KEWAJIBAN PENGKHOTBAH DAN JEMAAT (MATIUS 13:1-3,9)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Matius 13:1-3,9 - “(1) Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau. (2) Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai. (3) Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. KataNya: ‘Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.  (9) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!’
KEWAJIBAN PENGKHOTBAH DAN JEMAAT (MATIUS 13:1-3,9)
gadget, bisnis, otomotif
I) Yesus memberitakan firman.

Matius 13: 1-2: “(1) Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau. (2) Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.”.

1) Tempat yang Yesus gunakan.

Matthew Henry: “Where he preached this sermon. (1.) His meeting-place was the sea-side. ... (2.) His pulpit was a ship; ... No place amiss for such a Preacher, whose presence dignified and consecrated any place: let not those who preach Christ be ashamed, though they have mean and inconvenient places to preach in.” [= Dimana Ia memberitakan khotbah ini. (1) Tempat pertemuanNya adalah di tepi pantai / danau. ... (2) Mimbarnya adalah sebuah kapal / perahu; ... Tak ada tempat yang salah untuk Pengkhotbah seperti itu, yang kehadiranNya menaikkan derajat dan menguduskan tempat manapun: hendaklah mereka yang memberitakan Kristus tidak malu, sekalipun mereka mempunyai tempat yang buruk dan tidak menyenangkan untuk berkhotbah di dalamnya.].

Kalau saudara adalah seorang pendeta / pengkhotbah, apakah saudara merasa bangga kalau diundang untuk berkhotbah di suatu gereja yang besar dan mewah? Dan merasa sebaliknya kalau diundang untuk berkhotbah di suatu gereja yang kecil dan buruk?

Ini juga berlaku untuk jemaat pada waktu memilih gereja! Yang terpenting bukan bagusnya / besarnya / mewahnya tempat, tetapi pengkhotbahnya memberitakan firman yang bagaimana! Tetapi kenyataannya, sangat banyak jemaat memilih gereja berdasarkan besarnya dan mewahnya gerejanya, karena hal itu bisa mereka banggakan. Khususnya orang-orang kaya, artis-artis dsb, hampir selalu memilih gereja-gereja besar dan mewah! Seandainya mereka hidup pada saat Yesus mengkhotbahkan khotbah ini, mereka pasti tidak akan mau datang untuk mendengarNya!

2) Posisi mereka.

Matius 13: 2: “Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.”.

C. H. Spurgeon: “The teacher sat, and the people stood: we should have less sleeping in congregations if this arrangement still prevailed.” [= Sang guru duduk, dan orang-orang berdiri: kita akan mengurangi orang-orang yang tidur dalam jemaat jika pengaturan ini tetap berlaku.] - ‘Commentary on Matthew’, hal 161 (AGES).

Merupakan sesuatu yang buruk dan membahayakan untuk tidur dalam suatu kebaktian / acara firman Tuhan!

Bdk Kis 20:7-9 - “(7) Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam. (8) Di ruang atas, di mana kami berkumpul, dinyalakan banyak lampu. (9) Seorang muda bernama Eutikhus duduk di jendela. Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda itu tidak dapat menahan kantuknya. Akhirnya ia tertidur lelap dan jatuh dari tingkat ketiga ke bawah. Ketika ia diangkat orang, ia sudah mati.”.

Dalam suatu kebaktian online lebih-lebih memudahkan untuk ketiduran karena saudara nonton di sofa / ranjang sambil berbaring!

3) Banyak orang datang berbondong-bondong.


Calvin mengatakan bahwa bukan tanpa alasan Matius mengatakan orang banyak datang kepada Yesus, dan bahwa pada waktu Yesus melihat mereka, Ia membandingkan firman / ajaranNya dengan ‘benih’. Pendengar yang banyak itu, sekalipun sama-sama menerima firman, tetapi reaksi / hasilnya berbeda-beda.

Calvin: “The design of the parable was to inform them, that the seed of doctrine, which is scattered far and wide, is not everywhere productive; because it does not always find a fertile and well cultivated soil.” [= Rancangan / tujuan dari perumpamaan adalah untuk memberi informasi kepada mereka, bahwa benih pengajaran, yang disebarkan di suatu daerah yang luas, tidaklah menghasilkan panen dimana-mana; karena benih itu tidak selalu mendapati suatu tanah yang subur dan sudah dipersiapkan dengan baik.].

4) Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.

Matius 13: 3: “Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. KataNya: ‘Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.”.

Matthew Henry: “‘He spake many things unto them.’ ... It concerns us to give a more earnest heed, when Christ has so many things to say to us, that we miss not any of them.” [= ‘Ia mengucapkan banyak hal kepada mereka’. ... Penting bagi kita untuk memberikan perhatian yang sungguh-sungguh, pada waktu Kristus mempunyai begitu banyak hal untuk dikatakan bagi kita, supaya kita tidak kehilangan yang manapun dari hal-hal itu.].

Pengkhotbah memang harus mempunyai banyak hal untuk diajarkan, dan:

a) Untuk bisa mempunyai banyak hal untuk diajarkan, pengkhotbah harus banyak belajar!

Pengkhotbah yang terlalu banyak melayani, tetapi kurang / tidak pernah belajar perlu memperhatikan cerita dalam Lukas 10:38-42.

Lukas 10:38-42 - “(38) Ketika Yesus dan murid-muridNya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. (39) Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya, (40) sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: ‘Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.’ (41) Tetapi Tuhan menjawabnya: ‘Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, (42) tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.’”.

The Biblical Illustrator (tentang 2Petrus 1:15): “They are dangerous teachers, that never were learners. While they will not be scholars of truth, they become masters of error.” [= Mereka adalah guru-guru / pengajar-pengajar yang berbahaya, yang tidak pernah menjadi pelajar-pelajar. Pada waktu mereka tidak mau menjadi pelajar-pelajar dari kebenaran, mereka menjadi guru-guru dari kesalahan.].

John Stott: “‘None will ever be a good minister of the Word of God unless he is first of all a scholar.’ (Calvin). Spurgeon had the same conviction. ‘He who has ceased to learn has ceased to teach. He who no longer sows in the study will no more reap in the pulpit.’” [= ‘Tak seorangpun akan pernah menjadi seorang pelayan Firman Allah yang baik kecuali ia pertama-tama menjadi seorang murid / pelajar’. (Calvin). Spurgeon mempunyai keyakinan yang sama. ‘Ia yang telah berhenti untuk belajar telah berhenti untuk mengajar. Ia yang tidak lagi menabur dalam belajar tidak lagi akan menuai di mimbar’.] - ‘Between Two Worlds’, hal 180.

Khotbah harus disusun sedemikian rupa sehingga orang-orang yang mendengarnya tahu bahwa khotbah itu memang keluar dari Alkitab / Firman Tuhan.

D. Martyn Lloyd-Jones: “it should be clear to people that what we are saying is something that comes out of the Bible. ... I have known men who have just opened the Bible to read the text. They then shut the Bible and put it on one side and go on talking. I think that is wrong from the standpoint of true preaching. We are always to give the impression, and it may be more important than anything we say, that what we are saying comes out of the Bible, and always comes out of it. That is the origin of our message, this is where we have received it.” [= harus jelas bagi orang-orang bahwa apa yang sedang kita katakan adalah sesuatu yang keluar dari Alkitab. ... Saya tahu orang-orang yang hanya membuka Alkitab untuk membaca textnya. Lalu mereka menutup Alkitab dan meletakkannya di satu sisi dan melanjutkan berbicara. Saya pikir itu adalah salah dari sudut pandang khotbah yang benar. Kita harus selalu memberikan kesan, dan itu bisa lebih penting dari apapun yang kita katakan, bahwa apa yang sedang kita katakan keluar dari Alkitab, dan selalu keluar darinya. Itu adalah asal usul / sumber dari berita kita, ini adalah dari mana kita telah menerimanya.] - ‘Preaching and Preachers’, hal 75.

Contoh: Pdt. Stephen Tong jarang buka Kitab Suci pada saat khotbah ataupun mengajar. Bambang Noorsena kebanyakan menggunakan sumber-sumber dari luar Alkitab.

