MAKNA NATAL BAGI UMAT KRISTEN MASA KINI
Menurut Tenrie (2007), Kita umat percaya memahami dan menghormati makna Natal karena Allah telah sudi lahir sebagai manusia, Allah Yang Maha-tinggi itu telah merendahkan diri-Nya, serendah-rendahnya menjadi manusia, lahir sebagai manusia biasa bahkan mati di kayu salib.
Natal bagi umat Kristiani bukan sekedar perayaan, kumpul-kumpul, atau mengadakan kegiatan-kegiatan, tetapi Natal adalah lebih kepada peringatan akan kasih karunia Allah yang dahsyat.
Bagi kita, umat Kristiani makna Natal tidak hanya jatuh pada bulan Desember, karena ini hanyalah tradisi dunia. Natal bagi kita dapat kita rayakan di bulan Desember bahkan di bulan-bulan yang lain. Setiap hari pun bisa menjadi Natal.
Bagi kita, umat Kristiani makna Natal tidak hanya jatuh pada bulan Desember, karena ini hanyalah tradisi dunia. Natal bagi kita dapat kita rayakan di bulan Desember bahkan di bulan-bulan yang lain. Setiap hari pun bisa menjadi Natal.
Dalam 2 Timotius 2:8, Rasul Paulus berkata "Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku." Maka setiap kali kita mengingat kematian-Nya dalam Perjamuan Suci (Lukas 22:19), otomatis kita juga mengingat bahwa Ia pernah lahir. Kelahiran-Nya telah membawa Kabar Baik, bahwa semua orang yang percaya akan memperoleh kehidupan yang kekal (Yohanes 3:16).
Menurut Harson (2012), Natal adalah momen pertumbuhan iman, yang tidak boleh berhenti tepat setelah tanggal 25 Desember. Makna Natal seharusnya menggema sepanjang tahun dan menjiwai setiap aksi pribadi maupun kelompok. Tema sentral Natal adalah cinta. Kehadiran Kristus sebagai manusia merupakan bentuk nyata kasih Allah kepada kita. Dalam cara yang sama, cinta kita kepada Tuhan harus diwujudkan secara nyata dalam perbuatan kasih kepada sesama dan ciptaan Tuhan lainnya.
Bentuk-bentuk lahiriah dari cinta harus nyata dalam kehidupan sehari-hari, tanpa membuat perbedaan, dalam keluarga, lingkungan kerja, dan bentuk interaksi sosial lain, bahkan di dunia maya sekalipun. Cinta akan Allah tidak mengambang seperti sesuatu yang diterbang angin, tapi sesuatu yang nyata, yang kasat mata berupa mencintai sesama manusia dan alam tempat kita berpijak.
Menurut Harson (2012), Natal adalah momen pertumbuhan iman, yang tidak boleh berhenti tepat setelah tanggal 25 Desember. Makna Natal seharusnya menggema sepanjang tahun dan menjiwai setiap aksi pribadi maupun kelompok. Tema sentral Natal adalah cinta. Kehadiran Kristus sebagai manusia merupakan bentuk nyata kasih Allah kepada kita. Dalam cara yang sama, cinta kita kepada Tuhan harus diwujudkan secara nyata dalam perbuatan kasih kepada sesama dan ciptaan Tuhan lainnya.
Bentuk-bentuk lahiriah dari cinta harus nyata dalam kehidupan sehari-hari, tanpa membuat perbedaan, dalam keluarga, lingkungan kerja, dan bentuk interaksi sosial lain, bahkan di dunia maya sekalipun. Cinta akan Allah tidak mengambang seperti sesuatu yang diterbang angin, tapi sesuatu yang nyata, yang kasat mata berupa mencintai sesama manusia dan alam tempat kita berpijak.
Jika orang mengatakan bahwa ia mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya, ia berdusta karena tidak mungkin mencintai Allah yang tidak kelihatan tanpa mencintai sesama yang kelihatan. Siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1 Yohanes 4:20-21).
