EKSPOSISI 1 PETRUS 4:12-19 (PENDERITAAN ORANG PERCAYA)

EKSPOSISI 1 PETRUS 4:12-19 (PENDERITAAN ORANG PERCAYA)
otomotif, gadget, bisnis
Pendahuluan

Pada dasarnya, teks 1 Petrus 4:12-19 dituliskan Petrus dengan tujuan dorongan kepada orang percaya dalam menghadapi penderitaan. Eldon Ladd menuliskan melalui teks 1 Petrus 4:12-19, Petrus sedang memberikan bimbingan praktis kepada mereka yang mulai mengalami penderitaan/penganiayaan sebagai umat Kristen di kalangan masyarakat kafir (Ladd, 2014).

Pembahasan: EKSPOSISI 1 PETRUS 4:12-19 (PENDERITAAN ORANG PERCAYA)

Analisa Teks 1 Petrus 4:12-19

Petrus menuliskan 1 Petrus 4: 12 sebagai pendahuluan dari tulisannya kepada jemaat. Dalam ayat ini, Petrus menasihatkan agar orang percaya tidak heran dengan penderitaan yang sedang terjadi. Petrus mengawali tulisannya dengan frase “saudara-saudara yang terkasih” dalam bahasa Yunani Ἀγαπητοί berasal dari kata ἀγαπητός yang artinya yang dikasihi atau satu-satunya dikasihi. 

Saudara-saudara yang dimaksudkan Petrus di sini adalah orang percaya yang sudah menjadi saudara di dalam Kristus. Dengan demikian maksud dari Petrus menuliskan frasa saudara-saudara terkasih sebagai tindakan pendekatan kepada orang percaya yang sedang mengalami penderitaan.

Pada bagian berikutnya, Petrus menuliskan frase mengenai “nyala api siksaan”. Petrus menggunakan frase ini dari bahasa Yunani πυρώσει yang berarti pembakaran, siksaan yang hebat, siksaan yang menyakitkan (Sutanto, 2014). 

Kata πυρώσειsendiri memiliki bentuk dativ feminim tunggal dari present participle yang menunjukkan hal itu sudah mulai, yang dipakai untuk Pelengkap, Penyerta yaitu orang yang kepadanya atau baginya dilakukan sesuatu (Wenham, 1987). Dengan demikian, frase nyala api siksaan yang dimaksudkan Petrus pada ayat ini adalah penderitaan yang lebih keras dari apa yang telah mereka alami selama ini.

Witness Lee melihat nyala api siksaan berarti menyala-nyala dan melambangkan tungku pemurnian emas dan perak yang menyala-nyala (Lee, 1957). Maksudnya bahwa nyala api siksaan yang dimaksudkan Petrus dalam teks ini yaitu suatu penganiayaan bagi orang beriman yang diderita sebagai tungku perapian yang menyala-nyala. Dari pemaparan di atas, nyala api siksaan merupakan penderitaan atau kesengsaraan yang sangat besar yang dialami oleh orang percaya mula-mula yang ada di perantauan.

Penderitaan atau kesengsaraan yang dimaksudkan Petrus dalam teks ini yaitu sebagai ujian. Kata ujian dalam bahasa Yunani berarti πειρασμὸν dari kata πειρασμός, yang artinya pencobaan (Sutanto, 2014). Paulus menuliskan kata ini untuk menjelaskan pencobaan dalam bentuk dosa yang diperhadapkan kepada jemaat. Untuk itu, dosa, kejahatan menjadi ujian atau cobaan bagi mereka. Namun, dapat diyakini bahwa Allah mengetahui bagaimana menyelamatkan orang percaya yang setia dari tengah-tengah umat yang tercemar karena dosa.

Pada 1 Petrus 4: 13 Petrus menuliskan nasihat untuk bertahan dalam penderitaan. Kata bersukacitalah dalam bahasa Yunani menggunakan kata χαίρετε yang berasal dari kata χαίρω yang artinya bersukacita, salam, memberi salam, hormat dan bersorak (Sutanto, 2014). 