Pengkhotbah-pengkhotbah yang tidak belajar biasanya akan memasukkan apa yang mereka baca di surat kabar atau buku novel, atau apa yang mereka tonton di TV, ke dalam khotbah-khotbah mereka. Tak ada yang salah untuk memasukkan hal-hal itu, asal khotbah tidak dipenuhi hanya dengan hal-hal itu!

D. Martyn Lloyd-Jones: “we are not to talk to people about the events of the week, things that have happened, things that have caught the headlines in the newspapers, political matters, or anything you like. There is the type of preacher who obviously depends upon what he reads in the newspapers for his message on Sunday; and he just makes comments on this. ... Other men seem to rely almost entirely upon their reading, in some cases their reading of novels. They tell people about the last novel they have read, about its story and its message, and try to give a moral application or a moral twist at the end.” [= kita tidak boleh berbicara kepada orang-orang tentang peristiwa-peristiwa dari minggu itu, hal-hal yang telah terjadi, hal-hal yang telah menjadi pokok berita dalam surat kabar, persoalan-persoalan politik, atau apapun yang kamu sukai. Ada type pengkhotbah yang secara jelas bergantung pada apa yang ia baca dalam surat kabar untuk beritanya pada hari Minggu; dan ia hanya memberikan komentar tentang hal ini. ... Orang-orang lain kelihatannya bersandar hampir sepenuhnya pada bacaan mereka, dalam beberapa kasus bacaan mereka tentang buku-buku novel. Mereka menceritai orang-orang tentang novel terakhir yang telah mereka baca, tentang ceritanya dan beritanya, dan mencoba untuk memberikan penerapan moral atau suatu belokan moral pada bagian akhir.] - ‘Preaching and Preachers’, hal 59.

Untuk bisa banyak belajar seorang pengkhotbah harus mempunyai disiplin yang tinggi, dan rasa tanggung jawab yang besar.

D. Martyn Lloyd-Jones: “The first great rule is that he must be very careful to maintain a general discipline in his life. ... Unlike men in professions and in business he is not tied of necessity by office hours and other conventions, or with conditions determined outside himself; he is, as compared with them, his own master. ... One of these is the danger of just frittering away your time, particularly in the morning. You start with the newspaper, and it is very easy to spend a great deal of time on this, quite unconsciously. Then there are weekly magazines and journals, and interruptions on the telephone and so on. ... Try to develop a system whereby you are not available on the telephone in the morning; let your wife or anyone else take message for you, and inform the people who are telephoning that you are not available. One literally has to fight for one’s life in this sense! ... Do not allow even the affairs of the Church to interfere with this. Safeguard your mornings! They must be given up to this great task of preparing for your work in the pulpit.” [= Peraturan besar pertama adalah bahwa ia harus sangat hati-hati untuk memelihara suatu kedisiplinan umum dalam kehidupannya. ... Berbeda dengan orang-orang dalam profesi dan dalam bisnis, ia tidak harus terikat jam kantor dan pertemuan-pertemuan formal, atau dengan keadaan-keadaan yang ditentukan di luar dirinya sendiri; dibandingkan dengan mereka ia adalah tuan atas dirinya sendiri. ... Salah satu dari hal-hal ini adalah bahaya dari hanya membuang-buang waktumu, khususnya pada pagi hari. Kamu mulai dengan surat kabar, dan adalah sangat mudah untuk menghabiskan banyak waktu untuk hal ini, secara tak disadari. Lalu ada majalah-majalah dan jurnal-jurnal mingguan, dan interupsi-interupsi dari telpon dan seterusnya. ... Cobalah untuk mengembangkan suatu sistim dengan mana kamu tidak dapat ditelpon pada pagi hari; biarlah istrimu atau siapapun yang lain menerima pesan untukmu, dan memberitahu orang-orang yang menelpon bahwa kamu tidak tersedia / tidak bisa dihubungi. Seseorang secara hurufiah harus berkelahi mati-matian dalam hal ini! ... Jangan ijinkan bahkan urusan-urusan Gereja mencampuri / mengganggu hal ini. Jagalah pagi harimu! Saat itu harus diserahkan pada tugas yang agung dari persiapan untuk pekerjaanmu di mimbar.] - ‘Preaching and Preachers’, hal 166-167.

b) Pengkhotbahnya harus mempunyai karunia, baik untuk menyusun khotbah, maupun untuk menyampaikannya.