Menurut Tanujaya (2009), Natal merupakan simbol dari kasih Allah yang terbesar. Natal mengajarkan bagaimana kita harus mengasihi orang lain. Natal mengajarkan bagaimana kita harus berbagi dengan orang lain termasuk berbagi dengan orang-orang kecil. Berita Natal pertama kali disampaikan kepada para gembala.
Menurut Tanujaya (2009), Natal merupakan simbol dari kasih Allah yang terbesar. Natal mengajarkan bagaimana kita harus mengasihi orang lain. Natal mengajarkan bagaimana kita harus berbagi dengan orang lain termasuk berbagi dengan orang-orang kecil. Berita Natal pertama kali disampaikan kepada para gembala.
Orang-orang kecil seperti mereka disampaikan berita oleh malaikat surgawi yang mulia. Merayakan Natal seharusnya membuat kita berpaling kepada orang-orang kecil dan berbagi dengan kasih. Kita perlu mengampanyekan Natal dengan Kristus di gereja-gereja. Kita perlu kembali (back to basic) kepada makna perayaan Natal yang sesungguhnya, yaitu Kristo-sentris. Dengan kerinduan untuk berbagi kasih oleh karena Allah mengasihi manusia.
Bukti mengasihi sesama bisa tampak dalam wujud keterlibatan aktif dalam usaha memerangi kemiskinan, melawan korupsi, serta dalam mengatasi berbagai persoalan sosial, seperti konflik kemanusiaan, menguatnya sikap intoleran, serta perilaku atau tindakan yang membuat persaudaraan antar sesama warga menjadi retak.
Bukti mengasihi sesama bisa tampak dalam wujud keterlibatan aktif dalam usaha memerangi kemiskinan, melawan korupsi, serta dalam mengatasi berbagai persoalan sosial, seperti konflik kemanusiaan, menguatnya sikap intoleran, serta perilaku atau tindakan yang membuat persaudaraan antar sesama warga menjadi retak.
Demikian pula, sebagai kaki dan tangan Allah di dunia ini, manusia diserahkan kepercayaan untuk memelihara dan memanfaatkan alam semesta yang “diciptakan baik adanya” secara bertanggungjawab. Manusia dipanggil untuk melestarikan dan menjaga keutuhan ciptaan-Nya dari perilaku sewenang-wenang dalam mengelola alam.
Dengan demikian, makna Natal bukan hanya sekedar persiapan dekorasi rumah atau gereja. Natal adalah momen untuk perubahan dan peneguhan atas komitmen kita sebagai pengikut Kristus untuk mencintai sesama dalam suka dan senang serta peneguhan panggilan kita sebagai orang-orang yang dipercayakan Tuhan mengelola dan merawat ciptaan-Nya (Harson, 2012).
Menurut Pramono (2005), dalam memperingati "hari kelahiran Kristus" umat Kristiani akan menyadari makna yang lebih dalam lagi adalah kehadiran Allah dalam bentuk kelahiran Yesus Kristus sebagai Juru selamat yang mendatangkan damai sejahtera di bumi.
Dengan demikian, makna Natal bukan hanya sekedar persiapan dekorasi rumah atau gereja. Natal adalah momen untuk perubahan dan peneguhan atas komitmen kita sebagai pengikut Kristus untuk mencintai sesama dalam suka dan senang serta peneguhan panggilan kita sebagai orang-orang yang dipercayakan Tuhan mengelola dan merawat ciptaan-Nya (Harson, 2012).
Menurut Pramono (2005), dalam memperingati "hari kelahiran Kristus" umat Kristiani akan menyadari makna yang lebih dalam lagi adalah kehadiran Allah dalam bentuk kelahiran Yesus Kristus sebagai Juru selamat yang mendatangkan damai sejahtera di bumi.
Kehidupan Yesus sebagai Tuhan yang menjadi manusia yang menyertai kita (Immanuel) tidak dapat dilepaskan dari saat kelahiran, pembaptisan, pelayanan, penyaliban, kebangkitan, sampai kenaikan-Nya ke surga. Sekalipun demikian, sebagai suatu peringatan, memang Natal kemudian berkembang sebagai suatu ‘perayaan’ dalam tradisi gereja dan masyarakat pada umumnya.