Kata χαίρω sendiri memiliki bentuk present imperaktif aktif orang ke-2 jamak. Petrus menggunakan kata ini sebagai pengingat bagi orang percaya untuk senantiasa melakukan nasehatnya. Untuk itu, teks ini menjelaskan bahwa dalam penganiayaan yang mereka alami, mereka harus bersukacita. Kata bersukacitalah merupakan kata kerja yang artinya bersuka hati atau bergirang hati. Selain itu, bersukacita juga dipahami sebagai kegirangan dan kata ini dipakai Petrus dalam teks tersebut. Jadi, bersukacita merupakan suatu sikap bahagia yang dilakukan dalam merespons suatu keadaan.

Fokus selanjutnya dalam teks ini yaitu frase “penderitaan Kristus” dalam bahasa Yunani yaitu παθήμασιν dari kata πάθημα yang artinya penderitaan; hawa nafsu (Sutanto, 2014). Kata παθήμασιν menggunakan Dalam hal ini Paulus mencoba menjelaskan bahwa kehidupan Kristen mengambil bagian dalam penderitaan bersama dengan Kristus. 

Hal ini lebih di pertegas oleh Paulus dalam Roma 8:17 jika orang percaya menderita bersama dengan Kristus mengingatkan bahwa Yesus yang menderita dan kita yang mengikutinya juga akan menderita. Barclay menjelaskan bahwa ketika seseorang harus menderita karena kekristenannya, sesungguhnya ia sedang melalui jalan-jalan yang pernah dilalui Tuhannya dan turut memikul salib yang dipikul Tuhannya (Barclay, 1983).

Selanjutnya Petrus menuliskan frase “menyatakan kemuliaan-Nya”. Maksud Petrus menggunakan frase ini untuk menjelaskan bahwa setiap orang percaya akan mendapatkan keindahan dari Allah yang tetap bertahan dalam penderitaan pada suatu waktu. Dalam hal ini Petrus menekankan pengharapan orang Kristen dalam menghadapi penderitaan. Orang Yahudi memiliki pemahaman mengenai Syekinah atau cahaya kemuliaan yang berasal dari Allah (Barclay, 1983).

Pada 1 Petrus 4: 14 fokus utama pada bagian ini mengenai frase “jika kamu dinista dan Roh Kemuliaan”. Frase “jika kamu dinista,” berasal dari bahasa Yunani Εἰ ὀνειδίζεσθε. Kata Εἰ di sini menjelaskan kata penghubung, sedangkan kata ὀνειδίζεσθε yang berasal dari kata ὀνειδίζω yang artinya “reproach atau celaan.” Orang (Sutanto, 2014). 

Hal ini menjelaskan bahwa perintah itu ditujukan kepada orang banyak dan harus dilakukan secara terus menerus. Jadi, ὀνειδίζεσθε yang dimaksudkan Petrus di sini yaitu sesuatu yang berulang-ulang kali dilakukan yang ditujukan kepada orang banyak walaupun mengalami penolakan. Dalam teks ini menjelaskan bahwa orang percaya yang dinista karena nama Kristus harus berbahagia. Prinsipnya bahwa menderita karena Kristus merupakan suatu bentuk yang mampu memperdalam sukacita orang percaya dalam Tuhan.

Selanjutnya, frase mengenai kamu dinista diikuti dengan frase “Roh kemuliaan” menjadi fokus pada bagian ini. Roh kemuliaan berasal dari bahasa Yunani yaitu Πνεῦμα dari kata dasar πνεῦμα, yang artinya napas, angin, sikap semangat. Kata Roh yang dimaksudkan Petrus dalam teks ini merujuk kepada kuasa yang akan menjadi bagian dalam hidup orang percaya. Hal ini dipertegas Rasul Petrus dengan maksud bahwa Roh Kemuliaan akan berdiam bagi orang percaya yang setia, yang akan memberi kuasa kemuliaan surga itu sendiri.