Sekalipun pengkhotbah itu banyak belajar, sehingga ia mendapatkan banyak bahan untuk khotbahnya, tetapi kalau ia tak mempunyai karunia untuk menyusun khotbah, ia tak akan bisa memasukkan bahan-bahan yang telah ia pelajari itu ke dalam khotbah! Dengan demikian, ia hanya jadi pandai untuk dirinya sendiri, tetapi tidak bisa memberikannya kepada jemaatnya.

D. Martyn Lloyd-Jones: “This is where the labour of preparing sermons comes in. The matter has to be given form, it must be moulded into shape. ... This involves considerable effort and labour. ... it is our business as preachers to hammer out our subject matter in order to get it into the form of a sermon. ... The preparation of sermons involves sweat and labour. It can be extremely difficult at times to get all this matter that you have found in the Scriptures into this particular form. It is like a potter fashioning something out of the clay, or like a blacksmith making shoes for a horse; you have to keep on putting the material into the fire and on to the anvil and hit it again and again with the hammer. Each time it is a bit better, but not quite right; so you put it back again and again until you are satisfied with it or can do no better. This is the most gruelling part of the preparation of a sermon; but at the same time it is a most fascinating and a most glorious occupation. It can be at times most difficult, most exhausting, most trying. But at the same time I can assure you that when you have finally succeeded you will experience one of the most glorious feelings that ever comes to a man on the face of this earth.” [= Ini adalah dimana jerih payah tentang persiapan khotbah datang / masuk. Bahan harus diberi bentuk, itu harus dibentuk ke dalam suatu bentuk / garis besar. ... Ini melibatkan usaha dan jerih payah yang banyak. ... merupakan urusan kita sebagai pengkhotbah-pengkhotbah untuk menyiapkan pokok persoalan untuk menjadikannya dalam bentuk dari suatu khotbah. ... Persiapan dari khotbah-khotbah melibatkan keringat dan jerih payah. Kadang-kadang bisa sangat sukar untuk memasukkan semua bahan yang telah kamu dapatkan dalam Kitab Suci ke dalam bentuk khusus ini. Itu seperti seorang penjunan membentuk sesuatu dari tanah liat, atau seperti seorang pandai besi membuat sepatu untuk seekor kuda; kamu harus terus menerus memasukkan bahan itu ke dalam api dan pada landasan dan memukulnya berulang-ulang dengan palu. Setiap kali itu menjadi lebih baik, tetapi belum cukup benar; maka kamu kembali melakukannya berulang-ulang sampai kamu puas dengannya atau tidak bisa melakukannya dengan lebih baik lagi. Ini adalah bagian yang paling sangat melelahkan dari persiapan suatu khotbah; tetapi pada saat yang sama itu adalah pekerjaan / kesibukan yang paling menarik dan paling mulia. Kadang-kadang itu bisa paling sukar, paling melelahkan, paling berat. Tetapi pada saat yang sama saya bisa meyakinkan kamu bahwa pada waktu kamu akhirnya berhasil, kamu akan mengalami salah satu perasaan yang paling mulia / agung yang pernah datang kepada seseorang di muka bumi ini.] - ‘Preaching and Preachers’, hal 78,79,80.

Catatan: Kalau saudara adalah seorang pengkhotbah dan saudara membaca kata-kata di atas ini dan tidak mengertinya, maka saudara bukanlah pengkhotbah yang mempersiapkan khotbah saudara dengan benar. Kalau saudara mempersiapkan khotbah saudara dengan benar, saudara bukan hanya akan mengertinya, tetapi saudara sudah mengalaminya.

Kalau untuk saya, yang paling berat adalah menterjemahkan bahan-bahan yang saya copas. Ini butuh waktu sangat banyak.

c) Untuk bisa mengajarkan banyak hal, waktu untuk khotbah juga harus banyak!

Bandingkan ini dengan gereja-gereja yang seluruh kebaktiannya hanya 1 jam saja, sehingga waktu untuk khotbah hanya 25-30 menit (bahkan ada yang hanya 15 menit!). Juga gereja-gereja yang sekalipun kebaktiannya panjang, tetapi mayoritas waktu digunakan bukan untuk Firman Tuhan, tetapi untuk puji-pujian, ‘acara penyembahan’, kesaksian, dan sebagainya.