Perayaan hari kelahiran Yesus memang tidak tertulis, bahkan tidak ada anjuran dalam Alkitab untuk merayakan Natal, tidak ada anjuran untuk memasang pohon terang, dll. Tetapi memperingati kelahiran Yesus Kristus itu mutlak. Perayaan adalah cenderung bersifat pesta, sedangkan peringatan lebih bersifat hikmat.
Dalam 2 Timotius 2:8 “Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.” Ayat di atas adalah nasehat dari rasul Paulus kepada Timotius, tentang tiga hal yang penting akan Tuhan Yesus Kristus: Kelahiran-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya. Paskah tanpa Natal tidak akan lengkap maknanya, karena kita tidak mengerti makna dari Paskah itu bila kita tidak mengerti makna Kelahiran-Nya (natal).
Merayakan jelas berbeda dengan memperingati atau mengingat. Merayakan cenderung berhura-hura, berpesta. Tetapi mengingat adalah lawan dari kata melupakan. Tentu kita tidak akan melakukan tindakan seperti lawan kata ini. Yesus yang lahir di kandang yang hina perlu dijadikan contoh ke rendah-hatian umat Kristiani yang melayani dan tidak minta dilayani. Dan menjadikan contoh bahwa Allah yang Maha Mulia dan yang Empunya langit dan bumi itu ternyata lebih memilih cara sederhana dalam kedatangan-Nya di dunia.
Karena Perayaan Christmas sudah menjadi tradisi dunia, maka kita sebagai umat Kristiani harus sungguh menghargai karya penebusan Kristus yang sudah dijalankan-Nya dengan sempurna. Karena keyakinan akan Yesus tidak dapat dilepaskan dari kelahiran-Nya sebagai pemenuhan nubuatan para Nabi.
Walaupun secara tradisi kita memperingatinya pada tanggal 25 Desember. Tetapi, marilah kita memperingati kelahiran-Nya, yang dengan lebih berfokus pada syukur dan hikmat kepada Allah kita yang telah rela merendahkan diri-Nya sebagai manusia. Dan janganlah kita kehilangan makna Natal yang sesungguhnya, jadikanlah Natal selalu menjadi kabar baik bagi semua orang di sekitar kita, bahwa Allah telah membuktikan kasih-Nya dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita.
Menurut Pardede (2013), esensi Natal seyogianya tidak hanya berisi kesenangan lahiriah semata di mana umat manusia begitu berbahagia dalam rangkaian penyambutan dan peringatan lahirnya sang Raja Damai, namun selain itu ada pesan nyata yang disampaikan oleh Kristus bahwa melayani sesama manusia adalah bagian dari pekerjaan-Nya datang ke dunia.
Kita berharap, setiap tahun kita mendapat makna yang mendalam setiap kali memperingati hari kelahiran-Nya. Esensi Natal bagi setiap orang pasti berbeda-beda. Kelahiran Yesus di kota kecil Betlehem menjadi salah satu bukti janji Allah bahwa Ia akan mengutus anak-Nya dan mau merendahkan diri menjadi manusia sama seperti kita.
Yesus lahir dan datang ke dunia untuk menjadi pelayan, dan siap melayani kita dengan sepenuh hati. Kita ada di bumi ini untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain, kita dihadirkan ke dunia ini agar memberi dampak yang luar biasa bagi sesama. Kita diberkati oleh Tuhan dengan kelimpahan dan kesehatan untuk memberkati orang lain yang membutuhkan uluran tangan kita.
Tuhan Yesus telah terlebih dahulu datang sebagai pelayan bagi umat manusia. Oleh sebab itu, hendaknya kita sebagai anak-anak Tuhan juga meneladani Kristus dan rela menolong dan melayani sesama manusia sebagai wujud syukur karena kita telah diselamatkan. Sebagai aplikasi dalam hidup berbangsa dan bernegara, kita juga memiliki kewajiban untuk saling menghormati dan saling menghargai. Hal itu patut dikerjakan oleh umat manusia yang percaya dan menerima Kristus sebagai Juru selamat.