Selanjutnya pada 1 Petrus 4:15 ada beberapa kata yang akan menjadi fokus utama kata menderita. Kata menderita pada berasal dari bahasa Yunani yaitu πασχέτω dari kata dasar πάσχω yang artinya mengalami, menderita (Sutanto, 2014). Dalam Bentuk dari kata πασχέτω dalam teks ini menggunakan present imperative aktiv orang ke-3 jamak, di mana bentuk kata kerja present imperative menjelaskan suatu perintah. Dengan demikian, kata πασχέτω yang dipakai Petrus dalam teks ini menjelaskan suatu perintah yang dilakukan oleh orang ke-2 atau orang ke-3.

Kata πασχέτω juga digunakan Paulus dalam Galatia 3:4. Dalam hal ini Paulus mengingatkan jemaat mula-mula mengenai Injil yang diberitakannya, karena orang percaya mula-mula dipengaruhi oleh guru-guru Yahudi dan memaksa mereka untuk disunat dan menerima kuk Taurat Musa (Henry, 2015). 

Dalam teks ini πασχέτω menurut tafsiran Waycliffe bahwa πασχέτω yang dimaksudkan belum tentu adalah penganiayaan atau beban dalam mentaati hukum Taurat, karena diikuti dengan sebutan Roh dalam ayat selanjutnya (Charles F Pfeiffer dan Everett F Harrison, 2008). 

Tafsiran ini didukung oleh J.Gunning yang mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman yang mereka alami bukan mengenai pengalaman yang payah (Penganiayaan) melainkan pengalaman yang indah (Gunning, 2001). Dari kedua pandangan ini menjelaskan bahwa πασχέτω yang dimaksudkan bukan suatu penganiayaan melainkan pengalaman-pengalaman yang pernah dialami oleh jemaat Galatia.

Setelah Petrus melarang orang Kristen untuk tidak menderita karena kejahatan maka Petrus dalam 1 Petrus 4: 16 meminta orang Kristen mula-mula untuk memuliakan Tuhan jika mereka menderita penganiayaan atas nama Kristus. Pada teks ini menjelaskan bahwa Petrus menasihati orang percaya mula-mula untuk fokus pada tujuan dalam penganiayaan yang mereka hadapi (Jonhston, 1963). Fokus pada frase ini, yaitu kata “hendaklah memuliakan dan merasa malu”.

Kata “hendaklah memuliakan” dalam bahasa Yunani yaitu, δοξαζέτω dari kata δοξάζω yang artinya, memuliakan, memuji, menghormati, memenuhi dengan mulia (Sutanto, 2014). Petrus dalam teks ini memberikan perintah kepada orang percaya sebagai suatu keharusan yang dilakukan.

Kata δοξάζω juga muncul dalam Matius 5:16. Pada teks ini Yesus memakai perumpamaan sebagai gambaran dari keberadaan umat-Nya yang adalah terang dunia. Martin Harun menjelaskan bahwa kemuliaan yang dimaksudkan dalam teks ini merupakan Pujian bagi Allah sebagai anugerah-Nya melalui Yesus Kristus yang dicerminkan melalui perbuatan dan sikap yang kelihatan (Harun, 2016). 

Hal ini dipertegas oleh Sinclair B. Ferguson yang mengatakan bahwa perbuatan baik yang dilakukan oleh orang Kristen akan menjadi penghormatan kepada Allah (Ferguson, 2005). Di sini menjelaskan bahwa melalui perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya menjadi salah satu cara memuliakan Allah.