Penerapan: apakah keberatan kalau kita kebaktian selama 2,5 jam, dan khotbahnya 1,5 jam atau bahkan lebih?

Tetapi D. Martyn Lloyd-Jones mengatakan bahwa yang sekarang terjadi adalah: waktu untuk kebaktian itu diisi dengan banyak hal-hal lain, sehingga mendesak waktu untuk khotbah!

D. Martyn Lloyd-Jones:
“They have argued that the people should have a greater part in the service and so they have introduced ‘responsive reading’, and more and more music and singing and chanting. ... It has been illuminating to observe these things; as preaching has declined, these other things have been emphasised; and it has all been done quite deliberately. It is a part of this reaction against preaching; and people have felt that it is more dignified to pay this greater attention to ceremonial, and form, and ritual.” [= Mereka telah berargumentasi bahwa orang-orang harus mempunyai bagian / andil yang lebih banyak dalam kebaktian / ibadah dan lalu mereka memperkenalkan / memasukkan ‘pembacaan bergantian’, dan makin lama makin banyak musik dan nyanyian. ... Merupakan suatu pencerahan untuk memperhatikan hal-hal ini; karena / pada waktu khotbah telah berkurang, hal-hal lain ini telah ditekankan; dan semua itu telah dilakukan dengan sengaja. Itu adalah sebagian dari reaksi menentang khotbah; dan orang-orang telah merasa bahwa adalah lebih berharga / bermartabat untuk memberi perhatian yang lebih besar ini pada upacara, dan bentuk, dan ritual.] - ‘Preaching and Preachers’, hal 16.

D. Martyn Lloyd-Jones: “Still worse has been the increase in the element of entertainment in public worship - the use of films and the introduction of more and more singing; the reading of the Word and prayer shortened drastically, but more and more time given to singing. You have a ‘song leader’ as a new kind of official in the church, and he conducts the singing and is supposed to produce the atmosphere. But he often takes so much time in producing the atmosphere that there is no time for preaching in the atmosphere! This is a part of this whole depreciation of the message” [= Lebih buruk lagi adalah peningkatan elemen hiburan dalam ibadah / kebaktian umum - penggunaan film-film dan pemasukan nyanyian yang makin lama makin banyak; pembacaan Firman dan doa diperpendek secara drastis, tetapi makin lama makin banyak waktu yang diberikan pada nyanyian. Kamu mempunyai seorang ‘pemimpin pujian’ sebagai suatu jenis jabatan yang baru dalam gereja, dan ia memimpin nyanyian dan diharapkan untuk menghasilkan ‘suasana’. Tetapi ia seringkali menggunakan begitu banyak waktu dalam menghasilkan ‘suasana’ itu sehingga di sana tidak ada waktu untuk khotbah dalam ‘suasana’ itu! Ini adalah sebagian dari seluruh peremehan terhadap berita (firman) ini.] - ‘Preaching and Preachers’, hal 17.

D. Martyn Lloyd-Jones: “Then on top of this, there is the giving of testimonies. It has been interesting to observe that as preaching as such has been on the decline, preachers have more and more used people to give their testimonies; and particularly if they are important people in any realm. This is said to attract people to the Gospel and to persuade them to listen to it. If you can find an admiral or a general or anyone who has some special title, or a baseball player, or an actor or actress or film-star, or pop-singer, or somebody well-known to the public, get them to give their testimony. This is deemed to be of much greater value than the preaching and the exposition of the Gospel.” [= Lalu pada puncak dari hal ini, di sana ada pemberian kesaksian-kesaksian. Merupakan sesuatu yang menarik untuk memperhatikan bahwa pada waktu khotbah ada dalam keadaan menurun / merosot, pengkhotbah-pengkhotbah makin lama makin banyak menggunakan orang-orang untuk memberikan kesaksian-kesaksian mereka; dan secara khusus jika mereka adalah orang-orang penting dalam bidang apapun. Ini dikatakan untuk menarik orang-orang kepada Injil dan untuk membujuk mereka untuk mendengarkannya. Jika kamu bisa menemukan seorang laksamana atau seorang jendral atau siapapun yang mempunyai gelar khusus tertentu, atau seorang pemain basket, atau seorang aktor atau aktris atau bintang film, atau penyanyi lagu Pop, atau seseorang yang terkenal bagi masyarakat umum, suruhlah mereka untuk memberikan kesaksian mereka. Ini dianggap mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari khotbah dan exposisi dari Injil.] - ‘Preaching and Preachers’, hal 17.

