pasti jika kita belum memiliki 6 (enam) kualitas murid yang sungguh di atas, berarti kita bukanlah seorang murid Kristus yang sesungguhnya. 6 KUALITAS MURID KRISTUS YANG SESUNGGUHNYA. Rudolf Weindra Sagala