Olehnya itu, Petrus mengingatkan mereka supaya ia jangan malu menderita karena Kristus. Yang menjadi pertanyaannya, Apakah maksud Petrus mengatakan jangan malu menderita kepada jemaat pada masa itu?. Merasa malu yang dimaksudkan Petrus dalam teks ini berasal dari bahasa Yunani αἰσχυνέσθω dari kata dasar αἰσχύνομαι yang berarti merasa malu; dipermalukan karena tidak mendapat apa yang diharapkan. Dalam hal ini menjelaskan bahwa orang percaya jangan menyembunyikan statusnya sebagai umat yang mengikut Kristus di hadapan dunia.

Pada bagian berikutnya, Petrus menuliskan kata penghakiman dan kesudahan. Kata penghakiman yang dijelaskan oleh Petrus dalam teks ini berasal dari bahasa Yunani yaitu κρίμα dari kata dasar κρίμα, yang artinya perkara hukum, kuasa untuk menghakimi, vonis, keputusan, pemisahan (Sutanto, 2014). Ungkapan ini menjelaskan bahwa bumi yang sekarang belum mengalami hukuman, namun akan mengalami hukuman atau kebinasaan..

Selanjutnya, Petrus dalam 1 Petrus 4: 17 mengatakan bahwa penghakiman atau hukuman itu dimulai dari rumah Allah. Rumah Allah yang dimaksudkan Petrus dalam kitab ini berasal dari bahasa Yunani οἴκου dari akar kata οἶκος yang berarti rumah: tempat tinggal istana, kota, keluarga, keturunan bangsa. Bentuk kata yang digunakan dalam teks ini menggunakan maskulin genetiv tunggal, karena kasus genetif dinyatakan oleh susunan kata (Wenham, 1987).

Dalam perjanjian lama Rumah Allah lebih merujuk kepada sebutan בית־יהוה) bait YHWH). Bait Allah dalam PL juga diartikan sebagai rumah, istana, penginapan tempat beribadah dari akar kata בת (beth). Walaupun istilah בת tidak hanya merujuk kepada Bait Allah hal ini juga merujuk kepada kuil dewadewi yang disebutkan dalam Kitab 1 Raja-raja 16:32. Dalam tradisi Israel rumah dijadikan tempat untuk mengajarkan Taurat kepada anggota keluarga bahkan orang Israel sangat mematuhi perintah Allah dengan serius (Philip J King dan L E Strager, 2012). 

Bukan hanya itu, rumah juga memiliki peranan sebagai tempat untuk beristirahat, berteduh, berlindung dan lain sebagainya (Kejadian 19:8; Ulangan 6:4-9; Yeremia 29:5). Dengan demikian, pemakaian kata rumah Allah bagi orang Israel sangat berkaitan erat dengan tempat yang dikhususkan untuk beribadah kepada Allah.

Untuk itu, Οἴκου yang dimaksudkan Petrus di sini yaitu orang percaya yang setia, yang dipanggil dari gelap kepada terang yaitu Yesus Kristus dan merekalah yang lebih dulu mengalami penghakiman. Jadi, penghakiman itu dimulai dari Gereja Allah atau jemaat yang terdiri dari orang-orang yang percaya kepada Kristus, Petrus menjelaskan bahwa hukuman itu akan dimulai pada orang percaya tersebut.

Selanjutnya, kata kesudahan yang dimaksudkan dalam teks ini yaitu τέλος yang artinya kesimpulan, akhir atau tujuan. Kata τέλος disebutkan sebanyak 40 kali dalam Perjanjian Baru. Bentuk dari kata ini yaitu neuter nominative tunggal. Maksud dari kesudahan dalam ayat ini yaitu hasil akhir yang akan di perloleh ketika hukuman itu tiba.