Dalam praktik hidup sehari-hari, kita sering lalai dan lupa dengan tanggung-jawab kita sebagai anak Tuhan yang dipersiapkan untuk mewartakan kebaikan Tuhan dalam kehidupan kita setiap saat. Makna Natal yang sesungguhnya bagi kita adalah merayakan Natal tidak hanya sekadar merayakannya lewat acara-acara liturgi, bernyanyi, koor atau menggelar konser Natal dengan sangat meriah.
Makna Natal yang harus kita ambil dan bagikan kepada sesama adalah meneladani perilaku Yesus yang mau menjelma menjadi manusia, memberikan pengajaran-pengajaran positif yang berdampak luas bagi orang-orang di sekitarnya. Perilaku hidup kita sehari-hari yang selama ini tergolong sangat egois, mau menang sendiri, tidak peduli dengan kehidupan orang lain, pamer harta dan kekayaan adalah perilaku yang berseberangan dengan kehendak Tuhan.
Di tengah situasi bangsa dan negara kita seperti sekarang ini, banyak sekali manusia yang perilaku hidupnya hedonis dan mementingkan diri sendiri. Padahal, di depan mata kita ada begitu banyak kaum tertindas bahkan korban bencana alam yang sangat membutuhkan pertolongan, oleh karena itu mari ulurkan tangan kita untuk membantu mereka dan melayani mereka, seperti Yesus datang ke bumi untuk melayani kita orang-orang berdosa agar bertobat dan kembali ke jalan yang benar.
Mulailah untuk menanggalkan atribut-atribut yang menjadikan kita kesulitan dalam menjalankan perintah Tuhan. Melayani dengan sepenuh hati, tidak pamrih dan tidak bersungut-sungut. Melayani dengan sepenuh hati kiranya menjadi pesan dan makna Natal yang paling penting dalam kehidupan kita hari-hari belakangan ini. Kita harus setia dalam memberikan pelayanan kepada sesama, terlebih kepada Tuhan.
Kita memperingati hari Natal, bukan sebagai tanggal yang sesungguhnya, tetapi sebagai tanggal peringatan agar dunia mengenal kasih Allah. Bahwa Sang Juru selamat telah lahir ke dalam dunia yang gelap dengan membawa kasih dan terang Allah kepada semua manusia. Yesus adalah hadiah Allah kepada kita. Jadi, mari kita memperingatinya dengan sukacita, kasih dan semangat membagikan kasih-Nya kepada semua manusia (Hammond, 2011).
Menurut Maria (2012), seperti para malaikat surgawi yang memuji dan memuliakan Allah, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lukas 2: 14), maka kita harus memuji Allah dan memuliakan-Nya atas karya agungnya bagi kita. Sebab, Allah telah mengaruniakan damai sejahtera bagi kita.
Perayaan hari kelahiran Yesus memang tidak tertulis, bahkan tidak ada anjuran dalam Alkitab untuk merayakan Natal, tidak ada anjuran untuk memasang pohon terang, dll. Tetapi memperingati kelahiran Yesus Kristus itu mutlak. Perayaan adalah cenderung bersifat pesta, sedangkan peringatan lebih bersifat hikmat.
Dalam 2 Timotius 2:8 “Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.” Ayat di atas adalah nasehat dari rasul Paulus kepada Timotius, tentang tiga hal yang penting akan Tuhan Yesus Kristus: Kelahiran-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya. Paskah tanpa Natal tidak akan lengkap maknanya, karena kita tidak mengerti makna dari Paskah itu bila kita tidak mengerti makna Kelahiran-Nya (natal).
Merayakan jelas berbeda dengan memperingati atau mengingat. Merayakan cenderung berhura-hura, berpesta. Tetapi mengingat adalah lawan dari kata melupakan. Tentu kita tidak akan melakukan tindakan seperti lawan kata ini. Yesus yang lahir di kandang yang hina perlu dijadikan contoh ke rendah-hatian umat Kristiani yang melayani dan tidak minta dilayani. Dan menjadikan contoh bahwa Allah yang Maha Mulia dan yang Empunya langit dan bumi itu ternyata lebih memilih cara sederhana dalam kedatangan-Nya di dunia.