Seorang pengkhotbah juga bisa ‘mengurangi’ waktu khotbahnya dengan banyak menggunakan bahasa asli, lalu menterjemahkannya, tanpa ada gunanya! Contoh yang menyolok adalah Bambang Noorsena.

5) Sikap yang Yesus inginkan dari para pendengar.


Matius 13: 9: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!’”.

C. H. Spurgeon: “Ears are for hearing: use them most when HE speaks who made the ear.” [= Telinga adalah untuk mendengar: gunakan mereka secara maximal pada waktu IA, yang membuat telinga, berbicara.] - ‘Commentary on Matthew’, hal 163 (AGES).

George Dana Boardman: “The world is dying for want, not of good preaching, but of good hearing.” [= Dunia sekarat karena kekurangan, bukan khotbah yang baik, tetapi pendengaran yang baik.] - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 523.

Catatan: menurut saya dunia sekarat karena kekurangan kedua hal itu.

John Stott: “A deaf church is a dead church:” [= Gereja yang tuli adalah gereja yang mati:] - ‘Between Two Worlds’, hal 113.

Catatan: ini luar biasa benar. Saya paling tidak senang berkhotbah di gereja, yang sekalipun besar dan banyak jemaatnya, tetapi tidak bisa mendengar Firman Tuhan!

Calvin: “‘He that hath ears to hear, let him hear.’ These words were intended partly to show that all were not endued with true understanding to comprehend what he said, and partly to arouse his disciples to consider attentively that doctrine which is not readily and easily understood by all. Indeed, he makes a distinction among the hearers, by pronouncing some to have ears, and others to be deaf. If it is next inquired, how it comes to pass that the former have ears, Scripture testifies in other passages, that it is the Lord who ‘pierces the ears,’ (Psalm 40:7,)and that no man obtains or accomplishes this by his own industry.” [= ‘Ia yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar’. Kata-kata ini sebagian dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tidak semua diberi / diberkati dengan pengertian yang benar untuk mengerti apa yang Ia katakan, dan sebagian untuk membangkitkan murid-muridNya untuk merenungkan dengan penuh perhatian ajaran yang tidak dengan cepat dan dengan mudah dimengerti oleh semua orang. Memang, Ia membuat suatu pembedaan di antara para pendengar, dengan menyatakan bahwa sebagian mempunyai telinga, dan yang lain sebagai tuli. Jika selanjutnya ditanyakan, bagaimana bisa terjadi bahwa yang pertama mempunyai telinga, Kitab Suci menyaksikan dalam text-text yang lain, bahwa adalah Tuhan yang ‘menusuk / menembus telinga’ (Maz 40:7), dan bahwa tak seorangpun yang mendapatkan atau mencapai ini oleh kerajinannya sendiri.].

Mazmur 40:7 - “Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, tetapi Engkau telah MEMBUKA telingaku; korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau tuntut.”.

KJV: ‘mine ears hast thou opened’ [= telingaku telah Engkau buka].

RSV: ‘but thou hast given me an open ear’ [= tetapi Engkau telah memberiku telinga yang terbuka].

NIV: ‘but my ears you have pierced’ [= tetapi telingaku telah Engkau tusuk / tembus].

NASB: ‘My ears You have opened’ [= Telingaku telah Engkau buka].

Adam Clarke mengatakan terjemahan yang benar adalah ‘pierce’ [= tusuk / tembus], dan ia menghubungkan anak kalimat ini dengan Keluaran 21:2-6, dan lalu mengatakan bahwa artinya adalah ‘Engkau telah membuatku menjadi hambaMu untuk selama-lamanya’.

Kel 21:2,5-6 - “(2) Apabila engkau membeli seorang budak Ibrani, maka haruslah ia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka, dengan tidak membayar tebusan apa-apa. ... (5) Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka, (6) maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup.”. Bdk. Ulangan 15:16-17.