Kemudian, Petrus menjelaskan bahwa bagaimana dengan orang yang tidak percaya Injil?. Orang yang tidak percaya dalam bahasa Yunani yaitu ἀπειθούντων dari kata dasar ἀπειθέω yang artinya tidak menaati/tidak percaya. (Sutanto, 2014) ἀπειθούντων dalam perjanjian baru disebutkan sebanyak 14 kali seperti dalam kitab Yohanes 3:36; Roma 2:8; Kisah para rasul 19:9; Ibrani 3:18 dan 1 Petrus 2:8 (Wenham, 1987). Dalam kitab Ibrani 13:18 ἀπειθούντων diterjemahkan sebagai orang-orang yang tidak taat, yang tidak mendapat tempat perhentian dalam Tuhan. Dalam hal ini menjelaskan bahwa janji Allah untuk umat-Nya berlaku.

Teks ini menjelaskan orang yang tidak taat seperti gambaran orang Israel yang tidak menaati janji-janji Allah yang mati di padang gurun dan tidak memasuki tanah perjanjian (Bil.13,14). Maksudnya bahwa mereka tidak taat dengan apa yang Allah tetapkan kepada mereka, mereka sangat mengabaikan kasih karunia, dan sumber jaminan untuk mereka sendiri. Untuk itu, ἀπειθούντων yang dimaksudkan dalam Ibrani 13:8 menjelaskan orang-orang yang tidak taat terhadap perintah Allah. Petrus menambahkan bahwa Tuhan mengizinkan penganiayaan sebagai penghakiman disiplin untuk memurnikan kehidupan keluarga dalam Tuhan.

Setelah itu, Petrus menggunakan frase “orang fasik” dalam bahasa Yunani yaitu ἀσεβὴς dari kata dasar ἀσεβής, yang artinya tidak saleh (Sutanto, 2014). Dalam teks lain seperti dalam 1 Timotius 1:9 ἀσεβής, diterjemahkan sebagai orang yang durhaka. Paulus dalam teks ini melanjutkan dengan menjelaskan apa yang dilakukan seseorang yang memperlakukan hukum Taurat yang dianggap sebagai hukum Tuhan namun tidak dilakukan. Gordon D, Fee, dalam bukunya mengatakan bahwa konteks pada teks ini menjelaskan bahwa Taurat, bukan untuk orang benar, tapi untuk pelanggar hukum dan pemberontak, orang fasik dan orang berdosa (Fee, 1988). 

Menurut Fee, Paulus mengatakan bahwa hukum tidak ditujukan untuk "orang benar" namun bagi orang fasik, Fee juga menjelaskan bahwa Paulus merefleksikan poin yang dibuat sebelumnya di Galatia, bahwa mereka yang memiliki roh dan menghasilkan buahnya telah memasuki suatu lingkungan di mana hukum tidak lagi menjalankan fungsiny (Galatia 5: 22-23) (Fee, 1988)

Pandangan Kelly juga menjelaskan bahwa Paulus dalam teks ini tidak meremehkan taurat, bahkan Paulus menjelaskan bahwa hukum itu diperlukan untuk menginsafkan akan dosa bagi yang tidak taat atau kepada ἀσεβή seperti yang dijelaskan dalam ayat 9-10 (Kelly, 1963). Maksudnya bahwa Paulus menarik perhatian, dan memberi pemahaman tentang itu untuk memungkinkan kita mengetahui apa yang dia maksud ketika Paulus mengatakan bahwa Hukum itu baik jika kita menggunakannya dengan cara yang benar. Untuk itu, ἀσεβής yang dijelaskan dalam 1 Tim.9 juga merujuk kepada orang durhaka yang tidak menaati Allah.

BACA JUGA: PENJELASAN PENDERITAAN ORANG KRISTEN DI SURAT 1 PETRUS

Bukan hanya orang fasik atau orang-orang yang tidak taat, yang dimaksudkan oleh Petrus namun juga orang berdosa. Jadi, orang berdosa yang dimaksudnya berasal dari bahasa Yunani yaitu ἁμαρτωλὸς dari kata ἁμαρτωλός,yang artinya berdosa, berbuat kesalahan (Sutanto, 2014). Kata ἁμαρτωλός, juga digunakan Paulus semasa ia di hadapan Festus ketika Paulus naik banding kepada Kaisar (Kis. 25:8). ἁμαρτωλός, dalam kisah para rasul 25:8 Alkitab terjemahan baru, diterjemahkan “berbuat salah.” 