Karena Perayaan Christmas sudah menjadi tradisi dunia, maka kita sebagai umat Kristiani harus sungguh menghargai karya penebusan Kristus yang sudah dijalankan-Nya dengan sempurna. Karena keyakinan akan Yesus tidak dapat dilepaskan dari kelahiran-Nya sebagai pemenuhan nubuatan para Nabi.
Walaupun secara tradisi kita memperingatinya pada tanggal 25 Desember. Tetapi, marilah kita memperingati kelahiran-Nya, yang dengan lebih berfokus pada syukur dan hikmat kepada Allah kita yang telah rela merendahkan diri-Nya sebagai manusia. Dan janganlah kita kehilangan makna Natal yang sesungguhnya, jadikanlah Natal selalu menjadi kabar baik bagi semua orang di sekitar kita, bahwa Allah telah membuktikan kasih-Nya dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita.
Menurut Pardede (2013), esensi Natal seyogianya tidak hanya berisi kesenangan lahiriah semata di mana umat manusia begitu berbahagia dalam rangkaian penyambutan dan peringatan lahirnya sang Raja Damai, namun selain itu ada pesan nyata yang disampaikan oleh Kristus bahwa melayani sesama manusia adalah bagian dari pekerjaan-Nya datang ke dunia.
Kita berharap, setiap tahun kita mendapat makna yang mendalam setiap kali memperingati hari kelahiran-Nya. Esensi Natal bagi setiap orang pasti berbeda-beda. Kelahiran Yesus di kota kecil Betlehem menjadi salah satu bukti janji Allah bahwa Ia akan mengutus anak-Nya dan mau merendahkan diri menjadi manusia sama seperti kita.
Yesus lahir dan datang ke dunia untuk menjadi pelayan, dan siap melayani kita dengan sepenuh hati. Kita ada di bumi ini untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain, kita dihadirkan ke dunia ini agar memberi dampak yang luar biasa bagi sesama. Kita diberkati oleh Tuhan dengan kelimpahan dan kesehatan untuk memberkati orang lain yang membutuhkan uluran tangan kita.
Tuhan Yesus telah terlebih dahulu datang sebagai pelayan bagi umat manusia. Oleh sebab itu, hendaknya kita sebagai anak-anak Tuhan juga meneladani Kristus dan rela menolong dan melayani sesama manusia sebagai wujud syukur karena kita telah diselamatkan. Sebagai aplikasi dalam hidup berbangsa dan bernegara, kita juga memiliki kewajiban untuk saling menghormati dan saling menghargai. Hal itu patut dikerjakan oleh umat manusia yang percaya dan menerima Kristus sebagai Juru selamat.
Dalam praktik hidup sehari-hari, kita sering lalai dan lupa dengan tanggung-jawab kita sebagai anak Tuhan yang dipersiapkan untuk mewartakan kebaikan Tuhan dalam kehidupan kita setiap saat. Makna Natal yang sesungguhnya bagi kita adalah merayakan Natal tidak hanya sekadar merayakannya lewat acara-acara liturgi, bernyanyi, koor atau menggelar konser Natal dengan sangat meriah.
Makna Natal yang harus kita ambil dan bagikan kepada sesama adalah meneladani perilaku Yesus yang mau menjelma menjadi manusia, memberikan pengajaran-pengajaran positif yang berdampak luas bagi orang-orang di sekitarnya. Perilaku hidup kita sehari-hari yang selama ini tergolong sangat egois, mau menang sendiri, tidak peduli dengan kehidupan orang lain, pamer harta dan kekayaan adalah perilaku yang berseberangan dengan kehendak Tuhan.
Di tengah situasi bangsa dan negara kita seperti sekarang ini, banyak sekali manusia yang perilaku hidupnya hedonis dan mementingkan diri sendiri. Padahal, di depan mata kita ada begitu banyak kaum tertindas bahkan korban bencana alam yang sangat membutuhkan pertolongan, oleh karena itu mari ulurkan tangan kita untuk membantu mereka dan melayani mereka, seperti Yesus datang ke bumi untuk melayani kita orang-orang berdosa agar bertobat dan kembali ke jalan yang benar.