Catatan: Matthew Henry menafsirkan seperti Clarke.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mazmur 40:7): “‘Mine ears hast thou opened.’ - literally, ‘thou hast digged.’ The sense is, thou hast made me willingly obedient; as in the passage of Jeremiah just quoted, and in Isa 50:5, where also, as here, Messiah is the speaker - ‘The Lord God hath opened mine ear, and I was not rebellious.’” [= ‘Telingaku telah Engkau buka’ - secara hurufiah, ‘Engkau telah menggali’. Artinya adalah, Engkau telah membuat aku taat dengan rela; seperti dalam text dari Yeremia yang baru dikutip, dan dalam Yes 50:5, dimana juga, seperti di sini Mesias adalah si pembicara - Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak’.].

Catatan: Bible Works 8 memberi arti seperti yang diberikan oleh Jamieson, Fausset & Brown yaitu ‘dig’ [= menggali].

Yesaya 50:4-5 - “(4) Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. (5) Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang.”.

Albert Barnes juga sefaham dengan Jamieson, Fausset & Brown, tetapi ia menambahkan bahwa ia tidak setuju dengan tafsiran seperti yang diberikan oleh Adam Clarke, yang menghubungkan anak kalimat ini dengan Kel 21:2,5-6. Ia mengatakan bahwa dalam kasus itu, yang ditusuk / ditembus adalah daun telinganya, tetapi dalam anak kalimat dalam Maz 40:7 ini yang digali adalah lubang telinga sehingga orang itu bisa mendengar.

Calvin juga menentang arti seperti yang diberikan oleh Adam Clarke, dan mengartikan seluruh ayat itu (Mazmur 40:7) sebagai berikut: “Engkau telah membuka telingaku, sehingga aku mengerti apa yang Engkau kehendaki, yaitu bukan korban secara lahiriah, tetapi arti rohani yang ditunjuk oleh korban-korban itu”.

Alasan lain untuk lebih memilih arti yang diberikan Barnes dan Calvin adalah bahwa arti ini jauh lebih cocok dengan 1Samuel 15:22 yang kelihatannya dirujuk oleh Daud dalam Mazmur 40:7 itu (Keil & Delitzsch), dibandingkan dengan arti yang diberikan oleh Adam Clarke.

1Samuel 15:22 - “Tetapi jawab Samuel: ‘Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.”.

Baca Juga: Tips Agar Khotbah Didengar Oleh Jemaat

Memang manusia berdosa itu mati secara rohani, sehingga kalau bukan Tuhan menghidupkan dia (melahir-barukan), dan membuka telinganya, ia tidak akan bisa ataupun mau mendengar.

Bdk. Kisah Para Rasul 16:13-14 - “(13) Pada hari Sabat kami ke luar pintu gerbang kota. Kami menyusur tepi sungai dan menemukan tempat sembahyang Yahudi, yang sudah kami duga ada di situ; setelah duduk, kami berbicara kepada perempuan-perempuan yang ada berkumpul di situ. (14) Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus.”.

Apakah merupakan sesuatu yang aneh / kontradiksi bahwa Tuhan yang membuka telinga tetapi Ia memerintahkan kita untuk mendengar? Tidak, karena sekalipun hal itu tergantung Tuhan, kita tetap diberi kewajiban untuk mendengar. Sama dengan persoalan iman, yang jelas adalah anugerah / pemberian Tuhan (Fil 1:29), tetapi kita tetap diperintahkan untuk beriman (Yoh 6:29).

Filipi 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,”.

Yohanes 6:29 - “Jawab Yesus kepada mereka: ‘Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.’”.

Jadi, sebagai jemaat saudara punya kewajiban untuk mendengar firman, tidak peduli panjang dan sukar!

Kesimpulan: pengkhotbah punya banyak persyaratan dan kewajiban yang berat untuk bisa memberikan khotbah yang baik / benar, tetapi jemaat juga harus berusaha mendengar Firman Tuhan yang diberitakan pengkhotbah.KEWAJIBAN PENGKHOTBAH DAN JEMAAT (MATIUS 13:1-3,9)

Next Post Previous Post