Walaupun, dosa dan kesalahan itu memiliki perbedaan. Untuk itu, kesalahan seseorang bisa diperbaiki, namun dosa seseorang tidak bisa diperbaiki oleh diri sendiri kecuali Allah. Olehnya itu, ἁμαρτωλός, yang dimaksudkan Petrus adalah mereka yang berbuat salah kepada Allah yang menjelaskan bahwa kesalahan itu sangat fatal yang setara dengan dosa yang dilakukan oleh manusia.

Selanjutnya, pada 1 Petrus 4: 19 yang menjadi fokus dalam bagian ini yaitu “menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dan Pencipta yang setia.” Frasa menderita karena kehendak Allah dalam teks ini yaitu, πάσχοντες κατὰ τὸ θέλημα τοῦ Θεοῦ. Kata dasar πάσχοντες yaitu πάσχω yang artinya mengalami penderitaan yang diikuti kata κατὰ yang dijelaskan sebagai kalimat penghubung (Sutanto, 2014). Hal ini menjelaskan bahwa orang percaya menderita karena kehendak Allah. 

Kata “Kehendak” dalam bahasa Yunani yaitu θέλημα yang artinya kehendak atau keinginan, Dag Herward Mill menguraikan kehendak Allah menjadi dua bagian yaitu, kehendak Allah yang sempurna merujuk kepada Roma 12:2 dan kehendak Allah yang tidak sempurna (Mills, 2015). Dag Henward mengemukakan bahwa kehendak Allah yang sempurna yaitu kehendak yang utuh dan lengkap untuk dilakukan. 

Sedangkan kehendak Allah yang tidak sempurna adalah apa yang Tuhan biarkan untuk dilakukan umat-Nya walaupun hal ini bukan menjadi pilihan pertama Allah bagi mereka (Mills, 2015). Kehendak Allah yang dimaksudkan Petrus dalam ayat ini yaitu perintah yang Allah inginkan pada umatNya untuk dilakukan.

Untuk itulah Petrus terus mengingatkan orang percaya untuk selalu melakukan kebaikan walaupun mengalami penganiayaan sesuai dengan keinginan Tuhan dan orang Kristen harus tetap menyerahkan hidupnya kepada Allah sang Pencipta. Kata παρατιθέσθωσαν juga digunakan Tuhan Yesus dalam Lukas 23:46, sebagai kata kerja eksepneusen (untuk menghembuskan napas terakhir-Nya) yang dikutip dari Mazmur 31:6 (Guthrie, 1974). 

Hal ini menjelaskan bahwa Yesus rela menyerahkan nyawanya dengan penuh kesadaran kepada Bapa melalui kematian (Nielsen, 2009). Yohanes 19:30 juga menjelaskan bahwa Yesus menyerahkan nyawanya (paradokhen to pneuma) dengan sadar sepenuhnya dan sukarela (Charles F Pfeiffer dan Everett F Harrison, 2008). Jadi, Petrus pada teks ini menghimbau orang percaya pada masa itu, untuk menyerahkan nyawanya atau jiwanya kepada sang Pencipta dengan penuh kerelaan dan kesadaran total.

Untuk itu, Pencipta yang setia yang dimaksud pada ayat ini dalam bahasa Yunani yaitu, Κτίστῃ dari kata dasar πιστῷ yang artinya Pencipta. Pencipta yang dimaksudkan Petrus, merupakan Allah yang mahakuasa yang mampu membuat segala sesuatu dengan tangan yang kosong. Olehnya itu, Petrus terus mengajak jemaat pada saat itu untuk selalu berbuat baik dan menyerahkan hidupnya kepada Allah yang Mahakuasa.