Mulailah untuk menanggalkan atribut-atribut yang menjadikan kita kesulitan dalam menjalankan perintah Tuhan. Melayani dengan sepenuh hati, tidak pamrih dan tidak bersungut-sungut. Melayani dengan sepenuh hati kiranya menjadi pesan dan makna Natal yang paling penting dalam kehidupan kita hari-hari belakangan ini. Kita harus setia dalam memberikan pelayanan kepada sesama, terlebih kepada Tuhan.
Kita memperingati hari Natal, bukan sebagai tanggal yang sesungguhnya, tetapi sebagai tanggal peringatan agar dunia mengenal kasih Allah. Bahwa Sang Juru selamat telah lahir ke dalam dunia yang gelap dengan membawa kasih dan terang Allah kepada semua manusia. Yesus adalah hadiah Allah kepada kita. Jadi, mari kita memperingatinya dengan sukacita, kasih dan semangat membagikan kasih-Nya kepada semua manusia (Hammond, 2011).
Menurut Maria (2012), seperti para malaikat surgawi yang memuji dan memuliakan Allah, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lukas 2: 14), maka kita harus memuji Allah dan memuliakan-Nya atas karya agungnya bagi kita. Sebab, Allah telah mengaruniakan damai sejahtera bagi kita.
Damai yang bukan buatan manusia dan bukan berasal dari dunia. Tetapi Damai sejahtera yang berasal dari atas, dari surga, dari Allah. Damai sejati hanya dapat dialami oleh semua orang yang rela untuk mengenal Yesus dan mengambil bagian dalam sengsara dan kebangkitan-Nya. Tanpa itu semua, segala akan sia-sia dan kita masih berada dalam kegelapan tanpa akhir.
BACA JUGA:KELAHIRAN YESUS DAN MAKNA NATAL BAGI KITA SAAT INI (LUKAS 2:8-12)
BACA JUGA:KELAHIRAN YESUS DAN MAKNA NATAL BAGI KITA SAAT INI (LUKAS 2:8-12)
Pada masa Natal ini, mari kita mengarahkan pandangan kita kepada Allah yang memberikan anugerah besar kepada kita. Kelahiran Yesus Kristus menghadirkan kuasa Allah yang menyapa umat-Nya. Allah membebaskan manusia dari perbudakan dosa dan belenggu maut.
Hanya satu hal yang perlu kita lakukan, kita harus percaya dan masuk dalam kehidupan Yesus. Kita harus berani mengikuti Yesus Kristus, dalam suka dan duka, dalam untung dan rugi. Apa pun status dan pilihan hidup kita, kita hanya mengandalkan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Penyelamat kita.
Menurut Jensen (2012), dengan penggenapan nubuatan oleh Yesus, kita diingatkan bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari rencana Allah bagi dunia. Yesus dalam kandang domba bukan suatu dongeng. Dan karena pesan Natal itu benar, pengertian yang terkandung di dalamnya sangat luar biasa. Artinya bahwa Anak Allah, dengan kasih, datang untuk menggenapi arti dari nama-Nya, yang artinya “Tuhan Penyelamat!” Yesus berkata, "Barang siapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:36). Dahulu Dia lahir di palungan. Namun, saat ini Dia rindu untuk lahir di dalam hati manusia (Wahyu 3:20).
Menurut Jensen (2012), dengan penggenapan nubuatan oleh Yesus, kita diingatkan bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari rencana Allah bagi dunia. Yesus dalam kandang domba bukan suatu dongeng. Dan karena pesan Natal itu benar, pengertian yang terkandung di dalamnya sangat luar biasa. Artinya bahwa Anak Allah, dengan kasih, datang untuk menggenapi arti dari nama-Nya, yang artinya “Tuhan Penyelamat!” Yesus berkata, "Barang siapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:36). Dahulu Dia lahir di palungan. Namun, saat ini Dia rindu untuk lahir di dalam hati manusia (Wahyu 3:20).