Berdasarkan analisa teks 1 Petrus 4:12-19 dapat disimpulkan bahwa penderitaan orang Kristen dalam konteks kitab 1 Petrus 4:12-19 merupakan penganiayaan atau siksaan yang sangat kejam yang dialami sebagai cobaan untuk memurnikan iman. Penderitaan itu, tidak selamanya dialami atau ada dalam kehidupan orang percaya. 

Oleh karena itu, Petrus mengajak orang percaya untuk tetap bersukacita dan bergembira sebab mereka mengambil bagian dalam penderitaan Kristus secara jasmani. Petrus juga menegaskan bahwa setiap orang yang bertahan dalam pencobaan itu, akan mendapat sukacita yang lebih besar pada waktu Allah menyatakan kemuliaan-Nya.

Dalam penderitaan, orang beriman perlu menyadari bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu, yang menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi di luar kehendak Allah, juga segala sesuatu tidak kebetulan namun semuanya dalam rencana Allah (Stevanus, 2019).

Untuk itu, ketika orang percaya mengalami penderitaan maka perlu melakukan perenungan kepada Allah sehingga tidak mengalami keputusasaan ketika dalam keadaan menderita.

BACA JUGA: 1 PETRUS 4:12-19 (MENDERITA SEBAGAI ORANG KRISTEN)

Sebagai umat yang percaya juga perlu menyadari bahwa penderitaan adalah keadaan yang bukan lagi sesuatu yang mengagetkan, karena orang percaya pada prinsipnya menderita sebagai salib yang harus dipikul. Seorang Teolog yang bernama Kazoh Kitamori mengatakan bahwa hakekat Allah adalah penderitaan. Untuk itu, penderitaan harus dipahami dengan benar mengenai maksud dan tujuannya dalam hidup orang Kristen

Kesimpulan.

Penderitaan dapat dipahami juga sebagai hal yang wajar. Hal ini disebabkan oleh penderitaan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Artinya, tidak ada seorang pun yang dapat terhindar dari penderitaan. Untuk itu, manusia perlu memahami konsep yang benar tentang penderitaan. Kalis Stevanus menuliskan bahwa penderitaan harus dipahami sebagai bagian integrai dari kehidupan manusia (Kalis Stevanus dan Stefanus M Marbun, 2019).

Penderitaan juga merupakan harga yang harus dibayar oleh orang percaya. Artinya, penderitaan sebagai sesuatu yang wajar di dalam kehidupan orang percaya. Yesus mengatakan barang siapa yang mengikuti-Nya harus menyangkal diri dan memikul salib. Warseto Sihombing menuliskan penting bagi orang percaya untuk memahami penderitaan sebagai kehendak Allah dan bertujuan membuktikan kemurnian iman di dalam Kristus (Sihombing, 2019).

Penderitaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia. Penderitaan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Faktanya, penderitaan dapat berupa macam bentuk seperti masalah ekonomi, kesehatan, diskriminasi, hingga berbagai kesusahan lainnya. 

Petrus menuliskan teks 1 Petrus 4:12-19 untuk mendorong jemaat agat bertahan dalam penderitaan yang mereka alami. Artinya, Petrus sedang menyadarkan bahwa penderitaan yang mereka hadapi sebagai orang percaya merupakan hal yang wajar sebagai harga yang harus dibayar dalam mengikuti Yesus. Untuk itu, orang percaya harus dapat memaknai penderitaan dengan benar. 

Dalam kaitannya dengan situasi pandemic covid, orang percaya diharapkan lebih kepada mempercayai sebagai pribadi yang berdaulat atas penderitaan. Dengan demikian, setiap orang percaya dapat bertahan di dalam penderitaan yang terjadi. EKSPOSISI 1 PETRUS 4:12-19 (PENDERITAAN ORANG PERCAYA)
Next Post Previous Post